Kelompok 1
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat tersusun dengan baik.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Januari, 2022
ii
DAFTAR ISI
B. Pembahasan .......................................................................................... 12
A. Kesimpulan ........................................................................................... 14
LAMPIRAN .......................................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
ASI sangat dibutuhkan oleh bayi, karena merupakan asupan makanan
utama dan pertama bayi hingga berusia 6 bulan. Ada beberapa cara yang bisa
ditawarkan kepada para ibu menyusui untuk mengurangi keluhan karena produksi
ASI yang sedikit, salah satunya adalah dengan menggunakan daun katuk sebagai
alternatif untuk menambah dan merangsang produksi ASI. Sebuah penelitian dari
Sya'roni, Sajimin, dkk, dengan judul Efektifitas Ekstrak Daun Sauropus
Androgynus Dalam Meningkatkan Status Produksi ASI menjadi bukti ilmiah
khasiat daun katuk. Daun katuk ini dapat meningkatkan kuantitas produksi ASI
hingga 50,7% (Sa’roni, T. Sadjimin, 2004).
Daun katuk mengandung hampir 7% protein dan 19% serat kasar, vitamin
K, pro-vitamin A (β-karoten), Vitamin B dan C. Mineral yang dikandung adalah
Kalsium (2,8%), zat besi, kalium, fosfor dan magnesium. Daun katuk sudah
dikenal oleh nenek moyang kita sebagai sayur pelancar ASI (Savitri, 2016).
Pemberian daun katuk dengan cara direbus yaitu diberikan pada ibu menyusui
selama 1 minggu (7 hari), dikonsumsi oleh ibu menyusui pada pagi dan sore dengan
dosis sebanyak 50 gram daun katuk direbus dengan air sebanyak 300 ml. Ibu dapat
mengkonsumsi rebusan daun katuk ini pada hari ke-2 atau ke-3 setelah melahirkan,
karena peningkatan berat badan bayi terjadi pada hari ke-4 dan seterusnya (Apriadi
S, 2015).
Sebagai alternatif untuk memudahkan mengkonsumsi daun katuk bagi ibu-
ibu menyusui yang bekerja dan kurang suka sayuran, maka dibuatlah daun katuk
dalam bentuk permen jeli. Permen jeli ini merupakan permen yang dibuat dari air
atau sari buah dan bahan pembentuk gel, yang berpenampilan jernih transparan
serta mempunyai tekstur dengan kekenyalan tertentu. Permen jeli termasuk pangan
semi basah yang mempunyai kadar air sekitar 10-40 % (Buckle KA Ra, Edwards
GH, 1987).
B. Perumusan Masalah
2
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
a. Peneliti
b. Produsen
Produk permen jeli ini diharapkan bisa diterima oleh konsumen dan
bisa juga digunakan untuk pemanfaatan tanaman rumahan daun katuk yang
diharapkan mampu menjadi alternatif yang baik bagi ibu menyusui yang tidak
suka sayur, sekaligus bisa dijadikan usaha rumah tangga.
c. Masyarakat
Sebagai bahan untuk memperluas pemahaman masyarakat
mengenai pemanfaatan daun katuk sebagai asupan untuk memperlancar ASI
bagi ibu yang menyusui.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Deskripsi Umum
Katuk (Sauropus androgynus L.) merupakan tanaman sayuran yang banyak
terdapat di Asia Tenggara dan merupakan tanaman obat yang mempunyai zat gizi
tinggi sehingga banyak dikonsumsi oleh ibu menyusui. Daun katuk kaya akan
manfaat dan mudah didapat di pasaran, baik pasar tradisional maupun swalayan.
Karena katuk berkhasiat memperbanyak ASI, maka banyak ibu menyusui terutama
yang produksi ASI nya kurang, memilih daun katuk sebagai solusi yang cepat dan
murah bila dibandingkan dengan menggunakan obat-obat kimia yang ada
dipasaran.
Daun katuk dikenal juga dengan sebutan laktagoga, yaitu menyuburkan air
susu ibu. Kemampuan menyuburkan ASI berhubungan dengan peranannya dalam
refleks prolaktin, yaitu refleks yang merangsang alveoli untuk memproduksi susu.
Daun katuk mengandung polifenol dan steroid yang berperan dalam refleks
prolaktin. Selain dapat meningkatkan volume ASI, konsumsi daun katuk juga dapat
meningkatkan kandungan vitamin A dan protein ASI (Prajonggo, 1983).
4
Tabel 1. Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g
No Komponen Gizi (Satuan) Kadar 1* Kadar 2**
1 Energi (kkl) 59 53
2 Protein (g) 6, 4 5, 3
3 Lemak (g) 1, 0 0, 9
4 Karbohidrat (g) 9, 9-11, 0 9, 1
5 Serat (g) 1, 5 1, 2
6 Abu (g) 1, 7 1, 4
7 Kalsium (mg) 204 185
8 Fosfor (mg) 83 102
9 Besi (mg) 2, 7-3, 5 3, 1
10 Vitamin C (mg) 164-239 66
11 β-Karoten (μg) 10.02 9000
12 Air (g) 81 83, 3
Keterangan :
* Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g (U. Santoso, 2009)
** Kandungan zat gizi pada daun katuk per 100 g (DepKes RI, 2000)
2. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Geramales
Suku : Euphorbiales
Genus : Sauropus
5
Gambar 1. Daun katuk (sumber bibitbunga.com)
Berdasarkan kandungan gizi yang ada pada daun katuk, dimana daun katuk
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai pelengkap dalam masakan sehari-
6
hari sebagai olahan sayuran berkuah seperti sayur bening, untuk itu perlu adanya
inovasi dalam mengolah daun katuk menjadi suatu produk yang dapat diminati dan
diterima bagi para ibu menyusui yang tidak ada waktu untuk mengolah atau tidak
suka dengan sayuran , memiliki rasa yang disukai. Agar kandungan nutrisi dalam
daun katuk dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi ASI.
Daun katuk dapat dibuat serbuk untuk mempermudah pemanfaatan dan
proses pembuatan permen jeli, penambahan serbuk daun katuk dalam permen jeli
diharapkan dapat menambah khasiat untuk penambah dan pelancar ASI. Dengan
diolahnya daun katuk menjadi makanan diharapkan dapat disukai oleh ibu-ibu
menyusui, maka dapat meningkatkan pemanfaatan daun katuk di masyarakat
sehingga kandungan gizi serta manfaat lainnya dapat diserap oleh tubuh. Disini
kami membuat inovasi yaitu pemanfaatan serbuk daun katuk dalam bentuk permen
jeli dimana permen jeli disukai karena rasanya yang manis dan juga teksturnya yang
unik, selain itu permen jeli juga dapat diolah dengan berbagai macam variasi baik
dari bahan baku, rasa, warna, dan juga bentuk yang menarik. Jenis kudapan
semacam permen juga dapat menggantikan energi yang hilang dengan cepat
(Tamer, C.E., Incedayi, B., Copur, O.U., & Karmea, 2013).
C. Uji organoleptik
7
Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai
dengan pewarna tekstil atau pewarna yang bukan food grade, yang tidak
diijinkan digunakan dalam bahan pangan (Cahyadi, 2009).
c. Bau aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tercium oleh saraf-saraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung,
sehingga konsumen dapat mencium aroma dari makanan tersebut.
d. Tekstur permen jeli adalah permen jeli yang memiliki tekstur kenyal,
umumnya bisa dinilai dengan cara menekan dengan jari dan penekanan
dengan pengunyahan.
8
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Objek Penelitian
Objek penelitian karya tulis ini adalah pembuatan permen jeli daun katuk
yang berasal dari Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Zat aktif yang digunakan untuk
pembuatan permen jeli daun katuk diperoleh dari :
a. Simplisia basah diperoleh dari bagian daun yang tidak terlalu tua dan tidak
terlalu muda seberat 50gr dicuci bersih dan diblender dengan air sebanyak
350ml kemudian disaring dan diperas.
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap persiapan
a. Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan lakta jeli yaitu dimulai dari
persiapan alat dan bahan, preformulasi, prosedur pembuatan, dan
evaluasi.
b. Peralatan yang digunakan dalam produksi Lakta Jeli ini adalah pengaduk
kayu, cetakan permen, panci, gelas ukur, timbangan. Bahannya
meliputi serbuk daun katuk, perasan air daun katuk , gula pasir, gelatin,
asam sitrat, air, pewarna makanan, perisa buah, dan tepung gula dan
tepung tapioka sangrai sebagai taburan.
9
2. Formulasi Permen Jeli Katuk
3. Pembuatan
Daun katuk segar di cuci bersih, kemudian diblender hingga halus dan
disaring. Hasil dari perasaan daun katuk campurkan dengan gula, gelatin yang
di cairkan dahulu dengan air perasan daun katuk secukupnya, kemudian
didihkan dengan api sedang sambil diaduk- aduk sampai mengental, tambahkan
esens vanila untuk menghilangkan aroma dari daun katuk dan asam sitrat aduk
perlahan – lahan, setelah itu tuang ke dalam loyang. Permen jeli yang telah
dituang ke dalam loyang disimpan pada suhu ruangan selama 24 jam. Terakhir
permen tersebut dikeluarkan dari loyang, cetak sesuai bentuk yang diinginkan
lapisi dengan tepung tapioka yang sudah disangrai dan tepung gula dengan
perbandingan 1:2 agar tidak lengket satu sama lainnya.
10
Serbuk daun katuk dilarutkan dalam air, selanjutnya permen jeli
dibuat dengan cara mendidihkan larutan serbuk daun katuk dengan
campuran gula, garam secukupnya, didihkan dengan menggunakan api
sedang, aduk perlahan – lahan sampai larutan mengental, tambahkan esens
lemon dan asam sitrat aduk dan angkat, setelah itu tuang ke dalam loyang.
Permen jeli yang telah dituang ke dalam loyang disimpan pada suhu ruangan
selama 24 jam. Terakhir permen tersebut dikeluarkan dari loyang, cetak
sesuai bentuk yang diinginkan lapisi dengan tepung tapioka yang sudah
disangrai dan tepung gula dengan perbandingan 1:2 agar tidak lengket satu
sama lainnya.
4. Evaluasi
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
B. Pembahasan
Pembuatan permen lakta jeli dari simplisia segar daun katuk menghasilkan
permen jeli yang kenyal tetapi sedikit keras,tetapi permen jeli daun katuk dari
simplisia segar ini memiliki rasa yang manis asam karena adanya penambahan
asam sitrat.Untuk menutupi aroma dari daun katuk simplisia segar ini ditambahkan
essens vanila meskipun ditambahkan essence tetapi tidak cukup menutupi bau khas
dari daun katuk dikarenakan bahan yang digunakan adalah daun katuk segar yang
diblender dan langsung diambil sari nya yang memungkinkan aroma dari daun
katuk tersebut tercium lebih pekat. Dalam eksperimen ini tidak dilakukan penetapan
kadar zat aktif daun katuk sehingga tidak dapat diketahui kadar zat aktif dalam tiap
permennya.
Pada pembuatan permen jeli F1, F2, F3 hasil dari uji hedonis atau kesukaan
didapatkan bahwa F3 lebih disukai dibandingkan dengan F1 dan F2. Tekstur
12
permen jeli adalah permen jeli yang memiliki tekstur kenyal, dan ini didapatkan
pada F3 .
Dari hasil eksperimen formulasi permen lakta jeli F1, F2, F3, dan F4,
formulasi yang mengandung jelly agent gelatin (F3 dan F4) lebih tahan lama karena
sifat gelatin yang dapat mengikat air dibandingkan dengan F1 dan F2.
Pada uji organoleptik bau khas daun katuk tidak dapat ditutupi meskipun
sudah diberi zat penambah aroma, terutama pada F4 yang menggunakan perasan
daun katuk segar, sedangkan F1,F2 dan F3 bau khas daun katuk tercium lemah
karena diperoleh dari serbuk kapsul daun katuk kemasan.
13
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan pertama, utama dan terbaik bagi
neonatus, yang bersifat alamiah dan mengandung berbagai zat gizi yang
dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. Namun adanya
kendala pada ibu yang mengeluh produksi ASI yang tidak mencukupi karena
aktivitas sehari – sehari dan juga kebutuhan gizi yang kurang. Penelitian terdahulu
menyatakan mengkonsumsi daun katuk sebagai alternatif untuk menambah dan
merangsang produksi ASI. Peneliti membuat permen jeli daun katuk agar dapat di
konsumsi oleh ibu menyusui dengan mudah disela-sela kesibukan aktivitas yang
dijalani sehingga ibu menyusui bisa mendapatkan nutrisi untuk meningkatkan dan
merangsang produksi ASI.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
Santoso, U. (2009). Manfaat Daun Katuk Bagi Kesehatan Manusia dan
Produktivitas Ternak.
Savitri, A. (2016). Tanaman Ajaib!Basi Penyakit dengan TOGA (Tanaman Obat
Keluarga). Bibit Publisher.
Soekarto, S. (1985). Penilaian Organoleptik. Bathara Karya Aksara.
Suwanti, E. dan K. (2016). Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk Terhadap
Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Klaten (V). Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan.
Tamer, C.E., Incedayi, B., Copur, O.U., & Karmea, M. (2013). A Research n
The Fortification Application for Jelly Confectionery. Journal of Food,
Agriculture, and Environmental.
Winarno, F. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia.
Agoes, A. (2010). Tanaman Obat Indonesia (I). Salemba Medika.
Agustal, A., M. H. dan C. (1997). Analisis kandungan kimia ekstrak daun katuk
Sauropus androgynus (L) Merr dengan GCMS (3rd ed.). Warta Tumbuhan
Obat Indonesia.
Apriadi S. (2015). Cara Mengolah Daun Katuk Untuk Menyusui.
Buckle KA Ra, Edwards GH, F. dan M. W. (1987). Ilmu Pangan. Hari Purnomo
dan Adiono UI Press. Jakarta.
Cahyadi, W. (2009). Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan
(2nd ed.). Bumi Aksara.
DepKes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Hall, J. and G. (2010). Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology (12th
ed.). SoundersElsevier.
Kementerian Negara Republik Indonesia. (2017). Farmakope Herbal Indonesia
(II). Kementerian Negara Republik Indonesia.
Kodrat, L. (2010). Dahsyatnya ASI & Laktasi. Yogyakarta Media Baca.
Mufdillah, Subijanto, Sutisna, E. &, & Akhyar, M. (2017). Pedoman
Pemberdayaan Ibu Menyusui pada Program ASI Ekslusif. Peduli ASI
Ekslusif, 0–38.
Prajonggo, T. (1983). Penelitian Pendahuluan Pengaruh Daun Saurapus
androgynus Merr. Terhadap Gambaran Histologi Kelenjar Susu Mencit
Betina yang Menyusui. Universitas Farmasi.
Prasetyono, D. S. (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif. Diva Press Yogyakarta.
Rahmanisa. (2015). Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum (III (8) (Ed.)).
16
Mahakam.
Rahmanisa, S. (2016). Efektivitas Ekstraksi Alkaloid dan Sterol Daun. Katuk
(Sauropus androgynus) terhadap Produksi ASI Majority.
Rukmana, R. dan I. M. H. (2003). Katuk, Potensi dan Manfaatnya. Kanisius.
Sa’roni, T. Sadjimin, M. S. dan Z. (2004). Effectiveness of The Sauropus
Androgynus (L.) Merr Leaf Extract In Increasing Mother’s Breast Milk
Production. Jurnal Efektifitas Daun, 20–25.
Santoso, H. B. (2008). Ragam dan Khasiat Tanaman Obat (I). Agromedika
Pustaka.
Santoso, U. (2009). Manfaat Daun Katuk Bagi Kesehatan Manusia dan
Produktivitas Ternak.
Savitri, A. (2016). Tanaman Ajaib!Basi Penyakit dengan TOGA (Tanaman Obat
Keluarga). Bibit Publisher.
Soekarto, S. (1985). Penilaian Organoleptik. Bathara Karya Aksara.
Suwanti, E. dan K. (2016). Pengaruh Konsumsi Ekstrak Daun Katuk Terhadap
Kecukupan Asi Pada Ibu Menyusui Di Klaten (V). Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan.
Tamer, C.E., Incedayi, B., Copur, O.U., & Karmea, M. (2013). A Research n
The Fortification Application for Jelly Confectionery. Journal of Food,
Agriculture, and Environmental.
Winarno, F. (2002). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia.
17
LAMPIRAN
18