Anda di halaman 1dari 18

Tugas 1

Wawasan Kemaritiman
“Nilai-Nilai Strategis Selat Malaka”

Oleh :
Hifzur Rahman
I1F119014

Program Studi Oseanografi


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Haluoleo
2020
JUDUL ……………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................... .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah...................... ............................................................................ 5
C. Tujuan Pembahasan...................... .......................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Singapura dan Internasionalisasi Selat Malaka ............................................................. 6
2.1 Perairan Internasional...................... .............................................................................. 7
2.1.2 Nilai Strategis Selat Malaka ............................... ....................................................... 8
2.1.3 Upaya Internasionalisasi Selat Malaka ...................................................................... 9
2.1.4.Singapura dan Internasionalisasi Selat Malaka ........................................................... 9
B. Singapura dan Bentuk Kerjasama Keamanan di Selat Malaka ........ …………………. 10
2.2 Bentuk Kerjasama Keamanan di Selat Malaka .............................................................. 11
1.Asean Maritime Forum .............................................................................................. 11
2.ReCAAP ...................................................................................................................... 12
C.Profil Maritim Indonesia ................................................................................................... 13
2.3.Wilayah Perairan Laut Indonesia .................................................................................... 13
2.3.2.Potensi Maritim Indonesia ........................................................................................... 15.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...................... ........................................................................................ 17
B. Saran...................... .................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sesuai dengan ketetapan Konvensi Hukum Laut PBB atau UNCLOS 82, Indonesia
merupakan negara kepulauan. Dengan luas laut yang begitu besar yang terdiri dari luas perairan
nusantara 3,1 juta km2 ditambah dengan luas kawasan Zone Ekonomi Eksklusif  seluas 2,7 juta
km2 sehingga luas total perairan Indonesia sekitar 5,8 km2. Pengakuan resmi asas negara
kepulauan ini merupakan hal yang sangat penting bagi bangsa Indonesia didalam mewujudkan
satu kesatuan wilayah yang utuh sesuai dengan Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957 dan
Wawasan Nusantara (Wasantara) yang menjadi dasar bagi perwujudan kepulauan Indonesia
sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan. Dengan posisi
silang yang sangat strategis yakni diapit dengan dua benua dan dua samudera, tentunya
menjadikan wilayah Indonesia sebagai jalur pelayaran Internasional yang sangat penting bagi
Negara-negara maritime dan Negara lainnya yang memiliki kepentingan baik dibidang ekonomi,
politik dan pertahanan keamanan. Salah satu jalur pelayaran penting dari 3 (tiga) Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) yang dimiliki Indonesia adalah Selat Malaka.

Selat Malaka juga memiliki nilai strategis dari sisi ekonomi, politik, dan keamanan. Selain dari
posisi dan historis, selat ini merupakan jalur perniagaan internasional yang sangat ramai dan
padat. Oleh karena letaknya yang strategis, maka selat ini rawan akan ancaman kejahatan
maritim. kerawanan yang tidak hanya terfokus pada hal-hal yang bersifat militeristik, tetapi
telah berkembang mengarah pada berbagai aspek seperti perlindungan lingkungan, hak asasi
manusia, perluasan perdagangan dan investasi, pemberantasan kejahatan internasional, atau
perdagangan barang terlarang. Maka, strategi pertahanan dan keamanan daerah ini memerlukan
suatu perhatian khusus terutama dari littoral states yaitu Indonesia, Malaysia dan Singapura
dengan mengadakan kerjasama untuk mengatasi ancaman kejahatan di Selat Malaka.

Dengan melihat posisi Selat Malaka yang merupakan jalur SLOC (Sea Lanes of communication)
terpadat yang dipergunakan sebagai jalur perdagangan dan jalur minyak dunia, maka sudah tentu
sangat diperlukan pengelolaan keamanan secara terpadu dan terintegrasi di antara negara-negara
yang memiliki bagian wilayah di selat Malaka yakni Indonesia, Malaysia dan Singapura. Selain
itu perlu usaha menyatukan pandangan dan tindakan dari ketiga negara tersebut terkait selat
Malaka karena akan banyak yang harus dilakukan untuk menghadapi segala kemungkinan yang
berhubungan dengan keamanan dan keselamatan pelayaran maupun dalam menghadapi reaksi-
reaksi dari Negara lain yang memiliki kepentingan terhadap Selat Malaka. Hal ini sesuai dengan
ketetapan dari Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang menyatakan bahwa kedaulatan wilayah
negara pantai atas wilayah lautnya di selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional,
termasuk kewenangan atas air, udara, dasar laut dan tanahnya diakui secara resmi.
Berbagai upaya kerjasama pengamanan telah dilakukan oleh Negara-negara yang memiliki
tanggung jawab terhadap Selat Malaka (Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) yang
salah satunya dilakukan dengan melaksanakan kerja sama dalam bentuk patroli terkoordinasi.
Hal tersebut dilakukan akibat berbagai isu yang sering kali terjadi di wilayah selat Malaka
diantaranya yakni makin maraknya tindak pelanggaran dan kejahatan yang terjadi seperti
perompakan, terorisme, kecelakaan pelayaran serta isu pencemaran lingkungan dan kelestarian
alam.

Namun Indonesia sebagai Negara yang berkedaulatan dan berwawasan nusantara tentunya
memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menjaga setiap jengkal wilayah kedaulatannya
agar tetap utuh dan aman serta terhindar dari segala bentuk ancaman, tantangan, gangguan dan
hambatan baik dari dalam dan dari luar termasuk juga dengan wilayah Selat Malaka yang
memiliki potensi dan bernilai strategis. Upaya pengamanan selat Malaka telah dilaksanakan oleh
Indonesia sudah sejak lama, namun belum berjalan secara optimal dikarenakan berbagai
permasalahan diantaranya masih terdapatnya wilayah perbatasan selat Malaka dengan Negara
tetangga yang belum jelas kesepakatannya sehingga dapat memungkinkan timbulnya konflik,
berikutnya masih terkendala dengan sarana dan prasarana serta personil pengaman yang masih
sangat kurang/ minim, dan masih banyaknya pelanggaran dan kegiatan illegal yang kerap terjadi
diwilayah selat Malaka yang dapat menyebabkan kecelakaan pelayaran serta menimbulkan
pencemaran lingkungan di wilayah selat Malaka.

Sebagai selat yang rentan akan kegiatan kriminal, lalu lintas selat yang padat apalagi dilalui oleh
kapal-kapal yang membawa material untuk pembangunan ekonomi merupakan target dari aksi
perompakan. Perompakan yang terjadi di Selat Malaka sebagian besar terjadi di daerah
perbatasan Indonesia.Hal ini disebabkan karena lemahnya system pengamanan negara-negara
yang berbatasan dengan selat malaka dan terbatasnya kemampuan yang dimiliki terutama di
bidang maritim. Isu keamanan di selat ini memiliki implikasi gangguan terhadap hubungan
internasional negara-negara pantai yang dimaksud, Singapura, Malaysia dan Indonesia, sebagai
negara pantai(littoral states)dari Selat Malaka, begitupula negara-negara lain yang sangat
berkepentingan terhadap keamanan dan stabilitas selat ini. Singapura sebagai “trading country”
telah diuntungkan secara geografis dan selat ini merupakan jantung bagi
perekonomiannya.Sementara Indonesia juga mempunyai kepentingan terhadap stabilitas dan
keamanan selat tersebut, mengingat Selat ini merupakan salah satu pintu masuk jalur
perdagangan dari Eropa, Afrika, Timur Tengah dan Asia Selatan. Sebagaimana yang di terapkan
di hukum internasional, selat malaka jatuh kedalam area perbatasan territorial negara-negara
pantai , tugas untuk menjaga keamanan dan kelancara lalu lintas selat di bebani kepada
Indonesia, Malaysia, dan Singapura. negara-negara lain yang menikmati transit passage melalui
selat malaka harus menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan
negara-negara pantai.

Betapa penting Selat Malaka bagi dunia sehingga banyak negara yang ingin mengukuhkan
pengaruhnya di wilayah laut Indonesia, Malaysia, dan Singapura.Di samping itu negara-negara
seperti AS(Amerika Serikat) dan jepang memanfaatkan Selat Malaka sebagai jalur perdagangan
internasional untuk kebutuhan dalam dan luar negeri. Apabila terjadi insiden di Selat Malaka
seperti perompakan ataupun pembajakan kapal-kapal yang bermuatan barang, dampaknya akan
bermuara ke seluruh penjuru dunia. Jepang akan kehilangan 16% pasokan minyak bumi dan 80%
pasokan gas alam, hal ini tentu mengancam stabilitas ekonomi jepang.

B. RUMUSAN MASALAH

Seperti yang sudah jelaskan bahwa Selat Malaka adalah Selat penting ke dua setelah Selat
Hormuz, negara-negara Asia Timur sangat memerlukan Selat ini untuk menjaga energy security
untuk menjalankan produksi industri masing-masing negara tersebut. Selain tiga littoral states
(Indonesia, Malaysia, Singapura), Jepang, Cina, dan Amerika Serikat serta India menunjukkan
perhatian besar mereka terhadap Selat Malaka. Hal ini dibenarkan oleh Mokhzani Zubir, bahwa
selat malaka telah menjadi pusat pertimbangan strategis dan geopolitis kedua negara (Amerika
Serikat dan Cina) demi terpenuhinya tiga kepentingan yang saling berkaitan yaitu
ekonomi,militer dan minyak. Namun, yang menjadi persoalan di Selat Malaka adalah adanya
perbedaan pandangan diantara ketiga negara dalam memandang Selat Malaka. Indonesia dan
Malaysia memandang bahwa Selat Malaka sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya yang
perlu dijaga dan negara pantai harus memiliki tanggung jawab penuh di Selat Malaka untuk
menjaga keamanan dan kelestarian wilayah lautnya termasuk wilayah perikanan mereka. Status
Selat Malaka dilihat negara pantai,Indonesia dan Malaysia sebagai innocent passage. Aadapun
rumusan masalah dalam pembahsan kali ini, yaitu :
Apa Sajakah Nilai-Nilai Strategis yang ada di selat Malaka?

C. RUMUSAN MASALAH

Adapun tujuan pembahasan ini antara lain sebagai berikut:


1. Untuk mendeskripsikan nilai strategis selat malaka di era selepas perang dingin dan
kaitannya dengan kembalinya signifikansi geopolitik, geostrategi dalam hubungan antar
bangsa.
2. Untuk mengetahui maksud dan tujuan Singapura menjadikan Selat Malaka perairan
internasional.
3. Untuk mengetahui alasan dan keberatan Indonesia menjadikan Selat Malaka perairan
nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan lingkungan strategis baik global, regional, maupun nasional telah berpengaruh
terhadap semua aspek kehidupan. Selain itu perkembangan situasi politik dan keamanan dunia
telah merubah segalanya sehingga menempatkan kepentingan bidang ekonomi menjadi lebih
dominan diantara bidang lainya. Sehingga wilayah laut yang merupakan wahana paling
ekonomis bagi lalu-lintas perdagangan dunia menjadi sangat penting dan strategis. Selain itu isu
perampokan di laut yang kerap kali terjadi serta kemungkinan adanya terorisme di wilayah laut
pada saat ini menjadi mengemuka dan menjadi perhatian dunia. Oleh karena itu keamanan laut
dan keselamatan pelayaran menjadi berarti bagi penyokong kelancaran perdagangan dunia dalam
peningkatan bidang ekonomi.

Selat Malaka yang berada di dalam wilayah yurisdiksi dan kedaulatan Indonesia merupakan jalur
perdagangan internasional dan minyak dunia yang sangat strategis. Hampir separuh perdagangan
dunia yang dilakukan melalui jalur laut melewati kawasan ini sehingga sudah tentu masalah
keamanan jalur pelayaran ini menjadi tugas dan tanggung jawab Negara Indonesia beserta
Negara lainnya yang memiliki kuasa atas selat Malaka serta Negara lainnya sering menggunakan
dan memiliki kepentingan di Selat Malaka. Dengan terjaminnya keamanan dan keselamatan
pelayaran di Selat Malaka tentunya akan sangat meningkatkan perekonomian dunia, karena
kegiatan perdagangan dan penyaluran minyak dunia berjalan lancar serta meningkatkan
perekonomian Negara-negara yang memiliki kuasa dan batas wilayah di Selat Malaka termasuk
juga Indonesia.

Untuk itu, melalui tulisan ini akan dibahas optimalisasi pengamanan selat Malaka dalam
perspektif wasantara sebagai landasan visional yang dimaknai sebagai cara pandang tentang diri
dan lingkungannya, yang bersifat sarwa nusantara untuk dimanfaatkan baik kondisi dan
konstelasi geografi atau wilayah, serta berfungsi sebagai pedoman, tuntunan dan rambu-rambu 
bagi perwujudan ketahanan nasional.

A. Singapura dan Internasionalisasi Selat Malaka

Secara letak geografis Selat Malaka begitu penting bagi negara-negara di dunia dalam
kegiatan ekonomi, lalu-lintas perdagangan, maupun strategi militer terutama negara besar seperti
Amerika Serikat, Cina, Jepang dan India. Posisi Selat Malaka termasuk jalur SLOC (Sea Lanes
of Communication) terpadat untuk perdagangan dan alur minyak dunia jika dibandingkan dengan
selat-selat lainnya. Singapura menginginkan Selat Malaka menjadi kawasan bebas internasional
bagi semua negara.

Hal tersebut didasari oleh keyakinannya terhadap konsep transit bebas yang dirasa lebih
menjanjikan dibandingkan konsep innocent passage yang tidak memberi keuntungan. Dengan
dijadikannya Selat Malaka sebagai fasilitas pelayaran internasional maka negara lain tentu akan
berpartisipasi dalam menjaga keamanan, melihat kondisi selat yang kian strategis. Sementara
negara pantai lainnya yaitu Malaysia dan Indonesia menolak keras adanya upaya
internasionalisasi Selat Malaka yang didukung oleh Singapura dan juga negara-negara pengguna
lainnya.

2.1. Perairan Internasional


Selat internasional adalah sebuah wilayah perairan alami yang menjadi tempat perlintasan yang
ukurannya tidak lebih luas dari dua kali lebar laut teritorial negara pantai masing-masing, selat
internasional memisahkan dua daratan, dan menghubungkan antara satu laut lepas sebuah negara
pantai dengan laut lepas negara lain atau antara satu Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan ZEE
lain dengan laut teritorial negara lain jika memungkinkan, selat internasional menghubungkan
perairan pedalaman dari sebuah perairan kepulauan yang digunakan untuk pelayaran
internasional.

Ada dua kategori selat, yaitu selat-selat yang dipergunakan untuk pelayaran internasional yang
menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan laut lepas atau ZEE lainnya (pasal 37 KHL 1982),
dalam kategori ini berlaku hak lintas transit kapal-kapal asing. Selanjutnya, selat-selat yang
menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan perairan teritorial suatu negara asing.

Meskipun tidak termasuk dalam kategori selat internasional, Selat Malaka diakui dunia sebagai
selat yang digunakan dalam pelayaran internasional (straits used for international navigation)
sebagaimana diatur dalam United Nations Convention Of The Sea ( UNCLOS) 1982.

Hal ini diatur dalam pasal 34 sampai pasal 35 KHL ( Konvensi Hukum Laut) 1982. Negara-
negara yang berada di tepi selat memiliki kedaulatan (yurisdiksi) penuh di atasnya. Sebagai
bagian dari wilayah perairan, ada beberapa karakteristik umum Selat Malaka yang perlu
diperhatikan, yaitu sejarah penggunaan Selat Malaka, kondisi geografis dan ekologis, dan
tantangan-tantangan yang dihadapi mencakup nilai strategis selat sebagai jalur transportasi
perairan, isu-isu ancaman keamanan, masalah lingkungan, pengaturan penggunaan selat, aturan
hukum di wilayah perairan, sumber daya yang terdapat di Selat Malaka, kepentingan negara-
negara terhadap Selat Malaka, serta karakteristik lainnya. Penetapan lebar Laut Teritorial
maksimal 12 mil laut membawa akibat bahwa perairan dalam Selat yang semula merupakan
bagian dari Laut Lepas berubah menjadi bagian dari Laut Teritorial negara-negara selat yang
mengelilinginya. Berhubungan dengan itu, tetap terjaminnya fungsi Selat sebagai jalur pelayaran
internasional merupakan syarat bagi diterimanya penetapan lebar Laut Teritorial maksimal 12
mil laut. Oleh karena itu, dengan tidak mengurangi pelaksanaan kedaulatan dan yurisdiksi
negara-negara pantai dibidang lain daripada lintas laut dan lintas udara, kendaraan air asing dan
pesawat udara asing mempunyai hak lintas laut/udara melalui suatu selat yang digunakan untuk
pelayaran internasional. Negara-negara selat, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan
Konvensi, dapat membuat peraturan perundang-undangan mengenai lintas laut transit melalui
selat tersebut yang bertalian dengan:
a. Keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut;
b. Pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran;
c. Pencegahan penangkapan ikan, termasuk penyimpanan alat penangkapan ikan dalam
palka;
d. Memuat atau membongkar komoditi, mata uang atau orang-orang, bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan.
2.1.2 Nilai Strategis Selat Malaka
Selat Malaka terletak di semenanjung Malaysia yang menghubungkan Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia. Selat Malaka membentang sepanjang 600 mil dari utara Indonesia yakni di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam hingga berakhir di ujung selatan pulau Penang Malaysia
dan terletak diantara tiga negara pantai yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Lebar alur
masuk Selat Malaka di sebelah Utara adalah sekitar 220 mil laut dan berakhir pada sebelah
Selatan yang merupakan wilayah tersempit (the narrowest point) yaitu sekitar 8 mil laut. Selat
Malaka bersambungan dengan Selat Singapura yang mempunyai panjang selat kurang lebih 60
mil laut.
Selat Malaka merupakan alur pelayaran sempit, dangkal, berbelok-belok, dan ramai. Pada bagian
di selat Singapura yang lebarnya hanya 1,7 km, hanya 1,3 km yang bisa dilalui, sementara di
bagian selat Philip (Philip Channel) hanyalah kira-kira 800 meter lebar yang dapat dilayari. Arus
laut pada selat Malaka dapat mencapai kecepatan 3 mil dengan perubahan kecepatan yang tidak
teratur.

Posisi ChokePoints di Selat Malaka-Singapura.

1. Pulau Rupat dengan lebar 3.704 m dan kedalaman 25 m. Ini adalah chokepoints terlebar
yang berada di provinsi Riau.
2. One Fathom Bank dengan lebar 1,391 m dan kedalaman 23,3 m
3. Pulau Karimun dan Johor terletak diantara Selat Singapura dengan Indonesai dan
Malaysia. Pulau
4. ini memiliki lebar 2,965 m dan kedalaman 28,1 m. Chokepoints ini adalah chokepoints
terdalam .
5. Philips Channel dengan lebar 1.600 m dan 800 m dan kedalaman 22,5 m
6. Buffalo Rock memiliki lebar 532 m serta kedalaman hanya 20 m,Chokepoints ini adalah
7. tersempit dan terdangkal.
8. 6. Pulau batu berhanti, memiliki lebar 800 m dan lebar21,2 m. Pulau ini terletak di
provinsi Kepri,
9. pulau ini pulau terluar Indonesia dengan Singapura tetapi di perairan Selat Singapura
karena
10. letaknya yang dekat dengan Singapura tetapi pulau ini masuk wilayah administrasi Kota
Batam,
11. Kepri.

Dengan kata lain keduanya berada di lokasi garis perbatasan antara Indonesia dan Singapura.
Jalur lintas selat di sisi Indonesia terletak choke point 1, 2, 4 dan 6 dengan pengertian kapal yang
melintas dari arah Timur Tengah akan melewati 4 chokepoints dengan tingkat kehati hatian
cukup tinggi di chokepoints 4 dan 6. Sedangkan jalur lintas selat di sisi Singapura dan Malaysia
terletak choke point 5 dan 3 di mana di bagian choke point 5 (buffalo rock) dibutuhkan tingkat
kehati hatian yang amat tinggi bagi kapal yang melintas menuju ke

Pada tahun 1992 kurang lebih 33.527 kapal dalam satu tahun berlayar melalui selat
malaka,diantaranya 10.000 kapal tanker. Di penghujung tahun 2010 kapal yang melintas telah
mencapai 71.359 kapal dari sebanyak 63.636 kapal di tahun 2004 yang awalnya hanya 43.965 di
tahun 1999. Kesibukan di Selat Malaka diperkirakan akan meningkat mencapai angka 316.700
kapal di tahun 2024 dan akan mencapai angka 1.300.000 pada tahun 2083.

Secara rinci jumlah kapal yang melintas di sepanjang Selat Malaka pada bulan Maret tahun 2016
yang terlihat dalam pantauan radar BAKAMLA (Badan Keamanan Laut) adalah kapal kargo
sebanyak 3.519, kapal tanker 1.877, dan kapal lainnya sebanyak 4.000 kapal.

Selat ini merupakan chokepoint utama di Asia, dengan perkiraan 16,0 juta b/d aliran pada tahun
2016, dibandingkan dengan 14,5 juta b/d pada tahun 2011. Minyak mentah umumnya berkisar
antara 85% dan 90% dari total arus minyak per tahun, dan produk minyak bumi menyumbang
sisanya. Selat Malaka juga merupakan rute transit penting untuk gas alam cair (liquefied natural
gas / LNG) dari pemasok Teluk Persia dan Afrika, khususnya Qatar, ke negara-negara Asia
Timur dengan permintaan LNG yang terus meningkat. Importir LNG terbesar di kawasan ini
adalah Jepang dan Korea Selatan.

2.1.3 Upaya Internasionalisasi Selat Malaka


Strategisnya posisi Selat Malaka menjadikan perairan ini menjadi target berbagai kejahatan di
laut, yaitu salah satunya kejahatan armed robbery. Maraknya perompakan/pembajakan dan
tingginya angka kecelakan kapal di Perairan Selat Malaka mendorong negara-negara pengguna(
user states) merasa berkepentingan dalam menjaga keamanan di Selat Malaka. Hal ini
dikarenakan energy security mereka sangat bergantung pada jalur ini. Sehingga para negara
pengguna tersebut kerap kali menawarkan diri di perairan kawasan tersebut. Misalnya, Jepang
menawarkan diri kepada tiga negara pantai untuk melakukan survey bersama untuk memperoleh
data hidrografis yang diperlukan. Tawaran tersebut kemudian disambut baik oleh tiga negara
pantai. Adapun hasil penelitian hidrografi yang dilaksanakan bersama-sama Jepang ,Indonesia,
Malaysia, Singapura pada tahun 1970 terdapat 37 tempat kedangkalan (kedalamanannya 23 m)
dari wilayah seluas 330 km2 dari Philip Channel. Survey kedua diadakan pada Februari-Juni
1972 yang meliputi perairan di Ujung Selatan Selat Malaka dan bagian Utara Selat Malaka.
Bahkan Jepang juga mengajukan konsep Traffic separation scheme (TSS) untuk menjamin
keselamatan pelayaran di selat Malaka, dan mengusulkan dibentuknya Badan Internasional
sebagai bentuk jaminan keselamatan dalam mengurusi selat Malaka. Badan Internasional itu
terdiri dari negara-negara pemakai selat ditambah ketiga negara pantai. Namun upaya “
internasionalisasi” Selat Malaka yang diusulkan oleh Jepang ditentang keras oleh negara pantai
( Indonesia dan Malaysia). Indonesia dan Malaysia sepakat mengatakan bahwa Selat Malaka
harus diatur oleh negara pantai. Karena internasionalisasi selat malaka akan berpengaruh
terhadap kedaulatan tiga negara, khususnya Indonesia dan Malaysia. Sedangkan Singapura
bersikukuh menjadikan Perairan Selat Malaka sebagai Perairan Internasional, selama aktivitas
pelabuhan internasionalnya tidak terganggu. kepentingan Singapura di Selat Malaka adalah
kepentingan memajukan aspek maritimnya.

2.1.4 Singapura dan Internasionalisasi Selat Malaka.


Republik Singapura adalah sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya.
Bagian utara Singapura dengan Malaysia dipisahkan oleh Selat Johor, sedangkan di bagian
selatan Singapura dan Indonesia (Kepulauan Riau) dipisahkan oleh Selat Singapura. Dewasa ini
Singapura telah menjadi pusat keuangan terdepan ketiga di dunia memainkan peran penting
dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima
pelabuhan tersibuk di dunia. Pada tahun 2017 jumlah penduduk Singapura kira kira 5.781.728
jiwa dengan total luas wilayah 719 km2 dengan luas perairan 10 km2. Penduduknya mayoritas
Cina, Melayu, India dan berbagai keturunan Asia lainnya.

Singapura hanya memiliki wilayah laut teritorial di Selat Singapura saja, yang murni memiliki
tanggung jawab penuh di Selat Malaka itu adalah Indonesia dan Malaysia. Aset-aset untuk
navigasi kapal merupakan milik Indonesia serta Malaysia, dari ujung utara Selat Malaka sampai
Tenggara yang barulah kemudian memasuki Selat Singapura, tapi kapal-kapal yang lewat Selat
Malaka memberikan bayarannya ke Singapura.

Singapura menginginkan Selat Malaka menjadi kawasan bebas internasional bagi semua negara.
Hal tersebut didasari oleh keyakinannya terhadap konsep transit bebas yang dirasa lebih
menjanjikan dibandingkan konsep innocent passage yang tidak memberi keuntungan. Dengan
dijadikannya Selat Malaka sebagai fasilitas pelayaran internasional maka negara lain tentu akan
berpartisipasi dalam menjaga keamanan, melihat kondisi selat yang kian strategis.

Singapura memiliki kepentingan geopolitik di Selat Malaka yang dilatarbelakangi oleh


kebutuhan terhadap kerjasama dengan negara lain melalui lalu lintas laut, menjaga sector
pariwisatanya yang berhubungan langsung dengan selat agar Pelabuhan Singapura bisa tetap
berhubungan dengan lebih dari 600 pelabuhan di 123 negara yang bertebaran di 6 benua.
Berdasarkan data dari singstat.gov.sg, diungkapkan bahwa kontribusi dari sektor jasa Singapura
antara lain jasa keuangan dan asuransi menyumbang 12 persen,sedangkan dari sektor transportasi
dan inventori menyumbang 7 persen. Itu artinya sektor jasa keuangan dan jasa transportasi
termasuk pelabuhan menyumbang hampir 20% ekonomi Singapura. Status Selat Malaka-
Singapura sebagai free transit ini dianut oleh Singapura yang mengartikan Selat Malaka
Singapura sebagai passage terbuka dan tidak bisa berbuat banyak meskipun merugikan negara
pantai. Ini artinya status Selat Malaka-Singapura adalah sebagai selat intemasional yang
menekankan berlakunya rezim free transit di dalamnya. Kenyataannya Singapura memang
menjadi negara pantai tetapi dengan keterbatasan lautnya yang sangat minim. Lokasi strategis
Singapura dan kedalaman air laut yang tepat sebagai kota pelabuhan mendorong Singapura untuk
berkonsentrasi pada pembangunan pelabuhannya dan mentransformasi kotanya menjadi pusat
transportasi laut global. Lebih dari 200 jalur shipping di Singapura dan 1000 kapal diperkirakan
bersandar di pelabuhan-pelabuhan Singapura setiap harinya. Diantara ketiga negara pantai,
pelabuhan Singapura (Port of Singapore) paling unggul kapasitasnya telah mencapai 12 juta
TEUs (twenty-foot equivalent unit) di tahun 1995 sedangkan di Port Klang hanya tercatat 1 juta
TEUs, Penang Port dan Pasir Gudang di Selat Johor hanya 300,000 TEUs per tahunnya.
Sedangkan di sisi Sumatera, Pelabuhan terbesar berada Belawan dan Dumai.

B. Singapura dan Bentuk Kerjasama Keamanan di Selat Malaka

Singapura adalah satu-satunya negara pantai yang mendukung kerjasama multilateral di


perairan Selat Malaka dalam menanggulangi berbagai ancaman terorisme, perampokan,
pembajakan ataupun perompakan. Meskipun pada dasarnya, Singapura akan melakukan segala
upaya untuk menjaga keamanan wilayah Selat Malaka karena jalur tersebut merupakan jalur
perekonomiannya. Selain menjadi jalur perdagangan yang penting bagi dunia khususnya Asia
Timur, Selat Malaka juga menyimpan berbagai risiko dan bahaya yang tinggi bagi perdaganngan
dunia.

Namun pada dasarnya Singapura akan melakukan segala upaya untuk melindungi keamanan
Selat Malaka karena jalur selat tersebut menjadi jalur pelayaran internasional, dimana
perekonomian Singapura bergantung pada aktivitas maritim tersebut. Menanggapi RMSI
Amerika Serikat, Menteri Pertahanan Singapura (Teo Chee Hean) menyatakan bahwa untuk
menjaga keamanan perairan regional dari terorisme maritim adalah hal yang kompleks dan butuh
penangan intensif, maka dari itu “no single state has resources to deal effectively with this treat”.
Dalam konferensi tersebut, Singapura menyetujui inisiatif Amerika Serikat untuk mengirimkan
angkatan lautnya berpatroli di perairan Selat Malaka.

Kerja sama terkait maritim telah dimulai sejak awal didirikannya ASEAN pada tahun 1967
dengan dibentuknya Southeast Asia Fisheries Development Center (SEAFDEC). Dengan domain
maritim sekitar 80 persen, garis pantai sepanjang 173.000 km, serta jalur perdagangan penting
dunia dengan puluhan ribu kapal komersial melewati perairan dan laut di kawasan setiap
tahunnya, isu maritim merupakan salah satu isu penting di ASEAN. Pentingnya pembahasan isu
maritim dan penguatan kerja sama maritim di ASEAN dipertegas dalam Declaration on ASEAN
Concord II (Bali Concord II) tahun 2003, ASEAN Political Security Community Blueprint
(2009- 2015) dan ASEAN 2025 Forging Ahead Together. Pembahasan isu maritim di ASEAN
mencakup isu keamanan maritim (maritime security), keselamatan maritim (maritime safety),
kejahatan lintas batas (transnational crime), bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana,
pencarian dan penyelamatan (SAR), lingkungan laut, konservasi, sumber daya laut, konektivitas
maritim, dan lain-lain.

2.2.3 Bentuk Kerjasama Keamanan di Selat Malaka

1. Asean Maritim Forum (AMF)


ASEAN Maritim Forum (AMF) dibentuk pada tahun 2010 sebagai forum dialog yang diharapkan
dapat memberikan nilai tambah bagi pemajuan kerja sama maritim di ASEAN. Pembentukan
AMF tertuang dalam APSC (ASEAN Political-Security Comunit) Blueprint (2009-20015) yaitu
dalam butir A.2.5 Mempromosikan Kerja Sama Maritim ASEAN yaitu: dengan membentuk
ASEAN Maritime Forum (AMF). AMF bertujuan untuk mendorong kerjasama maritim;
mengembangkan pemahaman bersama mengenai isu maritim kawasan dan global; serta sebagai
bagian dari upaya Confidence Building Measures (CBM) and Preventive Diplomacy (PD).

Pada perkembangannya, AMF lebih difokuskan untuk 2 (dua) tujuan utama, yakni untuk
membahas isu-isu strategis terkait maritim dan sinergi berbagai kerja sama maritim oleh badan
sektoral ASEAN dan ARF. AMF diharapkan tidak hanya membahas isu keamanan maritim saja
(security centric), tetapi juga membahas dimensi lain dari isu maritim. Pembahasan isu-isu
maritim di AMF dilakukan dalam bentuk penyampaian pandangan (exchange of views) dan
diskusi. AMF telah membahas isu-isu penting, diantaranya konektivitas maritim, pencarian dan
bantuan (SAR), Sea Lines of Communication, kesadaran mengenai domain maritim, kebebasan
bernavigasi, perompakan di laut, lingkungan laut, pariwisata laut, perikanan, serta bantuan
kemanusiaan dan penanggulangan bencana. AMF telah menghasilkan berbagai rekomendasi
penting dalam upaya memajukan kerja sama maritim di ASEAN, seperti melakukan stocktaking
kerja sama maritim di kawasan, peningkatan konektivitas maritim, penanggulangan
berbagai ancaman maritim baik tradisional maupun non-tradisional seperti perompakan,
perampokan kapal, perdagangan orang, dan terorisme, peningkatan sharing information and
intelligence, peningkatan koordinasi yang efektif dengan badan sektoral ASEAN, pembahasan
isu lingkungan laut dan penanganan IUU Fishing.

Setelah adanya kerjasama maritim di kawasan yang di tertuang dalam AMF (Asean Maritime
Forum) maka jumlah aksi perompakan di Selat Malaka mengalami fluktuasi di tiap tahunnya.

2. ReCAAP (Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery)


Konsep Perjanjian ReCAAP pertama kali dicetuskan oleh mantan Perdana Menteri Jepang,
Keizo Obuchi, pada penyelenggaraan ASEAN+1 Summit Meeting di Manila bulan November
tahun 1999 (Ho, 2009). Perjanjian ReCAAP disahkan pada tanggal 11 November 2004,
kemudian dibawah perjanjian tersebut dibentuk ReCAAP Information Sharing Center (ReCAAP
ISC) yang resmi diluncurkan pada tanggal 29 November 2006 di Singapura. ReCAAP ISC
berpusat di Singapura dan telah resmi diakui sebagai sebuah organisasi internasional pada
tanggal 30 Januari 2007.

Australia, Tiongkok, India, Jepang, Filipina, dan Singapura merupakan beberapa negara yang
menjadi anggota dari organisasi yang beranggotakan 20 negara ini. Sedangkan Amerika Serikat
bergabung dengan ReCAAP pada bulan September 2014 dan mendukung upaya multilateral
dalam patroli di jalur-jalur laut yang vital.

ReCAAP ISC memiliki tiga pilar yaitu Information Sharing, Capacity Building, dan
Cooperative Arrangements. Sesuai dengan pasal 6 ReCAAP, pembiayaan ReCAAP ISC
diperoleh melalui empat sumber yaitu: host state, negara-negara anggota (bersifat sukarela),
organisasi internasional dan pihak-pihak lain (bersifat sukarela), dan sumbangan sukarela

yang disepakati oleh Dewan Gubernur. Pada tahun 2010-2014, peran ReCAAP ISC
dalam menanggulangi aksi perompakan di Selat Malaka dan Selat Singapura diantaranya adalah:
1. menerbitkan laporan tahunan terkait insiden perompakan,
2. meneruskan dan menerima informasi terkait insiden perompakan,
3. menganalisis insiden berdasarkan tingkat signifikansi kasus,
4. mengidentifikasi pola dan tren kasus perompakan berdasarkan lokasi kejadian,
5. memberikan informasi terkait modus operandi, pola, dan tren perompakan kepada pihak-
pihak yang berkaitan dengan industri pelayaran dan pemerintah negara pantai melalui
pemaparan studi kasus,
6. melakukan verifikasi data insiden perompakan melalui ReCAAP Focal Point di
Singapura,
7. bekerjasama dengan Information Fusion Centre (IFC) menerbitkan “Guidelines for Tug
Boats and Barges against Piracy and Sea Robbery”,
8. mendorong pemerintah negara pantai untuk memperluas patroli keamanan laut.

Sementara itu, kerjasama antara Indonesia dan Jepang dilakukan melalui proyek pembangunan
VTS. Pada tahun 2009, Jepang bekerjasama dengan Indonesia untuk membangun VTS di daerah
Batam (tahap satu) dan Dumai (tahap dua). Kemudian, pada tahun 2010 sampai 2012, Malaysian
Maritime Enforcement Agency (MMEA) dan Japan International Cooperation Agency (JICA)
bekerjasama dalam pengembangan kemampuan petugas keamanan laut. Pada tahun 2012-2014,
Singapura dan Jepang rutin menyelenggarakan Maritime Security Dialogue. Dalam kaitannya
dengan isu keamanan maritim di Selat Malaka dan Selat Singapura, Jepang dan Singapura
sepakat bahwa pandangan dan kepentingan kedua negara terkait keamanan maritim, kebebasan
navigasi, dan penghormatan terhadap hukum internasional (UNCLOS) membutuhkan kerjasama
yang erat diantara keduanya (Fu, 2013)
Malacca Straits Sea Patrols (MSSP) diluncurkan sebagai sebuah aksi konkrit untuk menjaga
keamanan Selat Malaka. Dalam pengaturan demikian, negara-negara pantai melakukan patroli
terkoordinasi, sambil tetap mempertahankan komunikasi dan pertukaran informasi. Pada bulan
September 2007, sebuah pendekatan baru untuk mendukung keamanan di Selat Malaka juga
diluncurkan, yaitu Eyes in the Sky Initiative (EiS). Inisiatif ini menggabungkan patroli udara
maritim dengan langkah-langkah keamanan di laut. Patroli Laut Selat Malaka (Malacca Strait
Sea Patrols) dan Eyes In the Sky adalah bagian dari kerangka besar untuk mengatasi masalah
keamanan Selat Malaka.

C. Profil Maritim Indonesia

Secara geografis, geopolitik dan geoekonomi, Indonesia merupakan negara yang sangat
strategis, berada di garis khatulistiwa, berdekatan dengan Singapura sebagai pintu perlintasan
dunia. Berada di posisi silang ( cross posisition) yaitu diantara Samudera Hindia dan Samudera
Pasifik. Pengamat strategi dari barat bahkan mengatakan bahwa Indonesia adalah bedrock dari
pertumbuhan ekonomi Asia timur. Luas wilayah Indonesia memiliki potensi ekonomi yang
tinggi karena sama dengan setengah dari luas wilayah Asia Tenggara, termasuk wilayah maritim,
hutan tropis, serta hasil tambang dan minyak bumi yang besar disamping memiliki penduduk
yang banyak.

Perairan di kawasan Asia Tenggara juga memiliki posisi penting bagi negara-negara di
dunia sebagai kawasan perairan bagi jalur komunikasi laut (Sea Lanes Of
Communication/SLOC) dan jalur perdagangan laut (Sea Lanes of Trade/ SLOT) penting bagi
perdagangan internasional. Potensi ini menjadikan Indonesia sebagai penjuru ASEAN. Posisi
strategis inilah yang menjadikan Selat Malaka sebagai chokepoints of shipping in the world
untuk lalu lintas perdagangan negara-negara di dunia, baik ekspor maupun impor, yang sebagian
besar dilakukan melalui jalur laut.

Di Indonesia, Pulau Sumatera kawasan yang langsung berhadapan dengan Selat Malaka
adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Kepulauan Riau,
sedangkan negara bagian di Malaysia yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka adalah
Kedah, Perlis, Malaka, Johor, Selangor, Negeri Sembilan, dan Perak yang keseluruhan dari
negarabagian ini terletak di Semenanjung Malaysia.

2.3.1 Wilayah Perairan Laut Indonesia


Konsep dasar wilayah negara kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13
Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki nilai strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah
melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia. Laut Nusantara
bukan lagi sebagai pemisah, akan tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia yang disikapi
sebagai wilayah kedaulatan mutlak Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah perairan laut
Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan
zona Ekonomi Eksklusif.

a. Zona Laut Teritorial

Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut
lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang
dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis
dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah
negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai
kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan
laut.Sehingga, Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4
Prp. 1960 dan telah di revisi menjadi UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

b. Zona Landas Kontinen


Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan
dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada
dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut.
Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara. Di dalam garis batas landas
kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada
di dalamnya, dengan kewajiban untukmenyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman
tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari
1969.

c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)


Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari
garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama
dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan
pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan
prinsip-prinsip. Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi
eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garisgaris
yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai
batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah
Indonesia tanggal 21 Maret 1980. Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-
3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara
Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law
of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982
melalui UU No.17 tahun 1985 . Berlakunya UNCLOS 1982 berpengaruh dalam upaya
pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi
Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia. Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk
menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam
memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan
keamanan.Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan
sekitar wilayah negara dan melekat pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi.

2.3.2 Potensi Maritim Indonesia


Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau, dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia,
yaitu 95.181 km. 75 persen wilayahnya, yakni sekitar 5,8 juta km2, berupa laut termasuk Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Indonesia juga mempunyai pengelolaan dan pemanfaatan
di zona ekonomi eksklusif( ZEE) sekitar 2,7 juta km2 sehingga luas wilayah laut yang dapat
dimanfaatkan sumber daya alam hayati dan non hayati di perairan yang luasnya sekitar 5,8 juta
ton per tahun. Indonesia memiliki kawasan pesisir yang sangat luas yang dihuni sekitar 2 juta
nelayan dan petambak yang diperkirakan 60% dari nelayan di desa rata-rata pendapatannya
masih dibawah kebutuhan minimalnya. Kontribusi industri kemaritiman Indonesia terhadap
perekonomian nasional masih kecil, yakni baru sebesar 4%. Sementara Filipina sudah mencapai
21% begitu juga dengan Jepang yang juga mencapai 28 %. Padahal lautnya tidak seluas
Indonesia. perminyakan, hampir 70% produksi minyak dan gas bumi kita berasal dari kawasan
pesisir laut. Berdasarkan data geologi, Indonesia memiliki 60 cekungan potensi yang
mengandung minyak dan gas bumi. Dari 60 cekungan tersebut, 40 cekungan terdapat di lepas
pantai, 14 berada di daerah transisi daratan dan lautan (pesisir) dan hanya 6 yang berada di
daratan. Seluruh cekungan tersebut diperkirakan punya potensi 11,3 miliar barel yang terdiri atas
5,5 miliar barel cadangan potensial dan 5,8 miliar barel berupa cadangan terbukti. Selain itu,
cadangan gas bumi diperkirakan 101,7 triliun kaku kubik yang terdiri atas cadangan terbukti 64,4
triliun dan cadangan potensial 37,3 triliun kaki kubik

Potensi nilai ekonomi kelautan dari bidang-bidang maritim utama sangat besar. Mulai dari
perikanan, termasuk perikanan tangkap, budi daya, dan pengolahan sebesar US$ 47 miliar per
tahun. Sementara dari sektor pariwisata bahari mencapai US$ 29 miliar per tahun. Dari energi
terbarukan sebesar US$ 80 miliar per tahun yang terdiri dari energi arus laut, pasang surut,
gelombang, biofuel alga, panas laut. Sedangkan Biofarmasetika laut sebesar US$ 330 miliar per
tahun.

Melimpahnya keanekaragaman hayati laut indonesia, dapat digunakan untuk pengembangan


industri bioteknologi bahan pangan, obat-obatan, kosmetika dan bioremediasi. Sedangkan dari
sektro transportasi laut ada potensi US$ 90 miliar per tahun. Sementara minyak bumi dan gas
offshore senilai US$ 68 miliar. Sebanyak 70% dari produksi minyak dan gas bumi berasal dari
pesisir, dengan 40 dari 60 cekungan potensial mengandung migas terdapat di lepas pantai, 14 di
pesisir dan hanya enam di daratan. Kemudian seabed mineral mencapai US$ 256 miliar per
tahun, sektor industri dan jasa maritim mencapai US$ 72 miliar per tahun dan garam mencapai
US$ 28 miliar per tahun.

1. Potensi Pulau Batam


Batam berada di Selat Malaka yang merupakan jalur utama perdagangan dunia, dilewati
rata-rata 94.000 kapal setiap tahun, dan seperempat barang yang diangkut menggunakan kapal di
seluruh dunia akan melewati selat Malaka. Selain itu, merupakan bagian dari kawasan Free
Trade Zone Singapore-Johor-Riau (Sijori) Growth Triangle, yang digagas oleh Singapura pada
1987. Upaya ini dilakukan Singapura untuk memindahkan industrinya, karena keterbatasan lahan
dan upah buruh yang tinggi. Namun, hingga saat ini peran di Selat Malaka masih tergolong
rendah, karena kapasitas pelabuhan utama, seperti Batu Ampar, masih rendah. Kapasitasnya
hanya sebesar 8000-10000 TEUS per shipping, feeder vessels, dan koneksi dengan negara-
negara di kawasan Asia Tenggara juga terbatas. Sementara, pelabuhan di Singapura (Port of
Singapore), kapasitasnya telah mencapai 32 juta TEUS. Ada beberapa kendala yang dihadapi
Batam yaitu , kecilnya economic scale Batam dan tidak kompetitif dibandingkan Port of
Singapore, Port Klang, maupun Tanjung Pelepas. Sehingga pelabuhan Batam tidak bisa menjadi
pelabuhan transhipment untuk ekspor dan impor Indonesia. Oleh karena itu, potensi Batam
ataupun Kepulauan Riau, perlu dimaksimalkan atau dikembangkan secara terencana dan
terintegrasi. Mengingat, pelabuhan Batam yang masih dangkal dan tidak dalam, maka diperlukan
memperdalamnya hingga 12.5 meter, disertai dengan pemenuhan kapal besar hingga 3.000 TEUs
atau sekitar 50.000 dead weight tonnes (DWT). Hal ini juga akan menurunkan biaya logistik
hingga 50 persen. Selain peningkatan skala ekonomi, juga perlu didukung oleh alur konektivitas
kawasan ekonomi.

2. Berdekatan dengan Singapura dan Malaysia


Wilayah yang berdekatan langsung dengan Singapura dan Malaysia serta berbatasan
dengan selat ini adalah Riau dan Kepulauan Riau. Kepri sebagai salah satu provinsi kepulauan
dan berbatasan langsung dengan jalur perdagangan dunia yaitu selat malaka serta dekat dengan
negara-negara tetangga. Oleh karena itu Kepri perlu memanfaatkan keunggulan posisi geografis
dan geostrategis untuk mewujudkan indonesia sebagai negara kepulauan yang berorientasi
maritim. Kepri memiliki daya saing yang tinggi sehingga sangat cocok dijadikan sebagai pusat
logistik dan industri lainnya. Kenyataannya, potensi luar biasa itu belum dimanfaatkan secara
maksimal bagi Indonesia.

3. Sebagai Wilayah Perikanan


Selat Malaka-Singapura sebagai wilayah perikanan berpotensi sumber daya alam yang
melimpah khususnya di perairan Natuna disertai dengan deretan pulau pulau kecil di Kepulauan
Riau yang hampir tersebar di sepanjang Selat Singapura hingga ke perairan Natuna. Kondisi ini
berpotensi besar bagi datangnya investor asing Singapura maupun Malaysia ke Indonesia Pulau
Bintan sebelah utara Lagoi misalnya merupakan tempat pengembangan wisata megah yang
banyak dilakukan oleh investor Singapura. Sumberdaya ikan yang terdapat di perairan Selat
Malaka bernilai ekonomi relatif tinggi terdiri atas sumberdaya udang, demersal, pelagis besar,
dan pelagis kecil, tuna, cakalang, bawal, tenggiri, kerapu cumi, teri dan kakap. Jika sumberdaya
ikan ini di berdayakan dengan benar maka pendapatan Indonesia akan tambah. Bagi Indonesia,
Selat Malaka adalah penghasil ikan laut kedua terbesar setelah Laut Jawa, hal ini tentu dapat
menjadi sumber komoditi tambahan bagi Indonesia. Sama halnya dengan Malaysia, yang mana
sekitar 60% jumlah tangkapan ikan pertahun berasal dari Selat Malaka. Namun, masyarakat
Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki terbukti belum
dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Padahal potensi maritim Indonesia
sangat beragam, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water),
wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim,
sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1)         Indonesia merupakan negara kepulauan sesuai dengan ketetapan Konvensi


Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982, yang memiliki luas lautan yang begitu
luas serta memiliki nilai strategis tehadap kepentingan dunia yang salah satunya
dengan adanya selat Malaka yang berada dibawah yurisdiksi Indonesia serta  tiga
Negara lainnya yang merupakan jalur perdagangan dan penyaluran minyak dunia.

2)         Terkait dengan selat Malaka yang memiliki potensi dan nilai strategis
tentunya perlu adanya pengelolaan keamanan secara trimatra terpadu, dan
pengamanan terintegrasi di antara negara-negara yang memiliki bagian wilayah di
selat Malaka serta usaha menyatukan pandangan dan tindakan negara tersebut
terkait selat Malaka untuk menghadapi segala kemungkinan yang berhubungan
dengan keamanan dan keselamatan pelayaran maupun dalam menghadapi reaksi-
reaksi dari Negara lain yang memiliki kepentingan terhadap Selat Malaka.
Meskipun berbagai upaya telah dilaksanakan dalam pengamanan selat Malaka,
namun masih terdapat berberapa permasalahan yang harus diselesaikan
diantaranya, masih terdapatnya batas wilayah selat Malaka dengan Negara
tetangga yang belum jelas, minimnya personel pengamanan serta sarana dan
prasarana pendukung upaya pengamanan selat Malaka, serta masih banyaknya
pelanggaran dan kegiatan illegal yang berlangsung di kawasan selat Malaka.

B. Saran

1)         Untuk mengoptimalkan pengamanan selat Malaka perlu dilaksanakan


pembangunan dan peningkatan Tri Matra dengan memperhatikan prioritas dan
efiseinsinya, serta perlu adanya penyesuaian terhadap intensitas keamanan dan
perkembangan teknologi yang diikuti dngan peningkatan sarana prasarana dan
personel satuan pengaman.

2)         Perlu adanya peningkatan dan pembangunan jaringan komunikasi dan


informasi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
guna mendukung pemanfaatan kawasan selat Malaka.

 
3)         Agar segera dibentuk Komando Gabungan Wilayah (Kogabwil) ysng
membawahi unsur Tri Matra guna memperjelas dan mempercepat rentang kendali
operasional satuan pengamanan yang bertugas di wilayah selat Malaka.

Anda mungkin juga menyukai