Marfu'atul Mahiro
IAIN KUDUS
marfuatulm@gmail.com
ABSTRACT
The purpose of exploring mathematics education contained in the culture of the people in Sumurpule village
in the form of a traditional joglo house building and also as a special study of mathematics owned by the
Sumurpule village community which contains ancestral values and is an ancestral heritage, which can be a
reference in learning mathematics. The approach used in this research is an ethnographic approach, which
is an approach that aims to investigate and obtain an in-depth description and analysis of a cultural group
based on intensive fieldwork in a certain period of time. The results of this study are the ethnomathematics
of the Joglo Traditional House in Sumurpule Village in the form of basic concepts of geometry which are
flat planes in the form of squares, triangles, rectangles, trapezoids and building spaces in the form of blocks
and tubes. The concept of Geometric Transformation which consists of translation (shift), reflection
(mirror), rotation (rotation), dilation and the concept of congruence.
ABSTRAK
Tujuan mengeksplor pendidikan matematika yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat di desa
Sumurpule Kapuopaten Pati berupa bangunan rumah adat joglo dan juga sebagai kajian khusus matematika
yang dimiliki oleh masyarakat desa Sumurpule yang mengandung nilai leluhur dan merupakan warisan
leluhur, yang dapat menjadi referensi dalam pembelajaran matematika. pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan etnografi yaitu pendekatan yang bertujuan menyelidiki dan mendapatkan
deskripsi serta analisis mendalam tentang suatu kelompok kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan
(fieldwork) dalam periode waktu tertentu secara intensif. Hasil Penelitian ini adalah adanya etnomatematika
Rumah Adat Joglo di Desa Sumurpule berupa konsep dasar Geometri yang bidang datar berupa persegi,
segitiga, persegi panjang, trapesium dan bangun ruang berupa balok dan tabung. Konsep Transformasi
Geometri yang terdiri dari translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), rotasi (perputaran), dilatasi dan
konsep kesebangunan.
PENDAHULUAN
Manusia tidak lepas dari pendidikan dan kebudayaan. Sejak lahir ke dunia manusia sudah
mendapatkan pendidikan hingga ia masuk ke bangku sekolah yang mana manusia itu sendiri berdampingan
dengan budaya yang telah melekat dikalangan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan dan
budaya merupakan dua komponen yang tidak terpisahkan seperti dua sisi pada mata uang. Pendidikan yang
pada umumnya dapat diartikan sebagai suatu metode untuk mengembangkan keterampilan, kebiasaan dan
sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.
Pendidikan merupakan kegiatan yang kompleks, dan meliputi berbagai komponen yang berkaitan erat
satu sama lain. Oleh sebab itu, apabila pendidikan ingin dilaksanakan secara terencana dan teratur, maka
berbagai faktor yang terlibat dalam pendidikan harus dipahami terlebih dahulu. Berbagai komponen dalam
sistem pendidikan, baik secara mikro maupun dalam kajian makro perlu dikenali secara mendalam sehingga
komponen-komponen tersebut dapat difungsikan dan dikembangkan guna mengoptimalkan garapan
pendidikan tersebut ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang ditetapkan (Dinn Wahyudi dkk, 2006)
Para masyarakat mengartikan pendidikan adalah pengajaran yang di lakukan disekolah yang mana
sekolah tersebut sebagai tempat terjadinya pengajaran atau pendidikan formal (Ivan Sujadmoko: 2011).
Namun, pendidikan tidak seluruhnya terjadi disekolah tetapi pendidikan bisa jadi di rumah yang mana orang
tua yang menjadi gurunya. Pendidikan merupakan kebutuhan yang hakiki dari masyarakat karena selama
manusia hidup manusia akan terus belajar (long life education). Sedangkan Budaya merupakan kebiasaan
masyarakat yang terjadi secara turun temurun yang menjadi identitas dari suatu daerah.
Secara umum, pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang relatif tidak mudah untuk
dipahami. Keabstrakan obyek dalam matematika memerlukan berbagai hal yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari siswa untuk membantu pemahaman. Pemahaman terhadap materi matematika seharusnya
dilakukan sejak siswa berada pada tingkat dasar (Hariastuti, 2017). Proses pembelajaran yang kurang
optimal merupakan salah satu pemicu terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa (Mahendra, 2017).
Salah satu alternatif pembelajaran yang menarik dan menyenangkan adalah pembelajaran matematika
berbasis budaya. Penerapan etnomatematika sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi peserta didik,
dapat mengatasi kejenuhan dan kesulitan dalam belajar matematika (Sirate,2012). Pernyataan tersebut
sejalan dengan pernyataan bahwa pembelajaran berdasarkan budaya efektif meningkatkan hasil belajar
siswa (Suwitodan Trapsilasiwi, 2016).
Astri Wahyuni, dkk (2013: 2) menyatakan bahwa salah satu yang dapat menjembatani antara budaya
dan pendidikan matematika adalah etnomatematika. Secara singkat, pengertian dari etnomatematika adalah
matematika dalam budaya. Etnomatematika terdiri atas dua kata, etno (etnis/budaya) dan matematika. Itu
berarti bahwa etnomatematika merupakan matematika dalam budaya. Istilah etnomatematika diperkenalkan
oleh D’Ambrosio seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977. Secara bahasa, awalan “ethno” diartikan
sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode
perilaku, mitos dan simbol. Kata dasar “mathema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami,
dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklarifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan.
Akhiran “tics” berasal dari katatechne dan bermakna sama seperti teknik (D’Ambrosio, 1994: 449).
Sedangkan secara istilah etnomatematika diartikan sebagai:"The mathematics which is practiced among
identifiable cultural groups such as national- tribe societies, labour groups, children of certain age brackets
and professional classes" (D'Ambrosio, 1985). Artinya: “Matematika yang dipraktekkan di antara kelompok
budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia
tertentu dan kelas profesional" (D'Ambrosio, 1985).
Eksplorasi Etnomatematika Rumah adat joglo di desa Sumurpule meggunakan konsep dasar
matematika dan ide matematis. Misalnya, aktivitas berhitung dengan menyebutkan suatu bilangan, aktivitas
mengukur (panjang, luas, volume, dan berat), arsitektur bangunan (Rumah Adat), dsb. Konsep dasar
tersebut telah mereka pelajari di bangku sekolah dasar. Ide matematis mulai dipandang oleh para ahli
pendidikan matematika sebagai suatu hal yang penting. Sifat matematika cenderung linier dan kaku tetapi
apabila diintegrasikan dengan sesuatu yang soft seperti budaya, maka pemikiran itu menjadi lentur (Yulia
Rahmawati dkk, 2019).
Masyarakat Jawa ini memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan masyarakat- masyarakat
lainnya, seperti masyarakat Sunda, masyarakat Madura, masyarakat Minang, dan lain sebagainya. Desa
Sumurpule adalah salah satu desa di kecamatan Kragan Kabupaten Rembang masih terdapat rumah adat
Jawa Tengah yaitu rumah Joglo. Dalam arsitektur bangunan Rumah Adat Joglo di desa Sumurpule tersebut
terdapat unsur- unsur bangunan seperti rumah adat pada umumnya. Unsur-unsur bangunan yang dimaksud
seperti atap, tiang, jendela, pintu, dan lain-lain. Pada unsur bangunan Rumah Adat Joglo di desa Sumurpule
ditemukan bentuk-bentuk yang sama dengan bentuk geometri pada pembelajaran matematika. Artinya
dalam Rumah Adat Joglo di desa Sumurpule banyak ditemukan konsep geometri, trigonometri, dsb. Konsep
tersebut merupakan salah satu konsep matematika sehingga tanpa disadari dalam budaya Rumah Adat Joglo
di desa Sumurpule secara tidak langsung masyarakat sudah menerapkan konsep matematika dalam
konstruksi bangunannnya. Sehingga mempelajari matematika menjadi satu kesatuan dengan kebudayaan
yang dimiliki oleh mayarakat setempat.
Oleh karena itu, peneliti memandang perlu untuk menulis tentang “Eksplorasi Etnomatematika
Rumah Adat Joglo di desa Sumurpule” sebagai kajian khusus matematika yang dimiliki oleh masyarakat
desa Sumurpule yang mengandung nilai leluhur dan merupakan warisan leluhur, yang dapat menjadi
referensi dalam pembelajaran matematika. Rumusan masalah yang diambil adalah Bagaimana pandangan
masyarakat desa Sumurpule tentang rumah adat joglo dan bagaimana eksplorasi etnomatematika pada
bangunan rumah adat joglo di desa Sumurpule.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode eksploratif, observasi, kualitatif.
Arikunto (2006) menjelaskam ”penelitian eskploratif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggali
secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu”. Sedangkan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan etnografi yaitu pendekatan yang
bertujuan menyelidiki dan mendapatkan deskripsi serta analisis mendalam tentang suatu kelompok
kebudayaan berdasarkan penelitian lapangan (fieldwork) dalam periode waktu tertentu secara intensif.
Pendekatan ini memusatkan usaha untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan budaya
tersebut dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakannya dalam kehidupan sehingga ada dalam
pikiran manusia.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, wawancara, dan
dokumentasi. Didalam melakukan analisis terkait persoalan artikel ini, penulis menggunakan metode
literatur. Penulis menggunakan beraneka variasi sumber pustaka dan data sensus internet yang menjabarkan
seputar etnomatematikadanrumahadatjogloyang penjelasannya terdapat di bagian pembukaan. Untuk
memperoleh data/isu penulis mengolah data dari beraneka variasi sumber internet. Berbagai macam variasi
dan sumber rujukan yang tersedia menciptakan penulisan artikel ini berjalan dengan baik. Selain itu penulis
juga menggunakan metode wawancara sebagai salah satu syarat yang diberikan oleh Dosen untuk lebih
memperdalam pendidikan matematika di masyarakat sekitar yang hasilnya terdapat di bagian pembahasan.
Penulis mengambil tema "etnomatematika pada rumah adat joglo" yang begitu erat kaitannya dengan
budaya kemasyarakatan. Selain menyingkap matematika yang ada di masyarakat, metode wawancara ini
juga dianggap tepat sebagai sarana edukasi adanya bentuk matematika di sekitar masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari terkhusus dalam artikel ini adalah budaya lokal masyarakat desa Sumurpule. Selain
itu dokumentasi juga digunakan untuk menganalisis konsep geometri, trigonometri, dsb, pada bangunan
rumah adat joglo di desa Sumurpule. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 2020 yang
dilakukan di Rumah Ibu Sri di desa Sumurpule, kecamatan Kragan, kabupaten Rembang.
Instrumen peneliti yaitu pedoman wawancara, wawancara dilakukan kepada pemilik rumah untuk
mendapatkan informasi tentang rumah adat joglonya dan melakukan pendekatan tentang seberapa
pemahaman matematika dalam bangunan rumah adat joglo tersebut. Serta yang memahami tentang seluk
beluk rumahnya, meliputi arsitektur dan nilai leluhur yang terkandung pada rumah joglo tersebut.
Penelitian ini diawali dengan observasi pada tempat yang dilakukan penelitiannya, dilanjutkan
menyusun isntrumen berupa pedoman wawancara, melakukan validasi instrumen, menentukan
narasumber(responden) yang memiliki pengetahuan luas tentang budaya adat yang ada di desa Sumurpule,
menentukan waktu untuk melakukan wawancara, pelaksanaan wawancara kepada pemilik rumah.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi tentang bentuk pada
arsitektur bangunan rumah adat joglo.
Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, triangulasi, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Tahap reduksi adalah memilih, atau mengklasifikasikan hasil penelitiaan data mana yang akan
digunakan untuk mengumpulkan data selanjutnya. Triangulasi yaitu menganalisis hasil wawancara yang
dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber dan metode menghasilkan hasil yang sama. Penyajian
data adalah menyusun data secara runtut dan jelas. Penarikan kesimpulan yaitu menyimpulkan hubungan
budaya yang ada pada arsitektur rumah joglo di desa Sumurpule dengan matematika.
Selanjutnya, Bu Sri dalam wawancaranya menambahkan keterangan bahwa rumah joglo sekarang
ini sudah banyak direnovasi. Misalnya dari lantainya yang pada dasarnya adalah tanah, kini sudah
direnovasi dengan keramik. Ada juga yang bagian dinding samping direnovasi dengan tembok.
Dari hasil wawancara, peneliti mendapatkan hasil bahwa rumah joglo merupakan salah satu
warisan nusantara budaya Indonesia yang terdapat di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah. Rumah joglo
mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari empat tiang utama penyangga serta tumpang sari
yang berupa susunan balok yang disangga soko guru. Terdapat tiga bagian ruangan pada bangunan
rumah joglo, yaitu ruang pertemuan (pendhopo), ruang tengah (pringgitan), dan ruang keluarga (dalem).
Rumah joglo pada awalnya hanya dimiliki oleh kalangan terpandang saja, namun saat ini rumah joglo
dapat dimiliki oleh siapapun yang ingin membangun rumah joglo.
Rumah joglo terbuat dari material berupa kayu jati. Yang mana dipilih dari bahan kayu karena
mampu meredam getaran/guncangan dari gempa (fleksibel dan stabil). Rumah joglo atapnya berbentuk
gunung. Namun, memiliki puncak yang mendatar. Dari atapnya saja sudah bisa ditebak bentuknya adalah
trapesium, jadi pasti ada kaitanya dengan matematika. Bagian teras rumah joglo itu terbuka, tidak ada
pembatas, ini bisa diartikan bahwa orang Jawa itu memiliki hubungan sosial yang begitu erat, jalinan
silaturahmi terbuka bagi siapa pun yang bertamu ke rumahnya. Keunikan rumah adat joglo yang terdiri
dari empat tiang utama itu berfungsi untuk menjaga struktur bangunan. Rumah joglo juga memiliki
keunikan lain yaitu terdapat banyak ruang didalam rumah tersebut, yang menggambarkan sifat
masyarakat Jawa tengah yang teratur.
2. Eksplorasi Etnomatematika pada Bentuk Rumah Joglo di Desa Sumurpule
Hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, bahwa etnomatematika yang terdapat pada bangunan
rumah Joglo dapat ditemukan pada bentuk arsitektur dari rumah joglo. Yang mana terbuat dari bahan
dasar kayu jati. Berikut adalah pembahasan konsep konsep matematika pada bentuk bangunan rumah
joglo:
a. Konsep Dasar Geometri
Geometri adalah salah satu hal yang sangat terkait dalam pendesainan, karena secara umum
ruang lingkup geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun
ruang, kesimetrian, kesebangunan, dan kekongruenan.
1) Persegi
Persegi adalah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang sama
panjang dan memiliki empat buah sudut yang kesemuanya adalah sudut siku-siku. Pada rumah
joglo terdapat dibagikan jendela seperti pada gambar di bawah ini.
Luas persegi = sisi×sisi (s²)
Balok merupakan bangun ruang yang dibatasi oleh tiga pasang sisi sejajar yang berbentuk
persegi atau persegi panjang dengan setidaknya terdapat satu pasang sisi sejajar yang memiliki
ukuran yang berbeda. Balok mempunyai 6 sisi, sisi yang berhadapan memiliki bentuk dan ukuran
yang sama, mempunyai 8 titik sudut, mempunyai 12 rusuk. Bentuk balok terdapat di bagian tiang
depan dan tiang utama rumah joglo.
Hal di atas juga selaras dengan penemuan kajian Etnomatematika pada Rumah ogan
komering ulu Sumatera Selatan mempunyai bangunan tipe spesifik yaitu limas, kemudian ada
beberapa motif hiasan rumah atau ukiran yang berbentuk geometri (Sari, Somakim & Hartono,
2018). masyarakat Minangkabau telah menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-
hari khususnya dalam bidang geometri. etnomatematika masyarakat minangkabau telah
berkembang dari hasil aktivitas matematika diantaranya pada aktivitas membuat rancangan
pembangunan rumah gadang dan aktivitas membuat pola ukiran pada motif ukiran dinding rumah
gadan (Z Rahmawati dan Muchlian, 2019). Beberapa penelitian di atas dapat menjadi sumber
referensi bahwa struktur rumah adat memiliki potensi untuk dijadikan sumber belajar peserta didik.
SIMPULAN
Rumah joglo merupakan salah satu warisan nusantara budaya Indonesia yang terdapat di Pulau Jawa,
khususnya Jawa Tengah. Rumah joglo mempunyai kerangka bangunan utama yang terdiri dari empat tiang
utama penyangga serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga soko guru. Terdapat tiga
bagian ruangan pada bangunan rumah joglo, yaitu ruang pertemuan (pendhapa), ruang tengah (pringgitan),
dan ruang keluarga (dalem). Rumah joglo terbuat dari material berupa kayu jati dengan atap yang berbentuk
gunung. Dari bentuk atapnya saja sudah jelas ada konsep matematika. Konsep Dasar Geometri yang bidang
datar berupa persegi, segitiga, persegi panjang, trapesium dan bangun ruang berupa balok dan tabung.
Konsep Transformasi Geometri yang terdiri dari translasi (pergeseran), refleksi (pencerminan), rotasi
(perputaran), dilatasi dan konsep kesebangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Astri Wahyuni, Ayu Aji W T, & Budiman Sani. (2013). Peran Etnomatematika dalam Membangun
Karakter Bangsa, makalah dipresentasikan dalam seminar nasional matematika dan pendidikan
matematika dengan tema “Penguatan Peran Matematika dan Pendidikan Matematika untuk
Indonesia yang Lebih Baik” pada tanggal 9 November 2013 di Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY.
D’Ambrosio, U. (1985). Ethnomathematics and its place in the history and pedagogy of mathematics.
Retrieved from http://www.math.utep.edu/Faculty/pmdelgado2/Math1319/History/DAmbrosio.pdf
Sari, E F P., Somakim, S., Hartono, Y., 2018. Etnomatematika pada Kebudayaan Rumah Adat Ogan
Komering Ulu Sumatera Selatan. Journal of Medives : Journal of Mathematics Education IKIP
Veteran Semarang Vol 2 No 1 (2018).
Sirate, F. S. 2012. Implementasi Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika pada Jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar. Lentera Pendidikan, 15 (1): 41-54
Sujatmoko, Ivan. Konsep, Fungsi, Tujuan, Dan Aliran-Aliran Pendidikan. 2011. Tersedia di:
http://eprints.umm.ac.id/41375/3/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal: 09 Desember 2020. Pukul
08:35 WIB.
Suwito, A., & Trapsilasiwi, D. 2016. Pengembangan model pembelajaran matematika SMP kelas VII
berbasis kehidupan masyarakat JAWARA (Jawa dan Madura) di Kabupaten Jember. JIPM (Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika), 4 (2), 79–84.
Z, Yulia Rahmawati dan Melvi Muchlian. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Gadang Minangkabau
Sumatera Barat. Jurnal Analisa. 5 (2) (2019).