Anda di halaman 1dari 19

Askep Mola Hidatidosa

Askep Mola Hidatidosa

Mola Hidatidosa
A. Pengertian

Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur
atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk,
1998 : 23)

Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar
dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah
anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).

Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat,
membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG)
(Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).

Askep Mola Hidatidosa

B. Etiologi

Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.

(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)

Askep Mola Hidatidosa

C. Patofisiologi

Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.


2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

 Teori missed abortion

Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah
sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung.

 Teori neoplasma dari Park

Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

 Studi dari Hertig

Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak
adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama
pembentukan cairan.

(Silvia, Wilson, 2000 : 467)


Askep Mola Hidatidosa

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi
pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran
rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya
materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala serta komplikasi mola :

1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
3. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak
dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
4. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan
tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Askep Mola Hidatidosa

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

1. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial (diulang pada
interval waktu tertentu).
2. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di
dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan maupun
detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam pemeriksaan USG
maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang normal.
3. Foto roentgen dada.

F. Penatalaksanaan Medis

Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.

2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber
daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid
terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal
uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran
urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan
perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.

3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.

4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).

5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas,
masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan
40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan
efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan
Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung
manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian
hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti
tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi.
Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan
transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat
trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-
hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien
dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau
tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

Askep Mola Hidatidosa

Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Mola Hidatidosa

A. Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya


sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat.

2. Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang.

3. Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :


o Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah
Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid,
pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
o Riwayat kesehatan masa lalu
o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

4. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinary, penyakit endokrin,
dan penyakit-penyakit lainnya.

5. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.

6. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,


banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.

7. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

8. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahn yang menyertainya.

9. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat


digitalis dan jenis obat lainnya.

10. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB
dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan Fisik :

 Inspeksi
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya.

 Palpasi

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
o Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
o Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
o Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal.

 Perkusi

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh
tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
o Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
o Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak.

 Auskultasi

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar :
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru
abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri.

4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

B. Intervensi

DIAGNOSA I

Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang


 Ekspresi wajah tenang
 TTV dalam batas normal

Intervensi :

 Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat.

 Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam


Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu
indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien.
 Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi
dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi
nyeri yang dirasakan.

 Beri posisi yang nyaman


Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri.

 Kolaborasi pemberian analgetik


Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat
dipersepsikan.

DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

 Kebutuhan personal hygiene terpenuhi


 Klien nampak rapi dan bersih.

Intervensi :

 Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri


Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat
diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya.

 Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari


Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada
perawat.
 Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan
secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya.

 Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi
kebutuhan klien.

Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri.

DIAGNOSA III

Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

 Klien dapat tidur 7-8 jam per hari.


 Konjungtiva tidak anemis.

Intervensi :

 Kaji pola tidur


Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan
intervensi selanjutnya.

 Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang


Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

 Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur


Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur.

 Batasi jumlah penjaga klien


Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat
dikurangi sehingga klien dapat beristirahat.
 Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat.

 Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam


Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan
mudah tidur.

DIAGNOSA IV

Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

 Tanda-tanda vital dalam batas normal


 Klien tidak mengalami komplikasi.

Intervensi :

 Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis


Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat
membantu diagnosa.

 Pantau suhu lingkungan


Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal.

 Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak


Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam.

 Berikan kompres hangat


Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh.
 Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus.

DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

 Ekspresi wajah tenang


 Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya.

Intervensi :

 Kaji tingkat kecemasan klien


Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien.

 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya


Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi
kecemasan.

 Mendengarkan keluhan klien dengan empati


Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa
diperhatikan.

 Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang
penyakitnya.

 Beri dorongan spiritual/support


Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang.
Daftar Pustaka

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta

Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta

Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
G
ASKEP PLASENTA PREVIA

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang berbahaya . Perdarahan pada
kehamilan muda disebut sebagai abortus sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut
perdarahan anterpartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22
minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .
Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 22
minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan kurang dari 22 minggu dengan
patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya
dan lebih banyak daripada kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan
yang cukup berbeda . Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta
umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan
anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan
plasenta .
Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak
terlampau sukar untuk menentukannya ialah plasenta previa dan solusio plasenta serta
perdarahan yang belum jelas sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari
semua persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan yang belum
jelas penyebabnya .
Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau setelah usia kehamilan ,
namun beberapa penderita mengalami perdarahan sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan
tergesa-gesa datang untuk mendapatkan pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan
persalinan biasa. Baru setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan .
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih banyak pada permulaan
persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai perdarahan anterpartum apapun penyebabnya ,
penderita harus segera dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi . Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari segi
medisnya maupun dari aspek keperawatannya yang sangat membantu dalam penyelamatan ibu
dan janinnya.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut ;
-Menjelaskan konsep dasar dari plasenta previa
-Membuat asuhan keperawatan pada plasenta previa

BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Konsep Dasar Plasenta Previa


1.Pengertian Plasenta Previa
-Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir . Pada keadaan normal
plasenta terletak dibagian atas uterus .
- Plasenta previa adalah jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpuks uteri jauh dari ostium
internus servisis , tetapi terletak sangat dekat pada ostium internus tersebut.
2.Klasifikasi Plasenta Previa
Ada 4 derajat abnormalitas plasenta previa yang didasarkan atas terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu yaitu :
-Plasenta previa totalis , apabila seluruh pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh
jaringan plasenta .
-Plasenta previa parsialis, apabila sebagian pembukaan (ostium internus servisis) tertutup oleh
jaringan plasenta .
-Plasenta previa marginalis , apabila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
(ostium internus servisis)
-Plasenta letak rendah , apabila plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir atau plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
permukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir .
3.Etiologi Plasenta Previa
Plasenta bertumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu jelas dapat diterangkan . bahwasanya
vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atropi pada desidua akibat persalinan yang lampau
dapat menyebabkan plasenta previa , tidaklah selalu benar . Memang dapat dimengerti bahwa
apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup seperti pada kehamilan kembar maka plasenta yang
letaknya normal sekalipun akan memperluaskan permukaannya sehingga mendekati atau
menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir .Frekuensi plasenta previa pada primigravida yang
berumur lebih 35 tahun kira-kira 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun . Pada grandemultipara yang berumur lebih dari 30 tahun kira-kira
4 kali lebih sering dari grandemultipara yang berumur kurang dari 25 tahun (Kloosterman 1973).
4.Manifestasi Klinik
Adapun manifestasi klinik dari plasenta previa adalah :
-Perdarahan tanpa nyeri, usia gestasi > 22 minggu
-Darah segar atau kehitaman dengan bekuan
-Perdarahan dapat terjadi setelah miksi atau defekasi, aktivitas fisik, kontraksi Braxton Hicks
atau koitus
-Perdarahan permulaan jarang begitu berat . Biasanya perdarahan akan berhenti sendiri dan
terjadi kembali tanpa diduga .
-Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan luar bagian terbawah janin biasanya belum masuk pintu atas pintu atas panggul.,
ada kelainan letak janin
Pemeriksaan inspekulo : Perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum.
5.Insiden plasenta previa
Menurut Brenner dkk (1978) menemukan dalam paruh terakhir kehamilan, insiden plasenta
previa sebesar 8,6 % atau 1 dari 167 kehamilan. 20 % diantaranya merupakan plasenta previa
totalis. (Williams,847).
Di RS. DR Cipto Mangunkusumo antara tahun 1971-1975, terjadi 37 kasus plasenta previa
diantara 4781 persalinan yang terdaftar atau kira-kira 1 diantara 125 persalinan terdaftar (Ilmu
Kebidanan, 367)
Kejadian plasenta previa adalah 0,4-o,6 % dari keseluruhan persalinan. (Acuan Nasional, 16.
6.Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi perdarahan hingga syok akibat perdarahan, anemia karena perdarahan.
Plasentitis, dan endometritis pasca persalinan. Pad janin biasanya terjadi persalinan premature
dan komplikasinya seperti asfiksia berat.
7.Penatalaksanaan umum plasenta previa.
Sebelum dirujuk, anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak
melakukan senggama, menghindari peningkatan tekanan rongga perut
( misalnya batuk, mengedan karena sulit buang besar )
Perhatian : Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dalam pada perdarahan antepartum
sebelum tersediia persiapan untuk seksio sesarea. Pemeriksaan inspekulo secara hati-hati, dapat
menentukan sumber perdarahan berasal dari kanalis serviks atau sumber lain (servisitis, polip,
keganasan, laserasi atau trauma). Meskipun demikian, adanya kelainan di atas menyingkirkan
diagnosa plasenta previa.
Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan memberi infuse cairan I.V (NaCl 0,9 % atau Ringer
Laktat).
Lakukan penilaian jumlah perdarahan :
Jika perdarahan banyak dan berlangsung terus, persiapan sseksio sesarea tanpa
memperhitungkan usia kehamilan/prematuris.Jika perdarahan sedikit dan berhenti dan fetus
hidup tetap preatur, pertimbangkan ttettapi ekspektatif sampai persalinan atau terjadi perdarahan
banyak.
Terapi Ekspektatif
Tujuan : supaya janin tidak terlahir premature dan upaya diagnosis dilakukan secara non
invasive.
Syarat terapi ekspektatif :
-Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
-Belum ada tanda inpartu.
-Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas norma).
-Janin masih hidup.
-Rawat inap, tirah baring dan berikut antibiotika profilaksis.
Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan, profil biofisik, letak,
presentasi janin.
Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferosus fumarat per oral 60 mg selama 1
bulan.
Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfuse.
Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien dapat dirawat
jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu >2 jam untuk mencapai rumah
sakit) dengan pesan segera kembali ke RS jika terjadi perdarahan.
Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut dibandingkan dengan terminasi kehamilan.
Terapi Aktif
Rencanakan terminasi kehamilan jika :
-Janin matur
-Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangii kelangsungan hidupnya
(misalnya anensefali).
-Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang maturitas
janin.
Jika terdapat plasenta previa letak rendah dan perdarahan yang terjadi sangat sedikit, persalinan
pervaginan masih mungkin. Jika tidak , lahirkan dengan seksio sesarea.
Jika persalinan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat plasenta
-Jahit tempat perdarahan dengan benang.
-Pasang infuse oksitosin 10 unit 500 ml cairan IV (NaCl atau Ringer Laktat) dengan kecepatan
60 tetes permenit.
penanganan yang sesuai . Hal tersebut meliputi ligasi arteri atau histerektomi Jika perdarahan
terjadi pascapersalinan, segera lakukan.
Penanganan plasenta previ
Syok
Tidak syok
1.Infus cairan
2.oksigen (kalau ada)
Cairan infus
Rujuk kerumah sakit
Aterm
Belum aterm
Periksa dalam di meja operasi
1.Konservatif
2.Rawat
3.Kortikosteroid untuk pematangan paru-paru janin
bila perdarahan ulang banyak dilakukan PDMO
Plasenta previa
Plasenta letak rendah
Seksio sesaria Partus pervaginan

II. 2. Asuhan keperawatan


1.Pengkajian
Sirkulasi
Perdarahan vagina tanpa nyeri ( jumlah tergantung pada apaka previa marginal, parsial,atau
total): Prdarahan besar dapat terjadi selama persalinan.
Seksualitas
Tinggi fundus 28 cm atau lebih.
Djj dalam batas yang normal (DBN)
Janin mungkin melingtang atau tidak turun.
Uterus lunak.
Pemeriksaan diagnostic.
HDL ; dapat menunjukkan peningkatan sel darah putih(SDP), penurunan
Hb dan Ht.
USG ; Menetukan letak plasenta.
2.Diagnosa keperawatan.
Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan.
Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.
Ansietas b/d Ancaman kematian ( dirasakan atau actual ) pada diri sendiri, janin.
Resiko tinggi cedera (ibu) b/d Hipoksia jaringan / organ, profil darah abnormal, kerusakan
system imun.
3.Intervensi keperawatan.
a.Kekurangan volume cairan b/d kehilangan vaskuler berlebihan.
Kriteria evaluasi;
Mendemostrasikan kestabilan / perbaikan keseimbangan cairan yang dibuktikan oleh tanda-tanda
vital stabil, pengisian kapiler cepat, sensorium tepat dan haluaran serta berat jenis urin adekuat
secara individual.
1)Evaluasi, laporkan, dan catat jumlah serta jumlah kehilangan darah. Lakukan perhitungan
pembalut Timbang pembalut pengalas.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah membantu membedakan diagnosa, Setiap gram
peningkatan berat pembalut sama dengan kehilangan kira-kira 1 ml darah.
2)Lakukan tirah baring. Instuksikan klien untuk menghindari Valsalva manover dan koitus.
Rasional : Perdarahan dapat berhenti dengan reduksi aktivitas. Peningkatan tekanan abdomen
atau orgasme ( yang meningkatkan aktivitas uterus) dapat meransang perdarahan
3)Posisikan klien dengan tepat, telentang dengan panggul ditinggikan atau posisi semi – fowler.
Hindari posisi trendelenburg.
Rasional : Menjamin keadekuatan darah yang tersedia untuk otak; peninggian panggul
menghindari kompresi vena kava. Posisi semi- fowler memungkinkan janin bertindak sebagai
tanpon.
4)Catat tanda – tanda vital Penisian kapiler pada dasar kuku, warna menbran mukosa/ kulit dan
suhu. Ukur tekanan vena sentarl, bila ada
Rasional : Membantu menentukan beratnya kehilangan darah, meskipun sianosis dan perubahan
pada tekanan darah, nadi adalah tanda-tanda lanjut dari kehilangan sirkulasi atau terjadinya syok
5)Hindari pemeriksaan rectal atau vagina
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi, khususnya bila plasenta previa marginal atau total
terjadi.
6)Berikan larutan intravena, ekspander plasma, darah lengkap, atau sel-sel kemasan, sesuai
indikasi.
Rasional: Meningkatkan volume darah sirkulasi dan mengatasi gejala-gejala syok.
7)Siapkan untuk kelahiran sesaria.
Rasional: Hemoragi berhenti bila plasenta diangkat dan sinus-sinus vena tertutup.
b.Perubahan perpusi jaringan utero plasenta b/d Hipovolemia.
Kriteria evaluasi : Mendemonstrasikan perfusi adekuat, dibuktikan oleh DJJ dan aktivitas DBN
serta tes nonstres reaktif (NST).
1.Perhatikan status fisiologis ibu, status sirkulasi, dan volume darah.
Rasional : Kejadian perdarahan potensial merusak hasil kehamilan , kemungkinan menyebabkan
hipovolemia atau hipoksia uteroplasenta.
2.Auskultasi dan laporkan DJJ , catat bradikardia atau takikardia. Catat perubahan pada aktivitas
janin (hipoaktivitas atau hiperaktivitas
Rasional : Mengkaji berlanjutnya hipoksia janin . Pada awalnya , janin berespon pada penurunan
kadar oksigen dengan takikardia dan peningkatan gerakan . Bila tetap defisit, bradikardia dan
penurunan aktivitas terjadi.
3.Anjurkan tirah baring pada posisi miring kiri.
Rasional : Menghilangkan tekanan pada vena kava inferior dan meningkatkan sirkulasi
plasenta/janin dan pertukaran oksigen.
4.Berikan suplemen oksigen pada klien
Rasional : Meningkatkan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.
5.Ganti kehilangan darah/cairan ibu.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi yang adekuat untuk transport oksigen.
6. Siapkan klien untuk intervensi bedah dengan tepat.
Rasional : Pembedahan perlu bila terjadi pelepasan plasenta yang berat, atau bila perdarahan
berlebihan , terjadi penyimpangan oksigen janin, dan kelahiran vagina tidak mungkin.
c.Ansietas b/d ancaman kematian (dirasakan atau actual ) pada diri sendiri, janin.
Kriteria evaluasi :
-Mendiskusikan ketakutan mengenai diri, janin, dan masa depan kehamilan, mengenai ketakutan
yang sehat dan tidak sehat.
-Mengungkapkan pengetahuan situasi yang akurat.
-Melaporakan/menunjukkan berkurangnya ketakutan dan/atau perilaku yang menunjukkan
ketakutan.
1.Diskusikan situasi dan pemahaman tentang situasi dengan klien dan pasangan.
Rasional : Memberikan informasi tentang reaksi individu terhadap apa yang terjadi.
2.Pantau respon verbal dan nonverbal klien/pasangan.
Rasional : Menandakan tingkat rasa takut yang sedang dialami klien/pasangan.
3.Dengarkan masalah klien dan dengarkan secara aktif.
Rasional : Meningkatkan rasa control terhadap situasi dan memberikan kesempatan pada klien
untuk mengembangkan solusi sendiri.
4.Berikan informasi dalam bentuk verbal dan tertulis dan beri kesempatan klien untuk
mengajukan pertanyaan.Jawab pertanyaan dengan jujur.
Rasional : Pengetahuan akan membantu klien mengatasi apa yang sedang terjadi dengan lebih
efektif.
5.Jelaskan prosedur dan arti gejala-gejala.
Rasional : Pengetahuan dapat membantu menurunkan rasa takut dan meningkatkan rasa control
terhadap situasi.
d.Resiko tinggi cederabu) b/d hipoksia jaringan/ organ,profil darah abnormal,kerusakan system
imun.
Kriteria evaluasi : Menunjukkan profil darah dengan hitung SDP, Hb, dan pemeriksaan koagulasi
DBN normal.
1.Kaji jumlah darah yang hilang. Pantau tanda/gejala syok
Rasional : Hemoragi berlebihan dan menetap dapat mengancam hidup klien atau mengakibatkan
infeksi pascapartum, anemia pascapartum, KID, gagal ginjal, atau nekrosis hipofisis yang
disebabkan oleh hipoksia jaringan dan malnutrisi.
2.Catat suhu, hitung SDP, dan bau serta warna rabas vagina, dapatkan kultur bila dibutuhkan.
Rasional : Kehilangan darah berlebihan dengan penurunan Hb meningkatkan risiko klien untuk
terkena infeksi.
3.Catat masukan/haluaran urin. Catat berat jenis urin.
Rasional : Penurunan perfusi ginjal mengakibatkan penurunan haluaran urin.
4.Berikan heparin, bila diindikasikan.
Rasional : Heparin dapat digunakan pada KID di kasus kematian janin, atau kematian satu janin
pada kehamilan multiple, atau untukmemblok siklus pembekuan dengan melindungi factor-
faktor pembekuan dan menurunkan hemoragi sampai terjadi perbaikan pembedahan.
5.Berikan antibiotic secara parenteral.
Rasional : Mungkin diindikasikan untuk mencegah atau meminimalkan infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
1.Arif Mansjoer, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , edisi ketiga . Media Aesculapius FKUI .
Jakarta
2.Marilynn E. Doenges & Mary Frances Moorhouse, 2001, Rencana Perawatan Maternal/Bayi,
edisi kedua. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta.
3.Murah Manoe dkk, 1999, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Obstetri Dan Ginekologi. Bagian
/SMF obstetri dan ginekologi FK Unhas . Ujung Pandang.
4.Sandra M. Nettina, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta.
5.Sarwono, 1997, Ilmu Kebidanan. Yayasan bina pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai