Anda di halaman 1dari 13

KONSEP DASAR

GANGGUAN ELIMINASI URIN

Pemenuhan kebutuhan eliminasi terdiri dari kebutuhan eliminasi alvi (berhubungan


dengan defekasi) dan kebutuhan eliminasi uri ( berhubungan dengan berkemih ). (A.Aziz,
2005:87)

KEBUTUHAN ELIMINASI URINE


A. Definisi Eliminasi Urine
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa metabolisme. Eliminasi urine
normalnya adalah pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada
fungsi-fungsi organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder, dan uretra. (A.Aziz,
2008 : 62)

B. Fisiologi
Organ yang berperan dalam proses terjadinya eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra.
a. Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homoestasis
tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan, termasuk keseimbangan
fisika dan kimia. Ginjal mensekresi hormon dan enzim yang membantu
pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan
fosfor. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga
mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary Baradero, 2008 : 1)
Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron,
yang merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta
nefron. Melalui nefron urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian
disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. (A.Aziz, 2008 : 62)
b. Kandung Kemih (Bladder, Buli-buli)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus yang
berfungsi sebagai penampung air seni (urine). Dalam kandung kemih, terdapat
lapisan jaringan otot yang memanjang ditengah dan melingkar disebut sebagai
detrusor dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih,
terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau
disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara kandung
kemih dan uretra sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih
keluar tubuh. (A.Aziz, 2008 : 62)
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan monitoris ke otot
lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot
lingkar menjadi kendur dan terjadi kontraksi sphincter bagian dalam sehingga
urine tetap tertinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan
rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam
otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontraksi otot
detrusor dan kendurnya sphincter. (A.Aziz, 2008 : 62)
c. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk mengeluarkan urine ke bagian luar.
Fungsi uretra pada wanita mempunyai fungsi yang berbeda dengan yang terdapat
pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem
reproduksi berukuran panjang ±20 cm. pada pria uretra terdiri dari 3 bagian,
uretra prostatik, uretra membranosa, dan uretra kavernosa. Pada wanita uretra
memiliki panjang 4-6,5 cm dan hanya berfungsi untuk mengeluarkan urine ke
bagian luar tubuh. (Potter, 2005)
Saluran perkemihan dilapisi membrane mukosa dimulai dari meatus uretra hingga
ginjal. Secara normal, mikroorganisme tidak ada yang bisa melewati uretra bagian
bawah, namun membrane mukosa ini pada keadaan patologis yang terus-menerus
akan menjadikannya sebagai media yang baik untuk pertumbuhan beberapa
patogen. (A.Aziz, 2008 : 63)

C. Persarafan Kandung Kemih


Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan
medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medulla
spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf
sensorik dan motorik. Saraf sensorik mendeteksi derajat tegangan pada kandung
kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama
bertanggung jawab pada untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan
kandung kemih. (www.wordpress.com)
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat
ini berakhir pada sel ganglion yang terletak pada dinding kandung kemih. Saraf pso
ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. (www.wordpress.com)

D. Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika
urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ±250 - 450 cc (pada
dewasa) dan 200 - 250 cc (pada anak-anak). (A.Aziz, 2008 : 63)
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian
rangsangan tersebut diteruskan melali medulla spinalis ke pusat pengontrol berkemih
yang terdapat di korterks serebral. Selanjutnya otak memberikan impuls/ragsangan
melalui medulla spinalis neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksi otot
detrusor dan relaksasi otot sphincter internal. (A.Aziz, 2008 : 63)
Urine dilepaskan dari vesika urinaria tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika
waktu dan tempat memungkinkan akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan
urine kemungkinan dikeluarkan (berkemih). (A.Aziz, 2008 : 64)
a. Ciri-ciri urine yang normal
 Jumlahnya rata-rata 1-2 liter sehari, tetapi berbeda-beda sesuai dengan
jumlah cairan yang dimasukan. Banyaknya bertambah pula bila terlampau
banyak makan makanan yang mengandung protein, sehingga tersedia cukup
cairan yang melarutkan ureanya.
 Warnanya bening oranye pucat tanpa endapan, tetapi adakalanya jonjot lendir
tipis tampak terapung di dalamnya.
 Baunya tajam.
 Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan PH rata-rata 6.
 Berat jenis berkisar dari 1,010 sampai 1,025
(Pearce, 2009 : 305)
b. Komposisi urine normal:
 Air (96%)
 Larutan (4%)
Larutan organik : urea, ammonia, kreatin, dan asam urat.
Larutan anorganik : natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat,
magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam yang paling banyak.
(A.Aziz, 2008 : 306)

E. Perangsang Atau Penghambat Berkemih Oleh Otak


Refleks berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhnya bersifat
autonomik, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat
perangsang dan pengahambat kuat dalam batang otak, terutama terletak dalam pons
dan beberapa pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai
penghambat tetapi dapat juga menjadi perangsang. Refleks berkemih merupakan dasar
penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat lebih tinggi normalnya memegang peranan
sebagai pengendali akhir dari berkemih, sebagai berikut : (www.wordpress.com)
Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial penghambat refleks berkemih
kecuali jika peristiwa berkemih dikehendaki. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah
berkemih bahkan jika refleks berkemih timbul dengan membuat kontraksi tonik terus
menerus pada sphincter eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang
baik untuk berkemih. Jika tiba waktu yang tepat untuk berkemih pusat kortikal dapat
merangsang pusat berkemih sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih
dan dalam waktu yang bersamaan menghambat sphincter eksternus kandung kemih
sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi. (www.wordpress.com)
Berkemih dibawah keinginan biasanya tercetus dengan cara berikut : pertama
seseorang secara sadar mengontraksikan otot-otot abdomennya yang meningkatkan
tekanan kandung kemih dan mengakibatkan urine ekstra emasuki leher kandung
kemih dan uretra posterior di bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal
ini menstimulasi reseptor regang yang merangsang refleks berkemih dan menghambat
sphincter eksternus eksternus uretra secara simultan. Biasanya seluruh urine akan
keluar, terkadang lebih dari 5-10 ml urine tertinggal di kandung kemih.
(www.wordpress.com)
F. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet dan asupan (intake).
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain
itu minum kopi dapat meningkatkan pembentukan urine. (A.Aziz, 2008 : 64)
b. Respons bagaimana awal berkemih.
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan
urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran
vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 64)
c. Gaya hidup.
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal
ini terkait dengan tersedianya toilet. (A.Aziz, 2008 : 64)
d. Stress psikologis.
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini
karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi. (A.Aziz, 2008 : 64)
e. Tingkat aktivitas.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya
tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun. (A.Aziz, 2008 : 64)
f. Tingkat perkembangan.
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam
mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia. (A.Aziz, 2008 :
65)
g. Kondisi penyakit.
Kondisi penyakitt dapat mempeengaruhi produksi urine, seperti diabetes meelitus.
(A.Aziz, 2008 : 65)
h. Sosiokultural.
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu. (A.Aziz, 2008 : 65)
i. Kebiasaan seseorang.
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya memiliki
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan
sakit. (A.Aziz, 2008 : 65)
j. Tonus otot.
Tonus otot yang berperann penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine. (A.Aziz, 2008 : 65)
k. Pembedahan.
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anstesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
(A.Aziz, 2008 : 65)
l. Pengobatan.
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan
atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian obat diuretic dapat
meningkatkan jumlah urine, sedangkan obat antikolinergik dan anti hipertensi
dapat menyebabkan retensi uine. (A.Aziz, 2008 : 65)
m. Pemeriksaan diagnostik.
Pemeeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-pprosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat
membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu
tindakan sisteskopi dapat menimbulkan edema local pada uretra. (A.Aziz, 2008 :
65)
n. Usia
Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994). Proses menua
merupakan proses yang terus-menerus (berlanjut) secara alamiah. Dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup. Proses menua sertiap
individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya, adakalanya orang belum
tergolong lanjut usia (masih muda) tetapi kekurangan-kekurangan yang menyolok
(Deskripansi).
Sistem genitourinaria
 Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin
darah yang masuk ke ginjal, disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal
yang disebut nefron (tepatnya di glomerulus). Kemudian mengecil dan nefron
menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya: kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat
jenis urin menurun, proteinuria (biasanya + 1); BUN (blood urea nitrogen)
meningkat sampai 21 mg %, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
 Vesika urinaria (kandung kemih) : otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni
meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
mengakibatkan meningkatnya retensi urin.
 Pembesaran prostat ± 75 % dialami oleh pria usia diatas 65 tahun.
 Atrofi vulva
 Vagina
Orang-orang yang makin menua, sexual intercourse masih juga
membutuhkannya. Tidak ada batasan umur tertentu untuk fungsi sexual
seseorang berhenti. Frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara
bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan
terus sampai tua.

G. Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine


a. Retensi urine.
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan
distensi vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3.000 – 4.000 ml urine.
(A.Aziz, 2008 : 66)
Ketika kandung kemih menjadi sangat mennggembung diperlukan kateterisasi,
kateter folley ditinggal dalam kanndung kemih selama 24 – 48 jam untuk menjaga
kandung kemih tetap kosong dann memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi. (www.jevuska.com)
Tanda klinis retensi :
 Ketidaknyamanan daerah pubis.
 Distensi vesika urinaria.
 Ketidaksanggupan untuk berkemih.
 Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
 Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
 Adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih
Penyebab :
 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, vesika urinaria.
 Trauma sumsum tulang belakang.
 Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.
 Sphincter yang kuat.
 Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
(A.Aziz, 2008 : 66)
b. Inkontinensia urine.
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk menetap unttuk mengontrol ekskresi urine. Secara
umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process),
pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan kesadaran, serta penggunaan obat
narkotik. (A.Aziz, 2008 : 66)
c. Enuresis.
Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada anak atau
orang jompo. Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab enurisis :
 Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
Anak-anak yang tidurnya bersuara dari tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur
untuk untuk ke kamar mandi. Vesika urinaria peka rangsang, dan seterusnya,
tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
 Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah.
Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya.
 Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem perkemihan.
 Makanan yang banyak mengandung garam mineral.
 Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
(A.Aziz, 2008 : 67)

d. Perubahan pola eliminasi urine.


Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik,
sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
 Frekuensi.
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari. Peningkatan
frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk.
Frekuensi yang tinggi ttanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan
sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stress/hamil.
(A.Aziz, 2008 : 67)
 Urgensi.
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil memiliki kemampuan yang buruk
dalm mengontrol sphincter eksternal. Biasanya perasaan ingin segera
berkemih terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada
sphincter. (A.Aziz, 2008 : 67)
 Disuria.
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
(A.Aziz, 2008:67)
 Poliuria.
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit
diabetes dan GGK. (A.Aziz, 2008 : 67)
 Urinari Supresi.
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara mendadak. Secara
normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara
terus menerus. (A.Aziz, 2008 : 67)
PATHWAY
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
b. Pola berkemih
c. Gejala dari perubahan berkemiH
d. Faktor yang mempengaruhi berkemih
B. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen : pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
b. Genetalia wanita : Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, keadaan
atropi jaringan vagina.
c. Genetalia laki-laki : kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran
skrotum.
C. Intake dan output cairan
a. Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b. Kebiasaan minum di rumah.
c. Intake: cairan infuse, oral, makanan, NGT.
d. Kaji perubahan volume urin untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
e. Output urin dan urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
f. Karakteristik urin : Warna, kejernihan, bau, kepekatan.
D. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan urin (urinalisis):
a. warna (N: Jernih kekuningan)
b. penampilan (N: Jernih)
c. Bau (N: Beraroma)
d. Ph (N: 4,5-8,0)
e. Beratb jenis (N: 1,005-1,030)
f. Glukosa (N: Negatif)
g. Keton (N: Kuman pathogen negative).

E. Diagnosa keperawatan
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
EGC
Hidayat, A.Aziz, dkk. 2008. Ketrampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika
Baradero, M. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia
Potte, P.A dan Perry. A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC
Sumber Internet :
http://www.wordpress.com/2008/03/17/konsep-dasar-pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-
urine diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Pukul 13.40 WIB
http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urien-post-partum
diakses pada tanggal 11 Oktober 2011. Pukul 13.40 WIB

Anda mungkin juga menyukai