Wawasan Kemaritiman
Wawasan Kemaritiman
Wawasan Kemaritiman
“Nilai-Nilai Strategis Selat Malaka”
Oleh :
Hifzur Rahman
I1F119014
A. LATAR BELAKANG
Sesuai dengan ketetapan Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 82, Indonesia
merupakan negara kepulauan. Dengan luas laut yang begitu besar yang terdiri dari luas perairan
nusantara 3,1 juta km2 ditambah dengan luas kawasan Zone Ekonomi Eksklusif seluas 2,7 juta
km2 sehingga luas total perairan Indonesia sekitar 5,8 km2. Pengakuan resmi asas negara
kepulauan ini merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia didalam mewujudkan
satu kesatuan wilayah yang utuh sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dan
Wawasan Nusantara (Wasantara) yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia
sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Dengan posisi
silang yang sangat strategis yakni diapit dengan dua benua dan dua samudera, tentunya
menjadikan wilayah Indonesia sebagai jalur pelayaran Internasional yang sangat penting bagi
Negara-negara maritime dan Negara lainnya yang memiliki kepentingan baik dibidang ekonomi,
politik dan pertahanan keamanan. Salah satu jalur pelayaran penting dari 3 (tiga) Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) yang dimiliki Indonesia adalah Selat Malaka.
Selat Malaka juga memiliki nilai strategis dari sisi ekonomi, politik, dan keamanan. Selain dari
posisi dan historis, selat ini merupakan jalur perniagaan internasional yang sangat ramai dan
padat. Oleh karena letaknya yang strategis, maka selat ini rawan akan ancaman kejahatan
maritim. kerawanan yang tidak hanya terfokus pada hal-hal yang bersifat militeristik, tetapi
telah berkembang mengarah pada berbagai aspek seperti perlindungan lingkungan, hak asasi
manusia, perluasan perdagangan dan investasi, pemberantasan kejahatan internasional, atau
perdagangan barang terlarang. Maka, strategi pertahanan dan keamanan daerah ini memerlukan
suatu perhatian khusus terutama dari littoral states yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura
dengan mengadakan kerjasama untuk mengatasi ancaman kejahatan di Selat Malaka.
Dengan melihat posisi Selat Malaka yang merupakan jalur SLOC (Sea Lanes of communication)
terpadat yang dipergunakan sebagai jalur perdagangan dan jalur minyak dunia, maka sudah tentu
sangat diperlukan pengelolaan keamanan secara terpadu dan terintegrasi di antara negara-negara
yang memiliki bagian wilayah di selat Malaka yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura. Selain
itu perlu usaha menyatukan pandangan dan tindakan dari ketiga negara tersebut terkait selat
Malaka karena akan banyak yang harus dilakukan untuk menghadapi segala kemungkinan yang
berhubungan dengan keamanan dan keselamatan pelayaran maupun dalam menghadapi reaksi-
reaksi dari Negara lain yang memiliki kepentingan terhadap Selat Malaka. Hal ini sesuai dengan
ketetapan dari Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menyatakan bahwa kedaulatan wilayah
negara pantai atas wilayah lautnya di selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional,
termasuk kewenangan atas air, udara, dasar laut dan tanahnya diakui secara resmi.
Berbagai upaya kerjasama pengamanan telah dilakukan oleh Negara-negara yang memiliki
tanggung jawab terhadap Selat Malaka (Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) yang
salah satunya dilakukan dengan melaksanakan kerja sama dalam bentuk patroli terkoordinasi.
Hal tersebut dilakukan akibat berbagai isu yang sering kali terjadi di wilayah selat Malaka
diantaranya yakni makin maraknya tindak pelanggaran dan kejahatan yang terjadi seperti
perompakan, terorisme, kecelakaan pelayaran serta isu pencemaran lingkungan dan kelestarian
alam.
Namun Indonesia sebagai Negara yang berkedaulatan dan berwawasan nusantara tentunya
memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga setiap jengkal wilayah kedaulatannya
agar tetap utuh dan aman serta terhindar dari segala bentuk ancaman, tantangan, gangguan dan
hambatan baik dari dalam dan dari luar termasuk juga dengan wilayah Selat Malaka yang
memiliki potensi dan bernilai strategis. Upaya pengamanan selat Malaka telah dilaksanakan oleh
Indonesia sudah sejak lama, namun belum berjalan secara optimal dikarenakan berbagai
permasalahan diantaranya masih terdapatnya wilayah perbatasan selat Malaka dengan Negara
tetangga yang belum jelas kesepakatannya sehingga dapat memungkinkan timbulnya konflik,
berikutnya masih terkendala dengan sarana dan prasarana serta personil pengaman yang masih
sangat kurang/ minim, dan masih banyaknya pelanggaran dan kegiatan illegal yang kerap terjadi
diwilayah selat Malaka yang dapat menyebabkan kecelakaan pelayaran serta menimbulkan
pencemaran lingkungan di wilayah selat Malaka.
Sebagai selat yang rentan akan kegiatan kriminal, lalu lintas selat yang padat apalagi dilalui oleh
kapal-kapal yang membawa material untuk pembangunan ekonomi merupakan target dari aksi
perompakan. Perompakan yang terjadi di Selat Malaka sebagian besar terjadi di daerah
perbatasan Indonesia.Hal ini disebabkan karena lemahnya system pengamanan negara-negara
yang berbatasan dengan selat malaka dan terbatasnya kemampuan yang dimiliki terutama di
bidang maritim. Isu keamanan di selat ini memiliki implikasi gangguan terhadap hubungan
internasional negara-negara pantai yang dimaksud, Singapura, Malaysia dan Indonesia, sebagai
negara pantai(littoral states)dari Selat Malaka, begitupula negara-negara lain yang sangat
berkepentingan terhadap keamanan dan stabilitas selat ini. Singapura sebagai “trading country”
telah diuntungkan secara geografis dan selat ini merupakan jantung bagi
perekonomiannya.Sementara Indonesia juga mempunyai kepentingan terhadap stabilitas dan
keamanan selat tersebut, mengingat Selat ini merupakan salah satu pintu masuk jalur
perdagangan dari Eropa, Afrika, Timur Tengah dan Asia Selatan. Sebagaimana yang di terapkan
di hukum internasional, selat malaka jatuh kedalam area perbatasan territorial negara-negara
pantai , tugas untuk menjaga keamanan dan kelancara lalu lintas selat di bebani kepada
Indonesia, Malaysia, dan Singapura. negara-negara lain yang menikmati transit passage melalui
selat malaka harus menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan
negara-negara pantai.
Betapa penting Selat Malaka bagi dunia sehingga banyak negara yang ingin mengukuhkan
pengaruhnya di wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan Singapura.Di samping itu negara-negara
seperti AS(Amerika Serikat) dan jepang memanfaatkan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan
internasional untuk kebutuhan dalam dan luar negeri. Apabila terjadi insiden di Selat Malaka
seperti perompakan ataupun pembajakan kapal-kapal yang bermuatan barang, dampaknya akan
bermuara ke seluruh penjuru dunia. Jepang akan kehilangan 16% pasokan minyak bumi dan 80%
pasokan gas alam, hal ini tentu mengancam stabilitas ekonomi jepang.
B. RUMUSAN MASALAH
Seperti yang sudah jelaskan bahwa Selat Malaka adalah Selat penting ke dua setelah Selat
Hormuz, negara-negara Asia Timur sangat memerlukan Selat ini untuk menjaga energy security
untuk menjalankan produksi industri masing-masing negara tersebut. Selain tiga littoral states
(Indonesia, Malaysia, Singapura), Jepang, Cina, dan Amerika Serikat serta India menunjukkan
perhatian besar mereka terhadap Selat Malaka. Hal ini dibenarkan oleh Mokhzani Zubir, bahwa
selat malaka telah menjadi pusat pertimbangan strategis dan geopolitis kedua negara (Amerika
Serikat dan Cina) demi terpenuhinya tiga kepentingan yang saling berkaitan yaitu
ekonomi,militer dan minyak. Namun, yang menjadi persoalan di Selat Malaka adalah adanya
perbedaan pandangan diantara ketiga negara dalam memandang Selat Malaka. Indonesia dan
Malaysia memandang bahwa Selat Malaka sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya yang
perlu dijaga dan negara pantai harus memiliki tanggung jawab penuh di Selat Malaka untuk
menjaga keamanan dan kelestarian wilayah lautnya termasuk wilayah perikanan mereka. Status
Selat Malaka dilihat negara pantai,Indonesia dan Malaysia sebagai innocent passage. Aadapun
rumusan masalah dalam pembahsan kali ini, yaitu :
Apa Sajakah Nilai-Nilai Strategis yang ada di selat Malaka?
C. RUMUSAN MASALAH
Selat Malaka yang berada di dalam wilayah yurisdiksi dan kedaulatan Indonesia merupakan jalur
perdagangan internasional dan minyak dunia yang sangat strategis. Hampir separuh perdagangan
dunia yang dilakukan melalui jalur laut melewati kawasan ini sehingga sudah tentu masalah
keamanan jalur pelayaran ini menjadi tugas dan tanggung jawab Negara Indonesia beserta
Negara lainnya yang memiliki kuasa atas selat Malaka serta Negara lainnya sering menggunakan
dan memiliki kepentingan di Selat Malaka. Dengan terjaminnya keamanan dan keselamatan
pelayaran di Selat Malaka tentunya akan sangat meningkatkan perekonomian dunia, karena
kegiatan perdagangan dan penyaluran minyak dunia berjalan lancar serta meningkatkan
perekonomian Negara-negara yang memiliki kuasa dan batas wilayah di Selat Malaka termasuk
juga Indonesia.
Untuk itu, melalui tulisan ini akan dibahas optimalisasi pengamanan selat Malaka dalam
perspektif wasantara sebagai landasan visional yang dimaknai sebagai cara pandang tentang diri
dan lingkungannya, yang bersifat sarwa nusantara untuk dimanfaatkan baik kondisi dan
konstelasi geografi atau wilayah, serta berfungsi sebagai pedoman, tuntunan dan rambu-rambu
bagi perwujudan ketahanan nasional.
Secara letak geografis Selat Malaka begitu penting bagi negara-negara di dunia dalam
kegiatan ekonomi, lalu-lintas perdagangan, maupun strategi militer terutama negara besar seperti
Amerika Serikat, Cina, Jepang dan India. Posisi Selat Malaka termasuk jalur SLOC (Sea Lanes
of Communication) terpadat untuk perdagangan dan alur minyak dunia jika dibandingkan dengan
selat-selat lainnya. Singapura menginginkan Selat Malaka menjadi kawasan bebas internasional
bagi semua negara.
Hal tersebut didasari oleh keyakinannya terhadap konsep transit bebas yang dirasa lebih
menjanjikan dibandingkan konsep innocent passage yang tidak memberi keuntungan. Dengan
dijadikannya Selat Malaka sebagai fasilitas pelayaran internasional maka negara lain tentu akan
berpartisipasi dalam menjaga keamanan, melihat kondisi selat yang kian strategis. Sementara
negara pantai lainnya yaitu Malaysia dan Indonesia menolak keras adanya upaya
internasionalisasi Selat Malaka yang didukung oleh Singapura dan juga negara-negara pengguna
lainnya.
Ada dua kategori selat, yaitu selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional yang
menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan laut lepas atau ZEE lainnya (pasal 37 KHL 1982),
dalam kategori ini berlaku hak lintas transit kapal-kapal asing. Selanjutnya, selat-selat yang
menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan perairan teritorial suatu negara asing.
Meskipun tidak termasuk dalam kategori selat internasional, Selat Malaka diakui dunia sebagai
selat yang digunakan dalam pelayaran internasional (straits used for international navigation)
sebagaimana diatur dalam United Nations Convention Of The Sea ( UNCLOS) 1982.
Hal ini diatur dalam pasal 34 sampai pasal 35 KHL ( Konvensi Hukum Laut) 1982. Negara-
negara yang berada di tepi selat memiliki kedaulatan (yurisdiksi) penuh di atasnya. Sebagai
bagian dari wilayah perairan, ada beberapa karakteristik umum Selat Malaka yang perlu
diperhatikan, yaitu sejarah penggunaan Selat Malaka, kondisi geografis dan ekologis, dan
tantangan-tantangan yang dihadapi mencakup nilai strategis selat sebagai jalur transportasi
perairan, isu-isu ancaman keamanan, masalah lingkungan, pengaturan penggunaan selat, aturan
hukum di wilayah perairan, sumber daya yang terdapat di Selat Malaka, kepentingan negara-
negara terhadap Selat Malaka, serta karakteristik lainnya. Penetapan lebar Laut Teritorial
maksimal 12 mil laut membawa akibat bahwa perairan dalam Selat yang semula merupakan
bagian dari Laut Lepas berubah menjadi bagian dari Laut Teritorial negara-negara selat yang
mengelilinginya. Berhubungan dengan itu, tetap terjaminnya fungsi Selat sebagai jalur pelayaran
internasional merupakan syarat bagi diterimanya penetapan lebar Laut Teritorial maksimal 12
mil laut. Oleh karena itu, dengan tidak mengurangi pelaksanaan kedaulatan dan yurisdiksi
negara-negara pantai dibidang lain daripada lintas laut dan lintas udara, kendaraan air asing dan
pesawat udara asing mempunyai hak lintas laut/udara melalui suatu selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional. Negara-negara selat, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
Konvensi, dapat membuat peraturan perundang-undangan mengenai lintas laut transit melalui
selat tersebut yang bertalian dengan:
a. Keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut;
b. Pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran;
c. Pencegahan penangkapan ikan, termasuk penyimpanan alat penangkapan ikan dalam
palka;
d. Memuat atau membongkar komoditi, mata uang atau orang-orang, bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
2.1.2 Nilai Strategis Selat Malaka
Selat Malaka terletak di semenanjung Malaysia yang menghubungkan Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia. Selat Malaka membentang sepanjang 600 mil dari utara Indonesia yakni di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga berakhir di ujung selatan pulau Penang Malaysia
dan terletak diantara tiga negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Lebar alur
masuk Selat Malaka di sebelah Utara adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada sebelah
Selatan yang merupakan wilayah tersempit (the narrowest point) yaitu sekitar 8 mil laut. Selat
Malaka bersambungan dengan Selat Singapura yang mempunyai panjang selat kurang lebih 60
mil laut.
Selat Malaka merupakan alur pelayaran sempit, dangkal, berbelok-belok, dan ramai. Pada bagian
di selat Singapura yang lebarnya hanya 1,7 km, hanya 1,3 km yang bisa dilalui, sementara di
bagian selat Philip (Philip Channel) hanyalah kira-kira 800 meter lebar yang dapat dilayari. Arus
laut pada selat Malaka dapat mencapai kecepatan 3 mil dengan perubahan kecepatan yang tidak
teratur.
1. Pulau Rupat dengan lebar 3.704 m dan kedalaman 25 m. Ini adalah chokepoints terlebar
yang berada di provinsi Riau.
2. One Fathom Bank dengan lebar 1,391 m dan kedalaman 23,3 m
3. Pulau Karimun dan Johor terletak diantara Selat Singapura dengan Indonesai dan
Malaysia. Pulau
4. ini memiliki lebar 2,965 m dan kedalaman 28,1 m. Chokepoints ini adalah chokepoints
terdalam .
5. Philips Channel dengan lebar 1.600 m dan 800 m dan kedalaman 22,5 m
6. Buffalo Rock memiliki lebar 532 m serta kedalaman hanya 20 m,Chokepoints ini adalah
7. tersempit dan terdangkal.
8. 6. Pulau batu berhanti, memiliki lebar 800 m dan lebar21,2 m. Pulau ini terletak di
provinsi Kepri,
9. pulau ini pulau terluar Indonesia dengan Singapura tetapi di perairan Selat Singapura
karena
10. letaknya yang dekat dengan Singapura tetapi pulau ini masuk wilayah administrasi Kota
Batam,
11. Kepri.
Dengan kata lain keduanya berada di lokasi garis perbatasan antara Indonesia dan Singapura.
Jalur lintas selat di sisi Indonesia terletak choke point 1, 2, 4 dan 6 dengan pengertian kapal yang
melintas dari arah Timur Tengah akan melewati 4 chokepoints dengan tingkat kehati hatian
cukup tinggi di chokepoints 4 dan 6. Sedangkan jalur lintas selat di sisi Singapura dan Malaysia
terletak choke point 5 dan 3 di mana di bagian choke point 5 (buffalo rock) dibutuhkan tingkat
kehati hatian yang amat tinggi bagi kapal yang melintas menuju ke
Pada tahun 1992 kurang lebih 33.527 kapal dalam satu tahun berlayar melalui selat
malaka,diantaranya 10.000 kapal tanker. Di penghujung tahun 2010 kapal yang melintas telah
mencapai 71.359 kapal dari sebanyak 63.636 kapal di tahun 2004 yang awalnya hanya 43.965 di
tahun 1999. Kesibukan di Selat Malaka diperkirakan akan meningkat mencapai angka 316.700
kapal di tahun 2024 dan akan mencapai angka 1.300.000 pada tahun 2083.
Secara rinci jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Malaka pada bulan Maret tahun 2016
yang terlihat dalam pantauan radar BAKAMLA (Badan Keamanan Laut) adalah kapal kargo
sebanyak 3.519, kapal tanker 1.877, dan kapal lainnya sebanyak 4.000 kapal.
Selat ini merupakan chokepoint utama di Asia, dengan perkiraan 16,0 juta b/d aliran pada tahun
2016, dibandingkan dengan 14,5 juta b/d pada tahun 2011. Minyak mentah umumnya berkisar
antara 85% dan 90% dari total arus minyak per tahun, dan produk minyak bumi menyumbang
sisanya. Selat Malaka juga merupakan rute transit penting untuk gas alam cair (liquefied natural
gas / LNG) dari pemasok Teluk Persia dan Afrika, khususnya Qatar, ke negara-negara Asia
Timur dengan permintaan LNG yang terus meningkat. Importir LNG terbesar di kawasan ini
adalah Jepang dan Korea Selatan.
Singapura hanya memiliki wilayah laut teritorial di Selat Singapura saja, yang murni memiliki
tanggung jawab penuh di Selat Malaka itu adalah Indonesia dan Malaysia. Aset-aset untuk
navigasi kapal merupakan milik Indonesia serta Malaysia, dari ujung utara Selat Malaka sampai
Tenggara yang barulah kemudian memasuki Selat Singapura, tapi kapal-kapal yang lewat Selat
Malaka memberikan bayarannya ke Singapura.
Singapura menginginkan Selat Malaka menjadi kawasan bebas internasional bagi semua negara.
Hal tersebut didasari oleh keyakinannya terhadap konsep transit bebas yang dirasa lebih
menjanjikan dibandingkan konsep innocent passage yang tidak memberi keuntungan. Dengan
dijadikannya Selat Malaka sebagai fasilitas pelayaran internasional maka negara lain tentu akan
berpartisipasi dalam menjaga keamanan, melihat kondisi selat yang kian strategis.
Namun pada dasarnya Singapura akan melakukan segala upaya untuk melindungi keamanan
Selat Malaka karena jalur selat tersebut menjadi jalur pelayaran internasional, dimana
perekonomian Singapura bergantung pada aktivitas maritim tersebut. Menanggapi RMSI
Amerika Serikat, Menteri Pertahanan Singapura (Teo Chee Hean) menyatakan bahwa untuk
menjaga keamanan perairan regional dari terorisme maritim adalah hal yang kompleks dan butuh
penangan intensif, maka dari itu “no single state has resources to deal effectively with this treat”.
Dalam konferensi tersebut, Singapura menyetujui inisiatif Amerika Serikat untuk mengirimkan
angkatan lautnya berpatroli di perairan Selat Malaka.
Kerja sama terkait maritim telah dimulai sejak awal didirikannya ASEAN pada tahun 1967
dengan dibentuknya Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC). Dengan domain
maritim sekitar 80 persen, garis pantai sepanjang 173.000 km, serta jalur perdagangan penting
dunia dengan puluhan ribu kapal komersial melewati perairan dan laut di kawasan setiap
tahunnya, isu maritim merupakan salah satu isu penting di ASEAN. Pentingnya pembahasan isu
maritim dan penguatan kerja sama maritim di ASEAN dipertegas dalam Declaration on ASEAN
Concord II (Bali Concord II) tahun 2003, ASEAN Political Security Community Blueprint
(2009- 2015) dan ASEAN 2025 Forging Ahead Together. Pembahasan isu maritim di ASEAN
mencakup isu keamanan maritim (maritime security), keselamatan maritim (maritime safety),
kejahatan lintas batas (transnational crime), bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana,
pencarian dan penyelamatan (SAR), lingkungan laut, konservasi, sumber daya laut, konektivitas
maritim, dan lain-lain.
Pada perkembangannya, AMF lebih difokuskan untuk 2 (dua) tujuan utama, yakni untuk
membahas isu-isu strategis terkait maritim dan sinergi berbagai kerja sama maritim oleh badan
sektoral ASEAN dan ARF. AMF diharapkan tidak hanya membahas isu keamanan maritim saja
(security centric), tetapi juga membahas dimensi lain dari isu maritim. Pembahasan isu-isu
maritim di AMF dilakukan dalam bentuk penyampaian pandangan (exchange of views) dan
diskusi. AMF telah membahas isu-isu penting, diantaranya konektivitas maritim, pencarian dan
bantuan (SAR), Sea Lines of Communication, kesadaran mengenai domain maritim, kebebasan
bernavigasi, perompakan di laut, lingkungan laut, pariwisata laut, perikanan, serta bantuan
kemanusiaan dan penanggulangan bencana. AMF telah menghasilkan berbagai rekomendasi
penting dalam upaya memajukan kerja sama maritim di ASEAN, seperti melakukan stocktaking
kerja sama maritim di kawasan, peningkatan konektivitas maritim, penanggulangan
berbagai ancaman maritim baik tradisional maupun non-tradisional seperti perompakan,
perampokan kapal, perdagangan orang, dan terorisme, peningkatan sharing information and
intelligence, peningkatan koordinasi yang efektif dengan badan sektoral ASEAN, pembahasan
isu lingkungan laut dan penanganan IUU Fishing.
Setelah adanya kerjasama maritim di kawasan yang di tertuang dalam AMF (Asean Maritime
Forum) maka jumlah aksi perompakan di Selat Malaka mengalami fluktuasi di tiap tahunnya.
Australia, Tiongkok, India, Jepang, Filipina, dan Singapura merupakan beberapa negara yang
menjadi anggota dari organisasi yang beranggotakan 20 negara ini. Sedangkan Amerika Serikat
bergabung dengan ReCAAP pada bulan September 2014 dan mendukung upaya multilateral
dalam patroli di jalur-jalur laut yang vital.
ReCAAP ISC memiliki tiga pilar yaitu Information Sharing, Capacity Building, dan
Cooperative Arrangements. Sesuai dengan pasal 6 ReCAAP, pembiayaan ReCAAP ISC
diperoleh melalui empat sumber yaitu: host state, negara-negara anggota (bersifat sukarela),
organisasi internasional dan pihak-pihak lain (bersifat sukarela), dan sumbangan sukarela
yang disepakati oleh Dewan Gubernur. Pada tahun 2010-2014, peran ReCAAP ISC
dalam menanggulangi aksi perompakan di Selat Malaka dan Selat Singapura diantaranya adalah:
1. menerbitkan laporan tahunan terkait insiden perompakan,
2. meneruskan dan menerima informasi terkait insiden perompakan,
3. menganalisis insiden berdasarkan tingkat signifikansi kasus,
4. mengidentifikasi pola dan tren kasus perompakan berdasarkan lokasi kejadian,
5. memberikan informasi terkait modus operandi, pola, dan tren perompakan kepada pihak-
pihak yang berkaitan dengan industri pelayaran dan pemerintah negara pantai melalui
pemaparan studi kasus,
6. melakukan verifikasi data insiden perompakan melalui ReCAAP Focal Point di
Singapura,
7. bekerjasama dengan Information Fusion Centre (IFC) menerbitkan “Guidelines for Tug
Boats and Barges against Piracy and Sea Robbery”,
8. mendorong pemerintah negara pantai untuk memperluas patroli keamanan laut.
Sementara itu, kerjasama antara Indonesia dan Jepang dilakukan melalui proyek pembangunan
VTS. Pada tahun 2009, Jepang bekerjasama dengan Indonesia untuk membangun VTS di daerah
Batam (tahap satu) dan Dumai (tahap dua). Kemudian, pada tahun 2010 sampai 2012, Malaysian
Maritime Enforcement Agency (MMEA) dan Japan International Cooperation Agency (JICA)
bekerjasama dalam pengembangan kemampuan petugas keamanan laut. Pada tahun 2012-2014,
Singapura dan Jepang rutin menyelenggarakan Maritime Security Dialogue. Dalam kaitannya
dengan isu keamanan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, Jepang dan Singapura
sepakat bahwa pandangan dan kepentingan kedua negara terkait keamanan maritim, kebebasan
navigasi, dan penghormatan terhadap hukum internasional (UNCLOS) membutuhkan kerjasama
yang erat diantara keduanya (Fu, 2013)
Malacca Straits Sea Patrols (MSSP) diluncurkan sebagai sebuah aksi konkrit untuk menjaga
keamanan Selat Malaka. Dalam pengaturan demikian, negara-negara pantai melakukan patroli
terkoordinasi, sambil tetap mempertahankan komunikasi dan pertukaran informasi. Pada bulan
September 2007, sebuah pendekatan baru untuk mendukung keamanan di Selat Malaka juga
diluncurkan, yaitu Eyes in the Sky Initiative (EiS). Inisiatif ini menggabungkan patroli udara
maritim dengan langkah-langkah keamanan di laut. Patroli Laut Selat Malaka (Malacca Strait
Sea Patrols) dan Eyes In the Sky adalah bagian dari kerangka besar untuk mengatasi masalah
keamanan Selat Malaka.
Secara geografis, geopolitik dan geoekonomi, Indonesia merupakan negara yang sangat
strategis, berada di garis khatulistiwa, berdekatan dengan Singapura sebagai pintu perlintasan
dunia. Berada di posisi silang ( cross posisition) yaitu diantara Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Pengamat strategi dari barat bahkan mengatakan bahwa Indonesia adalah bedrock dari
pertumbuhan ekonomi Asia timur. Luas wilayah Indonesia memiliki potensi ekonomi yang
tinggi karena sama dengan setengah dari luas wilayah Asia Tenggara, termasuk wilayah maritim,
hutan tropis, serta hasil tambang dan minyak bumi yang besar disamping memiliki penduduk
yang banyak.
Perairan di kawasan Asia Tenggara juga memiliki posisi penting bagi negara-negara di
dunia sebagai kawasan perairan bagi jalur komunikasi laut (Sea Lanes Of
Communication/SLOC) dan jalur perdagangan laut (Sea Lanes of Trade/ SLOT) penting bagi
perdagangan internasional. Potensi ini menjadikan Indonesia sebagai penjuru ASEAN. Posisi
strategis inilah yang menjadikan Selat Malaka sebagai chokepoints of shipping in the world
untuk lalu lintas perdagangan negara-negara di dunia, baik ekspor maupun impor, yang sebagian
besar dilakukan melalui jalur laut.
Di Indonesia, Pulau Sumatera kawasan yang langsung berhadapan dengan Selat Malaka
adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau,
sedangkan negara bagian di Malaysia yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka adalah
Kedah, Perlis, Malaka, Johor, Selangor, Negeri Sembilan, dan Perak yang keseluruhan dari
negarabagian ini terletak di Semenanjung Malaysia.
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut
lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang
dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis
dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah
negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai
kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan
laut.Sehingga, Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4
Prp. 1960 dan telah di revisi menjadi UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Potensi nilai ekonomi kelautan dari bidang-bidang maritim utama sangat besar. Mulai dari
perikanan, termasuk perikanan tangkap, budi daya, dan pengolahan sebesar US$ 47 miliar per
tahun. Sementara dari sektor pariwisata bahari mencapai US$ 29 miliar per tahun. Dari energi
terbarukan sebesar US$ 80 miliar per tahun yang terdiri dari energi arus laut, pasang surut,
gelombang, biofuel alga, panas laut. Sedangkan Biofarmasetika laut sebesar US$ 330 miliar per
tahun.
A. Kesimpulan
2) Terkait dengan selat Malaka yang memiliki potensi dan nilai strategis
tentunya perlu adanya pengelolaan keamanan secara trimatra terpadu, dan
pengamanan terintegrasi di antara negara-negara yang memiliki bagian wilayah di
selat Malaka serta usaha menyatukan pandangan dan tindakan negara tersebut
terkait selat Malaka untuk menghadapi segala kemungkinan yang berhubungan
dengan keamanan dan keselamatan pelayaran maupun dalam menghadapi reaksi-
reaksi dari Negara lain yang memiliki kepentingan terhadap Selat Malaka.
Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan dalam pengamanan selat Malaka,
namun masih terdapat berberapa permasalahan yang harus diselesaikan
diantaranya, masih terdapatnya batas wilayah selat Malaka dengan Negara
tetangga yang belum jelas, minimnya personel pengamanan serta sarana dan
prasarana pendukung upaya pengamanan selat Malaka, serta masih banyaknya
pelanggaran dan kegiatan illegal yang berlangsung di kawasan selat Malaka.
B. Saran
3) Agar segera dibentuk Komando Gabungan Wilayah (Kogabwil) ysng
membawahi unsur Tri Matra guna memperjelas dan mempercepat rentang kendali
operasional satuan pengamanan yang bertugas di wilayah selat Malaka.