Anda di halaman 1dari 104

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA RUMAH ADAT

MASYARAKAT SENTANI

TESIS

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika
Program Magister Pendidikan Matematika Universitas Cenderawasih

Oleh:
Arinvia Cyndi Nirvani.
NIM. 2019015065007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021

i
ii

LEMBAR PERSETUJUAN

Tesis oleh Arinvia Cyndi Nirvani, NIM 2019015065007 dengan judul Eksplorasi
Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani telah dikoreksi oleh
pembimbing dan diperbaiki sebagaimana mestinya, sehingga telah disetujui untuk
diuji.

Pembimbing I Tanggal . . ./ . . ./ 2021

Dr. Jonner Nainggolan, M. Si.


NIP. 19660702 199303 1 001

Pembimbing II Tanggal . . ./ . . ./ 2021

Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M. Si


NIP. 19681227 199603 1 002

Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Pendidikan Matematika

Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M. Si


NIP. 19681227 199603 1 002

ii
iii

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis oleh Arinvia Cyndi Nirvani, NIM 2019015065007 dengan judul Eksplorasi
Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani telah dipertahankan di depan
dewan penguji pada tanggal 2021.

Dewan Penguji Tanda Tangan Jabatan

Dr. Jonner Nainggolan, M. Si. ……………… Ketua


NIP. 19660702 199303 1 001

Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M.Si ……………… Sekretaris


NIP. 19681227 199603 1 002

Anggota
NIP. ………………

……………… Anggota
NIP.

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Magister Pendidikan Matematika

Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M.Si


NIP. 19681227 199603 1 002

iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang saya susun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Program

Magister Pendidikan Matematika seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan tesis yang saya kutip dari

hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas dan sesuai dengan

norma, kaidah, dan etika akademis.

Apabila di kemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan

hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya

bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan

sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jayapura, Juli 2021


Yang Memberi Pernyataan,

……………………………

iv
ABSTRAK

Nirvani, ArinviaC. 2021. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat


Sentani. Tesis. Jayapura: Magister Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Cenderawasih. Pembimbing (1) Dr. Jonner
Nainggolan, M.Si. (2) Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan operasi hitung pada masyarakat
Sentani dan mendiskripsikan etnomatematika pada rumah adat masyarakat
Sentani. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
etnografi. Wawancara terkait dilakukan terhadap dua orang informan yang
memahami secara baik rumah adat kombo. Salah satu informan merupakan kaum
intelektual dan informan lainnya merupakan ondoafi dari masyarakat kampong
Asei. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai key
instrument, juga didukung oleh catatan lapangan (field notes), garis besar
observasi (observations), wawancara (interviuwes), dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam penyebutan bilangan masyarakat Sentani
sudah mengenal sistem bilangan asli 1 sampai 14 dan berlaku juga sistem operasi
yaitu penjumlahan, dengan penyebutan satu sama dengan Mbay, dua sama dengan
Bhee, tiga sama dengan Name, empat sama dengan Kheli, lima sama dengan
Meheambay, enam sama dengan Mehini-mbay, tujuh sama dengan Mehini-Bhee,
delapan sama dengan Mehini-Name, Sembilan sama dengan Mehini-Kheli,
sepuluh sama dengan Me-Bhee-, sebelas sama dengan Me bhee menggauw mbay,
dua belas sama dengan Me bhee menggauw bhee, tiga belas sama dengan Me
bhee menggauw name, empat belas sama dengan Me bhee menggauw kheli. Pola-
pola geometris yang tampak pada rumah Kombo yaitu Limas terdapat pada bagian
bentuk atap RumahKombo, Limas terpancung terdapat pada atap antara lantai
satu, lantai dua, dan lantai tiga, Segitiga terdapat pada bagian pilahan atap lantai
tiga Rumah Kombo, Trapesiumsama kaki terdapat pada pilahan atap lantai satu
dan dua Rumah Kombo, Poligon terdapat pada bagian bentuk lantai dasar Rumah
Kombo, Balok terdapat pada bentuk tiang penyangga lantai satu, lantai dua dan
lantai tiga Rumah Kombo, Persegi panjang terdapat pada bagian pilahan dinding
lantai dasar Rumah Kombo, dan Prisma terdapat pada bentuk bangun lantai dasar
Rumah Kombo.

Kata Kunci: etnomatematika, rumah adat, Sentani.

v
ABSTRACT

Nirvani, Arinvia C. 2021. Ethnomathematics Exploration of the Sentani


Traditional House. Thesis. Jayapura: Master of Mathematics Education, Faculty
of Teacher Training and Education, Cenderawasih University. Supervisor (1) Dr.
Jonner Nainggolan, M.Si. (2) Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M.Si.

The purpose of this study is to describe arithmetic operations in the Sentanitribe


and to describe ethnomathematics in the traditional house of the Sentani
community. This study uses a qualitative approach with ethnographic study
methods. Related interviews were conducted with two informants who understand
well the traditional Kombo house. One of the informants is an intellectual and the
other is an ondoafi from the Asei village tribe. The instrument in this study was
the researcher herself as the key instrument, also supported by field notes,
observations, interviews, and documentation. The results show that the Sentani
people are familiar with the numbering system of natural numbers of 1 to 14 and
the operating system is also applicable, namely addition, with one being the same
as Mbay, two being the same as Bhee, three being the same as Name, four being
the same as Kheli, five being the same as Meheambay, six equals Mehini-mbay,
seven equals Mehini-Bhee, eight equals Mehini-Name, Nine equals Mehini-Kheli,
ten equals Me-Bhee-, eleven equals Me bheegauwmbay, twelve equals Me
bheegauwbhee, thirteen is the same as Me bheegauw name, fourteen is the same
as Me bheegauwkheli. The geometric patterns that appear in the Kombo house,
namely Limas are found on the roof of the Kombo House, truncated Limas are
found on the roof between the first floor, second floor, and third floor, Triangles
are found on the roof section of the third floor of the Kombo House, isosceles
trapezoid is found on the split the roof of the first and second floors of the Combo
House, Polygons are found in the shape of the ground floor of the Kombo House,
the beams are in the form of the pillars on the first floor, second and third floors of
the Combo House, Rectangles are found on the split part of the walls of the
ground floor of the Kombo House, and Prisma is found in the form of building the
ground floor of the Kombo House.

Keywords: ethnomathematics, traditional house, Sentani.

vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Memulai dengan penuh Keyakinan,


Menjalankan dengan penuh keikhlasan,
Menyelesaikan dengan Penuh Kebahagian

PERSEMBAHAN:
Ayahanda Agus Setyawan
Ibunda Irami Jaya

Saudara-saudara tersayang: Rendy Novan Saputra, M. Bayu Saputra,


Geralditha Saputra.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas

perkenan dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani”dengan baik.

Tesis ini dapat terselesaikan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Cenderawasih yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Universitas Cenderawasih.

2. Dr. Jonner Nainggolan, M. Si. selaku dosen pembimbing I yang selalu

mengarahkan dan membimbing juga memotivasi penulis dalam proses

penulisan tesis ini hingga dapat selesai dengan baik.

3. Prof. Dr. Happy Lumbantobing, M.Si selaku Ketua Program Magister

Pendidikan Matematika Uncen sekaligus pembimbing II yang selalu

mengarahkan dan membimbing penulis dalam proses penulisan tesis ini

hingga dapat selesai dengan baik.

4. Seluruh dosen di lingkungan Program Studi Magister Pendidikan Matematika

FKIP Universitas Cenderawasih.

5. Rekan-rekan Program Studi Magister Pendidikan Matematika Angkatan 2019,

terimakasih atas dukungan doa dan semangatnya, baik dalam suka maupun

duka.

6. Kepada Semua pihak yang telah membantu penulis bagi secara material

maupun moril yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dengan keterbatasan pengetahuan maupun tinjauan pustaka yang dikaji,

penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam tesis ini, penulis

viii
sangat mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan tesisi ini.Akhir kata,

penulis berharap kiranya tesis ini dapat menjadi sumber pengembangan ilmu

pengetahuan di tanah Papua.

Jayapura, Juli 2021

Penulis

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................ ii


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................................ iv
ABSTRAK ..................................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................................. vii
KATA PENGANTAR.................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xii
DAFTRAR GAMBAR ................................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xiv
BAB I. ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
BAB II ............................................................................................................................ 9
KAJIAN PUSTAKA ....................................................................................................... 9
A. Matematika di Indonesia ........................................................................ 9
B. Demografi Masyarakat Sentani ............................................................ 11
C. Etnografi Masyarkat Sentani ................................................................ 13
D. Rumah Adat Suku Sentani ................................................................... 21
E. Etnomatematika Dan Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya ....... 27
F. Materi Geometri ...................................................................................... 33
BAB III. ........................................................................................................................ 40
METODE PENELITIAN .............................................................................................. 40
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 40
B. Teknik Penentuan Informan ................................................................. 40
C. Data Penelitian..................................................................................... 41
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data............................ 41
E. Teknik Keabsahan Data ....................................................................... 44

x
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 45
G. Prosedur Penelitian .............................................................................. 47
BAB IV ........................................................................................................................ 49
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................................. 49
A. Lokasi Penelitian ................................................................................. 49
B. Penetapan Informan dan Pelaksanaan Penelitian .................................. 49
C. Operasi Bilangan pada Masyarakat Sentani .......................................... 50
D. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani .............. 59
E. Pembahasan Hasil Penelitian................................................................ 64
1. Operasi Bilangan Masyarakat Sentani ..................................................... 64
2. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani ................. 67
3. Penerapan Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika Sekolah..... 76
BAB V.......................................................................................................................... 80
SIMPULAN DAN SARAN........................................................................................... 80
A. Simpulan ............................................................................................. 80
B. Saran ................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 82
LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA .................................................................. 85
LAMPIRAN TRANSKIP DATA HASIL WAWANCARA ........................................... 86

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Wilayah-wilayah di Sentani…………………………………………...12


Tabel 2.2 Tiga Tokoh yang Berpengaruh pada Ilmu Geometri………………….34
Tabel 4.1 Analisis Domain Operasi Bilangan Masyarakat Sentani……..……….57
Tabel 4.2 Analisis Taksonomi Operasi Bilangan Masyarakat Sentani…………..58
Tabel 4.3 Analisis Domain Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat
Sentani………………………………………………...………………61
Tabel 4.4 Analisis Taksonomi Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat
Masyarakat Sentani……………………………………………………63
Tabel 4.5 Tabel Bilangan Asli Masyarakat Sentani……………………………...65
Tabel 4.6 Perhitungan Bilangan Asli yang digunakan Masyarakat Sentani …….66
Tabel 4.7 Rumus Limas………………………………………………………….69
Tabel 4.8 Rumus Limas segi dua belas atap bagian atas…………………..…….70
Tabel 4.9 Rumus luas limas terpancung segi dua belas atap bagian tengah..........71
Tabel 4.10 Rumus Limas terpancung segi dua belas………………….……........72
Tabel 4.11 Rumus luas limas terpancung segi dua belas atap bagian bawah……72
Tabel 4.12 Rumus Luas Limas Terpancung segi dua belas…………….………..73
Tabel 4.13 Rumus Segitiga………………………………………………………73
Tabel 4.14 Rumus Trapesium……………………………………………………74
Tabel 4.15 Rumus Balok…………………………………………………………75
Tabel 4.16 Rumus Persegi panjang………………………………………………75
Tabel 4.17 Rumus Prisma segi dua belas……………………………………...…76

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Wilayah Sentani……………………………………………….12


Gambar 2.2 Rumah Kombo……………………………………………………...22
Gambar 2.3 Segitiga……………………………………………………………...35
Gambar 2.4 Persegi Panjang……………………………………………………..35
Gambar 2.5 Trapesium…………………………………………………………...36
Gambar 2.6 Poligon Segi dua belas……………………………………………...36
Gambar 2.7 Limas Terpancung…………………………………………………..39
Gambar 2.8 Balok………………………………………………………………..39
Gambar 4.1 Limas Segi dua belas…………………………...…………………...69
Gambar 4.2 Limas Terpancung…………………………………………………..70
Gambar 4.3 Atap paling atas limas segi dua belas……………………………….70
Gambar 4.4 Atap bagian tengah limas segi dua belas…...……………………….71
Gambar 4.5 Limas terpancung segi dua belas……………………………………71
Gambar 4.6 Atap bagian bawah limas segi dua belas…………...……………….72
Gambar 4.7 Segitiga……………………………………………………………...73
Gambar 4.8 Trapesium…………………………………………………………...74
Gambar 4.9 Poligon Segi dua belas……………………………………………...74
Gambar 4.10 Balok……………………………………………………………....75
Gambar 4.11 Persegi Panjang…………….……………………………………...75
Gambar 4.12 Prisma Segi dua belas……………………………………………...76

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran PedomanWawancara………………………………………………….74
Lampiran Lampiran Transkip Wawancara……………………………………….75

xiv
BAB I.
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budaya berasal dari bahasa sansekerta Buddhayah, yang merupakan

bentuk jamak dari buddhi atau akal diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan

dengan budi atau akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang

berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok masyarakat dan

diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur

yang rumit seperti agama, politik, adat istiadat, bahasa, karya seni, dan

bangunan. Budaya yang melekat dalam suatu masyarakat dan sudah turun

temurun sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat dan

dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang dimilikinya yang memunculkan

nilai-nilai kearifan lokal (indigenous values). Dengan demikian bahwa

budaya yang diwariskan secara turun-temurun tersebut tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Budaya merupakan hasil dari ide-ide dan gagasan-gagasan

yang mengakibatkan terjadinya aktivitas dan menghasilkan suatu karya.

Budaya juga mencakup aturan, prinsip, dan ketentuan-ketentuan kepercayaan

yang terpelihara rapi dan secara turun-temurun diwariskan kepada generasi ke

generasi. Budaya merupakan warisan leluhur yang sangat luar biasa,

pembentukan karakter suatu bangsa ditentukan oleh budaya dan adat istiadat

daerahnya, budaya di setiap provinsi berbeda-beda.

Provinsi Papua memiliki 28 kabupaten dan 1 kotamadya. Setiap

kabupaten didiami oleh penduduk asli Papua dan pendatang dari luar Papua.

Menurut data SIL 2015, terdapat (1) 261 suku atau etnik asli Papua yang

1
2

terindentifikasi mendiami daratan/pulau Papua dengan aneka ragam budaya

dan (2) terdapat 275 bahasa daerah yang terindentifikasi. Budaya yang

dimiliki 1 etnik dengan etnik yang lain berbeda, misalnya budaya etnik

Sentani di kabupaten Jayapura berbeda dengan budaya yang dimiliki oleh

etnik Dani di kabupaten Jayawijaya, ataupun berbeda dengan budaya yang

dimiliki oleh etnik Asmat di kabupaten Asmat. Hal ini memperlihatkan adanya

keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan provinsi lain di Negara

Republik Indonesia. Setiap budaya daerah-daerah di Indonesia ada unsur

etnomatematikanya.

Matematika penting bagi kehidupan manusia karena matematika

membantu manusia dalam memahami dan mengatasi permasalahan sosial,

ekonomi juga alam. Kedudukan matematika bahkan menjadi penting bagi

seseorang karena siapa yang memahami dan dapat mengerjakan matematika

dipandang memiliki peluang dan pilihan lebih banyak dalam menentukan

masa depannya. Walle (2007) menyebutkan bahwa kemampuan matematika

membuka pintu masa depan yang produktif, namun sebaliknya yang lemah

dalam matematika membuat pintu itu tertutup. Pentingnya peran matematika

tercermin pula dalam standar nasional pendidikan matematika di semua

tingkatan mulai dari pendidikan dasar hingga menengah. Melalui

pembelajaran matematika siswa diharapkan dapat (1) menunjukkan sikap

logis, kritis, analitis, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak

mudah menyerah dalam memecahkan masalah, (2) memiliki rasa ingin tahu,

percaya diri, dan ketertarikan pada matematika, (3) memiliki rasa percaya

pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman


3

belajar, serta (4) memiliki sikap terbuka, santun objektif dalam interaksi

kelompok maupun aktivitas schari-hari (Permendikbud Nomor 64, 2013).

Matematika, disadari atau tidak, sesungguhnya telah digunakan oleh

setiap orang, Sumardyono (2004) menyebutkan bahwa, Obyek-obyek

matematika memiliki sifat sosio-kultural-histroris. Betapapun primitifnya

suatu masyarat, matematika adalah bagian dari kebudayaannya. Matematika

dan pembelajarannya menjadikan matematika milik seluruh umat manusia,

dan karenanya matematika bersifat universal. Matematika bahkan lahir dari

perjalanan panjang yang bersejarah dalam kehidupan manusia.

Matematika lahir berdasarkan sejarah, memiliki sifat reinvention atau

pengetahuan yang dapat ditemukan kembali dengan cara memahami atau

mengikuti bagaimana cara pengetahuan itu ditemukan, hal yang seharusnya

dapat siswa alami dalam pembelajaran matematika. Selain itu, matematika

yang merupakan bagian dari kebudayaan setiap kelompok masyarakat,

membuka peluang digunakannya budaya sebagai pendekatan dalam

pembelajaran matematika.

Matematika dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam

kehidupan sehari-hari. Budaya merupakan kesatuan yang utuh dan

menyeluruh serta berlaku dalam masyarakat. Matematika sebagai bentuk

budaya, sesungguhnya telah terintegrasi dalam seluruh aspek kehidupan

masyarakat. Matematika dan budaya dianggap sebagai sesuatu yang terpisah

dan tidak berkaitan. Ilmu matematika dapat digali dalam budaya sekitar

tempat tinggal, ilmu tersebut dapat digunakan untuk membantu peserta didik

dalam mempelajari matematika di sekolah. Salah satu pendekatan yang dapat


4

diterapkan dalam pembelajaran matematika di sekolah yaitu pendekatan

berbasis budaya. Kajian pembelajaran matematika yang menggunakan

pendekatan berbasis budaya dalam penyampaian pembelajaran matematika

adalah etnomatematika.

Etnomatematika adalah suatu ilmu yang digunakan untuk memahami

bagaimana matematika diadaptasi dari sebuah budaya. Etnomatematika

menyajikan konsep matematika dengan cara menanamkan konsep-konsep

yang terkait dengan pengalaman budaya di sekitar siswa. Kajian dalam

etnomatematika kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan masyarakat tidak

terlepas dari penerapan konsep matematika di dalamnya, sehingga

menghasilkan hasil yang unik dan beragam. Hal ini terlihat dari bentuk hasil

budaya yang ada di Indonesia seperti kesenian, bentuk-bentuk bangunan

berupa rumah adat, perahu, dan mas kawin. Kehadiran unsur-unsur

etnomatematika dalam pembelajaran matematika diharapkan dapat

memberikan nuansa baru bahwa belajar matematika tidak hanya terkungkung

di dalam kelas. Siswa dapat mempelajari matematika dengan mengunjungi

dunia luar dan berinteraksi dengan kebudayaan setempat yang menjadi objek

etnomatematika. Objek etnomatematika merupakan objek budaya yang

mengandung konsep matematika pada suatu masyarakat tertentu, salah

satunya yaitu rumah adat.

Rumah adat merupakan bangunan yang melambangkan sebuah

kebudayaan dan masyarakat setempat suatu daerah. Rumah adat menjadi salah

satu bentuk representasi budaya suatu kelompok budaya masyarakat pada

daerah tertentu. Sampai saat ini masih banyak suku atau daerah di Indonesia
5

yang tetap mempertahankan rumah adat sebagai usaha untuk memelihara

nilai-nilai budaya agar tidak tergeser oleh budaya modernisasi. Kebudayaan

dalam rumah adat, terdapat etnomatematika yang diterapkan masyarakat pada

kehidupan sehari-hari, dan tanpa disadari hal tersebut merupakan sumber atau

dasar dari matematika yang ada pada daerah tertentu, termasuk pada

masyarakat suku Sentani Kabupaten Jayapura.

Satu dari tiga jenis rumah adat masyarakat Sentani di Kabupaten

Jayapura, Papua adalah Kombo yang berfungsi sebagai pusat pendidikan bagi

kaum remaja laki-laki. Para remaja laki-laki di dalam rumah Kombo diajarkan

mengenai nilai-nilai religi dan pendidikan, serta keterampilan hidup. Pelajaran

pendidikan yang diajarkan termasuk perhitungan bilangan-bilangan dalam

kehidupan sehari-hari. Pada rumah Kombo para remaja diajarkan mengenai

asal-usul dewa yang disembah, keberadaan roh-roh nenek moyang, berburu,

mengenali dan menggunakan peralatan berburu, berkebun, menokok sagu,

memancing, sampai berperang. Pekerjaan-pekerjaan tersebut semua merupaka

life skills yang harus dikuasai sebagai bekal hidup, terutama bagi laki-laki

sebagai pemimpin di masyarakat dan keluarga agar siap menangani kehidupan

mereka.

Pembinaan perilaku dan sikap yang diajarkan di dalam Kombo dalah

kedisiplinan, saling menghormati, tolong-menolong, serta menyeimbangkan

antara hak dan kewajiban. Pendidikan yang dilakukan di Kombo hanya

ditujukan bagi anak remaja laki-laki, sementara anak perempuan tetap

ditempatkan bersama orang tua. Pendidikan yang dilakukan di Kombo hanya

pada malam hari dan berlangsung selama satu tahun. Para remaja laki-laki
6

dapat keluar dari rumah Kombo melalui sebuah pengujian di hadapan

Ondofolo (kepala suku). Jika ada remaja yang belum memenuhi standar

pendidikan, maka harus kembali masuk ke Kombo sampai dipandang mahir.

Sedangkan yang lulus dipandang sudah dewasa dan bisa menerima tanggung

jawab social seperti menikah. (Muhammad Irfan. 2009.)

Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

operasi bilangan pada masyarakat Sentani, konsep ruang dan bentuk rumah

yang terbatas pada desain interior dan nilai guna atau filosofi bagian-bagian

rumah yang mengandung konsep-konsep matematika di dalamnya, baik dari

proses pembangunan dan bentuk rumah. Salah satu konsep matematika pada

rumah adat tersebut dapat ditemukan dalam proses pembuatan kerangka

rumah, misalnya menentukan panjang tiang. Penentuan panjang tiang terdapat

ketentuan serta hitungan tertentu yang digunakan sesuai dengan budaya yang

berkembang di lingkungan sekitar masyarakat Sentani. Hal tersebut

merupakan salah satu bagian dari ilmu matematika, yaitu pengukuran. Selain

pengukuran, adapula aspek geometri yang dapat dikaji dari rumah adat, yaitu

bentuk atap dan struktur rumah yang digunakan. Sehingga konsep-konsep

matematika yang terdapat pada rumah adat tersebut dapat dikaitkan dengan

pembelajaran matematika di sekolah, khususnya geometri. Oleh karena itu,

diajukan penelitan yang berjudul “Ekspolrasi Etnomatematika Rumah Adat

Masyarakat Sentani”.
7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini, yaitu:.

1. Bagaimana operasi bilangan pada masyarakat Sentani?

2. Bagaimana etnomatematika rumah adat masyarakat Sentani?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan,

maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan operasi bilangan pada masyarakat Sentani.

2) Mendiskripsikan etnomatematika pada rumah adat masyarakat Sentani.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat yang baik bagi hasil institusi pendidikan, tempat penelitian dan

peneliti sendiri, yaitu antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti dan

untuk selanjutnya dapat melakukan penelotian di bidang budaya dan

pendidikan.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi

pengembangan pembelajaran matematika berbasis budaya.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk

menambah pengetahuan dan wawasan dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan.
8

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai model

pembelajaran saat melakukan kegiatan belajar mengajar dan juga sebagai

motivasi untuk terus memperkenalkan kebudayaan kepada siswa di

sekolah.

5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk belajar

mengenal tentang kebudayaan dan memperkenalkan kepada siswa di

sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Matematika di Indonesia

Menurut Paning (dalam Abdurrahman, 2003: 252), matematika adalah

suatu cara untuk menemukan informasi, menggunakan pengalaman tentang

bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang

paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam

melihat dan menggunakan hubungan – hubungan. Matematika terbentuk dari

pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman

itu di proses dalam rasio sampai terbentuk konsep-konsep matematika. Agar

konsep tersebut mudah dipahami oleh orang lain maka digunakan bahasa

matematika atau notasi matematika yang besifat global (universal).

Kata matematika berasal dari bahasa latin mathematika yang awalnya di

ambil dari bahasa yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata

mathematike sendiri berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau

ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata

lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar

atau berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya, matematika berarti ilmu

pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).

Pendefinisian matematika banyak dikemukakan oleh ahli matematika.

Setiap ahli juga memiliki pendefinisian yang berbeda-beda sesuai sudut

pandang masing-masing. Hal tersebut menyebabkan tidak ada satu pengertian

atau pendefinisian matematika yang disepakati oleh semua ahli matematika.

Menurut Soedjadi (2000:11), beberapa definisi matematika antara lain:

9
10

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir

secara sistematik;

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi;

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan

berhubungan dengan bilangan;

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan

masalah tentang ruang dan bentuk;

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik;

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat

Menurut Ekawati (2011), matematika berfungsi sebagai pengembangan

dari kemampuan mengukur, berhitung, menurunkan rumus, dan menggunakan

rumus matematika dalam kehidupan sehari-hari melalui pengukuran dan

geometri, aljabar, peluang dan statistika. Menurut Soedjadi (2000: 13),

beberapa karakteristik matematika adalah memiliki objek kajian abstrak,

bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang

kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan dan konsisten dalam

sistemnya. Karakteristik tersebut yang menjadi pembeda antara matematika

dengan ilmu pengetahuan lain. Matematika merupakan ilmu pasti karena

sudah terdapat kesepakatan terlebih dahulu melalui istilah ataupun konsep-

konsep.

Banyaknya pendapat dari para ahli yang mendefinisikan matematika

harus digunakan secara proporsional. Tidak boleh hanya mementingkan

keberadaan simbol-simbol saja tanpa memperhatikan struktur yang terkait.

Tidak hanya mementingkan penalaran saja tanpa mempertimbangkan rumus-


11

rumus dan aturan-aturan matematika yang sudah ada. Matematika juga tidak

hanya menerima keberadaan teori-teori yang ada, tetapi juga harus dibuktikan

kebenarannya dengan menggunakan ide-ide kreatif dan penalaran. Selain itu

matematika juga bisa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Menurut

Sumardyono (dalam Ngiza, 2015:6) menyatakan bahwa matematika adalah

bagian dari kebudayaan yang menyebabkannya bersifat universal dan milik

seluruh umat manusia.

B. Demografi Masyarakat Sentani

Secara administratif, masyarakat Sentani tinggal di tiga kecamatan, yaitu

Kecamatan Sentani, Kecamatan Sentani Timur, dan Kecamatan Sentani Barat

di Jayapura dengan luas area sekitar 62.492 𝑘𝑚2 . Wilayah Sentani berbatasan

dengan Pegunungan Cyclops atau Dobonsolo (utara), Kecamatan Nimboran

(selatan), Kecamatan Kemtuk (timur), dan Kecamatan Arso (barat). Menurut

data sensus penduduk oleh Bapeda Tingkat II dan BPS Kabupaten Jayapura

pada 1999, penduduk Sentani berjumlah 43.481 orang dengan perincian: (1)

Kecamatan Sentani berpenduduk 30.368 orang yang terdiri atas 16.170 orang

laki-laki dan 14.198 orang perempuan, (2) penduduk di Kecamatan Sentani

Timur berjumlah 4.969 orang yang terdiri atas 2.504 orang laki-laki dan 2.465

orang perempuan, (3) penduduk di Kecamatan Sentani Barat berjumlah 6.144

orang yang terdiri atas 4.527 orang laki-laki dan 3.617 orang perempuan.

Jumlah penduduk ini merupakan jumlah penduduk komulatif, baik masyarakat

asli Sentani maupun masyarakat pendatang. Jumlah masyarakat asli Sentani

belum terperinci.
12

Masyarakat Sentani bermukim di tepi Danau Sentani dan pulau-pulau di

Danau Sentani yang tersebar di tiga wilayah, yaitu: (1) wilayah Sentani Timur

meliputi di antaranya, Pulau Asei, Pulau Asei Kecil, Kampung Puai, Kampung

Ayapo, Desa Kleblouw, Desa Netar, Desa Yoka, dan Kampung Waena; (2)

wilayah Sentani Tengah meliputi di antaranya, Pulau Ajau, Pulau Atamali,

Pulau Putali, Pulau Yobe, Pulau Pujo, Pulau Kensio, dan desa-desa di tepi

danau, vaitu Desa Ifar Besar, Desa Ifar Kecil (Ifale), Desa Hobong, Desa

Yobe, Desa Sere, Desa Yahim, Desa Yoboi, Desa Simporo, dan Desa

Babrongko; (3) wilayah Sentani Barat meliputi di antaranya, Pulau

Kwadeware, Desa Dondai, Desa Yakonde, Desa Sosiri, dan Desa Doyo (Doya

Lama dan Doyo Baru). Berikut ini adalah peta wilayah Sentani yang diambil

dari Hemkens, 1996

Gambar 2.1 Peta wilayah Sentani

Tabel 2.1 Wilayah-wilayah di Sentani


1 Alar 7. Yoka 13. Siboibos
2 Asei 8. Kabiterau 14 Sereh
3. Ayapo 9. Kwadeware 15 Sosiri
4. Babrongko 10. Netar 16. Yabuai
5. Doyo 11. Puai 17. Yakonde
6. Ifar 12. Pujo 18. Waena
Menurut cerita dan mitos yang dipercaya masyarakat Sentani, penduduk

yang tinggal di Sentani Timur (Pulau Asei, Kampung Ayapo, dan Kampung

Puai) adalah yang pertama kali tinggal di wilayah Sentani sebelum akhirnya
13

menyebar ke wilayah tengah dan barat Danau Sentani (Ezra Ongge, ww 17

Maret 2005). Oleh karena itu, masyarakat Sentani mengenal istilah raliwai

(rali berarti timur dan wai berarti barat) yang merujuk pada masyarakat

Sentani yang tersebar dari timur ke barat. Penyebaran penduduk biasanya

terjadi karena adanya pertengkaran atau peperangan antarsuku (bandingkan

Wirz, 1932: 4-5). Seorang kepala suku, J. Modouw (ww 5 November 2004)

mengatakan bahwa orang Sentani tidak menyukai konflik. (W.Modouw, 2008)

C. Etnografi Masyarkat Sentani

Masyarakat sentani adalah sebuah masyarakat yang berdiam di sekitar

danau Sentani yang biasa disebut oleh masyarakat Sentani sendiri “bu yaqala”

(bu = air; jaqala = jernih). Kata sentani sendiri secara harafi ah tidak memiliki

arti. Sentani muncul dari penamaan penduduk Teluk Numbay dan Youtefa

untuk menyebut danau beserta masyarakat yang berdiam di sekitarnya dengan

istilah “heram” yang kemudian bergeser menjadi “setam” dan akhirnya

menjadi “Sentani” (Flassy, 2007:9).

a. Bahasa

Bahasa Sentani adalah salah satu dari sekitar 250 bahasanya ada di

Papua. Bahasa-bahasa tersebut tidak mempunyai kekerabatan dekat, tiap-

tiap pengguna bahasa tidak bisa mengerti bahasa lainnya. Bahasa Sentani

mempunyai tiga dialek, yaitu dialek Sentani Timur dialek Sentani Tengah,

dan dialek Sentani Barat. Dialek-dialek Foa dipahami oleh masing-masing

warga masyarakat Sentani dan wilayah tersebut. Penyebaran penduduk

Sentani dari timur (Asei) wilayah tengah dan barat danau mengakibatkan
14

munculnya dialek yaitu dialek bahasa Sentani Timur, dialek bahasa

Sentani Tengah dan dialek buhasa Sentani Barat. Tidak diperoleh

keterangan kapan masyarakat Sentani mulai menyebar. Dialek-dialek ini

dapat saling dipahami oleh penduduk dari masing-masing wilayah.

Menurut Silzer (1991) penutur bahasa Sentani berjumlah 25.000

orang. Ada tiga ahli bahasa yang telah meneliti bahasa Sentani. Pertama

adalah Cowan (1969) yang mengonsentrasikan penelitannya pada bahasa

Sentani dialek Sentani Timur. Kedua adalah Dwile Harrzler (1976) dan

ketiga adalah Margaret Hartzler (1992) yung meneliti bahasa Sentani

dialek Sentani Tengah.

Cowan (1969) mengklasifikasikan bahasa Sentani ke dalam bahasa

non-Austronesia. Capell (1965) dan Foley (1986) dalam Purba (1994)

menguraikan beberapa ciri-ciri bahasa non-Austronesia, yaitu (1) tidak

mempunyai artikel; (2) angka dan case dalam bentuk kata benda; (3)

beberapa di antaranya memiliki sistem gender dan kelas kata benda (noun-

class), (4) terdapat bentuk-bentuk tunggal, ganda (dual), dan jamak; (5)

subjek, objek langsung, dan objek tak langsung sering digabungkan dalam

bentuk kata kerja, yang sering tampak sangat kompleks; (6) sistem angka

bervariasi, sering berdasarkan pada angka 2, 3, 4 atau menggunakan

anggota badan: (7) susuan lalimat biasanya subjek, objek, predikat (SOP).

Seringkali semenjak bersifat opsional (mana suka). Hal ini berarti bahwa

kalimat tidak selalu mempunyal subjek karena subjek telah melekat pada

verbal dengan menggunakan pemarkah subjek (subject marker), (8) lebih

sering menggunakan posposisi daripada preposisi; (9) sistem kata kerja


15

kompleks bentuknya; (10) terdapat variasi dalam susunan kalimat dan

kosakata; (11) ada beberapa bahasa yang tonal (bernada); (12) terdapat

nasalisasi dalam beberapa bahasa; (13) bentuk cluster kompleks. Di

samping itu, dalam bahasa Sentani terdapat bentuk tenses (kala). Cowan

(1965) menemukan lima bentuk tenses (kala), yaitu past tense, present

tese, future tense, imperfect tense, dan habituals. Dwight Hartzler (1976)

menyederhanakannya menjadi tiga bentuk tenses, yaitu past tense, present

tense, dan future tense. Bentuk habituals (kebiasaan) dapat berfungsi

sebagai aspect (aspek) karena dapat diletakkan dalam bentuk tenses apa

pun, baik past tense, present tense, maupun future tense. Bentuk imperfect

tidak begitu tampak dalam bahasa Sentani. Menurut Cowan (1969: 3),

bahasa Sentani mempunyai tujuh vokal dan sepuluh konsonan.

Perbandingan dengan bahasa Indonesia, sistem vokal dan konsonan bahasa

Sentani mempunyai banyak varian yang kadang-kadang terdengar

kompleks. (W.Modouw, 2008).

b. Mata Pencaharian (Ekonomi)

Secara umum, mata pencaharian masyarakat Sentani adalah (1)

mengolah sagu (fi melejande), (2) berkebun (heke mokande), (3)

mengangkap ikan (ka heu peijande), dan (4) berburu (obohamoipeijande).

Dalam masyarakat Sentani ada pembagian kerja yang jelas dan eksklusif

antara pekerjaan laki-laki dan pekerjaan perempuan.

(1) Mengolah sagu (fi melejande)

Mengolah sagu merupakan pekerjaan yang berat karena

dikerjakan sampai 2-3 hari. Mengolah sagu dikerjakan oleh beberapa


16

laki-laki dan perempuan dari klan yang sama. Kaum laki-laki bertugas

menebang sagu dan menokoknya. Selanjutnya, kaum perempuan

meremas sagu dalam wadah yang dibuat dari pelepah pohon sagu atau

nibung untuk diambil patinya dan didiamkan sekitar sehari semalam

agar benar-benar mengendap. Biasanya, sebatang pohon sagu dapat

menghasilkan 200 kilogram sagu. Sagu kemudian dibawa ke rumah

oleh perempuan. Hasil sagu yang diperoleh dimanfaatkan untuk

konsumsi rumah tangga. Jika lebih, sagu diberikan kepada orang lain

atau untuk keperluan adat. Dewasa ini, sagu sisa dijual ke pasar.

Biasanya, kaum perempuan yang bertugas menjualnya.

(2) Berkebun (heke mokande)

a. Pembagian Lahan Kebun

Sistem pembagian lahan kebun, masyarakat Sentani

mengenal adanya sistem “persekutuan” (aliansi/keret) yang terdiri

atas beberapa suku tertentu. Persekutuan ini mengklaim satu area

tanah adat tempat mereka berkebun. Persekutuan tersebut selalu

bekerja bersama-sama dalam mengolah satu lahan kebun. Setelah

membuka satu lahan bersama, lahan ini dibagi dalam petak-petak

sesuai dengan banyaknya keluarga. Pertengahan petak-petak

tersebut, dibuat jalan setapak yang ditanami berbagai jenis tanaman

seperti pisang, singkong, atau kelapa sebagai pembatas.

Adakalanya dibuat pagar kayu sebagai garis pembatas pembagian

wilayah.

b. Pembukaan Lahan Kebun


17

Menurut adat, pembukaan lahan kebun biasanya dilakukan

bersama oleh anggota masyarakat laki-laki satu persekutuan. Tahap

pertama adalah membersihkan belukar, sedangkan pohon-pohon

yang besar biasanya dibiarkan tumbuh. Kemudian, semak belukar

dikumpulkan, dikeringkan, dan dibakar. Setelah itu, pohon-pohon

yang akarnya mungkin menggangu kesuburan tanaman lain akan

ditebang. Tahap seanjutnya adalah membuat pagar agar tanaman

kebun tidak diganggu binatang liar, misalnya babi hutan. Pagar

juga berfungsi sebagai penanda batas agar lahan kebun tersebut

tidak diserobot oleh orang lain. Biasanya, dalam pembukaan lahan

kebun, hekeyo-ayo, yaitu orang yang menangani masalah

perkebunan turut berperan dan akan membuat beberapa tindakan

magis untuk kesuburan kebun (Fatubun, 2000:16).

Kaum perempuan bertugas memebersihkan tanah dari rumput

liar, menanam benih, menyiangi, memanen dan membawa hasil

panen pulang. Selain itu, perempuan juga memanfaatkan kayu dan

dahan-dahan yang ada di kebun untuk dijadikan kayu bakar. Di

rumah, perempuan mengolah hasil kebun menjadi makanan untuk

keluarganya.

Hasil kebun tidak dikonsumsi sendiri oleh sebuah keluarga.

Masyarakat mempunyai kewajiban untuk memberikan hasil panen

pertama dan yang terbaik kepada ondofolo, sebagai tanda

penghormatan, hal ini dimaksudkan agar ondofolo mempunyai

cukup persediaan makanan yang digunakan untuk memelihara


18

kaum aka paeke dan kaum yobu yoholom (masyarakat banyak),

terutama para janda dan anak yatim piatu (alona fafa). Jika

berlebih hasil kebun akan dijual ke pasar, biasanya oleh

perempuan.

(3) Mengangkap ikan (ka heu peijande)

Menangkap ikan di Danau Sentani adalah tugas rutin perempuan,

mereka biasanya menangkap ikan mulai pukul 07.00 pagi sampai

13.00 siang. Beberapa cara menangkap ikan.

Cara yang pertama adalah kahela, yaitu cara menangkap ikan

dengan menggunakan jarring besar (sekitar 10-15 meter). Kahela

dilakukan oleh sekelompok perempuan (10-20 orang) dengan

menggunakan perahu besar (kayi/perahu perempuan) yang berukuran

7,4 meter × 0,74 meter (Revassy, 1989). Jaring besar dibenamkan ke

dasar laut oleh beberapa orang, sedangkan beberapa orang lain

menggiring ikan menuju jaring. Cara ini biasanya dapat menghasilkan

tangkapan ikan lebih banyak. Hasil tangkapan ikan kemudian dibagi

sama rata kepada tiap-tiap anggota yang melakukan kahela. Cara

kedua adalah heula, hampir sama dengan kahela, tetapi menggunakan

jaring yang lebih kecil, dilakukan oleh sekitar lima orang perempuan.

Cara ketiga adalah wafolo yang dilakukan oleh sekelompok

perempuan, mereka bersama-sama menyelam (molo) dan menangkap

ikan yang ada di dasar danau menggunakan jaring. Cara keempat

adalah pei yang dikerjakan oleh beberapa orang perempuan. Mereka

hanya menjaring ikan yang ada di tepi danau. Cara kelima adalah
19

andui, yaitu cara menangkap ikan yang dilakukan seorang diri dengan

menggunakan wau (semacar seser). Cara keenam adalah tanserau,

hampir sama dengan andui, namun dikerjakan dengan dua orang. Cara

ketujuh adalah meboiboi, yaitu cara menangkap ikan dengan

menggunakan tangan (me). Cara kedelapan eru. Eru memanfaatkan

perahu bekas yang diletakkan di danau. Perahu diletakkan dedaunan

yang dibiarkan membusuk. Cara ini diharapkan ikan-ikan bersarang di

sana. Setelah sekitar satu minggu, penangkap ikan datang dan

mendapatkan hasil tangkapan ikan yang sangat banyak. Cara-cara

menangkap ikan yang disebutkan di atas, beberapa orang menangkap

ikan dengan menggunakan alat pancing (kaigae) dan perahu.

Selain kaum perempuan, ada juga laki-laki yang menangkap ikan

dengan menggunakan jarring, sumpit, dan onggei (semacam tombak).

Mereka menggunakan perahu (ifa/perahu laki-laki) yang berukuran

relative kecil.

(4) Berburu (obohamoipeijande)

Berburu dilakukan oleh kaum lelaki. Mereka berburu berbagai

jenis binatang kecil dan besar, seperti soa-soa, kuskus, tikus tanah,

babi hutan, dan beberapa jenis burung. Biasanya pemburu dibantu oleh

anjing yang dilatih untuk mengejar binatang buruan. Bila sudah

terkepung, binatang akan dibidik dengan busur (felana uw) dan anak

panah (uw), atau tombak (menda). Di samping itu, ada pemburu yang

menggunakan jerat. Untuk mendapatkan hasil buruan yang diinginkan,

sebelum berburu, biasanya kaum lelaki akan melakukan beberapa


20

pantangan, yaitu menghindari hubungan badan dengan perempuan,

tidak berkomunikasi dengan perempuan, tidak terkena urine anak, alat-

alat berburu tidak boleh dijamah perempuan, dan harus berangkat pagi-

pagi sekali sebelum orang lain bangun. Bila melanggar pantangan di

atas, pemburu tidak akan mendapat hasil buruan apa pun. (Cornelis

Modouw dan Monika Puraro, 2004).

c. Religi atau kepercayaan

Revassy (1989: 377) mengatakan bahwa masyarakat Sentani percaya

pada Dewa Pemberi Kehidupan, yaitu Hokaimiyae (‘Ibu Pertiwi’) yang

tinggal di palung Pegunungan Cyclops atau Dobonsolo. Dari tempat yang

sama, muncul empat dewa lainyang menyebar ke empat arah mata angin,

yaitu timur (nu), barat (wai), selatan (ebun), dan utara (dobon). Tiga dewa

yang disebut pertama adalah dewa yang mendatangkan petaka. Dewa

terakhir (dobon) dianggap sebagai dewa yang mendatangkan kemakmuran.

Masyarakat Sentani juga percaya kepada dua dewa lain sebagai pembawa

keseimbangan tatanan spiritual dan kedamaian.

Masyarakat Sentani mendirikan kombeyeu atau walofomau, yaitu

rumah adat yang mengajarkan unsur religi dan pendidikan sekaligus.

Kombeyeu mengajarkan asal-usul dewa yang perlu disembah, keberadaan

roh (walofo), dan arwah nenek moyang. Kombeyeu mengajarkan

pendidikan, misalnya cara berburu, mengenali dan menggunakan peralatan

berburu, berkebun, kedisiplinan, sikap hormat-menghormati, tolong-

menolong, dan hubungan antara hak dan kewajiban. Menurut Cornelis


21

Mondouw dan Ezra Ongge, hanya untuk anak laki-laki usia remaja yang

dididik di rumah kombeyeu.

Pada 1920-an, agama Kristen mulai diperkenalkan oleh misionaris

Belanda, masuknya agama Kristen membawa perunahan radikal. Rumah-

rumah kombeyeu dibongkar karena dianggap mengajarkan kepercayaan

yang berlawanan dengan kepercayaan selain kepada Tuhan.

Sekarang agama Kristen telah diterima oleh masyarakat luas di

Sentani, namun kepercayaan lama tidak secara otomatis ditinggalkan. Hal

ini bisa dilihat dari sebagian masyarakat yang masih percaya pada

kekuatan supranatural, misalnya hobatan (tindakan magi hitam) yang bisa

membuat orang sakit, bahkan meninggal. Mereka juga masih percaya pada

beberapa pemangku adat yang memegang pelo (kekuatan magis).

D. Rumah Adat Suku Sentani

Setiap suku di tempatkan hampir selalu memiliki rumah tradisional, baik

yang bekerja sebagai tempat musyawarah, tempat upacara, tempat

penyimpanan, maupun tempat tinggal. Setiap rumah tradisional memiliki ciri

khas setempat (bentuk, motif simbol dan totem") dan pembuatannya tidak

lepas dari bahan alam yang disediakan lingkungannya. Dalam

perkembangannya, akibat pengaruh modernisasi terhadap berbagai kehidupan

mulai tampak bangunan rumah tradisional yang telah mengalami perubahan,

dapat terjadi pada aspek bentuk, motif dan bahkan bahan pembuatan.
22

Gambar 2.2 Rumah Kombo

Arsitektur sejati dan motif khas rumah setiap suku bangsa berkembang

seiring dengan usaha mendapatkan identitas kelompok. Usaha menemukan

bentuk identitas khas ditujukan agar dapat menunjukkan kewibawaan, gagah,

perkasa, cantik, menarik, dan anggun, yang baik yang melalui simbol-simbol,

baik untuk memenuhi kesemarakan maupun bentuk-bentuk yang mengandung

nilai kepercayaan (Flassy, 2007).

Pada gambar 2.2 umah Kombo merupakan salah satu arsitektur

tradisional masyarakat Sentani di Kabupaten Jayapura. Rumah Kombo

merupakan rumah adat yang berfungsi sebagai asrama untuk mengajarkan

unsur religi dan pendidikan bagi remaja laki-laki. Bagi masyarakat Sentani

keberadaan rumah Kombo sangat penting, sebab di dalam rumah ini banyak

mengajarkan tentang kepercayaan-kepercayaan terhadap dewa-dewa dan

arwah nenek moyang. Selain mengajarkan tentang kepercayaan religi, di

dalam rumah Kombo, para remaja laki-laki juga mempelajari mengenai

berbagai macam keterampilan hidup, seperti berburu, berkebun, menokok

sagu, berperang, kedisiplinan, dan lain-lain.

Pada masa lalu, konon di dalam rumah Kombo anak remaja laki-laki

dilatih untuk belajar menanggani kehidupan mereka ke depan. Kegiatan


23

pembelajaran di Kombo para remaja digembleng atau dididik oleh para

instruktur selama 10 tahun. Selama mengikuti pendidikan mereka tidak

diperkenankan keluar rumah. Apabila mereka ingin keluar dari rumah, mereka

tidak boleh terlihat oleh masyarakat sekitar. Menurut para tetua kampung,

setiap aktivitas yang dilakukan hanya diketahui oleh instruktur dan Ondofolo

dan tidak boleh diketahui oleh orang lain. Jika ada yang melihat aktivitas

mereka, maka akan dibunuh. Untuk keluar dari rumah Kombo para remaja

laki-laki harus melalui beberapa tahap ujian yang harus dihadapi di depan

Ondofolo. Apabila sudah memenuhi standar pendidikan yang sudah

ditentukan, maka si anak akan dikembalikan ke kehidupan masyarakat dan

menerima tanggung jawab sosial yang diberikan seperti menikah. Sedangkan

bagi anak remaja laki-laki yang belum memenuhi standar pendidikan, mereka

harus masuk kembali ke dalam Kombo untuk melakukan pendidikan hingga

mahir. Usia remaja yang mengikuti proses pendidikan adalah anak-anak laki-

laki yang berusia 13-15 tahun.

Pembuatan rumah Kombo dilakukan melalui beberapa tahapan proses,

seperti tahap perencanaan dan pelaksanaan. Pada tahap persiapan dilakukan

dengan merencanakan konsep bangunan, bahan, tenaga, dan waktu. Oleh

karena itu, sebelum memulai membangun rumah terlebih dahulu para

ondofolo dan koselo mengadakan musyawarah mengenai hal-hal yang

diperlukan dalam pembuatan rumah, seperti lokasi pendirian rumah,

kewajiban seorang ondofolo, siapa yang mencari bahan, berapa tenaga kerja

yang dibutuhkan, bahan-bahan baku apa saja yang akan digunakan, bagaimana

menyiapkan makan untuk pekerja, dan lain-lain. Setelah selesai musyawarah


24

dan menentukan lokasi pembuatan Kombo, para ondofolo memerintahkan

pesuruhnya untuk menyiapkan tiang-tiang yang akan dibawa ke lokasi yang

telah disepakati.

Bentuk dasar rumah Kombo dapat dilihat di kampung Asei Sentani.

Tiang-tiang rumah Kombo yang tersisa masih dapat ditemukan di Museum

Negeri Papua, Waena. Rumah Kombo memiliki bentuk yang beragam.

a. Bentuk Kombo

Kombo memiliki bentuk limas segi empat atau segi delapan, di Asei

persegi duabelas. Rumah Kombo memiliki kontruksi pokok, yakni kaki,

badan, dan kepala (atap). Apabila terdapat perbedaan nampak terlihat dari

jumlah klen yang bergabung dalam satu komunitas adat. Dalam komunitas

adat Asei misalnya, terdiri dari duabelas klen, yaitu: (i) Ohee; (ii) Ongge;

(iii) Taigere; (iv) Asabo; (v) Kere; (vi) Yanggo; (vii) Goce; (viii) Fouw;

(ix) Nere/Wanni; (x) Melam; (xi) Puhiri; dan (xii) Swamburaro.

b. Atap Kombo

Atapnya yang berbentuk limas yang bersusun tiga. Atap Kombo

bertumpu pada satu tiang peyangga di pusat bangunan. Secara umum

konstruksi Kombo menggambarkan mengenai filosofi pemahaman

kosmologi yang memperlihatkan hubungan yang selaras antara alam

sebagai ruang makrokosmos dengan pencipta, bersama alam manusia.

Rumah Kombo terdiri dari tiga lantai, masing-masing lantai memiliki

fungsi, lantai pertama berfungsi untuk pesta adat, lantai kedua merupakan

ruang inisiasi/pendidikan remaja laki-laki, dan lantai ketiga adalah tempat

penyimpanan benda-benda pusaka peninggalan nenek moyang. Rumah


25

Kombo memiliki ukuran yang beragam di setiap kampung. Setiap

kampung bebas membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan

masyarakatnya. Bangunan ini dibangun dari bahan-bahan alam, seperti

pohon kayu berkualitas dan sagu sebagai bahan baku utama.Atap Kombo

(yam) terbuat dari bahan daun sagu yang baik untuk menyerap panas.

Konstruksi Kombo yang berbentuk limas bersusun tiga memiliki ukuran

yang beragam tiap susunannya. Di bagian bubungan atap ditutup dengan

mali. Pada bagian puncak ini diberi hiasan stupa (rara) berwarna keemasan

sebagai simbol kejayaan dan sekaligus berfungsi untuk mengikat kuat

pertemuan balok-balok atap setinggi setengah meter. Pada dasarnya,

konstruksi Kombo memiliki tiga lantai, seperti yang terlihat di kampung

Asei Besar, di mana setiap lantai dihubungkan dengan tangga yang kokoh.

Lantai dua dan tiga Kombo digunakan sebagai tempat istirahat para

peserta didik. Pada setiap lantai memiliki lubang atau jendela yang

berfungsi sebagai ventilasi udara dan lubang pengintai dari musuh yang

datang dari luar. Seperti lantai dua terdapat empat lubang intai (utara,

timur, selatan, dan barat). Sementara lantai tiga hanya terdapat satu lubang

intai di sebelah barat.

c. Dinding dan Bukaan

Rumah Kombo hanya memiliki satu pintu di lantai dasar yang

peletakannya disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Badan bangunan

ditutup dengan dinding pelepah sagu. Konstruksi dinding menggunakan

teknik sambungan. Pelepah sagu disusun secara vertikal, untuk

memadukan potongan, pelepah sagu dijepit dengan kayu nibung/pinang


26

melintang memutari bangunan. Kayu pinang yang menjepit diikat dengan

tali potong eli (elihha). Ketinggian dinding tidak menutup semua badan

bangunan Kombo, melainkan sebagian dibiarkan terbuka agar udara dapat

masuk ke dalam. Dasar lantai bangunan Kombo secara umum berbentuk

rumah panggung yang ditopang dengan sejumlah gelagar lantai. Secara

keseluruhan bangunan Kombo ditopang oleh sembilan tiang yang tidak

semua menancap ke dasar danau. Konstruksi tiang terpisah antara tiang

yang menancap ke dasar danau dan tiang yang menopang atap. Empat

tiang pada setiap sudut bangunan. Empat tiang diantara tiang sudut, dan

satu tiang utama pada pusat bangunan yang berfungsi menopang puncak

atap yang menancap pada dasar danau. Kayu tiang yang digunakan dipilih

dari bahan yang kuat dan tahan lama karena akan ditancapkan pada dasar

danau untuk waktu yang cukup lama. Biasanya tiang yang dipilih

berbahan kayu besi/swan. Untuk memperkuat sambungan tiang tengah

yang menopang puncak dan tiang tengah yang menancap ke dasar danau,

makan kedua tiang diikat dengan tali rotan yang disebut maukaa atau jenis

tali dari tumbuhan bahuha dan yeonggoli-ha. Kedudukan tiang tengah

diperkuat pula oleh dengan menggunakan ring balok yang mengikat secara

bersilangan. Tiang penyangga pada empat sisi yang mirip dengan pola

terali juga menggunakan bahan baku dari kayu besi/swan (eboni). Skor

penahan berjumlah delapan yang menggambarkan delapan penjuru mata

angin (timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, barat laut, utara, timur

laut).
27

E. Etnomatematika Dan Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah pikiran, akal

budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang

beradab, maju), atau sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar

diubah. Kebudayaan sendiri merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin

(akal budi) manusia seperti: kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.

Kebudayaan juga merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai

makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta

pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Suatu kelompok

budaya atau etnik menurut Ormrod 2008a) bertalian dengan sistem sosial atau

kebudayaan yang mempunyal arti atau kedudukan tertentu karena keturunan,

adat, agama, bahasa. Sanapiah (Bungin, 2008) memandang budaya sebagai

suatu organisasi atau sistem makna yang dianalogikan seperti kulit bawang

dengan tiga lapisan, lapisan terluar (the outler layer) ), lapisan tengah (the

middle layer), dan lapisan inti (the core). perwujudan lapisan terluar adalah

berbagai rupa budaya material. Nilai dan norma merupakan wujud dari lapisan

kedua, sedangkan makna di balik kedua lapisan itu terdapat pada lapisan inti.

Lebih jauh Bishop (Hartoyo, 2013) menjelaskan bahwa aktivitas manusia

yang bersentuhan dengan berbagai rupa budaya material (wujud lapisan ketiga

budaya) merupakan fenomena matematika.Fenomena matematika tersebut

terdiri dari enam kegiatan mendasar yang selalu dapat ditemukan pada

sejumlah kelompok budaya. Keenam fenomena matematika tersebut adalah

aktivitas: menghitung atau membilang penentuan lokasi, mengukur,

mendesain, bermain dan menjelaskan. Keberadaan monumen nasional The


28

Great Zimbabwe yang merupakan benteng di pusat kota Zimbabwe yang

dibangun abad ke-13 misalnya merupakan fenomena matematika pada suatu

kelompok budaya (Mtetwa ,1992). Monumen tersebut oleh hampir setiap

siswa etnik Shona-Zimbabwe kelas 11 dipandang sebagai bukti bahwa nenek

moyang mereka telah mempraktekkan matematika. Para siswa menyebutkan

bahwa masyarakat suku mereka meski: tidak tahu siswa menyebutkan

matematika itu ada, mereka tidak belajar matematika dari sekolah, tetapi para

siswa sepakat bahwa nenek moyang masyarakat Zimbabwe telah

menggunakan matematika untuk membuat monument tersebut.

Bishop (1994) menyatakan bahwa matematika pada hakekatnya memang

tumbuh dari keterampilan atau aktivitas lingkungan budaya, sehingga

kemampuan matematika seseorang dipengaruhi oleh latar belakang

budayanya. Matematika yang berkembang dalam lingkungan masyarakat

inilah yang kemudian ia sebut sebagai etnomatematika. Barta dan Shockey

(Hartoyo, 2012) secara lebih khusus dalam konteks pembelajaran di sekolah

mengungkapkan bahwa, "ethnomathematics in the elementary classroom is

where the teacher and the students value cultures, and cultures are linked to

curriculum"

Etnomatematika diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang

matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut

D'Ambrosio yaitu

The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the

socialcultural context and therefore includes language, jargon, and

codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is


29

difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do

activities such as ciphering. measuring classifying, Inferring, and

modeling. The suffix tics is derived from techné, and has the same root

as lechnique (Rosa dan Orey, 2013).

Artinya: secara bahasa awalan "etno" saat ini diterima sebagai istilah

yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosio-kultural termasuk: bahasa,

jargon, dan kode perilaku, mitos, dan simbol. Kata dasar "mathema"

cenderung berarti menjelaskan, untuk mengetahui, memahami, dan melakukan

kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan

pemodelan. Aalpun akhiran "tics" yang berasal dari techne memiliki akar yang

sama dengan teknik. D'Ambrosio (2001) mengistilahkan etnomatematika

dalam pengertian lainnya yaitu "The mathematics practiced by culturalgroups,

such as rural and arban communities, groups of worker, professional classes,

children in a given age group, indigenous societies, and so many other groups

that are identified by the objectives and traditions commonto these groups".

Hal ini berarti etnomatematika merupakan matematika yang dilakukan oleh

kelompok- kelompok budaya, seperti masyarakat pedesaan dan perkotaan,

kelompok pekerja, kelas profesional, anak-anak dalam kelompok usia tertentu,

masyarakat adat, dan kelompok lainnya yang diidentifikasi olech tujuan dan

tradisi umum untuk kelompok ini.

Shirley (Hartoyo, 2012) berpandangan bahwa sekarang ini bidang

etnomatematika, yaitu matematika yang timbul dan berkembang dalam

masyarakat dan sesuai dengan kebudayaan setempat, merupakan pusat proses

pembelajaran dan metode pengajaran. Banyaknya studi mengenai


30

etnomatematika yang telah dilakukan sepuluh tahun terakhir ini yang berupaya

agar matematika dapat diterima oleh semua peserta didik (Bishop, 1994). Hal

ini diakui oleh para pendidik di Brazil, Amerika, Mozambik dan Belanda

(Presmeg, 1998) bahwa matematika bukan hanya sebagai produk budaya

namun etnis siswa dapat digunakan dengan cara yang kuat dalam

pembelajaran matematika di kelas. Pengajaran matematika tradisional

dipandang tidak memfasilitasi pandangan matematika yang mendorong siswa

untuk melihat potensi untuk matematika dalam kehidupan mereka di luar

matematika ruang kelas. Sifat matematika yang diperluas untuk keberhasilan

integrasi unsur budaya dalam kelas matematika tentu saja membuka potensi

pedagogis yang mempertimbangkan para siswa yang diperoleh dari belajar di

luar kelas.

Integrasi etnomatematika dalam pembelajaran diistilahkan sebagai

ctnomodeling (Rosa dan Orey, 2013). Etnomodeling adalah proses

penerjemahan dan elaborasi masalah dan pertanyaan yang diambil dari sistem

yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari anggota kelompok budaya

tertentu. Etnomodeling merupakan studi tentang fenomena matematika dalam

budaya arena merupakan konstruksi sosial dan budaya terikat yang dianggap

sebagai aplikasi etnomatematika yang menambahkan perspektif budaya untuk

proses pemodelan dengan mempelajari fenomena matematika dalam budaya

yang merupakan konstruksi sosial dan budaya terikat. Bagaimana pelaksanaan

pembelajaran berbasis etnomatematika ditunjukkan dalam laporan Linda

Furuto.Asisten profesor matematika di University of Hawai'i West O'ahu

(UH) ini memanfaatkan keanekaragaman Hawaii, warisan etnis dan akar


31

budaya untuk merancang kurikulum matematika budaya yang relevan. Kelas

etnomatematika yang diselenggarakan tiap musim panas baik di laboratorium

Biologi Kelautan stau Museum Bishop digambarkan sebagai berikut:

Between conservation, marine biology and mathematics become

apparent when students see linear functions at work as the Super Sucker

cleans invasive species of algae off the reefs in Käne 'ohe Bay, matrices

organized by trash collected and geographical locations, and quadratic

equations in sustaining precious island resources. At Bishop Museum,

students look at constellations in the planetarium and analyze the

distances and angles and relationships between stars (Ernst, 2010)

Pentingnya mempertimbangkan budaya dalam pembelajaran, Ormrod

2008) menyatakan bahwa faktor lingkungan memberikan kontribusi yang

penting terhadap perkembangan anak, termasuk kebudayaan. Kebudayan si

anak merupakan sistem perilaku dan keyakinan yang menjadi karakteristik

kelompok sosial yang telah terbentuk sejak lama di mana si anak jadi

anggotanya. Kebudayaan adalah sebuah konsep yang ada di benak (inside the

head thing) sekaligus realitas yang benar-benar ada di lapangan (out there in

the world thing). Kebudayan memberikan sebuah kerangka pikiran yang

digunakan seorang anak untuk menentukan hal-hal yang dianggap normal dan

tidak normal, benar dan salah, rasional dan irrasional, baik dan buruk. Studi

Hunter (2013) selama empat tahun terhadap siswa suku Navajo Indian

melaporkan bahwa budaya dan bahasa siswa Navajo dapat mempengaruhi

bagaimana siswa belajar dan memahami matematika. Menurutnya, the data

suggests that focusing on the culture, language and education of Navajo


32

students can affect how the students learn and understand math. Hal yang

senada diungkapkan Price Williams, Gordin dan Ramirez (Ormrod,2008b)

bahwa arah perkembangan kognitif berbeda di tiap- tiap budaya. Anak-anak

Meksiko yang berasal dari keluarga bermata pencaharian kerajinan keramik

menguasai kemampuan konservasi (kesadaran bahwa suatu volume atau

massa suatu materi tidak ditambahi atau dikurangi melainkan tetap sama

meski wadah, bentuk, atau penampilan materi diubah) pada usia jauh lebih

dini daripada yang dikemukakan Piaget. Kegiatan membuat kerajinan keramik

melatih anak-anak membuat keputusan berulang-ulang mengenai jumlah tanah

liat dan air yang diperlukan, mempercepat pemilikan penguasaan

konservasi.Flicker, Rogoff, Cole, Miller (Ormrod, 2008) menyetujui bahwa

keterampilan- keterampilan penalaran operasional formal (pemikiran abstrak)

bervariasi di tiap kebudayaan. Kebudayan Barat umumnya melestarikan

keterampilan- eterampilan tersebut melalui pengajaran formal dalam ranah-

ranah akademik perti matematika dan sains. Adanya perbedaan arah kognitif

setiap kelompok budaya, pendekatan multikultural perlu dilakukan dalam

pembelajaran. Pendekatan ini dapat memfasilitasi keterlibatan siswa dalam

matematika ketika mereka memahami akar matematika mereka, menghormati

budaya orang lain dengan memahami perkembangan matematika dan

kontribusi dari berbagai bangsa, persepsi relevansi matematika dengan

menghubungkan matematika kehidupan sekarang dengan budaya masa lampau

melalui seni, sastra, rekreasi, teknologi, game dan lain sebagainya (Herrera

dan Spicer, 2004). Pendekatan multikultural dengan demikian dapat mengatasi

ketidakcocokan budaya yang diterima siswa antara budaya rumah dan sekolah.
33

Siswa dengan budaya yang berbeda dengan sekolah dapat memiliki perasaan

bahwa sekolah adalah tempat yang membingungkan. Mereka tidak tahu

bagaimana orang lain berperilaku atau bagaimana perilaku yang diharapkan

orang lain dari mereka (Harrism, Igoa, dalam Ormrod, 2008b), bahkan dapat

mengganggu proses adaptasi siswa dengan lingkungan sekolah dan pada

akhirnya dapat mengganggu prestasi akademis mereka (Garcia, Ogbu, Phelan

dkk, dalam Ormrod, 2008b) sebagaimana tejadi pada siswa Papua (Modouw,

2013) dan mahasiswa Papua penerima beasiswa UP4B (2014). Berdasarkan

uraian di atas pembelajaran berbasis budaya lokal adalah salah satu bentuk

perhatian dan pemberian kesempatan terhadap siswa dengan latar belakang

budaya yang berbeda dengan budaya sekolah dalam bentuk konten bahan ajar.

Perkembangan kognitif siswa ke arah tahap formal dapat ditingkatkan melalui

pengalaman belajar matematika melalui budayanya sendiri, salah satunya

yaitu melalui pembelajaran etnomatematika masyarakat Sentani.

F. Materi Geometri

Geometri adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara objek-objek

geometri, seperti titik, garis, bangun dan sudut. Geometri merupakan cabang

ilmu tertua dalam matematika. Banyak ilmuan dulu yang telah mempelajari

ilmu ini, seperti Thales, Phytagoras dan Euclid (Abdur, 2017) . Tiga tokoh ini

sangat berpengaruh pada ilmu geometri dan telah banyak dikembangkan oleh

ilmuan lainnya.
34

Tabel 2.2 Tiga tokoh yang berpengaruh pada ilmu geometri

No Tokoh Berpengaruh Hasil Pemikiran

1. Thales (624 SM – 546 SM) Dikenal sebagai ahli geometri, astronomi dan

politik. Hasil pemikiran Thales dalam ilmu

geometri adalah Teorema Thales yang sering

ditemui materi kesebangunan dan lingkaran.

2 Phytagoras (570 SM-495 SM) Melanjutkan langkah Thales dengan

. mengembangkan teorema-teorema pada ilmu

geometri seperti Teorema Phytagoras, jumlah

sudut pada suatu poligon (segi banyak) dan

masih banyak lagi.

3. Euclid (325 SM – 256 SM) Dalam karyanya yang berjudul “ The

Elements “. Buku yang berisi tentang

pengembangan ilmu geometri, aljabar, teori

bilangan dan teori penjumlahan.

a) Geometri bangun datar

Bidang datar merupakan sebutan untuk berbagai bangunbangun dua

dimensi (Baharin, 2007). Bangun datar adalah sebuah bidang datar yang

dibatasi

oleh garis lurus maupun garis lengkung yang memiliki keliling dan luas.

Macam-macam bangun datar:

1) Segitiga

Segitiga adalah bangun datar yang terdiri dari 3 sisi dan 3 titik sudut

yang berjumlah 180º (Baharin, 2007). Segitiga terbagi atas segitiga


35

sama kak, segitiga sama sisi, segitiga siku-siku, segitiga sembarang

dan segitiga tumpul. Penamaan macam-macam segitiga ini

berdasarkan panjang garis dan sudutnya. Seperti segitiga sama kaki,

dinamakan segitiga sama kaki karena dua buah sisi pada segitiga

tersebut memiliki ukuran yang sama. Begitupun dengan segitiga

sama sisi, dinamakan segitiga sama sisi karena semua sisinya

memiliki ukuran yang sama.

Gambar 2.3 Segitiga

Luas = 1⁄2 × 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

Keliling = 𝑃𝑄 + 𝑄𝑆 + 𝑆𝑃

2) Persegi Panjang

Persegi panjang adalah bangun datar yang mempunyai 2 pasang sisi

sejajar yang sama Panjang dan mempunyai 4 titik sudut siku-siku.

Persegi panjang adalah bangun datar yang sering kita jumpai.

Handphone yang digunakan merupakan bentuk persegi panjang.

Persegi panjang adalah gabungan dari 2 atau lebih persegi yang

memanjang. Sisi yang panjang dinamakan panjang (p) dan sisi yang

pendek dinamakan lebar (l).

Gambar 2.4 Persegi Panjang


36

Luas = 𝑝 × 𝑙

Keliling= 2𝑝 + 2𝑙

3) Trapesium

Trapesium adalah bangun datar dua dimensi yang tersusun oleh 4

buah sisi yaitu 2 buah sisi sejajar yang tidak sama panjang dan 2

buah sisi lainnya. Dibawah ini merupakan gambar trapesium sama

kaki.

Gambar 2.5 Trapesium


(𝑎+𝑏)×𝑡
Luas
2

Keliling= 𝑎 + 𝑏 + 2(𝑡)

4) Segi Banyak (poligon)

Segi banyak merupakan bagian dari bangun datar. Dinamakan segi

banyak karena memiliki lebih dari 4 sisi.

Gambar 2.6 Poligon Segi dua belas

Segi-n beraturan tersusun dari segitiga sama kaki sebanyak 𝑛

(Masmedia, 2015). Sehingga besar sudut masing-masing segitiga

yang titik sudutnya merupakan titik pusat segi-n adalah 360° 𝑛 . Dan

garis apotema pada bangun datar sisi banyak (poligon) adalah garis

yang paling pendek atau yang menghubungkan sisi dengan titik


37

pusat. Garis ini juga merupakan tinggi dari segitiga sama kaki yang

terbentuk pada poligon. Maka luas segi-n beraturan adalah jumlah

luas segitiga yang terbentuk. Sedangkan kelilingnya adaalah 𝑠𝑖𝑠𝑖 ×

𝑛.

b) Geometri bangun ruang

Bangun ruang pada dasarnya memiliki dua kategori besar yaitu bangun

ruang sisi datar dan bangun ruang sisi lengkung. Bangun ruang juga

disebut dengan geometri dimensi tiga. Definisi dasar geometri dimensi

tiga adalah ruang atau yang mempelajari bentuk, letak, ukuran dan

sifatsifat berbagai bangun geometri seperti kubus, balok, prisma, limas,

tabung, dan lain sebagainya (Alimuddin, 2014). Bangun ruang sisi datar

adalah bangun ruang yang semua sisinya merupakan bangun datar

contohnya kubus, balok, prisma dan limas. Sedangkan bangun ruang sisi

lengkung adalah bangun ruang yang memiliki sisi lengkung seperti

kerucut, bola, dan tabung. Pada sisi lengkung terdapat besaran-besaran

antara lain jari-jari, diameter dan lainnya. Pada bangun ruang akan

dibahas mengenai volume dan luas permukaan. Volume adalah

banyaknya ruang yang bisa diisi suatu objek. Sedangkan luas permukaan

adalah jumlah seluruh luas sisi pada bangun tersebut (Abdur, 2017).

1) .Limas

Limas merupakan bangun ruang sisi datar yang tersusun atas sebuah

alas berbentuk segi-n dengan sisi tegak berbentuk segitiga yang saling

bertemu di satu titik atas. Atau atapnya berupa titik. Alas limas dapat
38

berbentuk bermacam-macam seperti segitiga, segiempat, dan

sebagainya (Sukino, 2017). Berdasarkan bentuk alasnya, limas terbagi

menjadi beberapa jenis, di antaranya limas segitiga, limas segiempat,

dan lainnya. Ciri-ciri limas adalah jumlah rusuknya sama dengan dua

kali jumlah sisi pada alasnya. Sedangkan jumlah titik sudutnya segi-n

pada 𝑎𝑙𝑎𝑠 + 1.

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠 =
3

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 + 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑙𝑖𝑚𝑎𝑠

2) Prisma

Bangun ruang prisma merupakan bangun ruang yang memiliki bagian alas

dan atas yang sama dan selimut prisma membentuk siku-siku terhadap alas

dan atap (Sukino, 2017). Karena pengertian dari bangun ruang prisma

yang bergantung pada segi alas dan atasnya, maka prisma pada umumnya

memiliki beberapa macam. Berdasarkan pada bentuk alas dan atapnya,

maka bangun ruang prisma dibagi menjadi prisma segitiga, prisma

segiempat, dan sebagainya.

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎

= 2 𝑥 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 + 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑖𝑚𝑢𝑡 𝑝𝑟𝑖𝑠𝑚𝑎.

3) Limas Terpancung

Jika suatu limas dipotong oleh bidang datar yang sejajar dengan alas

limas itu, maka bangun ruang antara bidang yang sejajar itu dinamakan

limas terpancung.
39

Gambar 2.7 Limas Terpancung

Pada gambar diatas bangun ABCD.PQRS disebut limas terpancung.

Bidang ABCD disebut bidang alas, bidang PQRS disebut bidang atas

dan bidang-bidang lainnya disebut bidang sisi tegak.

Rusuk-rusuk yang terletak pada bidang alas disebut rusuk alas, rusuk-

rusuk yang terletak pada bidang atas disebut rusuk atas dan rusuk-rusuk

yang lain disebut rusuk-rusuk tegak.

Volum limas terpancung = 1/3 𝑡 (𝐷 + 𝐴 + 𝑎𝑘𝑎𝑟(𝐷𝐴) )

Di mana : 𝑡 = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

𝐷 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑙𝑎𝑠

𝐴 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑡𝑎𝑠

4) Balok

Bangun tiga dimensi yang dibatasi enam persegi panjang.

Gambar 2.8 Balok

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 = 𝑝 𝑥 𝑙 𝑥 𝑡

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 = 2(𝑝 𝑥 𝑙) + 2(𝑝 𝑥 𝑡) + 2(𝑙 𝑥 𝑡)


BAB III.
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Menurut Arikunto

(2007), penelitian eksploratif merupakan penelitian yang bertujuan menggali

secara luas tentang sebab-sebab atau hal-hal yang mempengaruhi terjadinya

sesuatu. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif interaktif

dengan metode studi etnografi yang bertujuan untuk mendapatkan deskripsi

dan analisis mendalam tentang konsep kebudayaan berdasarkan penelitian

lapangan (fieldwork). Menurut Spradley (2006), pendekatan ini bertujuan

untuk menemukan bagaimana masyarakat merancang dan mengatur konsep

budaya mereka dalam pikiran (membangun pola pikir), yang mana peneliti

bertugas untuk menemukan dan menggambarkan pola berpikir tersebut. Selain

itu peneliti menggali informasi dari observasi, wawancara dan kepustakaan

yang berkaitan.

B. Teknik Penentuan Informan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring, informan

adalah orang yang memberi informasi atau orang yang menjadi sumber data

dalam penelitian.Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah putera

daerah asli suku Sentani yang tergolong dituakan dan dipercaya sebagai

penutur, yang fasih dalam memberi informasi tentang rumah Kombo.

40
41

C. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini berupa data tentang rumah Kombo dan data

tentang enomatematika yang terkandung pada struktur rumah Kombo. Data

tentang rumah Kombo diperoleh melalui data tertulis dari hasil observasi dan

wawancara. Data tertulis ini merupakan data etnografi yang dikumpulkan

selama penelitian baik berupa informasi lisan atau aktivitas yang ditemukan

saat penelitian berlangsung.Sumber data dalam penelitian ini yaitu informan

yang merupakan putra daerah Sentani. Data tentang etnomatematika diperolah

melalui eksplorasi secara topologi pada struktur rumah Kombo yang

dilakukan oleh peneliti sendiri.

D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif sehingga membutuhkan

keakuratan dan pemahaman dari peneliti sendiri tanpa diwakilkan, oleh karena

itu instrumen dalam penelitian ini key instrument yaitu peneliti sendiri.Paton

(2002) menyatakan bahwa instumen penelitian didukung pula oleh catatan

lapangan (field notes), garis besar observasi (observations), wawancara

(interviewes) dan dokumentasi.

Tahap pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian yaitu:

1. Pengumpulan data pustaka, yaitu dengan mencari berbagai literatur

yang berkaitan dengan sistem numerasi dan aktivitas-aktivitas

masyarakat Sentani dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki

keterkaitan dengan bangunan rumah Kombo dan juga tatanan hidup

masyarakat setempat.
42

2. Pengumpulan data di lapangan terdiri dari empat kegiatan yaitu

observasi, wawancara,pencatatan, dan dokumentasi.

a. Observasi

Menurut Arikunto (2002), observasi yaitu teknik

pengumpulan data melalui pengamatan yang merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan

penelitian secara teliti, serta pencatatan secara sistematis. Sementara

itu Poerwandari (1998), berpendapat bahwa observasi merupakan

metode yang paling dasar dan paling tua, karena dengan cara-cara

tertentu kita selalu terlibat dalam proses mengamati. Observasi ini

bermanfaat bagi peneliti untuk mendapat pengalaman langsung

sehingga dapat memahami situasi-situasi tertentu yang rumit atau

sulit diperoleh melalui teknik lain. Sebagaimana yang di sampaikan

oleh Guba dan Lincoln (Gunawan, 2014) terkait alasan teknik

observasi sangat bermanfaat.

Dalam penelitian ini, Teknik pengumpulan data dengan

observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data berupa

peristiwa tempat dan benda serta rekaman gambar. Teknik observasi

yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan

teknik partisi pasif. Dalam observasi ini peneliti hanya mendatangi

lokasi penelitian, yaitu peneliti mendatangi rumah adat Kombo di

kabupaten Jayapura.
43

b. Wawancara

Wawancara, dipaparkan oleh Poerwandari (1998), sebagai

suatu percakapan dan tanyajawab yang diarahkan untuk mencapai

tujuan tertentu. Sedangkan menurut Setyadin (2005), wawancara

adalah percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu dan

merupakan proses tanyajawab lisan dimana dua orang atau lebih

berhadapan secara fisik. Sementara itu, Kalinger berpendapat bahwa

wawancara adalah situasi peran antar pribadi berhadapan muka (face

to face), ketika seseorang (pewawancara) mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban

yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang yang

diwawancarai, atau informan. Gunawan (2004:162), menyimpulkan

wawancara merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap

muka (face to face) antar pewawancara (interviewer) dan yang

diwawancarai (interviewee) tentang masalah yang diteliti, dimana

pewawancara bermaksud memperoleh persepsi, sikap dan pola pikir

dari interviewee yang relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam

penelitian ini peneliti menganggap teknik wawancara ini sangatlah

penting dikarenakan ada hal-hal yang belum atau tidak dapat diamati

dapat diperoleh melalui wawancara. Wawancara yang digunakan

peneliti adalah teknik wawancara tidak terstruktur karena lebih

luwes dan terbuka.Menurut Sugiyono, (2006:233), wawancara tidak

terstruktur dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan

wawancara terstruktur karena dilakukan secara lebih alamiah untuk


44

menggali ide dan gagasan informan secara terbuka. Pertanyaan yang

diajukan lebih fleksibel namun tetap pada acuan sehingga tidak

menyimpang dari tujuan wawancara tersebut.

c. Pencatatan

Pencatatan dilakukan untuk merekam hasil wawancara (apa

yang didengar) maupun hasil observasi (apa yang diamati), serta apa

yang dirasakan oleh peneliti melalui tulisan. Pencatatan ini sangat

menolong karena mampu menyimpan data tertulis sehingga bila

peneliti lupa maka masih ada catatan yang dapat digunakan.

d. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono, (2007:82), merupakan

catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar

atau karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Saat

melakukan pengamatan dan wawancara, peneliti dapat sekaligus

membuat dokumentasi berupa gambar dan rekaman suara yang dapat

dijadikan pelengkap data penelitian.

E. Teknik Keabsahan Data

Dalam sebuah penelitian diperlukan suatu proses uji keabsahan data

untuk menjamin valid tidaknya suatu data. Menurut Sugiyono, (2006), uji

keabsahan data atau validitas data merupakan “derajat ketetapan antara data

yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapa dilaporkan oleh

peneliti”. Dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Menurut


45

Moleong, (2007), triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data

dengan memanfaatkan sesuatu yang lain diluar dari data-data yang telah

dikumpulkan untuk kepentingan pengecekan data atau sebagai pembanding

terhadap data tersebut. Untuk mengecek keabsahan data maka peneliti

menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi sumber ini peneliti terapkan

untuk membandingkan hasil wawancara dari informan, jika data yang

diperoleh serupa atau dua dari tiga sumber data tersebut serupa maka data

valid, tetapi jika data yang diperoleh tidak serupa maka pengumpulan data

diulangi dengan memilih informan yang berbeda. Bila informasi pengumpulan

data terdapat perbedaan maka dilakukan diskusi lebih lanjut dengan informan,

apakah ada data yang tidak benar, atau hanya karena perbedaan sudut

pandang.

F. Teknik Analisis Data

Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari literatur, observasi,

wawancara, pencatatan dan dokumentasi, dideskripsikan secara rinci untuk

dianalisis lebih lanjut. Prosedur analisis data dalam penelitian ini bedasarkan

analisis data etnografi model Spradley, dengan langkah-langkah sebagai

berikut.

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dimulai dengan kegiatan studi pustaka, untuk

memperoleh literatur terkait. Kemudian peneliti melakukan observasi awal

dan wawancara secara garis besar sebagai gambaran awal untuk

menentukan fokus penelitian dan hal-hal terkait lainnya. Kemudian setelah


46

melakukan beberapa persiapan barulah peneliti melakukan fokus

penelitian yang dimulai dari kegiatan observasi, wawancara dan studi

literatur.

2. Reduksi data

Data yang cukup terkumpul selanjutnya akan direduksi. Menurut

Sugiyono (2011), reduksi data berarti merangkum, memilih hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-halyang penting, dicari tema dan polanya

sehingga diperoleh gambaran yang lebih jelas. Reduksi data terdiri dari

beberapa tahap, yaitu: transkrip data, seleksi data, dan analisis data.

a. Transkip Data: Kegiatan ini dilakukan untuk mengubah rekaman hasil

wawancara dan observasi dalam bentuk tulisan. Kemudian dipelajari

dengan seksama untuk memperoleh informasi yang luas tentang

pengukuran pada rumah Kombo.

b. Seleksi Data: Pada tahap seleksi data ini peneliti memilih dan memilah

data yang sudah ditranskip, artinya peneliti menyeleksi data mana yang

akan dipilih sesuai dengan kebutuhan terkait penelitian dan data yang

tidak dibutuhkan diabaikan.

c. Analisis Data: Analisis data merupakan kegiatan pengklasifikasian dan

penafsiran data yang telah diseleksi. Analisis data ini terbagi lagi

menjadi dua kegiatan, yakni analisis domain dan analisis taksonomi.

Analisis yang pertama adalah analisis domain dilakukan untuk

memperoleh gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian

serta menentukan berbagai kategori atau domain, dalam hal ini setelah

data terkumpul peneliti membuat kategori atau mengelompokkan


47

model-model matematika pada masyarakat suku Sentani terkait sistem

pengukuran rumah Kombo. Analisis data yang kedua adalah analisis

taksonomi yaitu menjabarkan domain-domain yang dipilih menjadi

lebih rinci berdasarkan konsep sistim pengukuran yang terdapat pada

ide/model matematika dalam masyarakat Sentani dan cara membuat

limas pada rumah Kombo, cara mengukur panjang dan mengukur

tinggi rendah suatu benda berdasarkan kegunaan dan manfaatnya.

3. Hasil Akhir penelitian

Pada tahap ini dipaparkan seluruh hasil analisis data untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan di rumusan masalah penelitian.

G. Prosedur Penelitian

Secara garis besar langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Penetapan sumber data atau informan. Informan dalam penelitian ini ada

dua jenis yaitu orang asli putra Sentani yang secara struktur dalam adat

mempunyai wewenang sebagai penutur terkait hal-hal yang tergolong

masih tertutup dan akan berkembang pada informan yang lain yang lebih

bebas. Informan berikut adalah orang yang berkecimpung dalam dunia

pendidikan dan dapat member informasi.

2. Wawancara terhadap informan. Wawancara ini dilakukan dengan

menggunakan metode tidak terstruktur atau wawancara yang bebas di

mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun namun tetap pada garis-garis besar yang sudah ada dan dapat
48

berkembang secara terarah melalui jawaban-jawaban informan

selanjutnya.

3. Pencatatan etnografis, yaitu kegiatan dimana peneliti mencatat semua hal

yang didengar, diamati dan dirasakan selama pengumpulan data di

lapangan juga informasi yang diperoleh dari semua informan.

4. Analisis data hasil wawancara. Pada tahap ini dilakukan pengolah semua

data yang telah diperoleh ke dalam bentuk tulisan kemudian ke proses

memilih dan memilah data yang sudah ditranskip, artinya peneliti

menyeleksi data mana yang akan dipilih sesuai dengan kebutuhan terkait

penelitian dan data yang tidak dibutuhkan diabaikan.

5. Membuat analisis domain. Kegiatan ini dimulai dengan mengelompokkan

kategori ide-ide/model etnomatematika masyarakat untuk memperoleh

gambaran umum dari objek yang diamati dan yang diteliti.

6. Membuat analisis taksonomi. Taksonomi yaitu menjabarkan domain-

domain yang dipilih menjadi lebih rinci misalnya, menemukan pola dan

konsep-konsep geometris seperti cara membuat limas pada Kombo, cara

mengukur panjang, memperkirakan waktu dan mengukur tinggi rendah

suatu benda.

7. Penyusunan laporan penelitian dan penyimpulan akhir.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada tahap hasil pembahasan dan penelitian, akan dipaparkan dalam empat

bagian, yaitu (1) penetapan informan dan pelaksanaan penelitian, (2)

pengumpulan dan keabsahan data, (3) analisis domain, dan (4) analisis taksonomi.

(tentang lokasi penelitian)

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Asei Besar di Kabupaten

Jayapura. Pembahasan dalam penelitian ini, adalah sistem bilangan pada

masyarakat Sentani dan eksplorasi etnomatematika rumah adat masyarakat

Sentani.

B. Penetapan Informan dan Pelaksanaan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah putra daerah asli suku Sentani yang

tergolong dituakan dan dipercayakan sebagai penutur dalam menyampaikan

informsasi yang dibutuhkan juga pemaknaan dari tiap aktivitas budaya

tersebut.

Dalam suku Sentani, tidak begitu banyak orang seperti yang

dimaksudkan di atas, sebab demikianlah struktur dalam adat yang masih

terjaga kesakralannya sehingga hanya mereka yang mendapat warisan peran

tersebut saja yang berhak menuturkan kisah/budaya saat dibutuhkan. Selain itu

pula, khusus untuk kaum perempuan sangatlah tabu untuk menuturkan cerita

atau nilai-nilai dalam adat. Dengan demikian untuk mendapatkannya, peneliti

memulai dari nelayan sekitar danau Sentani yang mengarahkan untuk bertemu

49
50

dengan penutur atau informan tersebut yang secara struktur adat mempunyai

hak sebagai penutur.

Informan dalam penelitian ini merupakan penutur dalam rumah Kombo.

Data yang diperoleh di lapangan terlebih dahulu ditranskip dengan

pengkodean P untuk peneliti dan I untuk informan. Pengkodean dari masing-

masing informan adalah I.1 untuk informan 1, dan I.2 untuk informan 2. Data

yang telah ditranskip kemudian ditriangulasikan dengan menggunakan

triangulasi sumber. Setelah menemukan data yang valid, barulah dilakukan

analisis.

Analisis diawali dengan pembahasan menyangkut deskripsi rumah adat

Kombo yang mengandung nilai matematis di dalamnya. Ide atau model

matematika yang diterapkan masyarakat ini mencakup sistem pengukuran

suatu objek selanjutnya adalah analisis domain, dimana peneliti

mengelompokkan istilah-istilah yang digunakan masyarakat dalam aktivitas

mengukur suatu objek. Analisis berikutnya yaitu analisis taksonomi, yaitu

mengelompokkan domain-domain yang telah ditentukan berdasarkan konsep

matematis yang ada di dalamnya. Dari hasil analisis tersebut kemudian

diperoleh simpulan hasil penelitian.

C. Operasi Bilangan pada Masyarakat Sentani

Berikut ini disajikan pemaparan data berupa data hasil wawancara

beserta data terkait aktivitas-aktivitas masyarakat Sentani.


51

1. Pengumpulan dan Keabsahan Data

Pada penelitian ini, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan

teknik pengumpulan data observasi dan wawancara dilakukan terus

menerus sampai mendapatkan data yang diinginkan. Setelah pengumpulan

data keabsahan data sangat perlu dilakukan agar data yang dihasilkan

dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

a. Sistem Operasi Bilangan Pada Masyarakat Sentani

Petikan dari hasil wawancara dengan informan I.1:

P:Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

I.1:Kalau kita di Sentani yang saya tahu angka 1-14.

P: Bapa bisa sebutkan?

I.1:Untuk angka 1 sampai dengan 5 kita sebut dengan satu sama dengan

Mbay, dua sama dengan Bhee, tiga sama dengan Name, empat sama

dengan Kheli, lima sama dengan Meheambay, enam sama dengan

Mehini-mbay, tujuh sama dengan Mehini-Bhee, delapan sama dengan

Mehini-Name, Sembilan sama dengan Mehini-Kheli, sepuluh sama

dengan Me-Bhee-, sebelas sama dengan Me bhee menggauw mbay,dua

belas sama dengan Me bhee menggauw bhee, tiga belas sama dengan

Me bhee menggauw name, empat belas sama dengan Me bhee

menggauw kheli.

P: Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan dan tahun

apakah bapa tahu?

I.1: Untuk bulan kalimat pertama dengan ditambah huruf oo, bulan satu

untuk januari oombay, bulan dua oobhee, bulan tiga ooname, bulan
52

empat ookheli, bulan lima oomeheambay, bulan enam oomehini mbay,

bulan tujuh oomehini bhee, bulan delapan oomehini name, bulan

Sembilan oomehini kheli, bulan sepuluh oome bhee, bulan sebelas

oomebhee mbay, bulan dua belas oomebhee mewe. Sama dengan

minggu pertama sampa dengan minggu keempat di kalimat pertama

ditambah mong. Untuk minggu pertama mong mbay, minggu kedua

mong bhee, minggu ketiga mong name, minggu keempat mong kheli.

P: Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan

yang lain seperti pecahan atau 1⁄2, 3⁄4 dan seterusnya?

I.1: Untuk bilangan setengah benda yang dibelah atau dipotong, dengan

sebutan reefii (setengan untuk dibelah) dan bhohi (setengah yang

dipotong).

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P:Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

I.2:Kalau kita di Sentani yang saya tahu angka 1-14.

P: Bapa bisa sebutkan?

I.2:Untuk angka 1 sampai dengan 5 kita sebut dengan satu sama dengan

Mbai, dua sama dengan Bee, tiga sama dengan Name, empat sama

dengan Keli, lima sama dengan Meahambai, enam sama dengan

Mehinembai, tujuh sama dengan Mehiningbhee, delapan sama dengan

Mehiningname, Sembilan sama dengan Mehiningkeli, sepuluh sama

dengan Mebee, sebelas sama dengan Mebee menggauw mbai, dua belas
53

sama dengan Mebee menggauw bee, tiga belas sama dengan Mebee

menggauw name, empat belas sama dengan Mebee menggauw keli.

P: Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan dan tahun

apakah bapa tahu?

I.2: Untuk bulan kalimat pertama dengan ditambah huruf oo, bulan satu

untuk januari oombai, bulan dua oobee, bulan tiga ooname, bulan

empat ookeli, bulan lima oo meahambai, bulan enam oomehinembai,

bulan tujuh oomehininhbee, bulan delapan oomehiningname, bulan

sembilan oomehiningkeli, bulan sepuluh oomebhee, bulan sebelas

oomebhee mbai, bulan dua belas oomebhee mewe. Sama dengan

minggu pertama sampa dengan minggu keempat dikalimat pertama

ditambah mong. Untuk minggu pertama mong mbai, minggu kedua

mong bee, minggu ketiga mong name, minggu keempat mong keli.

P: Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan

yang lain seperti pecahan atau 1⁄2, 3⁄4 dan seterusnya?

I.2: Untuk bilangan setengah benda yang dibelah atau dipotong, dengan

sebutan reefii (setengan untuk dibelah) dan pohi (setengah yang

dipotong).

Dari hasil wawancara dengan informan, terdapat indikasi bahwa adanya

kesamaan data meskipun disampaikan dengan gaya bahasa yang sedikit

berbeda. Dengan demikian, disimpulkan data dari hasil wawancara tentang

sistem bilangan yang terdapat pada masyarakat Sentani, adalah valid.


54

b. Sistem Pengukuran suatu Objek

Petikan dari hasil wawancara dengan informan I.1:

P: Bapa, bagaimana cara mengukur panjang sebuah kayu untuk membangun

rumah Kombo?

I: dari yang kita bangun sekarang ini ukurannya 12 m (garis tengah),

ketinggian lantainya 2,5 m dari lantai 1, 2, dan 3. 1 tiang inti minimal 10

m disesuaikan dengan kebutuhan.

P: Selain cara itu, apakah ada cara lain ?

I: tidak ada cara lain selain memperhatikan ukuran rumah Kombo besar atau

kecil lalu membayangkan dan memperkirakan ukuran panjang kayu untuk

membangun sebuah rumah Kombo.

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P: Bapa, bagaimana cara mengukur panjang sebuah kayu untuk membangun

rumah Kombo?

I.2: Dari nenek moyang kami sampai saat ini tidak memiliki alat ukur untuk

mengukur panjang kayu seperti meter atau alat ukur lainnya jadi kami

mengukur kayu hanya menyesuaikan dan memperkirakan ukuran kayu

sesuai dengan bentuk Kombo, yaitu berbentuk limas. Dengan ukuran

kecil atau besar. 2,5 m dari lantai 1, 2, dan 3. 1 tiang inti minimal 10 m

disesuaikan dengan kebutuhan.

P: Selain cara itu, apakah ada cara lain ?

I: tidak ada.
55

Dari hasil wawancara dengan informan, terdapat indikasi bahwa adanya

kesamaan data meskipun disampaikan dengan gaya bahasa yang sedikit

berbeda. Dengan demikian, disimpulkan data dari hasil wawancara tentang

sistem pengukuran suatu objek yang dilakukan oleh suku Sentani, adalah

valid.

2. Analisis Wawancara

a. Operasi Bilangan Masyarakat Sentani

Berikut adalah cuplikan wawancara dalam subjek:

P: Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

I.:Kalau kita di Sentani yang saya tahu angka 1-14.

P: Bapa bisa sebutkan?

I: Untuk angka 1 sampai dengan 5 kita sebut dengan satu sama dengan Mbay,

dua sama dengan Bhee, tiga sama dengan Name, empat sama dengan

Kheli, lima sama dengan Meheambay, enam sama dengan Mehini-mbay,

tujuh sama dengan Mehini-Bhee, delapan sama dengan Mehini-Name,

Sembilan sama dengan Mehini-Kheli, sepuluh sama dengan Me-Bhee-,

sebelas sama dengan Me bhee menggauw mbay, dua belas sama dengan

Me bhee menggauw bhee, tiga belas sama dengan Me bhee menggauw

name, empat belas sama dengan Me bhee menggauw kheli.

P: Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan dan tahun

apakah bapa tahu?

I: Untuk bulan kalimat pertama dengan ditambah huruf oo, bulan satu untuk

januari oombay, bulan dua oobhee, bulan tiga ooname, bulan empat
56

ookheli, bulan lima oomeheambay, bulan enam oomehini mbay, bulan

tujuh oomehini bhee, bulan delapan oomehini name, bulan Sembilan

oomehini kheli, bulan sepuluh oome bhee, bulan sebelas oomebhee mbay,

bulan dua belas oomebhee mewe. Sama dengan minggu pertama sampa

dengan minggu keempat dikalimat pertama ditambah mong. Untuk

minggu pertama mong mbay, minggu kedua mong bhee, minggu ketiga

mong name, minggu keempat mong kheli.

P: Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan yang

lain seperti pecahan atau 1⁄2, 3⁄4 dan seterusnya?

I: Untuk bilangan setengah benda yang dibelah atau dipotong, dengan sebutan

reefii (setengan untuk dibelah) dan bhohi (setengah yang dipotong).

b. Sistem Pengukuran Suatu Objek

Berdasarkan data hasil wawancara diperoleh bahwa tidak ada alat ukur

untuk mengukur panjang kayu.Hal ini termuat dalam datahasil wawancara

berikut ini.

P: Bapa, bagaimana cara mengukur panjang sebuah kayu untuk membangun

rumah Kombo?

I: dari yang kita bangun sekarang ini ukurannya 12 m (garis tengah),

ketinggian lantainya 2,5 m dari lantai 1, 2, dan 3. 1 tiang inti minimal 10 m

disesuaikan dengan kebutuhan. Dari nenek moyang kami sampai saat ini

tidak memiliki alat ukur untuk mengukur panjang kayu seperti meter atau

alat ukur lainnya jadi kami mengukur kayu hanya menyesuaikan dan
57

memperkirakan ukuran kayu sesuai dengan bentuk Kombo, yaitu berbentuk

limas. Dengan ukuran kecil atau besar.

P: Selain itu apakah ada cara lain?

I: Tidak ada.

3. Analisis Domain

Analisis domain adalah kegiatan untuk memperoleh gambaran umum dan

menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial yang tengah diamati. Analisis

domain ini bertujuan untuk menemukan istilah-istilah cover yang masih berupa

istilah dalam budaya yang dijadikan sebagai acuan dan akan dikaji lebih rinci lagi

pada analisis taksonomi. (Sugiyono, 2015)

Dari hasil pemaparan analisis data wawancara, berikut ini disajikan analisis

domain dari setiap hal yang dipaparkan di atas.

Tabel 4.1 Analisis Domain


Domain Berkaitan dengan Aktivitas
Etnomatematika
Bilangan dan Penyebutan Dalam menyebutkan
sistem operasi bilangan bilangan terdapat sistem
operasi penjumlahan
Mengukur Membangun Dalam membangun
rumah Kombo rumah kombo, tidak
terdapat ukuran pasti.
Masyarakat lebih
menggunakan
pengukuran non baku,
seperti
 Menyesuaikan
 Membayangkan
 Merperkirakan
58

4. Analisis Taksonomi

Setelah menemukan istilah dan membuat kategori atau domain

(pengelompokkan) tersebut, maka selanjutnya peneliti akan menjabarkan kategori

atau domain-domain tersebut menjadi lebih rinci berdasarkan nilai-nilai matematis

yang terkandung didalamnya, atau dengan kata lain membuat analisis taksonomi.

(Sugiyono, 2015)

Konsep-konsep matematika yang terlihat dari unsur budaya inilah yang

dapat dikenalkan kepada siswa pada saat pembelajaran di kelas sebagai model

pembelajaran matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga

pembelajaran matematika di kelas lebih realistis, kontekstual dan bermakna

karena hal ini sudah tidak asing bagi siswa, sudah sering dilihat dan terdapat

dalam lingkungan budaya mereka sendiri. Berikut adalah analisis taksonomi

berdasarkan konsep-konsep matematis yang terdapat pada masing-masing

kategori atau domain yang telah ditentukan dalam bentuk tabel.

Tabel 4.2 Analisis Taksonomi


Bilangan Orang Sentani menyebutnya Aktivitas
dengan Etnomatematika
1 Mbay 1
2 Bhee 2
3 Name 3
4 Kheli 4
5 Meheambay 5
6 Mehini-mbay 5+1
7 Mehini-Bhee- 5+2
8 Mehini-Name 5+3
9 Mehini-Kheli 5+4
10 Me-Bhee- 10
11 Me bhee menggauw mbay 10 + 1
12 Me bhee menggauw bhee 10 + 2
13 Me bhee menggauw name 10 + 3
14 Me bhee menggauw kheli 10 + 4
59

D. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani

1. Pengumpulan dan Keabsahan Data

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.1:

P: Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah Kombo ?

I.1: Rumah ini dibangun dengan aliran kepercayaan yang mereka anut

waktu itu dan dianggap, dibagi dalam tiga lantai. Di bawah lantai

pertama, lantai kedua ditengah, di lantai ketiga dilimasnya dianggap

tempat tinggal dewa. Yang kedua semacam fungsinya sebagai rumah

lembaga pendidikan tradisional, mengharuskan bagaimana caranya

mengayam, mengukir, berperang, berkebun, membangun rumah, dan

diajarkan untuk bisa hidup dalam masyarakat setelah keluar dari

rumah itu. Paling kurang mereka menempuh pendidikan di rumah itu

selama 10 tahun. Dan selain itu juga, di rumah itu ada pengajar-

pengajarnya atau instruktur yang tinggal di lantai dua, anak didik

berada di lantai dasar. Jadi, kita dapat memebedakan namanya rumah

inisiasi yang disebut rumah Kombo.

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P: Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah Kombo ?

I.2: Rumah kombo merupakan rumah adat yang berfungsi sebagai asrama

untuk mengajarkan unsur religi dan pendidikan bagi remaja laki-laki.

Bagi masyarakat Sentani keberadaan rumah kombo sangat penting,

sebab di dalam rumah ini banyak mengajarkan tentang kepercayaan-

kepercayaan terhadap dewa-dewa dan arwah nenek moyang.Selain

mengajarkan tentang kepercayaan religi, di dalam rumah kombo, para


60

remaja laki-laki juga mempelajari mengenai berbagai macam

keterampilan hidup, seperti berburu, berkebun, menokok sagu,

berperang, kedisiplinan, dan lain-lain. Di dalam kombo mereka

digembleng atau dididik oleh para instruktur selama 10-13 tahun.

Dari hasil wawancara dengan informan, terdapat indikasi bahwa

adanya kesamaan data meskipun disampaikan dengan gaya bahasa yang

sedikit berbeda. Dengan demikian, disimpulkan data dari hasil wawancara

tentang filosofi rumah Kombo, adalah valid.

2. Analisis Wawancara

Berdasarkan hasil waawanacar diperoleh informasi berkaitan

dengan filosofi rumah Kombo Hal ini termuat dalam hasil wawancara:

P: Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah Kombo ?

I: Rumah kombo merupakan rumah adat yang berfungsi sebagai asrama

untuk mengajarkan unsur religi dan pendidikan bagi remaja laki-laki.

Bagi masyarakat Sentani keberadaan rumah kombo sangat penting,

sebab di dalam rumah ini banyak mengajarkan tentang kepercayaan-

kepercayaan terhadap dewa-dewa dan arwah nenek moyang.Selain

mengajarkan tentang kepercayaan religi, di dalam rumah kombo, para

remaja laki-laki juga mempelajari mengenai berbagai macam

keterampilan hidup, seperti berburu, berkebun, menokok sagu,

berperang, kedisiplinan, dan lain-lain.Rumah ini dibangun dengan

aliran kepercayaan yang mereka anut waktu itu dan dianggap, dibagi
61

dalam tiga lantai.Di lantai dasar atau lantai pertama sebagai tempat

anak didik, lantai kedua di tengah sebagai temapt tinggal instruktur

dan lembaga pendidikan tradisional.Lantai ketiga atau yang paling

atas dianggap sebagai tempat tinggal dewa.Paling kurang mereka

menempuh pendidikan selama 10-13 tahun di rumah Kombo.

Dari informasi di atas dapat diuraikan filosofi berkaitan rumah adat

Kombo

3. Analisi Domain

Analisis domain adalah kegiatan untuk memperoleh gambaran umum

dan menyeluruh dari objek penelitian atau situasi sosial yang tengah

diamati. Analisis domain ini bertujuan untuk menemukan istilah-istilah

cover yang masih berupa istilah dalam budaya yang dijadikan sebagai

acuan dan akan dikaji lebih rinci lagi pada analisis taksonomi. (Sugiyono,

2015)

Dari hasil pemaparan analisis data wawancara, berikut ini disajikan

analisis domain dari setiap hal yang dipaparkan di atas.

Tabel 4.3 Analisis Domain


Domain Berkaitan Aktivitas
dengan Etnomatematika
Rumah Unsur bangunan Bangunan rumah Kombo
Kombo Kombo berbentuk limas pada
bagian atap dan berbentuk
poligon pada bangian
dasar. Bila dipilah sesuai
bagiannya, maka rumah
Kombo terdiri dari tiga
bagian:
 Atap atau lantai
62

tiga
 Lantai dua
 Lantai dasar

4. Analisis Taksonomi

Setelah menemukan istilah dan membuat kategori atau domain

(pengelompokkan) tersebut, maka selanjutnya peneliti akan menjabarkan

kategori atau domain-domain tersebut menjadi lebih rinci berdasarkan

nilai-nilai matematis yang terkandung didalamnya, atau dengan kata lain

membuat analisis taksonomi.(Sugiyono, 2015)

Konsep-konsep matematika yang terlihat dari unsur budaya inilah

yang dapat dikenalkan kepada siswa pada saat pembelajaran di kelas

sebagai model pembelajaran matematika yang berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari. Sehingga pembelajaran matematika di kelas lebih realistis,

kontekstual dan bermakna karena hal ini sudah tidak asing bagi siswa,

sudah sering dilihat dan terdapat dalam lingkungan budaya mereka sendiri.

Berikut adalah analisis taksonomi berdasarkan konsep-konsep matematis

yang terdapat pada masing-masing kategori atau domain yang telah

ditentukan dalam bentuk tabel.


63

Tabel 4.4 Analisis Taksonomi


Etnomatematika Konsep Aktivitas Konsep
Geometri Etnomatematika Matematika
Bentuk atap Konsep
rumah Kombo bangun ruang
Limas Segi
dua belas

Bentuk atap rumah Konsep


Kombo bangun ruang
Limas
terpancung

Pilahan atap Konsep


lantai tiga bidang datar
Segitiga sama
kaki

Pilahan atap lantai Konsep


satu dan dua bidang datar

Lantai dasar rumah Konsep


Kombo bidang datar

Tiang penyangga Konsep


pilahan dinding bangun ruang
lantai dasar balok

Pilahan lantai Konsep


dasar rumah bidang datar
Kombo persegi
panjang
64

Bentuk bangun Konsep

lantai dasar Kombo bangun

ruang Prisma

E. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan data wawancara, hasil analisis etnografis, analisis domain

dan taksonomi, terlihat bermunculan ide-ide matematikayang terkandung di

dalam aktivitas budaya setempat. Berikut ini dipaparkan secara menyeluruh

dalam pembahasan hasil penelitian terkait tujuan dari penelitian ini. Dari

seluruh proses dan tahapan penelitian rumah Kombo suku Sentani di Asei

Kabupaten Jayapura Provinsi Papua memiliki dua makna penting yaitu sisi

pertama dari sisi nilai kebudayaan dan yang kedua adalah dari sisi nilai

etnomatematika.

1. Operasi Bilangan Masyarakat Sentani

a. Sitem Bilangan

Seperti yang kita ketahui, bilangan asli terdiri dari bilangan bulat

positif bukan nol yaitu 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Hal yang wajar

apabila jenis bilangan yang digunakan oleh masyarakat Sentani tidak

menggunakan bilangan nol. Karena dalam kehidupan sehari-hari

masyarakat Sentani sangat jarang atau (bahkan tidak pernah)

membutuhkan bilangan nol untuk menghitung jumlah atas kuantitas

barang yang dimilikinya. Seperti dalam menghitung hasil perkebunan

dan perikanan, mereka tidak menghitungnya dari nol (nol betatas, satu
65

betatas, dan seterusnya) melainkan dengan menghitungnya dari satu.

Ataupun ketika mereka ditanya berapa banyak betatas yang kamu

miliki, mereka akan lebih cenderung menjawab tidak punya betatas

dari pada menjawab saya punya nol betatas atau masyarakat Sentani

menyebutnya dengan U. Begitupun apabila masyarakat Sentani

memiliki lima buah betatas dan pembeli akan membeli kepadanya

sebanyak lima buah betatas, masyarakat Sentani akan menyebutnya

dengan riyaa (satu tumpuk berisi 5 buah betatas). Dari kasus ini

terlihat tidak menggunakan istilah lain untuk menyebut bilangan

negative. Berikut ini adalah uraian bilangan asli masyarakat Sentani:

Tabel 4.5 Tabel bilangan asli masyarakat Sentani


Bilangan Orang Sentani menyebutnya dengan
1 Mbay
2 Bhee
3 Name
4 Kheli
5 Meheambay
6 Mehini-mbay
7 Mehini-Bhee-
8 Mehini-Name
9 Mehini-Kheli
10 Me-Bhee-
11 Me bhee menggauw mbay
12 Me bhee menggauw bhee
13 Me bhee menggauw name
14 Me bhee menggauw kheli

Selain bilangan asli sebagaimana pada table di atas masyarakat

Sentani tidak mengetahui bilangan pecahan seperti 1⁄4 , 3⁄4 , 7⁄8, dan

lain sebagainya. Mereka lebih mengenal istilah setengah dalam

konteks benda dibelah atau dipotong, reefii (setengah untuk dibelah)

dan bhohi (setengah yang dipotong).


66

Tidak hanya bilangan asli yang diketahui masyarakat Sentani

tetapi ada operasi matematika yang digunakan. Misalkan dalam

menyebut angka 6 dalam bahasa Sentani Mehini Mbay sama dengan

5+1, angka 7 dalam bahasa Sentani Mehini Bhee sama dengan 5+2,

angka 8 dalam bahasa Sentani Mehini Name sama dengan 5+3, angka

9 dalam bahasa Sentani Mehini Kheli sama dengan 5+4, angka 11

dalam bahasa Sentani Me Bhee menggauw Mbay sama dengan 10+1,

angka 12 dalam bahasa Sentani Me Bhee menggauw Bhee sama

dengan 10+2, angka 13 dalam bahasa Sentani Me Bhee menggauw

Name sama dengan 10+3, angka 14 dalam bahasa Sentani Me Bhee

menggauw Kheli sama dengan 10+4. Operasi penjumlahan yang

digunakan dalam masyarakat Sentani terlihat pada tabel di bawah ini:.

Tabel 4.6 Perhitungan Bilangan Asli yang digunakan Masyarakat


Sentani
Bilangan Jumlah dari Orang Sentani menyebutnya Operasi
bilangan dengan Matematika
1 1 Mbay -
2 2 Bhee -
3 3 Name -
4 4 Kheli -
5 5 Meheambay -
6 5+1 Mehini-mbay Penjumlahan
7 5+2 Mehini-Bhee- Penjumlahan
8 5+3 Mehini-Name Penjumlahan
9 5+4 Mehini-Kheli Penjumlahan
10 10 Me-Bhee- -
11 10 + 1 Me bhee menggauw mbay Penjumlahan
12 10 + 2 Me bhee menggauw bhee Penjumlahan
13 10 + 3 Me bhee menggauw name Penjumlahan
14 10 + 4 Me bhee menggauw kheli Penjumlahan

b. Sistem Pengukuran

Berdasarkan analisis data terungkap bahwa masyarakat suku

Sentani tidak memiliki ketentuan paten dalam mengukur suatu


67

benda ataupun dalam menerapkannya pada suatu aktivitas.Namun

hanya dengan cara membayangkan, memperkirakan dan

menyesuaikan kapasitas rumah Kombo tersebut. Pengukuran yang

dimaksud di sini ialah yang berkenaan pada kegiatan mengukur

panjang, luas, dan daya tampung.

2. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani

1. Filosofi Rumah Adat Kombo

Filosofi dari rumah adat masyarakat Sentani, yaitu rumah

Kombo. Rumah kombo merupakan rumah adat yang berfungsi sebagai

asrama untuk mengajarkan unsur religi dan pendidikan bagi remaja

laki-laki.Bagi masyarakat Sentani keberadaan rumah kombo sangat

penting, sebab di dalam rumah ini banyak mengajarkan tentang

kepercayaan-kepercayaan terhadap dewa-dewa dan arwah nenek

moyang. Selain mengajarkan tentang kepercayaan religi, di dalam

rumah kombo, para remaja laki-laki juga mempelajari mengenai

berbagai macam keterampilan hidup, seperti berburu, berkebun,

menokok sagu, berperang, kedisiplinan, dan lain-lain.

Pada masa lalu, konon di dalam rumah kombo anak remaja laki-

laki dilatih untuk belajar menanggani kehidupan mereka ke depan. Di

dalam kombo mereka digembleng atau dididik oleh para instruktur

selama 10 tahun. Selama mengikuti pendidikan mereka tidak

diperkenankan keluar rumah. Apabila mereka ingin keluar dari rumah,

mereka tidak boleh terlihat oleh masyarakat sekitar. Menurut para

tetua kampung, setiap aktivitas yang dilakukan hanya diketahui oleh


68

instruktur dan Ondofolo dan tidak boleh diketahui oleh orang lain.

Jika ada yang melihat aktivitas mereka, maka akan dibunuh. Untuk

keluar dari rumah kombo para remaja laki-laki harus melalui beberapa

tahap ujian yang harus dihadapi di depan Ondofolo. Apabila sudah

memenuhi standar pendidikan yang sudah ditentukan, maka si anak

akan dikembalikan ke kehidupan masyarakat dan menerima tanggung

jawab sosial yang diberikan seperti menikah. Sedangkan bagi anak

remaja laki-laki yang belum memenuhi standar pendidikan, mereka

harus masuk kembali ke dalam kombo untuk melakukan pendidikan

hingga mahir.Usia remaja yang mengikuti proses pendidikan adalah

anak-anak laki-laki yang berusia 13-15 tahun.

Konstruksi dasar kombo terlihat pada atapnya yang berbentuk

limas yang bersusun tiga. Atap kombo bertumpu pada satu tiang

peyangga di pusat bangunan. Secara umum konstruksi kombo

menggambarkan mengenai filosofi pemahaman kosmologi yang

memperlihatkan hubungan yang selaras antara alam sebagai ruang

makrokosmos dengan pencipta, bersama alam manusia. Rumah

kombo terdiri dari tiga lantai, masing-masing lantai memiliki fungsi,

lantai pertama atau lantai dasar berfungsi untuk tempat tinggal anak

didik, lantai kedua merupakan ruang inisiasi/pendidikan remaja laki-

laki, dan lantai ketiga adalah tempat penyimpanan benda-benda

pusaka peninggalan nenek moyang atau disebut tempat dewa. Selain

nilai filosofis, terdapat juga nilai etnomatematika pada rumah adat

Kombo.
69

Etnomatematika pada bangunan telah banyak ditemukan. Salah

satu bangunan yang memiliki unsur etnomatematika yaitu rumah adat.

Bagian-bagian rumah adat memiliki karakteristik tertentu sesuai

dengan budaya yang berkembang. Karakteristik tersebut bisa dilihat

dari proses pada saat merancang struktur bangunan, bentuk rumah

maupun filosofi serta nilai etnomatematika rumah adat. Hal tersebut

merupakan ciri khas yang membedakan rumah adat di Indonesia.

2. Nilai Etnomatematika dari konstruksi Kombo

Nilai Etnomatematika dari konstruksi Kombo ini adalah sebagai

berikut.

a. Limas terdapat pada bagian bentuk atap Rumah Kombo

Gambar 4.1 Limas Segi Dua Belas

Tabel 4.7 Rumus Limas


Nama Rumus

Luas Permukaan Limas (L) 𝐿 = 𝐿 𝑎𝑙𝑎𝑠 + 𝐿 𝑠𝑖𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑘

Volume Limas (V) 𝑉 = (1/3) 𝑥 𝐿 𝐿𝑖𝑚𝑎𝑠 𝑥 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖

Banyak Rusuk 2 𝑥 12

Banyak Sisi 12 + 1

Banyak Titik Sudut 12 + 1


70

b. Limas Terpancung terdapat pada bagian atap Rumah Kombo

Gambar 4.2 Limas Terpancung

30° 𝑂𝑃 = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 = 𝑡
𝑙1

𝑟1

Gambar 4.3 Atap paling atas Limas segi dua belas

Tabel 4.8 Rumus Limas Segi dua belas atap bagian atas
Nama Rumus
𝐿 = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝐴1 𝐵1 𝑃
= 12 × (1⁄2 𝐴1 𝑃 × 𝐵1 𝑃 sin 30°)
Luas Alas
= 12(1⁄2 𝑟1 × 𝑟1 × 1⁄2)
= 3𝑟1 2 satuan luas
= 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝐴1 𝐵1 𝑂
Luas selimut = 12(1⁄2 × 𝐴1 𝑂 × 𝐵1 𝑂 × sin 30°)
Limas segi
dua belas = 12(1⁄2 × 𝑙1 × 𝑙1 × 1⁄2)
= 3 𝑙1 2 satuan luas
Volume
Limas segi 𝑣 = 1⁄3 × luas alas × tinggi
dua belas
71

𝑟2

𝑟3

Gambar 4.4 Atap bagian tengah

Tabel 4.9 Rumus Luas Limas Terpancung atap bagian tengah


Nama Rumus
𝐿 = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝐴1 𝐵1 𝑂
= 12 × (1⁄2 𝐴1 𝑂 × 𝐵1 𝑂 sin 30°)
Luas Alas
= 12(1⁄2 𝑟2 × 𝑟2 × 1⁄2)
= 3𝑟2 2 satuan luas

Luas alas = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝐴2 𝐵2 𝑄


limas segi dua = 12(1⁄2 × 𝐴2 𝑄 × 𝐵2 𝑄 × sin 30°)
belas = 12(1⁄2 × 𝑟3 × 𝑟3 × 1⁄2)
terpancung = 3 𝑟3 2 satuan luas
Luas selimut = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑟𝑎𝑝𝑒𝑠𝑖𝑢𝑚 𝐴1 𝐵1 𝐴2 𝐵2
limas segi dua
= 12(1⁄2 (𝐴1 𝐵1 + 𝐴2 𝐵2 ) × t1 )
belas
terpancung = 6 × (𝑎1 + a2 )t1 satuan luas

𝑡1

𝑟4

Gambar 4.5 Limas Terpancung Segi dua belas


72

Tabel 4.10 Rumus Limas Terpancung Segi dua belas


Nama Rumus

Volume limas 𝑣2 = 1⁄3 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖


segi dua belas = 1⁄3 (3𝑟2 2 ) × 𝑡
bagian atas = 𝑟2 2 𝑡 satuan isi

Volume limas 𝑣3 = 1⁄3 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖


segi dua belas
atas dan = 1⁄3 (3𝑟3 2 ) × (𝑡 + 𝑡1 )
tengah = 𝑟3 2 (𝑡 + 𝑡1 ) satuan isi

Volume limas
𝑣4 = v3 − v2
segi dua belas
= (𝑣3 2 (𝑡 + 𝑡1 ) − 𝑟2 2 𝑡)satuan isi
bagian tengah
Luas alas 𝐿 = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎𝐴3 𝐵3 𝑄
limas segi dua = 12(1⁄2 × 𝐴3 𝑄 × 𝐵3 𝑄 sin 30∘ )
belas bagian = (1⁄2 × 𝑟4 𝑟4 × 1⁄2)
tengah = 3𝑟4 2 satuan luas

Q
𝑡2
R

𝑟5
Gambar 4.6 Atap bagian bawah limas segi dua belas

Tabel 4.11 Rumus Limas Segi dua belas atap bagian bawah
Nama Rumus
𝐿 = 12 × 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑔𝑖𝑡𝑖𝑔𝑎 𝐴4 𝐵4 𝑅
= 12 × (1⁄2 𝐴4 𝑅 × 𝐵4 𝑅 sin 30°)
Luas Alas
= 12(1⁄2 𝑟5 × 𝑟5 × 1⁄2)
= 3𝑟5 2 satuan luas
73

Tabel 4.12 Rumus Limas Terpancung Segi dua belas


Nama Rumus

Luas selimut 𝐿 = 𝐴3 𝐵3 𝐶3 𝐷3 𝐸3 𝐹3 𝐺3 𝐻3 𝐼3 𝐽3 𝐾3 𝐿3
limas − 𝐴4 𝐵4 𝐶4 𝐷4 𝐸4 𝐹4 𝐺4 𝐻4 𝐼4 𝐽4 𝐾4 𝐿4
terpancung

Volume limas
segi dua belas 𝑣5 = 1⁄3 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖
bagian bawah, = 1⁄3 (3𝑟4 2 ) × (𝑡 × 𝑡1 )
tengah, dan = 𝑟4 2 (𝑡 × 𝑡1 ) 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖
atas

Volume limas 𝑣6 = 1⁄3 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖


terpancung
keseluruhan = 1⁄3 (3𝑟5 2 )(𝑡 + 𝑡1 + 𝑡2 )𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖

Volume limas 𝑣7 = 𝑣6 − 𝑣5

terpancung = (𝑟5 2 (𝑡 + 𝑡1 + 𝑡2 ) − 𝑟4 2 (𝑡 + 𝑡1 )) 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖

bagian bawah

c. Segitiga terdapat pada bagian pilahan atap lantai tiga Rumah

Kombo

Gambar 4.7 Segitiga

Tabel 4.13 Rumus Segitiga


Nama Rumus
Luas (L) 𝐿 = ½ × 𝑎 × 𝑡
Keliling (Kll) 𝐾𝑙𝑙 = 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 + 𝐴𝐵
74

d. Trapesium sama kaki terdapat pada pilahan atap lantai satu dan

dua Rumah Kombo

Gambar 4.8 Trapesium

Tabel 4.14 Rumus Trapesium


Nama Rumus

Luas (L)

Keliling
𝐾𝑙𝑙 = 𝐴𝐵 + 𝐵𝐶 + 𝐶𝐷 + 𝐷𝐴
(Kll)

e. Poligon terdapat pada bagian bentuk lantai dasar Rumah Kombo

Gambar 4.9 Poligon Segi dua belas


75

f. Balok terdapat pada bentuk tiang penyangga lantai satu, lantai

dua dan tutup Rumah Kombo

Gambar 4.10 Balok

Tabel 4.15 Rumus Balok


Nama Rumus
g.Volume (V) 𝑉= 𝑝 × 𝑙 × 𝑡
Luas Permukaan (L) 𝐿 = 2 × (𝑝. 𝑙 + 𝑝. 𝑡 + 𝑙. 𝑡)

g. Persegi panjang terdapat pada bagian pilahan dinding lantai

dasar Rumah Kombo

Gambar 4.11 Persegi Panjang

Tabel 4.16 Rumus Persegi Panjang


Nama Rumus
Luas (L) 𝐿 = 𝑝 × 𝑙
Keliling (Kll) 𝐾𝑙𝑙 = 2 × (𝑝 + 𝑙)
76

h. Prisma terdapat pada bentuk bangun lantai dasar Rumah Kombo

Gambar 4.12 Prisma Segi dua belas

Tabel 4.17 Rumus Prisma


Nama Rumus
Volume (V) 𝑉 = 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑎𝑙𝑎𝑠 × 𝑡
tinggi (t) jika
𝑡 = 𝑉 ÷ 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐴𝑙𝑎𝑠
diketahui V
𝐿 = 𝑡 × ( 𝑎1 + 𝑎2 + . . . + 𝑎𝑛) + (2
Luas Permukaan (L) × 𝐿𝑎)
𝐿 = 𝑡 × (𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐴𝑙𝑎𝑠) + (2 × 𝐿𝑎)
Luas Prisma Segi-3 𝐿 = 𝑡 × ( 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3) + (2 × 𝐿𝑎)
𝐿 = 𝑡 × ( 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + 𝑎4) + (2
Luas Prisma Segi-4
× 𝐿𝑎)
𝐿 = 𝑡 × ( 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + 𝑎4 + 𝑎5)
Luas Prisma Segi-5
+ (2 × 𝐿𝑎)
𝐿 = 𝑡 × ( 𝑎1 + 𝑎2 + 𝑎3 + 𝑎4 + 𝑎5
Luas Prisma Segi-6
+ 𝑎6) + (2 × 𝐿𝑎)
Luas Alas (La) Disesuaikan dengan bentuk prisma

3. Penerapan Etnomatematika dalam Pembelajaran Matematika

Sekolah

Dari hasil penelitian di atas terdapat unsur-unsur etnomatematika

pada rumah Kombo seperti system bilangan, system pengukuran dan

unsure-unsur geometri yang dapat diterapkan dalam pembelajaran

Matematika di sekolah.
77

Sistem bilangan yang dikenal pada masyarakat Sentani antara lain

bilangan 1 sampai dengan 14. Bilangan-bilangan tersebut masuk dalam

kelompok bilangan asli (Natural Number). Dalam penyebutannya

bilangan-bilangan asli 1,2,3,4,5,10 merupakan bilangan asli tunggal

sedangkan untuk bilangan 6,7,8,9,11,12,13,14 merupakan kombinasi

bilangan dari bilangan tunggal dengan menggunakan operasi

penjumlaham. Misalnya bilangan 6 dalam bahasa Sentani disebut

“Mehini-Mbay terdiri dari kata Mehini yang artinya 5 dan Mbay yang

artinya satu sehingga bilangan 6 sama dengan 1 + 5. Hal serupa berlaku

untuk bilangan 7,8,9,11,12,13 dan 14. Sehingga sistem operasi

matematika yang ditemukan dalam masyarakat sentani adalah sistem

operasi penjumlahan. Sistem operasi penjumlahan dan sistem bilangan

asli yang ditemukan dapat diterapkan pada pembelajaran matematika

sekolah dasar pada pokok materi Bilangan.

Selain sistem operasi matematika dan sistem bilangan yang

ditemukan pada masyarakat Sentani terdapat sistem pengukuran non

baku yang diterapkan seperti menyesuaikan, membayangkan, dan

memperkirakan. Sistem pengkuran non baku tersebut dapat diterapkan

pembelajaran matematika sekolah teruatam dalam membantu siswa

dalam meningkatkan kempuan berpikir analitik

Unsur-unsur etnomatematika dari Rumah Kombo masyarakat

Sentani terdapat pada kontruksi bangunannya. Kontruksi Rumah Kombo

terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu bagian atap atau lantai tiga sebagai tempat

tinggal dewa, lantai kedua tempat pembelajaran atau tempat inisiasi, dan
78

lantai pertama sebagai tempat tinggal isntruktur atau pengajar. Dari

konstruksi bangunan rumah Kombo ditemukan unsure-unsur geometri

diantaranya yaitu unsur limas dan limas terpancung ditemukan pada atap

rumah Kombo, segitiga terdapat pada bagian pilahan atap lantai tiga

rumah Kombo, trapasium sama kaki ditemukan pada pilahan atap lantai

satu dan lantai dua rumah Kombo, bentuk poligon ditemukan pada bentuk

lantai dasar rumah Kombo, balok ditemukan pada tiang penyangga lantai

satu, lantai dua, dan lantai tiga rumah Kombo, persegi panjang ditemukan

pada bagian pilahan dinding dasar rumah Kombo, dan bentuk prisma

ditemukan pada bentuk bangunan ruang lantai dasar.

Dari unsur unsur-unsur geometri yang ditemukan dapat

dikelompokan menurut jenis dan bentuk geometri. Unsur limas, limas

terpancung, prisma dan balok merupakan jenis bentuk bangun ruang.

Unsur segitiga, trapesium, bentuk poligon, persegi panjang merupakan

kelompok bangun datar. Unsur-unsur geometri tersebut dapat diterapkan

dalam pembelajaran matematika sekolah terutama pada pembelajaran

pada topik bangun datar dan bangun ruang.

Penerapan etnomatematika dalam pembelajaran matematika

sekolah diharapkan dapat membantu siswa dalam menumbuhkan sikap

positif terhadap nilai-nilai budaya dan kearifan lokal melalui

pembelajaran berbasis kontekstual. Melalui pembelajaran

entnomatematika diharapkan mendorong peserta didik mampu

mendefinisikan hubungan antara pengetahun yang telah dimiliki dan


79

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat

(Alfonsa, 2016).
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam penyebutan bilangan masyarakat Sentani sudah mengenal sistem

bilangan asli 1 sampai 14 dan berlaku juga sistem operasi yaitu

penjumlahan, dengan penyebutan satu sama dengan Mbay, dua sama

dengan Bhee, tiga sama dengan Name, empat sama dengan Kheli, lima

sama dengan Meheambay, enam sama dengan Mehini-mbay, tujuh sama

dengan Mehini-Bhee, delapan sama dengan Mehini-Name, Sembilan sama

dengan Mehini-Kheli, sepuluh sama dengan Me-Bhee-, sebelas sama

dengan Me bhee menggauw mbay, dua belas sama dengan Me bhee

menggauw bhee, tiga belas sama dengan Me bhee menggauw name, empat

belas sama dengan Me bhee menggauw kheli.

2. Pola-pola geometris yang tampak pada rumah Kombo adalah sebagai

berikut,

a. Limas Segi dua nelas terdapat pada bagian bentuk atap Rumah

Kombo.

b. Limas terpancung terdapat pada atap antara lantai satu, lantai dua, dan

lantai tiga.

c. Segitiga terdapat pada bagian pilahan atap lantai tiga Rumah Kombo

d. Trapesium sama kaki terdapat pada pilahan atap lantai satu dan dua

Rumah Kombo

e. Poligon terdapat pada bagian bentuk lantai dasar Rumah Kombo

80
81

f. Balok terdapat pada bentuk tiang penyangga lantai satu, lantai dua dan

tutup Rumah Kombo

g. Persegi panjang terdapat pada bagian pilahan dinding lantai dasar

Rumah Kombo

h. Prisma terdapat pada bentuk bangun lantai dasar Rumah Kombo

B. Saran

1. Untuk penelitian lanjutan dalam operasi bilangan masyarakat Sentani

diharapkan dapat mengungkap hal yang lebih mendalam dan selalu

mengikuti perubahan yang terjadi.

2. Unsur-unsur etnomatematika yang diperoleh dari rumah Kombo dalam

penelitian ini belum mendalam, dikarenakan rumah Kombo dikhususkan

untuk laki-laki sehingga peneliti tidak diperbolehkan untuk melihat

bagian-bagian dari rumah Kombo. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut.

3. Karena ditemukan adanya unsur-unsur matematika dalam eksplorasi pada

rumah Kombo, hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi untuk

pengembangan perangkat pembelajaran di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Abi, Alfonsa M. 2016. Integrasi Etnomatematika Dalam Kurikulum Matematika


Sekolah. JPMI. Vol. 1. No. 1. Hal 1-6.
Alimuddin. 2014. TOP 1 Kuasai Matematika SBMPTN. ISBN: 978-602-251-834-1.
Jakarta: Grasindo.
Andurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, S. 2007. Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktek Edisi.Jakarta:
Prenada Media Group.
As’ari R. Abdur, dkk. 2017. Matematika SMP/MTs Kelas VIII Semester 2. Edisi
revisi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Buku Siswa.
Surakarta: CV. Putra Nugraha.
A van De Walle, John. 2007. Sekolah Dasar dan Menengah Matematika
Pengembangan dan Pengajaran (Terj.Suyono). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Bishop, A.J. (1994). Cultural conflicts in mathematics education :
Developing a research agenda.For the learning of mathematics, 15-18.
Diunduh dari http://www.jstor.org/stable/40248109,16/5/2015 20.00 PM.
Bungin & Burhan. 2008. Analisa Data Penelitian Kualitatif.Jakarta: Prenada
Media Group Flassy, Don. A.L. 2007.Refl eksi Seni Rupa di Tanah Papua.
Jakarta: Balai Pustaka.
Cowan, H.K.J. 1969. Grammar of the Sentani Language.
https//www.papuaweb.org/.
D’Ambrosio, Ubiratan. 2001. Ethnomathematics: Link Between Traditions and
Modernity. Roterdam/Taipei: Sense Publishers.
Ekawati, Aminah dan Shinta Wulandari. 2011. “Perbedaan Jenis Kelamin
Terhadap Kemampuan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika (Studi
Kasus Sekolah Dasar)”. Jurnal Ilmiah Universitas Borneo Tarakan
.Februari 2011, Volume 3 Nomor 1.
Fatubun, R., et al. 2000. Struktur Sastra Lisan Sentani: Prosa. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

82
83

Flassy, Don A.L.2007a. Etno Artistik Sentani: Kompetitif, Dualisme, Harmoni,


Kontradiktif.Cet.1.Jakarta:Balai Pustaka
Kemdikbud. (2013). Permendikbud No.64 Tahun 2013 tentang standar Proses
Pendidikan Dasar dan Menengah.Jakarta: Kemdikbud
Koentjaraningrat. (1980). Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta
Kopeuw P. (2011). Sistem Pembayaran Mas Kawan Adat Sentani, Jayapura :
Makala
Lazarus Reavassy. 1989. Perspektif Kepemimpinan di Pedesaan Irian
Jaya:antara mitos dan realitas.Jakarta:AIPI.
Hemkens, A.1996. “De Sociale Betekenis van Materielle Cultuur: Traditie en
Verandering Boombastdoeken amkostig van de Humboldtbaai en het
Sentanimeer, Noordwest Niew-Guines”.Rotterdam: Kathilieke Universitet
Nijmegen.
Mansoben J.R. (2008). Kebudayaan dan Pembangunan Dalam Kerangka Otsus,
Jayapura : Antropologi Uncen. Jurnal
Muhammad Irfan. 2009. Arsitektur Tradisional Masyarakat Sentani. Jakarta:
Kementerian Parawisata dan Industri Kreatif
Modouw, Wigati Yektiningtyas.2008. Helaehili dan Ehabla. Fungsinya dan
Peran Perempuan dalam Masyarakat Sentani Papua. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa.
Ngiza, L. N (2015). Identifikasi Aktivitas Etnomatematika Petani Pada
Masyarakat Jawa di Desa Sukoreno. Artikel Ilmiah Mahasiswa. 1(1):1-6.
R.Soedjadi, (2000).Kiat Pendidikan Matematika Indonesia.Jakarta: Dep.
Pendidikan Matematika.
Rosa, M.,& Orey,D.C.(2010). Ethnomodeling:A Pedagogical Action for
Uncovering Ethnomathematical Practices. Journal of Mathematical
Modelling and Application, 1(3), 56-57, 2010.
Shamsudin Baharin, 2007. Kamus Matematika Bergambar untuk Sekolah Dasar.
Jakarta: PT. Grasindo.
Silzer, P.J dan Helin Heikkinen. (1991). Index of Irian Jaya Language. Jayapura:
Uncen-SIL.
84

Sumardyono.2004 Karakteristik Matematika dan Implementasi Terhadap


Pembelajaran Matematika.Yogyakarta: Depdiknas.
Suparmin Sukino,dkk. 2017. Pena Emas Olimpiade Sains Matematika untuk SMP.
Seri Konomatika 3. Bandung: Yrama Widya.
Tim Masmedia B. P. 2015. Matematika untuk SMP/MTs Kelas IX 3. Perpustakaan
Nasional: Katalog dalam terbitan. Sidoarjo: PT. Masmedia Buana Pustaka.
Wahyuni, A., A. A. W. Tias, B. Sani. 2013. Peran Etnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa.Prosiding Seminar nasional Matematika
dan Pendidikan Matematika. 9 November 2013. Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta: 113-118
85

LAMPIRAN PEDOMAN WAWANCARA

A. Tujuan Wawancara

Untuk memperoleh informasi yang lebih dalam tentang operasi bilangan dan

etnomatematika pada rumah adat masyarakat Sentani.

B. Metode Wawancara

Wawancara yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur agar lebih

bebas dan terbuka dalam bertanya dan menyampaikan informasi.

C. Pelaksanaan Wawancara

Wawancara dilakukan oleh peneliti memulai dari nelayan sekitar danau

Sentani yang mengarahkan untuk bertemu dengan penutur atau informan

tersebut yang secara struktur adat mempunyai hak sebagai penutur. Selain itu

dalam proses wawancara akan didokumentasikan baik dalam bentuk catatan

lapangan, foto dan rekaman wawancara.

D. Pertanyaan Wawancara

1. Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

2. Bapa bisa sebutkan?

3. Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan, dan tahun

apakah bapa tahu?

4. Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan yang

lain seperti 1⁄2, 3⁄4, dan seterusnya?

5. Bapa, bagaimana cara mengukur panjang kayu untuk membangun rumah

Kombo?

6. Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah kombo?


86

LAMPIRAN TRANSKIP DATA HASIL WAWANCARA

1. Operasi bilangan pada masyarakat Sentani

Petikan dari hasil wawancara dengan informan I.1:

P:Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

I.1:Kalau kita di Sentani yang saya tahu angka 1-14.

P: Bapa bisa sebutkan?

I.1:Untuk angka 1 sampai dengan 5 kita sebut dengan satu sama dengan

Mbay, dua sama dengan Bhee, tiga sama dengan Name, empat sama

dengan Kheli, lima sama dengan Meheambay, enam sama dengan

Mehini-mbay, tujuh sama dengan Mehini-Bhee, delapan sama dengan

Mehini-Name, Sembilan sama dengan Mehini-Kheli, sepuluh sama

dengan Me-Bhee-, sebelas sama dengan Me bhee menggauw mbay,dua

belas sama dengan Me bhee menggauw bhee, tiga belas sama dengan

Me bhee menggauw name, empat belas sama dengan Me bhee

menggauw kheli.

P: Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan dan tahun

apakah bapa tahu?

I.1: Untuk bulan kalimat pertama dengan ditambah huruf oo, bulan satu

untuk januari oombay, bulan dua oobhee, bulan tiga ooname, bulan

empat ookheli, bulan lima oomeheambay, bulan enam oomehini mbay,

bulan tujuh oomehini bhee, bulan delapan oomehini name, bulan

Sembilan oomehini kheli, bulan sepuluh oome bhee, bulan sebelas

oomebhee mbay, bulan dua belas oomebhee mewe. Sama dengan

minggu pertama sampa dengan minggu keempat di kalimat pertama


87

ditambah mong. Untuk minggu pertama mong mbay, minggu kedua

mong bhee, minggu ketiga mong name, minggu keempat mong kheli.

P: Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan

yang lain seperti pecahan atau 1⁄2, 3⁄4 dan seterusnya?

I.1: Untuk bilangan setengah benda yang dibelah atau dipotong, dengan

sebutan reefii (setengan untuk dibelah) dan bhohi (setengah yang

dipotong).

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P:Bapa bisa jelaskan ke saya angka 1-10 dalam bahasa Sentani?

I.2:Kalau kita di Sentani yang saya tahu angka 1-14.

P: Bapa bisa sebutkan?

I.2:Untuk angka 1 sampai dengan 5 kita sebut dengan satu sama dengan

Mbai, dua sama dengan Bee, tiga sama dengan Name, empat sama

dengan Keli, lima sama dengan Meahambai, enam sama dengan

Mehinembai, tujuh sama dengan Mehiningbhee, delapan sama dengan

Mehiningname, Sembilan sama dengan Mehiningkeli, sepuluh sama

dengan Mebee, sebelas sama dengan Mebee menggauw mbai, dua belas

sama dengan Mebee menggauw bee, tiga belas sama dengan Mebee

menggauw name, empat belas sama dengan Mebee menggauw keli.

P: Apakah hanya bilangan saja? Untuk sebutan minggu, bulan dan tahun

apakah bapa tahu?

I.2: Untuk bulan kalimat pertama dengan ditambah huruf oo, bulan satu

untuk januari oombai, bulan dua oobee, bulan tiga ooname, bulan
88

empat ookeli, bulan lima oo meahambai, bulan enam oomehinembai,

bulan tujuh oomehininhbee, bulan delapan oomehiningname, bulan

sembilan oomehiningkeli, bulan sepuluh oomebhee, bulan sebelas

oomebhee mbai, bulan dua belas oomebhee mewe. Sama dengan

minggu pertama sampa dengan minggu keempat dikalimat pertama

ditambah mong. Untuk minggu pertama mong mbai, minggu kedua

mong bee, minggu ketiga mong name, minggu keempat mong keli.

P: Selain bilangan yang bapa sudah sebutkan tadi apakah ada bilangan

yang lain seperti pecahan atau 1⁄2, 3⁄4 dan seterusnya?

I.2: Untuk bilangan setengah benda yang dibelah atau dipotong, dengan

sebutan reefii (setengan untuk dibelah) dan pohi (setengah yang

dipotong).

2. Sistem Pengukuran suatu Objek

Petikan dari hasil wawancara dengan informan I.1:

P: Bapa, bagaimana cara mengukur panjang sebuah kayu untuk membangun

rumah Kombo?

I: dari yang kita bangun sekarang ini ukurannya 12 m (garis tengah),

ketinggian lantainya 2,5 m dari lantai 1, 2, dan 3. 1 tiang inti minimal 10

m disesuaikan dengan kebutuhan.

P: Selain cara itu, apakah ada cara lain ?

I: tidak ada cara lain selain memperhatikan ukuran rumah Kombo besar atau

kecil lalu membayangkan dan memperkirakan ukuran panjang kayu untuk

membangun sebuah rumah Kombo.


89

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P: Bapa, bagaimana cara mengukur panjang sebuah kayu untuk membangun

rumah Kombo?

I.2: Dari nenek moyang kami sampai saat ini tidak memiliki alat ukur untuk

mengukur panjang kayu seperti meter atau alat ukur lainnya jadi kami

mengukur kayu hanya menyesuaikan dan memperkirakan ukuran kayu

sesuai dengan bentuk Kombo, yaitu berbentuk limas. Dengan ukuran

kecil atau besar. 2,5 m dari lantai 1, 2, dan 3. 1 tiang inti minimal 10 m

disesuaikan dengan kebutuhan.

P: Selain cara itu, apakah ada cara lain ?

I: tidak ada.

3. Eksplorasi Etnomatematika Rumah Adat Masyarakat Sentani

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.1:

P: Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah Kombo ?

I.1: Rumah ini dibangun dengan aliran kepercayaan yang mereka anut waktu

itu dan dianggap, dibagi dalam tiga lantai. Di bawah lantai pertama,

lantai kedua ditengah, di lantai ketiga dilimasnya dianggap tempat

tinggal dewa. Yang kedua semacam fungsinya sebagai rumah lembaga

pendidikan tradisional, mengharuskan bagaimana caranya mengayam,

mengukir, berperang, berkebun, membangun rumah, dan diajarkan untuk

bisa hidup dalam masyarakat setelah keluar dari rumah itu. Paling kurang

mereka menempuh pendidikan di rumah itu selama 10 tahun. Dan selain

itu juga, di rumah itu ada pengajar-pengajarnya atau instruktur yang


90

tinggal di lantai dua, anak didik berada di lantai dasar. Jadi, kita dapat

memebedakan namanya rumah inisiasi yang disebut rumah Kombo.

Petikan data hasil wawancara dengan informan I.2:

P: Bapa, apa filosofi dari bentuk rumah Kombo ?

I.2: Rumah kombo merupakan rumah adat yang berfungsi sebagai asrama

untuk mengajarkan unsur religi dan pendidikan bagi remaja laki-laki.

Bagi masyarakat Sentani keberadaan rumah kombo sangat penting, sebab

di dalam rumah ini banyak mengajarkan tentang kepercayaan-

kepercayaan terhadap dewa-dewa dan arwah nenek moyang.Selain

mengajarkan tentang kepercayaan religi, di dalam rumah kombo, para

remaja laki-laki juga mempelajari mengenai berbagai macam

keterampilan hidup, seperti berburu, berkebun, menokok sagu,

berperang, kedisiplinan, dan lain-lain. Di dalam kombo mereka

digembleng atau dididik oleh para instruktur selama 10-13 tahun.

Anda mungkin juga menyukai