Anda di halaman 1dari 29

Tugas individu

FARMASI RUMAH SAKIT


“PENGOLAHAN PERBEKALAN FARMASI di RUMAH SAKIT”

OLEH:
NAMA : ALYA ASMI AZIS
NIM : O1A116160
KELAS : SP FARMASI RUMAH SAKIT

HALAMAN JU

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya
sehingga makalah ini berjudul system reproduksi pada pria dan wanita sebagai
salah satu tugas mata kuliah anatomi fisiologi manusia dapat terselesaikan.

Saya berharap, makalah ini dapat menambah pengetahuan dan kompetensi bagi
teman-teman yang lain.

Kami sadar bahwa isi Makalah natomi Fisiologi Sistem Reproduksi ini masih
jauh dari sempurna, oleh sebab itu saran maupun kritik dari pembaca kami terima
dengan senang hati.
Kendari, 10 Agustus 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah  
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut  
diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 
1333/Menkes/SK/XII/1999  tentang   Standar Pelayanan  Rumah  Sakit, 
yang  menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit  adalah  bagian 
yang  tidak  terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang 
berorientasi kepada  pelayanan  pasien,  penyediaan  obat  yang  bermutu,
Salah  satu  upaya  kesehatan  yang  dilakukan  pemerintah  adalah 
dengan meningkatkan  mutu  pelayanan  kesehatan  rumah  sakit  yang 
antara  lain  dapat dicapai  dengan  penggunaan obat-obatan yang rasional 
dan berorientasi  kepada pelayanan  pasien,  penyediaan  obat  yang 
bermutu  dan  terjangkau  bagi  semua lapisan masyarakat (Siregar, 2004).
Biaya yang diserap untuk penggunaan obat merupakan komponen
terbesar dari pengeluaran rumahsakit. Dibanyak Negara berkembang
belanja obat di rumah sakit dadat menyerap sekitar 40-50% dari biaya
keseluruhan rumah sakit. Belanja perbekalan farmasi yang demikian besar
tentunay harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini perlu dilakukan
mengingat dana kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan
kebutuhan.
Kondisi diatas tentunya harus disikapi dengan baik-baik. Saat ini pada
tataran global telah dirintis prongram Good Governance In Pharmaceutical
Sector  atau lebih di kenal dengan tata kelola obat yang baik si Sektor
Farmasi. Indonesia termasuk salah satu Negara yang berpartisipasi dalam
program ini bersama 19 negara lainnya. Pemikiran tentang perlunya
tatkelola obat yang baik disektor farmasi berkembang mengingat
banyaknya praktek illegal di lingkungan kefarmasian mulai dari  clinical
trial, riser dan pengadaan , registrasi, pendaftaran, paten, produksi,
penetapan harga, pengadaan, seleksi, distribusi dan trasportasi. Bentuk
intransparansi dibidang farmasi antara lain : pemalsuan data keamanan dan
enyufikasi, penyuapan, kolosi, donasi, promo yang tidak etis maupun
tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan obat.
Instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah bagian dari rumah sakit
yang bertugas menyelenggarakan, mengkooadinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanaan
pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit, sedangkan Komite Farmasi
dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab tentang penyusunan
formularium rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku, maka
diperlukam tenaga professional dibidang tersebut. Untuk menyiapkan
tenaga professional tersebut diperlukan berbagai masukan diantaranya
adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan dalam pengelolaan
perbekalan farmasi di rumah IFRS.
Mengingat  pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka 
calon apoteker  perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker  di 
rumah  sakit, khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal
bagi lulusan Program  Pendidikan  Profesi  Apoteker  apabila  bekerja  di 
rumah  sakit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Rumah Sakit


Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak
untuk hidup layak, baik menyangkut kesehatan pribadi maupun  
keluarganya termasuk di dalamnya mendapat makanan, pakaian, dan  
pelayanan  kesehatan  serta  pelayanan sosial lain yang diperlukan.
Upaya kesehatan bertujuan untuk memelihara dan  meningkatkan 
kesehatan dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut
sarana  kesehatan. Sarana  kesehatan berfungsi untuk  melakukan  upaya 
kesehatan  dasar atau upaya kesehatan rujukan dan/atau upaya kesehatan
penunjang. Selain itu, sarana kesehatan dapat juga dipergunakan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan serta penelitian, pengembangan  
ilmu  pengetahuan  dan teknologi di bidang kesehatan. Salah satu sarana
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan adalah rumah sakit.
   Pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan,
pengadaan/produksi, penerimaan, pendistribusian, pengawasan,
pemeliharaan, penghapusan, pemantauan, administrasi, pelaporan, dan
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu agar tersedianya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang bermutu dalam jumlah dan pada saat yang tepat
sesuai spesifikasi dan fungsi yang ditetapkan oleh panitia farmasi dan
terapi secara berdaya guna dan berhasil guna.
     Pengelolaan obat oleh Instalasi Farmasi Rumah  Sakit  (IFRS) 
mempunyai  peran penting dalam  pelaksanaan  pelayanan  kesehatan  di 
rumah  sakit,  oleh  karena  itu pengelolaan  obat  yang  kurang  efisien 
pada  tahap  penyimpanan  akan berpengaruh terhadap peran rumah sakit
secara keseluruhan (Sheina,2010).
2.2   Perencanaan dan seleksi
2.2.1 Anggaran obat
Menurut Gomes, anggaran merupakan dokumen yang berusaha untuk
mendamaikan prioritas-prioritas program dengan sumber-sumber
pendapatan yang diproyeksikan. Anggaran menggabungkan suatu
pengumuman dari aktivitas organisasi atau tujuan untuk suatu jangka waktu
yang ditentukan dengan informasi mengenai dana yang dibutuhkan untuk
aktivitas tersebut atau untuk mencapai tujuan tersebut.
Menurut Mulyadi, anggaran merupakan suatu rencana kerja yang
dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar
dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun.
Menurut Supriyono, penganggaran merupakan perencanaan keuangan
perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan)
keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang.
Jadi, anggaran obat adalah suatu perencanaan yang disusun berdasarkan
kebutuhan obat yang akan diadakan dalam suatu instalasi
farmasi (Anonim,2012).
2.2.2 Sistem perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemeliharaan jenis,
jumlah dan harga sediaan farmasi dan alat kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan dan anggaran dalam rangka pengadaan untuk menghindari
kekosongan obat dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar-dasar pelaksanaan yang telah ditentukan. Perencanaan berpedoman
pada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional), formularium RS, standart
terapi RS, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas,
siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu dan
rencana pengembangan (Quick,1997).
Tujuan perencanaan perbekalan farmasi adalah untuk menetapkan jenis
dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
2.2.3 Metode perencanaan
Ada tiga jenis metode perencanaan yaitu konsumsi, epidemiologi, dan
kombinasi keduanya yang disesuaikan dengan anggaran setempat.
Perencanaan dengan metode konsumsi dilakukan berdasarkan data
penggunaan obat diwaktu yang lalu, sedangkan metode epidemiologi
dilakukan berdasarkan data tingkat kejadian penyakit dan standart
pengobatan untuk penyakit tersebut. Data penggunaan obat waktu yang lalu
untuk metode konsumsi harus akurat. Metode konsumsi ini dapat
menyebabkan penggunaan obat yang kurang rasional akan terus terjadi
berbeda dengan halnya metode epidemiologi yaitu mengambil asumsi
bahwa pengobatan disesuaikan dengan penyakit yang ada atau terjadi pada
saat tertentu.
Perencanaan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
mempertimbangkan dana yang tersedia. Untuk mencapai efisiensi dalam
penyusunan daftar kebutuhan obat digunakan gabungan dua cara analisis,
yaitu analisis VEN dan ABC (Paretto). Analisis VEN mengelompokan obat
berdasarkan tingkat kegawatdaruratan untuk pengobatan pasien. Pembagian
VEN adalah sebagai berikut :
a. Kategori V adalah obat vital dengan jumlah sedikit tetapi harus
selalu disediakan untuk menyelamatkan jiwa pasien
b. (life-saving drug), misalnya insulin, heparin, adrenalin, atropin
sulfat, albumin dan obat-obat pelayanan kesehatan standar, misalnya
serum antibisa ular.
c. Kategori E adalah obat esensial yang umum digunakan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, misalnya obat jantung, obat
hipertensi, obat diabetes.
d. Kategori N adalah obat non-esensial yang boleh disediakan atau
boleh tidak disediakan karena tidak membahayakan nyawa bila tidak
tersedia, misalnya  food suplement   dan vitamin.
Analisis ABC/Paretto  mengelompokkan obat berdasarkan volume and
value of consumption  obat, yaitu sebagai berikut:
a. Kelompok A adalah obat yang berharga mahal dan sering ditulis
dengan resep dokter, menyerap dana sebesar ± 80% dari total dana
dengan jumlah item ± 20% dari total item obat yang ada.
b. Kelompok B adalah obat yang dibutuhkan dalam banyak kasus dan
sering keluar, menyerap dana sebesar ± 15% dari total dana dengan
jumlah item ± 60% total item obat yang ada.
c. Kelompok C adalah kelompok obat yang hanya sebagai suplemen
saja. Menyerap dana sebesar ± 5% dari total dana dengan
jumlah item ± 20% total item obat yang ada (Quick,1997).
2.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merelisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui:
1) Pembelian
2) Produksi atau pembuatan sediaan farmasi
3)  Sumbangan/drooping atau hibah
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif( tender) merupakan
suatu metode penting untuk mencapau keseimbangan yang tepat antara
mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih pemasok, apoteker harus
mendasarkan pada Kriteria berikut : mutu produk, reputasi produsen, harga,
berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan pemasok,
dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
pengemasan.
Tujuan pengadaaan :
Mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan
mutu yang baik, pengiriman barang terjamin   dan tepat waktu, proses
berjalan lancer, dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.
1. Pembelian
Pembelian adalah rengakain proses pengadaan unutuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan peraturan presiden RI no 94
tahun 2007 tentang pengendalian dan pengawasan atas pengadaan dan
penyaluran bahan obat, obat spesifik dan alat kesehatan yang berfungsi
sebagai obat dan peraturan presiden RI no 95 tahun 2007 tentang
perubahan ketujuh atas keputusan presiden no 80 tahun 2003 tentang
pedoman pelaksanaan pengadaan barang atau jasa pemerintah.
Ada 4 metode pada proses pembelian :
a. Tender terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar,
dan sesuai dengan criteria yang telah ditentukan.
b. Tender terbatas, sering disebutkan lelang tertutup. Hanya
dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan
memiliki riwayat yang baik
c. Pembelian dengan tawar-menawar, dilakukan bila item tidak
penting, tidak banyak, dan biasanya dilakukan pendekatan
langsung untuk item tertentu
d. Pembelian langsung, pembeli jumlah kecil, perlu segera
tersedia.  Harga tertentu, relative agak lebih mahal.
2. Produksi
Produksi perbekalan farmasi di rumah sakit merupakan kegiatan
membuat, merubah bentuk, dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril
atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah
sakit.
          Kriteria perbekalan farmasi yang di prosuksi :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan mutu sesuai standar dengan harga lebih
murah
c. Sediaan farmasi yang memerlukan pengemasan kembali
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sedian farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstotusi sediaan perbekalan farmasi sitostasika
h. Sediaan farmasi yang harus selalu di buat baru

3. Sumbangan /hibah/droping
Pada prinsipn pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/ sumbangan,
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi regular.
Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan
kesehatan disaat situasi normal. (Depkes RI,2008)
2.4  Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
tender, konsinyasi atau sumbangan.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dulakukan oleh petugas yang
bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan harus
terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti
sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada
tenaga farmasi.
Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
diterima sesuai kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu
kedatangan
Perbekalan farmasi yang di terima harus sesuai dengan spesifikasi
kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam
penerimaan :
1) Harus mempunyai Material, Safety, Data, Sheet(MSDS), untuk
bahan berbahaya.
2) 2.      Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai serticate of
origin.
3) Sertifikat analisa produk (Depkes RI,2008)
2.5 Penyimpanan
Gudang merupakan tempat penyimpanan sementara sediaan farmasi
dan alat kesehatan sebelum didistribusikan. Fungsi gudang adalah
mempertahankan kondisi sediaan farmasi dan alat kesehatan yang disimpan
agar tetap stabil sampai ke tangan pasien (Siregar,2004).
Tujuan penyimpanan adalah :
a) Memelihara mutu sediaan farmasi
b) b.      Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c) Menjaga ketersediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan (Depkes RI,2008)
Penumpukan stok barang yang kadaluwarsa dan rusak dapat dihindari
dengan pengaturan sistem penyimpanan seperti fisrt expired fisrt
out  (FEFO) dan fisrt in fisrt out  (FIFO). Sistem FEFO adalah dimana obat
yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih pendek keluar terlebih dahulu,
sedangkan dalam sistem FIFO obat yang pertama kali masuk adalah obat
yang pertama kali keluar.
Obat-obatan sebaiknya disimpan sesuai dengan syarat kondisi
penyimpanan masing-masing obat. Kondisi penyimpanan yang dimaksud
antara lain adalah temperatur/suhu sekitar 20-25 0 C, kelembaban dan atau
paparan cahaya. Tempat penyimpanan yang digunakan dapat berupa ruang
atau gedung yang terpisah, lemari, lemari terkunci, lemari es,  freezer,  atau
ruangan sejuk. Tempat penyimpanan tergantung pada sifat atau
karakteristik masing-masing obat (Siregar,2004).
Pengaturan obat digudang dapat dikelompokkan dengan 7 cara yaitu
berdasarkan :
1) Kelompok farmakologi/terapeutik
2) Indikasi klinik
3) Kelompok alphabetis
4) Tingkat penggunaan
5) Bentuk sediaan
6) Random bin
7) Kode barang.
Selain disimpan dalam tempertur yang sesuai, barang-barang sebaiknya
disimpan dalam keadaan yang mudah terambil dan tetap terlindung dari
kerusakan (Siregar,2004).
Permenkes 28/MENKES/PER/I/1978 tentang penyimpanan narkotika
disebutkan bahwa RS harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan
narkotika, dimana tempat tersebut harus seluruhnya terbuat dari kayu atau
bahan lain yang kuat, selain itu tempat penyimpanan narkotika tersebut
harus mempunyai kunci yang kuat dan tempat penyimpanan terbagi
menjadi 2 bagian masing-masing dengan kunci yang berlainan.

2.6. Distribusi
2.6.1 Distribusi rawat inap
Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan merupakan salah satu
tugas utama pelayanan farmasi dirumah sakit. Distribusi memegang
peranan penting dalam penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diperlukan ke unit-unit disetiap bagian farmasi rumah sakit termasuk
kepada pasien. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
berkembangnya suatu proses yang menjamin pemberian sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang benar dan tepat kepada pasien, sesuai dengan yang
tertulis pada resep atau kartu obat atau Kartu Instruksi Obat (KIO) serta
dilengkapi dengan informasi yang cukup (Quick,1997).
Tujuan pendistribusian : tersedianya perbekalan farmasi diunit-unit
pelayanan secara tepat waktu tepat jenis dan jumlah (Depkes RI,2008)
Farmasi rawat inap menjalankan kegiatan pendistribusian perbekalan
farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap  di RS, yang
diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem
persediaan lengkap diruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis
dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.
Ada tiga macam sistem pendistribusian rawat inap, yaitu:
a) Sistem persediaan lengkap (Floor stock system), meliputi semua
persediaan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan diruangan.
Pelayanan dalam sistem persediaan ruangan salah satu adalah
penyediaan emergency kit  (kotak obat darurat) yang digunakan
untuk keperluan gawat darurat (Siregar,2004).
b) Resep perorangan (individual prescribing)  merupakan cara
distribusi obat dan alat kesehatan berdasarkan permintaan dalam
resep atau kartu obat pasien rawat inap. Sistem ini memiliki
keuntungan berupa adanya pengkajian resep pasien oleh apoteker
adanya kesempatan interaksi profesional penggunaan obat lebih
terkendali dan mempermudah penagihan biaya obat pada pasien.
Keterbatasannya adalah adanya kemungkinan keterlambatan obat
untuk dapat sampai kepada pasien (siregar dan amalia, 2004).
c) sistem unit dose dispensing (UDD) didefinisikan sebagai obat yang
disiapkan dan diberikan kepada pasien dalam unit dosis tunggal
yang berisi obat untuk sekali minum. Konsep UDD bukan
merupakan inovasi baru dalam farmasi dan pengobatan. Unit dose
dispensing merupakan tanggung jawab farmasi yang tidak dapat
berjalan disituasi institusi rumah sakit tanpa kerja sama dengan
perawat dan staf kesehatan yang lain. Keuntungan UDD antara lain
penderita hanya membayar obat yang digunakanya saja,mengurangi
kesalahan pengobatan,memperbesar komunikasi antara apoteker-
dokter perawat,serta apoteker dapat melakukan pengkajian
penggunaan obat. Keterbatasannya adalah jumlah tenaga farmasi
yang dibutuhkan lebih tinggi (Siregar dan Amalia,2004).
Kelebihan sistem UDD dibandingkan dengan sistem yang lain
diantaranya adalah:
a) Pasien mendapat pelayanan farmasi yang lebih baik selama 24 jam
a. sehari dan hanya membayar untuk obat-obatan yang
digunakan saja,
b) Semua obat yang dibutuhkan dibagian perawatan disiapkan oleh
farmasi sehingga perawat mempunyai lebih banyak waktu merawat
pasien,
c) Memberikan kesempatan farmasis menginterpretasikan dan
memeriksa kopi pesanan resep, bagi perawat mengurangi
kemungkinana kesalahan obat,
d) Meniadakan duplikasi pesanan obat dan kertas kerja yang berlebihan
dibagian perawat dan farmasi,
e) Menghemat ruang-ruang di pos perawatan,
f) Meniadakan kemungkinan terjadi pencurian dan pemborosan obat,
g) Mengurangi kemungkinan kesalahan obat dan juga membantu
menarik kembali kemasan pada saat obat itu ditarik dari peredaran
karena kemasan dosis unit masing-masing diberi label,
h) Farmasis dapat mengunjungi pos perwatan untuk menjalankan
tugasnya yang diperluas (Siregar,2004).
2.6.2 Disribusi rawat jalan
Pedoman pelayanan farmasi untuk pasien rawat
jalan (ambulatory) di RS mencakup: persyaratan manajemen, persyaratan
fasilitas dan peralatan, persyaratan pengelohan order atau resep obat, dan
pedoman operasional lainnya (siregar dan amalia, 2003).
Pelayanan farmasi untuk penderita ambulatory  harus dipimpin oleh
seorang apoteker yang memenuhi syarat secara hukum dan kompeten
secara professional (Anonim,2012).
Sistem distribusi obat yang digunakan untuk pasien rawat jalan adalah
sistem resep perorangan yaitu cara distribusi obat pada pasien
secara individual berdasarkan resep dokter. Pasien harus diberikan
informasi mengenai obat karena pasien sendiri yang akan bertanggung
jawab atas pemakaian obat tanpa adanya pengawasan dari tenaga
kesehatan. Apoteker juga harus bertindak sebagai konsultan obat bagi
pasien yang melakukan swamedikasi (Siregar dan Amalia, 2003).
2.7 Pengendalian
Pengendalian persedian adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program
yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/
kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
Tujuan pengendalian : agar tidak terjadi kelbihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan (Depkes RI,2008)
Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
Jumlah stok ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum adalah stok obat yang diserahkan kepada
unit pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/ kekosongan.
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) adalah waktu yang diperlukan
dari mulai pemesanan sampai obat diterima (Depkes RI,2008)
Pengendalian obat di RS terdiri atas:
a. Sistem satu pintu,
b. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan,
c. Pengembalian wadah bekas,
d. Penggunaan kartu kendali,
e. Menghitung dosis obat,
f. Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan
membandingkan dengan unit cost  yang diterima (Anonim,2012)

2.8 Penghapusan/ Pemusnahan


Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak, mutu tidak
memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan perbekalan
farmasi kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Tujuan penghapusan adalah untuk menjamin perbekalan farmasi yang
sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku.
Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun
mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sub standar (Depkes
RI,2008)
Prosedur Tetap Pemusnahan Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan
a. Melaksanakan inventarisasi terhadap sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan yang akan dimusnahkan,
b. Menyiapkan adminstrasi (berupa laporan dan berita acara
pemusnahan),
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada
pihak terkait,
d. Menyiapkan tempat pemusnahan,
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan,
f. Membuat laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan,
sekurang-kurangnya memuat:
1) Waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan,
2) Nama dan jumlah sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan,
3) Nama apoteker pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan,
4) Nama saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan,
5) Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
ditandatangani oleh apoteker dan saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan.
6) Pemusnahan Narkotika diatur dalam pasal 60 dan 61 UU No.22
Tahun 1997, yaitu:
Pasal 60:
a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi,
b) Kadarluarsa,
c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, atau
d) Berkaitan dengan tindak pidana.
Pasal 61:
1) Pemusnahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 huruf
a, b dan c dilaksanakan oleh pemerintah, orang atau badan yang
bertanggung jawab atas produksi dan atau peredaran narkotika,
sarana kesehatan tertentu, serta lembaga ilmu pengetahuan tertentu
dengan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk Menkes,
2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan
pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
a) Nama, jenis, sifat dan jumlah,
b) Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun dilakukan
pemusnahan,
c) Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang
menyaksikan pemusnahan.
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,
Pasal 75:
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang: 
a) Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan
tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika,
b) Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,
c) Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi,
d) Memeriksa tanda pengenal diri tersangka, menyuruh berhenti orang
yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta,
e) Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana
dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,
f) Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
g) Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika,
h) Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional,
i) Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat
bukti awal yang cukup,
j) Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan
penyerahan di bawah pengawasan,
k) Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
l) Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam
dioksiribonukleat (DNA),  dan/atau tes bagian tubuh lainnya,
m) Mengambil sidik jari dan memotret tersangka,
n) Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan
tanaman,
o) Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika,
p) Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika
yang disita,
q) Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti
Narkotika dan Prekursor Narkotika,
r) Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, dan
s) Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
Pasal 91
1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan
tentang penyitaan barang Narkotika dan Prekursor Narkotika dari
penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN,
dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status
barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk
kepentingan pembuktian perkara, kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan,
dan/atau dimusnahkan. 
2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam
penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk
dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam waktu paling lama 7 (tujuh)
hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala
kejaksaan negeri setempat. 
3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu
paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak
pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara
tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranya
disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua
pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu yang sama.
5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.
6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN dan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling
lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan dari kepala
kejaksaan negeri setempat.
7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporan kepada
Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan.

2.9 Pencatatan dan Pelaporan


2.9.1 Pencatatan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan
penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus
ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan menggunakan
bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan
untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan Kartu Stok Induk 
Fungsi:
1) Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa),
2) Tiap lembar kartu stok hanya diperuntukkan mencatat data mutasi
1(satu) jenis perbekalan farmasi yang berasal dari 1 (satu)
sumber anggaran,
3) Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan,
perencanaan pengadaan distribusi dan sebagai pembanding terhadap
keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat penyimpanan  
Hal-hal yang harus diperhatikan:
1) Kartu stok diletakkan bersamaan/berdekatan dengan perbekalan
farmasi bersangkutan,
2) Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari,
3) Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran,
hilang, rusak/kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok,
4) Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap
akhir bulan (Depkes RI,2008)

Informasi yang didapat:


1) Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok),
2) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima,
3) Jumlah perbekalan farmasi yang keluar,
4) Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/ rusak/ kadaluwarsa,
5) Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi.

Manfaat informasi yang didapat:


1) Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan
farmasi,
2) Penyusunan laporan,
3) Perencanaan pengadaan dan distribusi,
4) Pengendalian persediaan,
5) Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan
pendistribusian,
6) Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.
Hal-hal yang harus Diperhatikan
1) Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan
pengeluaran perbekalan farmasi di Kartu Stok Induk.
2) Kartu Stok Induk adalah :
a) Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang,
b) Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi,
c) Alat bantu dalam menentukan kebutuhan.
3) Bagian judul pada kartu induk persediaan perbekalan farmasi diisi  dengan
:
a) Nama perbekalan farmasi tersebut,
b) Sumber/asal perbekalan farmasi,
c) Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam persediaan,
dihitung sebesar waktu tunggu,
d) Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam
persediaan=sebesar stok kerja+waktu tunggu+ stok pengaman.
4) Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi
diisi dengan:
a) Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi,
b) Nomor dan tanda bukti misalnya nomor faktur dan lain-lain,
c) Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim,
d) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasarkan sumber
anggaran,
e) Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan,
f) Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan,
g) Keterangan yang dianggap perlu, misalnya tanggal dan tahun
kadaluwarsa, nomor batch dan lain-lain.
2.9.2 Pelaporan
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan
administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang
disajikan kepada pihak yang berkepentingan.
Tujuan:
a) Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
b) Tersedianya informasi yang akurat,
c) Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan ,
d) Mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan  
Jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh IFRS meliputi:

No Jenis Laporan Kegunaan Ket.


Keuangan (laporan
yang telah
dikeluarkan oleh Untuk keperluan audit,
1. IFRS) wajib dibuat
Untuk keperluan
Mutasi perbekalan perencanaan, wajib
2. farmasi dibuat
Penulisan resep
generik dan non Untuk keperluan
3. generik pengadaan, wajib dibuat
Untuk audit POM dan
Narkotika dan keperluan perencanaan,
4. Psikotropika wajib dibuat
Untuk keperluan audit
dan perencanaan, wajib
5. Stok opname dibuat
Pendistribusian, Untuk keperluan audit
berupa jumlah dan dan perencanaan, wajib
6. rupiah dibuat
Untuk keperluan audit
Penggunaan obat dan perencanaan, wajib
7. program dibuat
Jaminan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin
Untuk keperluan audit
Pemakaian perbekalan dan perencanaan, wajib
8. farmasi dibuat
Untuk keperluan
9. Jumlah resep perencanaan
10. Kepatuhan terhadap Untuk keperluan
formularium perencanaan,
informasikan untuk KFT
Untuk keperluan
Penggunaan obat perencanaan,
11. terbesar informasikan untuk KFT
Untuk keperluan
perencanaan,
12. Penggunaan antibiotik informasikan untuk KFT
13. Kinerja Untuk audit

2.10 Monitoring dan Evaluasi


Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan
perbekalan farmasi dirumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukan
guna penyusunan perencanaandan pengambilan keputsan. Pelaksanaan
evaluasi dapat dilakukan secara periodic dan berjenjang. Keberhasilan
evaluasi ditentukan oleh supervisor maupun alat yang digunakan

2.10.1 Monitoring
Monitoring adalah proses rutin pengumpulan data dan pengukuran
kemajuan atas objektif program/memantau perubahan yang fokus pada
proses masuk dan keluar.
1) Monitoring melibatkan perhitungan atas apa yang kita lakukan
2) Monitoring melibatkan pengamatan atas kualitas dari layanan yang
kita berikan (Depkes RI,2008)

2.10.2  Evaluasi
Evaluasi adalah penggunaan metode penelitian sosial secara sistematis
menginvestigasi efektifitas program dan menilai kontribusi program
terhadap perubahan (Goal/objektif) dan menilai kebutuhan perbaikan,
kelanjutan atau perluasan program (rekomendasi)
1) Evaluasi memerlukan desain studi/penelitian,
2) Evaluasi terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding,
3) Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu,
4) Evaluasi melibatkan studi/penelitian khusus.
Kaitan antara Monitoring dan Evaluasi adalah evaluasi memerlukan
hasil dari monitoring dan digunakan untuk kontribusi program.
Monitoring bersifat spesifik program, sedangkan Evaluasi tidak hanya
dipengaruhi oleh program itu sendiri, melainkan variabel-variabel dari luar.
Tujuan dari Evaluasi adalah evalausi efektifitas dan cost effectiveness.
Tujuan : meningkankan produktivitas para pengelola perbekalan
farmasi di rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum  (Depkes
RI,2008)

2.11 Pelayanan farmasi klinik


Pelayan farmasi klinik adalah pendekatan profesional yang
bertangggung jawab dalam menjamin penggunaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien melalui
penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan prilaku tenaga farmasi  
serta bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain.
Tujuan pelayanan farmasi klinik adalah:
1) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi penggunaan obat,
2) Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain
yang terkait dalam pelayanan farmasi,
3) Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di
rumah sakit,
4) Melaksanakan kebijakan obat dirumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Karakteristik pelayanan farmasi klinik di rumah sakit adalah :

1) Berorientasi kepada pasien,


2) Terlibat langsung di ruang perawatan di rumah sakit (bangsal),
3) Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan
dimulai dan memberi informasi bila diperlukan,
4) Bersifat aktif, dengan memberi  masukkan kepada dokter sebelum
pengobatan dimulai, atau menerbitkan buletin informasi obat atau
pengobatan,
5) Bertanggungjawab atas semua saran atau tindakan yang dilakukan,
6) Menjadi mitra dan pendamping dokter.
7) Sistem pelayanan kesehatan  pada konteks farmasi klinik, farmasi
adalah ahli pengobatan dalam terapi. Mereka bertugas melakukan
evalusi pengobatan dan memberikan rekomendasi pengobatan, baik
kepada pasien maupun tenaga kesehatan lain. Farmasis merupakan
sumber utama informasi ilmiah terkait dengan penggunaan obat
yang aman, tepat dan cost effective.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi:


a) Pengkajian resep, yaitu merupakan kegiatan dalam pelayanan
kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasi dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan,
b) Dispensing, yaitu merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari
tahap validasi, interprestasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan
label/tiket, penyerahan obat dengan memberikan informasi obat
yang memadai disertai sistem dokumentasi. Dispensing dibedakan
berdasarkan atas sifat sediaan, yaitu dispensing sediaan farmasi
khusus (nutrisi parental dan pencampuran obat steril)
dan dispensing   sediaan farmasi berbahaya (penanganan obat kanker
secara aseptis),
c) Pemantauan dan pelaporan efek samping obat, yaitu merupakan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi,
d) Pelayanan informasi obat (PIO), yaitu kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh tenaga farmasi untuk memberikan informasi secara
akurat, tidak bias dan terkini kepada perawat, profesi kesehatan
lainnya dan pasien.
Tujuan dari PIO adalah:
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien atau
keluarganya dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit,
2) Menyediakan inforamasi untuk kebijakan yang berhubungan dengan
obat yang ditetapkan PFT,
3) Meningkatkan profesionalisme tenaga farmasi,
4) Menunjang pengolahan dan terapi obat yang rasional dan
berorientasi pada pasien,
5) Konseling,adalah suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan
pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat
inap,
6) Pemantauan kadar obat dalam darah, yaitu melakukan pemeriksaan
kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dokter yang merawat
karena indeks terapi yang sempit,
7) Ronde/visite  pasien, yaitu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini bertujuan:
pemilihan obat, menerapkan secara langsung pengetahuan
farmakologi terapik, menilai kemajuan pasien, bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain,
8) Pengkajian penggunaan obat, yaitu program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-
obatan yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau
oleh pasien
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah suatu proses yang
merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaa, pengadaan/siklus
kegiatan yang dimulai dari pengawasan, pemeliharaan, penghapusan
pemantauan, administrasi, pelaporan, dan evaluasi yang diperlukan bagi
kegiatan pelayanan. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yaitu agar tersedianya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu
dalam jumlah dan pada saat yang tepat sesuai spesifikasi dan fungsi yang
ditetapkan oleh panitia farmasi dan terapi secara berdaya guna dan berhasil
Untuk menyiapkan tenaga professional tersebut diperlukan berbagai
masukan diantaranya adalah tersedianya pedoman yang tepat digunakan
dalam pengelolaan perbekalan farmasi di rumah IFRS.Mengingat  
pentingnya  pelayanan  farmasi  di  rumah  sakit,  maka  calon apoteker 
perlu  memahami  dan  mengenal  peranan  apoteker  di  rumah  sakit,
khususnya Instalasi Farmasi. Hal ini penting sebagai bekal bagi lulusan
Program  Pendidikan  Profesi  Apoteker  apabila  bekerja  di  rumah  sakit.

Anda mungkin juga menyukai