Anda di halaman 1dari 8

Masjid Pulau Lombok

Masjid Bayan Beleq

Masjid Bayan Beleq adalah sebuah masjid Wetu Telu yang terletak di jalan Labuan lombok, desa Bayan,
kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Masjid ini berdiri pada abad ke-17,
yang berarti usianya telah lebih dari 300 tahun. Masjid Kuno Bayan hanya dipakai pada saat Perayaan
Hari Besar Islam (PHBI) seperti Iedul Fitri, Iedul Adha, Maulid Nabi, Tahun Baru Islam, dan lain-lain.
Bagian dalam Masjid hanya mampu menampung sebanyak 40 orang, oleh karena itu hanya pemuka-
pemuka agama dari perwakilan tiap daerah Lombok yang diijinkan Shalat di sini.

Arsitektur bangunan:

Bangunan Masjid ini memiliki ukuran 9 x 9 meter. Dinding-dindingnya rendah dan terbuat dari anyaman
bambu, atapnya berbentuk tumpang yang disusun dari bilah-bilah bambu, sedangkan pondasi lantainya
terbuat dari batu-batu kali.

Lantai Masjid terbuat dari tanah liat yang telah ditutupi tikar buluh. Di sudut-sudut ruang Masjid
terdapat empat tiang utama penopang Masjid, yang terbuat dari kayu nangka berbentuk silinder. Di
dalam Masjid tersebut, juga terdapat sebuah bedug dari kayu, yang digantung di tiang atap Masjid.
Tepat di depan pintu Masjid terdapat sebuah gentong yang di letakkan dan diikat di bawah pohon
Semboja. Gentong ini merupakan tempat untuk menampung air wudhu. Untuk masuk ke dalam Masjid
Bayan Beleq, Anda harus membungkuk karena pintu masuknya cukup pendek. Anda bisa melihat empat
pilar di dalam Masjid, keempat pilar tersebut merupakan simbol dari empat desa yang turut membantu
pendirian Masjid ini.

Tiang utama ini dipergunakan bagi para pemangku Masjid yang masing-masing tiang mempunyai fungsi
yang berbeda yaitu tiang sebelah Tenggara difungsikan untuk Khatib, tiang di sebelah Timur Laut untuk
Lebai, tiang di sebelah Barat Laut untuk Mangku Bayan Timur, sedangkan tiang sebelah Barat Daya
untuk Penghulu. Disamping tiang utama dilengkapi pula dengan tiang keliling berjumlah 28 buah,
termasuk dua buah tiang Mihrab. Tinggi tiang keliling rata-rata 1,25 meter dan tiang Mihrab 80 cm.

Masjid Sulawesi Selatan

Masjid Tua Palopo


Masjid Tua Palopo merupakan masjid peninggalan Kerajaan Luwu yang berlokasi di Kota Palopo,
Sulawesi Selatan. Masjid ini didirikan oleh Raja Luwu yang bernama Datu Payung Luwu XVI Pati Pasaung
Toampanangi Sultan Abdullah Matinroe pada tahun 1604 M. Masjid yang memiliki luas 15 m² ini diberi
nama Tua, karena usianya yang sudah tua. Sedangkan nama Palopo diambil dari kata dalam bahasa
Bugis dan Luwu.
Arsitektur dan Unsur Budaya Bangunan:

Masjid bersejarah ini memiliki detail ukuran 11,9 x 11,9 meter dengan tinggi mencapai 3.64 meter.
Sedangkan dindingnya yang terbuat dari batu cadas dan material perekat putih telur ini memiliki
ketebalan sekitar 0.94 meter. Masjid berumur ini memilki beberapa unsur yang mempengaruhinya.
Unsur tersebut terdiri dari Jawa, Bugis, Islam, dan Hindu.

Gaya Bugis tampak dominan daripada unsur lainnya. Hal tersebut terlihat dari struktur bangunan masjid
yang tampak tersusun tiga dan diterapkan pada bagian atap, dan ditemukan tiga susun lainnya yang
berada di bagian tiang penyangga bangunan. Tiga susun yang berada di tiang tersebut terdiri dari soddir,
aliri possi (tiang pusat), dan juga pallanga (umpak). Bagian dinding masjid pun terdiri dari tiga susunan
dengan bentuk pelipit atau gerigi. Bagian tiang bangunannya pun diberikan tiga susunan warna berbeda
( warna cokelat, putih dan hijau ).

Gaya khas Jawa dapat ditemukan pada bentuk atapnya yang mengingatkan kita akan rumah adat Joglo,
dimana bagian atapnya berbentuk limas bersusun tiga dan dilengkapi dengan tajug.Terdapat sokuguru
atau tiang penyangga atap berjumlah 4 buah. Atap piramida paling atas disangga kolom tunggal kayu
cinna gori berdiameter 90 cm. Lalu di bagian puncak masjid, terdapat sebuah hiasan keramik biru yang
ternyata berasal dari China.

Gaya Hindu yang terasa pada bangunan ini dalah bentuk bangunan yang kotak mirip dengan bentuk
candi di Indonesia. Sedangkan unsur Islamnya dapat ditemukan pada bentuk jendelanya yang khas. 12
jendela berukuran kecil yang berada di bagian barat masjid. Pemberian jendela tersebut mengingatkan
akan jumlah bulan dalam setahun. Sedikit bergeser ke bagian timur masjid, pengunjung bisa
menemukan sebuah pintu utama. Keberadaan pintu yang berada di arah timur, ternyata melambangkan
sebagai keesaan Allah SWT.
Masjid Pulau Madura

Masjid Agung Sumenep


Masjid jamik Panembahan Somala atau lebih dikenal dengan sebutan Masjid Jamik Sumenep merupakan
salah satu bangunan 10 masjid tertua dan mempunyai arsitektur yang khas di Nusantara. Dibangun oleh
arsitek Lauw Piango. Pembangunan Masjid Jamik Sumenep dimulai pada tahun 1779 Masehi dan selesai
1787 Masehi.

Arsitektur Bangunan:

Arsitektur bangunan masjid sendiri, secara garis besar banyak dipengaruhi unsur kebudayaan Tiongkok,
Eropa, Jawa, dan Madura, salah satunya pada pintu gerbang pintu masuk utama masjid yang corak
arsitekturnya bernuansa kebudayaan Tiongkok. Untuk Bangunan utama masjid secara keseluruhan
terpengaruh budaya Jawa pada bagian atapnya dan budaya Madura pada pewarnaan pintu utama dan
jendela masjid, sedangkan interior masjid lebih cenderung bernuansa kebudayaan Tiongkok pada bagian
mihrab.

Ukiran jawa dalam pengaruh berbagai budaya menghiasai 10 jendela dan 9 pintu besarnya. Bila
diperhatikan ukiran di pintu utama masjid ini dipengaruhi budaya China, dengan penggunaan warna
warna cerah. Disamping pintu depan mesjid sumenep terdapat jam duduk ukuran besar bermerk
Jonghans, di atas pintu tersebut terdapat prasasti beraksara arab dan jawa.

Di dalam mesjid terdapat 13 pilar yang begitu besar yang mengartikan rukun solat. Bagian luar terdapat
20 pilar. Dan 2 tempat khotbah yang begitu indah dan di atas tempat Khotbah tersebut terdapat sebuah
pedang yang berasal dari Irak.

Masjid Agung Bangkalan Madura


Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan ini juga dilengkapi dengan sepasang menara yang dibangun di
halaman depan masjid di sisi kiri dan kanan. Sepasang menara ini dibangun dalam gaya campuran Turki
dengan ujung atap yang runcing dan badan menara yang bundar dan ramping, dipadu dengan gaya
Arabia pada bagian balkoni nya yang khas seperti balkoni menara Masjidil Haram.
Arsitektur Bangunan:

Bangunan berbentuk persegi dengan atap limas bersusun dua tumpukan yang mengerucut ke satu titik
pada bagian puncaknya, bagian sisinya berupa serambi. Di dalam masjid kita akan menemukan jejeran
pilar pilar menopang struktur atapnya yang semuanya terbuat dari kayu berukir sangat indah. Jejeran
pilar ini mendominasi interior masjid. Susunan struktur bangunan atasnya semua terbuat dari kayu.
Begitu juga dengan plafon yang terbuat dari kayu. Bangunan utama ini tidak dicat dan kelihatan alami
dengan dominasi warna khas kayu coklat kemerahan. Di samping itu pada dinding bagian dalam,
sekelilingnya dihiasi dengan kaligrafi dengan warna emas dan dasar hijau. Lampu gantung berukuran
besar menjuntai di bawah atap limasnya tengah ruangan masjid.

Mihrab nya berupa ceruk berlengkung terdiri dari ceruk bagian tengah sebagai ruangan imam,
sedangkan mimbar khutbah ditempatkan di ceruk disebelahnya. Mimbar kayu di masjid ini berupa
mimbar kayu berukir dengan beberapa undakan anak tangga tanpa podium. Bentuk mihrab masjid ini
senada dengan bentuk jendela jendela masjid yang juga dibuat berlengkung di bagian atasnya.

Lantai masjid dibangun lebih tinggi dari permukaan tanah di sekitarnya. Ada jejeran tangga besar
sebagai akse ke masjid masing masing terdiri dari enam anak tangga. Tangga utama di bagian depan
mengarah ke jalan raya sedangkan tangga samping mengarah ke area tempat wudhu di sebelah kiri dan
kanan.

Masjid Agung Sultan Kadirun Bangkalan ini juga dilengkapi dengan sepasang menara yang dibangun di
halaman depan masjid di sisi kiri dan kanan. Sepasang menara ini dibangun dalam gaya campuran Turki
dengan ujung atap yang runcing dan badan menara yang bundar dan ramping, dipadu dengan gaya
Arabia pada bagian balkoni nya yang khas seperti balkoni menara Masjidil Haram.

Anda mungkin juga menyukai