Anda di halaman 1dari 7

JURNAL KEWARGANEGARAAN PERTEMUAN KE III

23 SEPTEMBER 2020

ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS NASIONAL

1. Konsep dan Urgensi Identitas Nasional


Secara etimologis identitas nasional berasal dari dua kata “identitas” dan
“nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris Identity yang memiliki
pengertian harafiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang
atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Kata nasional merupakan
identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh
kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa maupun non fisik
seperti keinginan, cita-cita dan tujuan. 
Identitas nasional dapat diidentifikasi baik dari sifat lahiriah yang dapat dilihat
maupun dari sifat batiniah yang hanya dapat dirasakan oleh hati nurani. Bagi bangsa
Indonesia, jati diri tersebut dapat tersimpul dalam ideologi dan konstitusi negara, ialah
Pancasila dan UUD NRI 1945. Seluruh rakyat Indonesia telah melaksanakan
Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam setiap kehidupan sehari-hari, kapan saja dan di
mana saja, sebagai identitas nasionalnya. jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai
yang merupakan hasil buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang
kehidupan yang dianggap baik yang memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat
Indonesia. Ada sejumlah ciri yang menjadi corak dan watak bangsa yakni sifat
religius, sikap menghormati bangsa dan manusia lain, persatuan, gotong royong dan
musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial.Nilai- nilai dasar itu dirumuskan
sebagai nilai-nilai Pancasila sehingga Pancasila dikatakan sebagai jati diri bangsa
sekaligus identitas nasional.Berdasar uraian–uraian di atas, perlu kiranya dipahami
bahwa Pancasila merupakan identitas nasional Indonesia yang unik. Pancasila bukan
hanya identitas dalam arti fisik atau simbol, layaknya bendera dan lambang lainnya.
Pancasila adalah identitas secara non fisik atau lebih tepat dikatakan bahwa Pancasila
adalah jati diri bangsa

2. Alasan Diperlukannya Identitas Nasional


Identitas Nasional adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam
satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan pancasila dan
Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya. Diperlukannya
Identitas Nasional agar seluruh rakyat Indonesia berkepribadian Pancasila dan
memiliki pembeda bila dibandingkan dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia harus
memiliki kepribadian dan sikap dalam berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
yang mencerminkan nilai-nilai Pancasila tersebut.

Unsur-unsur pembentuk identitas nasional yaitu:

 Suku bangsa
 Agama
 Kebudayaan
 Bahasa

Selain itu alasan mengapa diperlukan identitas nasional yaitu sebagai


pemersatu bangsa, sebagai ciri khas yang membedakan sebuah bangsa dari bangsa
yang lain, sebagai pegangan atau landasan bagi sebuah negara untuk berkembang atau
mewujudkan potensi yang dimiliki.

3. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Identitas Nasional


a. Secara historis
Identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran rakyat
Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah oleh asing pada tahun 1908 yang
dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional (Bangsa). Rakyat Indonesia mulai
sadar akan jati diri sebagai manusia yang tidak wajar karena dalam kondisi terjajah.
Pada saat itu munculah kesadaran untuk bangkit membentuk sebuah bangsa. Unsur
pendidikan sangatlah penting bagi pembentukan kebudayaan dan kesadaran akan
kebangsaan sebagai identitas nasional. Pembentukan identitas nasional melalui
pengembangan kebudayaan Indonesia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan.
Proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu, upaya
keras, dan perjuangan panjang diantara warga negara yang bersangkutan kasena
identitas nasional adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa. Dengan
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara hingga saat ini dapat dikatakan
bangsa Indonesia relatif berhasil dalam membentuk identitas nasionalnya.
b. Secara sosiologis
Identitas nasional telah terbentuk dalam proses interaksi, komunikasi, dan
persinggungan budaya secara alamiah baik melalui perjalanan panjang menuju
Indonesia merdeka maupun melalui pembentukan intensif pasca kemerdekaan.
Identitas nasional pasca kemerdekaan dilakukan secara terencana oleh Pemerintah
dan organisasi kemasyarakatan melalui berbagai kegiatan seperti upacara
kenegaraan dan proses pendidikan dalam lembaga pendidikan formal atau non
formal.

c. Secara Politis
Bentuk-bentuk identitas nasional ini telah diatur dalam peraturan
perundangan baik dalam UUD maupun dalam peraturan yang lebih khusus.
Bentuk-bentuk identitas nasional Indonesia pernah dikemukakan pula oleh
Winarno (2013) sebagai berikut: (1)Bahasa nasional atau bahasa persatuan adalah
Bahasa Indonesia; (2) Bendera negara adalah Sang Merah Putih; (3) Lagu
kebangsaan adalah Indonesia Raya; (4) Lambang negara adalah Garuda Pancasila;
(5) Semboyan negara adalah Bhinneka Tunggal Ika; (6) Dasar falsafah negara
adalah Pancasila; (7) Konstitusi (Hukum Dasar) Negara adalah UUD NRI 1945;
(8) Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia; (9) Konsepsi Wawasan
Nusantara; dan (10) Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan
nasional. Semua bentuk identitas nasional ini telah diatur dan tentu perlu
disosialisasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

4. Argument tentang Dinamika dan tantangan Identitas Nasional


Contoh dinamika kehidupan yang menjadi salah satu masalah tentang Identitas
Nasional Indonesia yaitu :              
a. Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara
(contoh: rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum, kepatuhan
membayar pajak, kesantunan, kepedulian, dan lainlain) 
b. Nilai –nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari
(perilaku jalan pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin,
tidak jujur, malas, kebiasaan merokok di tempat umum, buang sampah
sembarangan, dan lain-lain)
c. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih menghargai
dan mencintai bangsa asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak
bangga dengan prestasi bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing
daripada produk bangsa sendiri, dan lain-lain)

Dapat disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran


warga negara dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya pada era reformasi bangsa
Indonesia bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang
menjadi pegangan bersama.  Apabila orang lebih menghargai dan mencintai bangsa
asing, tentu perlu dikaji aspek/bidang apa yang dicintai tersebut. Bangsa Indonesia
perlu ada upaya yakni membuat strategi agar apa yang dicintai tersebut beralih kepada
bangsa sendiri. Hal ini perlu ada upaya dari generasi baru bangsa Indonesia untuk
mendorong agar bangsa Indonesia membuat prestasi yang tidak dapat dibuat oleh
bangsa asing.

5. Esensi dan Urgensi Identitas Nasional


Identitas nasional sangat penting bagi bangsa Indonesia karena :
a. Bangsa Indonesia dapat dibedakan dan sekaligus dikenal oleh bangsa lain.
b. Identitas nasional bagi senuah negara-negara sangat penting bagi kelangsungan
hidup negara-bangsa
c. Identitas nasional penting bagi kewibawaan negara dan bangsa Indonesia sebagai
ciri khas bangsa
ESENSI DAN URGENSI INTEGRITAS NASIONAL

1. Konsep dan Urgensi Integritas Nasional


Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata
pembentuk istilah tersebut. Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata
integrasi dan nasional.  Integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara
warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama
dan daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan bahwa kita
semua adalah satu. Jenis integrasi ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa
yang kuat dan makmur.

2. Alasan Diperlukannya Integritas Nasional


Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitas-
identitas baru yang diciptakan (identitas nasional). Misalnya; bahasa nasional, simbol
negara , semboyan nasional, ideologi nasional dan sebagainya. membangun integrasi
juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, dikarenakan pemerintah kolonial Belanda sebelumnya tidak pernah
memikirkan tentang perlunya membangun kesetiaan nasional dan semangat
kebangsaan pada rakyat Indonesia. Yang dilakukan penjajah adalah membangun
kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan guna kepentingan integrasi kolonial itu
sendiri. Jadi, setelah merdeka, kita perlu menumbuhkan kesetiaan nasional melalui
pembangunan integrasi bangsa.
Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi masalah
pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi juga latar
belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara
yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat
bersatu dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian-pertalian
primordial yang merupakan unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan-
kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat
kenegaraan. Ikatan dan kesetiaan etnik adalah sesuatu yang alami, bersifat primer.

3. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Integritas Nasional


Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah
mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka.
Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di
Indonesia, yakni :

a.  Model integrasi imperium Majapahit

b.  Model integrasi kolonial


c.  Model integrasi nasional Indonesia

Model intregasi nasional Indonesia tersebut dilalui dengan tahapan-tahapan


sebagai berikut :

1)      Masa Perintis

2)      Masa Penegas

3)      Masa Percobaan

4)      Masa Pendobrak

Howard Wriggins dalam Muhaimin & Collin MaxAndrews (1995) menyebut


ada lima pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan
integrasi bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya kita sebut sebagai faktor yang
menentukan tingkat integrasi suatu negara adalah :

1)      Adanya ancaman dari luar

2)      Gaya politik kepemimpinan

3)      Kekuatan lembaga–lembaga politik

4)      Ideologi Nasional

5)      Kesempatan pembangunan ekonomi

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat


terintegrasi, apabila:

1) Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang


dapat dijadikan rujukan bersama. Jika masyarakat memiliki nilai bersama yang
disepakati maka mereka dapat bersatu, namun jika sudah tidak lagi memiliki
nilai bersama maka mudah untuk berseteru.
2) Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting
affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”. Jika masyarakat
yang berbeda-beda latar belakangnya menjadi anggota organisasi yang sama,
maka mereka dapat bersatu dan menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut,
bukan lagi pada latar belakangnya.
3) Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling ketergantungan di antara unit-
unit sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.
Apabila masyarakat saling memiliki ketergantungan, saling membutuhkan,
saling kerjasama dalam bidang ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun
jika ada yang menguasai suatu usaha atau kepemilikan maka yang lain akan
merasa dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan.
4. Argument tentang Dinamika dan tantangan Integritas Nasional

Dinamika itu bisa  di contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis


integrasi sebagai berikut :

a. Integrasi bangsa
Tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of
Understanding), Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh
kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
b. Integrasi wilayah
Melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah
Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut
teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung
yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.
c. Integrasi nilai
Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif terus-
menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik
dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah.
d. Integrasi elit-massa
Dinamika integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin
mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke
daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya
mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi
nasional.
e. Integrasi tingkah laku (perilaku integratif)
Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan
lembagalembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi. Dengan
lembaga dan birokrasi yang terbentuk maka orang-orang dapat bekerja secara
terintegratif dalam suatu aturan dan pola kerja yang teratur, sistematis, dan
bertujuan.

Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan


yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi
horizontal, tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang
berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi
vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan
massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite
berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Tantangan dari
dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional Indonesia tersebut
semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik horizontal
maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas
pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai
bagian dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-
kelompok dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri

5. Esensi dan Urgensi Integritas Nasional

Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin


diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi juga
menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan
untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat,
merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang
ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya,
dan perbedaan kepentingan menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-
perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai