Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MATA KULIAH KETERAMPILAN DASAR PRAKTIK

KEBIDANAN

“Asuhan pada Pasien Pre dan Pasca Bedah pada Kasus Kebidanan”

Dosen Pengajar :

Novita Eka KW,SST.M.Keb

Disusun Oleh :

Rachmah Fani Maulidia

(P27824119033)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN

SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEBIDANAN

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN SUTOMO

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
serta Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan tugas kelompok bagi mahasiswa prodi D3 Kebidanan kampus
Sutomo POLTEKKES Kemenkes Surabaya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :

1. Astuti Setiyani, SST., M.Keb., selaku ketua jurusan kebidanan kampus Surabaya
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
2. Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb., selaku ketua prodi D3 Kebidanan kampus
Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
3. Novita Eka KW, SST M.Keb. selaku dosen pengajar mata kuliah Keterampilan
Dasar Praktik Kebidanan kampus Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surabaya.
4. Seluruh pihak yang turut membantu dan bekerjasama demi terselesainya
makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua yang
membacanya.

Surabaya, 27 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................…………..ii

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang......................................................................................…1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………...….1

1.3Tujuan........................................................................................................2

1.4 Manfaat ....................................................................................................2

BAB 2 Pembahasan

2.1 Pengertian Perioperasi .............................................................................3

2.2 Jenis Pembedahan ...................................................................................3

2.3 Jenis Anasthesia .......................................................................................4

2.4 Asuhan dan Persiapan Pasien Preoperasi .................................................5

2.5 Perawatan Intraoperasi............................................................................19

2.6 Asuahan dan Persiapan Pasien Post Operasi …………………………..21

2.7 Manajemen Luka ……………………………………………………….24

BAB 3 Penutup

3.1 Kesimpulan.............................................................................................33

3.2 Saran ………………………………………………………………...…33

Daftar Pustaka...............................................................................................34
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman yang sulit
bagi hapir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi yang
akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali pasien dan
keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan yang
mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Perawat dan bidan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama maupun setelah
operasi. Intervensi keperawatan yang tepat diperlukan untuk mempersiapkan
klien baik secara fisik maupun psikis. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat
tergantung pada setiap tahapan yang dialami dan saling ketergantungan antara
tim kesehatan yang terkait (dokter bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di
samping peranan pasien yang kooperatif selama proses perioperatif.

Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit
pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit
tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien
sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang
pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan
perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap
suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah yang dimaksud perioperasi ?
b. Apa sajakah jeni-jenis pembedahan ?
c. Apa sajakah jenis-jenis anesthesia ?
d. Bagaimana asuhan dan persiapan pasien pre operasi ?
e. Bagaimana perawatan pada pasien intraoperasi ?
f. Bagaimana asuhan dan persiapan pasien post operasi ?
g. Apa yang dimaksud dengan luka ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu untuk mengetahui pengertian perioperasi (bedah)
b. Tujuan Khusus
1) Memahami tentang pengertian perioperasi, pre operasi, intra bedah
(bedah), dan pasca bedah.
2) Memahami jenis-jenis bedah dan anastesia
3) Setelah pembelajaran mampu melakukan asuhan terhadap pasien pre
operasi, intra, dan pasca operasi.
4) Setalah pembelajaran mampu memahami tentang manajemen luka.

1.4 Manfaat
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan
asuhan pre bedah dan pasca bedah.
b. Mahasiswa mampu menerapkan peran tenaga kesehatan dengan melakukan
cara perawatan asuhan serta persiapan pasien pre dan pasa bedah pada kasus
kebidanan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Periperasi

Perioprasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah


(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi).

Pre bedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,


dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah.

Intra bedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja
bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan.

Pasca bedah merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai


sejak pasien memasuki ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya.

2.2 Jenis-Jenis Pembedahan

o Jenis-jenis pembedahan berdasarkan lokasi


Pembedahan dapat dibagi menjadi bedah toraks kardiovaskuler, bedah
neurologi, bedah orthopedi, bedah kepala, bedah dan lain-lain.
o Jenis-jenis pembedahan berdasarkan tujuan
Berdasarkan tujuaannya pembedahan dibagi menjadi:
 Pembedahan diagnosis, ditujukan untuk menentukan sebab terjadinya
gejala penyakit seperti biopsi, eksplorasi, dan laparotomi.
 Pembedahan kuratif, dilakukan untuk mengambil bagian dari penyakit,
misalnya pembedahan apendektomi.
 Pembedahan restoratif, dilakukan untuk memperbaikideformitas,
menyambungdaerah yang terpisah.
 Pembedahan paliatif, dilakukan untuk mengurangi gejala tanpa
menyembuhkan penyakit.
 Pembedahan kosmetik, dilakukan untuk memperbaiki bentuk dalam
tubuh seperti rhinoplasti.

2.3 Jenis-jenis Anestesia

Anestesia adalah penghilangan kesadaran sementara sehingga menyebabkan


hilang rasa pada tubuh tersebut. Tujuannya untuk penghilang rasa sakit ketika
dilakukan tindakan pembedahan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu dosis yang
diberikan sesuai dengan jenis pembedahan atau operasi kecil/besar sesuai waktu
yang dibutuhkan selama operasi dilakukan.

 Jenis-jenis anesthesia
1. Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat kesadaran otak dengan
menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada
umumnya, metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena.
2. Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar
untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf
sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya
hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang digunakan
adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan torniquet,
blok daerah spinal, dan melalui epidural.
3. Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada
daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar.
Metode yang digunakan adalah infiltrasi atau topikal.
4. Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif
secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau
perintah serta untuk mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi
terbatas. Metode yang digunakan adalah hipnotis.
5. Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri
dengan merangsang keluarnya endofrin tanpa menghilangkan kesadaran.
Metode yang banyak digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode
pada permukaan kulit.
2.4 Asuhan Dan Persiapan Pasien Preoperasi (Pra Bedah)

Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah pegetahuan tentang
persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan
klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk
mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.

A. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu :
1. Persiapan di unit Perawatan
2. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat
penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya
dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya
haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih
lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada
dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 –
145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada
pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan
dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada
daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur,
hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi
kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :

 Latihan nafas dalam


 Latihan batuk efektif
 Latihan gerak sendi
 Latihan Nafas Dalam

Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk


mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien
relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan
dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi
umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif
dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera
setelah operasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk
(semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh
tegang.

 Letakkan tangan diatas perut


 Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan
hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
 Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara
perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit
melalui mulut.
 Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
 Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
B. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anstesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranstesi. Sehingga
ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif
sangat bermanfaat bagi pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir
atau sekret tersebut. Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif
dengan cara :
1. Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan
dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika batuk.
2. Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
3. Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan
tidak hanya batuk dengan mengadalkan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
4. Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya
terhadap incisi.
5. Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
6. Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan
dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan handuk yang lembut
untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga dapat
mengurangi guncangan tubuh saat batuk.

C. Latihan Gerak Sendi


Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/keluarga pasien
seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien
setalah operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh
karena takut jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh.
Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi
dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus
(peristaltik usus) sehingga pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan
lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya
adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang
fungsi pernafasan optimal. Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh
dan juga Range of Motion (ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini
pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara
mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang
akan mengalami pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukungh
dan mempengaruhi proses penyembuhan. Sebaliknya, berbagai kondisi
fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor
usia/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko
pembedahan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik
pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi. Faktor resiko terhadap
pembedahan antara lain :
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia
lanjut mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan
fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi
dan anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua
fungsi organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap
pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik
terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang
tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk
proses penyembuhan luka. Nutrisi-nutrisi tersebut antara lain adalah
protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A,
Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan
lemak, terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu,
obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh
karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes
sering sulit dirawat karena tambahan berat badan; pasien bernafas
tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah mengalami
hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan
penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
c. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes,
PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar terkait dengan
pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada
penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga
komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.
d. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti
dibetes mellitus yang tidak terkontrol, bahaya utama yang
mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah
terjadinya hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan
akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan karbohidrat yang tidak
adekuat pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan.
Bahaya lain yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien
yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko mengalami insufisinsi
adrenal. Penggunaan oabat-obatan kortikosteroid harus
sepengetahuan dokter anastesi dan dokter bedahnya.
e. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan
vaskuler, terutama terjadi arterosklerosis pembuluh darah, yang akan
meningkatkan tekanan darah sistemiknya.
f. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholik kronik seringkali menderita
malnutrisi dan masalah-masalah sistemik, sperti gangguan ginjal dan
hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka
sebelum dilakukan operasi darurat perlu dilakukan pengosongan
lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.

D. PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI


Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi
kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik
yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan
menggunakan metode ASA (American Society of Anasthesiologist).
Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya
akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.
Berikut adalah tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade Status Fisik Mortality (%)
I. Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita
dengan herinia ingunalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat, bayi
muda yang sehat 0,05
II. Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan
oleh penyakit yang akan dibedah. Misal: penderita dengan obesitas,
penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus
ringan yang akan mengalami appendiktomi 0,4
III. Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan
komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendisitis akut. 4,5
IV. Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang
tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan, misalnya :
insufisiensi koroner atau infark miokard 25
V. Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan
dilakukan sebagai pilihan terakhir. Misal: penderita syok berat karena
perdarahan akibat kehamilan di luar rahim pecah. 50

E. Persiapan Administrasi
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaituPersiapan administrasi yang
disebut dengan Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko.
Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
F. Persiapan Psikososial (mental)
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan
antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya
akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus
ditunda

Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi


pengalaman operasi sehingga akan memberikan respon yang berbeda pula,
akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami setiap
orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat
menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan
antara lain :

a. Takut nyeri setelah pembedahan


b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi
normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang
mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan
petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi


dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti: meningkatnya
frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak
terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan
yang sama berulang kali, sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu
mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam
menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang
bisa digunakan untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah
ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat
perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat
menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapan operasi, antara lain :

a. Pengalaman operasi sebelumnya


b. Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
c. Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun
penunjang.
d. Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
e. Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
f. Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum
operasi dan harus dijalankan setalah operasi, seperti : latihan nafas
dalam, batuk efektif, ROM, dll.

Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi


pengambilan keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang
pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya
pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke
rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda
operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu.
Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat.
Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental
pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi,
memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang
menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk
menjalani operasi. Peranan bidan dalam memberikan dukungan mental
dapat dilakukan dengan berbagai cara:

1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang


dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien
tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama
proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka
diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun
demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui
tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami
pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan
persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan
bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan,
manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu
diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan,
dll. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap,
kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan
mempersiapkan mental pasien dengan baik
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama
sebelum pasien di antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan
hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan
kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre
medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur
untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga
kebutuhan istirahatnya terpenuhi. Pada saat pasien telah berada di
ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ
akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih
tenang. Untuk memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga
diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar
operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang
terletak di depan kamar operasi. OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan
obat-obatan permedikasi untuk memberikan kesempatan pasien
mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi
yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik
profilaksis biasanya di berikan sebelum pasien di operasi. Antibiotik
profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya
infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di
berikan 1-2 jam sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda
2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah ceftriakson 1gram
dan lain-lain sesuai indikasi pasien.

2.5 Perawatan intra operasi (Bedah)

Hal yang perlu di dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi pasien.
Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek
pemantauanfisiologis perubahan tanda vital, sistem kardiovaskular,
keseimbangan cairan, dan pernafasan. Selain itu lakukan pengkajian trhadap tim,
dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.

 Rencana tindakan:
1. Penggunaan baju seragam bedah
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan dapat
mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa
semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju
harus dimasukkan ke dalam celana atau harus menutupi pinggang untuk
mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup kepala, masker,
sarung tangan, dan celemek steril.
2. Mencuci tangan sebelum pembedahan.
3. Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan
ulang di ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang
akan dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium
dan X-ray, persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan
golongan darah, alat protesis, dan lain-lain.
4. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup,
trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang
akan dilakukan.
5. Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan
dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya
mikroba. Bahan yang digunakan dalam membersihkan kulit ini harus
memiliki spektrum khasiat, kecepatan khasiat, potensi yang baik dan tidak
menurun apabila terdapat kadar alkhohol, sabun deterjen, atau bahan organik
lainnya.
6. Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap
sterilnya di daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya
mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.

7. Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain
anestesia umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia
lokal.

8. Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan
sesuai dengan ketentuan pembedahan.

2.6 Asuhan Dan Persiapan Pasien Post operasi (Pasca Bedah)

Setelah tindakan pembedahan (pasca bedah), beberapa hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan
perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardivaskular, lokasi
daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan dalam
pembedahan. Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri
dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.

Upaya yang dapat dilakukan diarahkan untuk mengantisipasi dan mencegah


masalah yang kemungkinan mucul pada tahap ini. Pengkajian dan penanganan
yang cepat dan akurat sangat dibutuhkan untuk mencegah komplikasi yang
memperlama perawatan di rumah sakit atau membahayakan diri pasien.
Memperhatikan hal ini, asuhan postoperasi sama pentingnya dengan prosedur
pembedahan itu sendiri.

 Faktor yang Berpengaruh Postoperasi


Faktor yang berpengaruh postopersi, yaitu:
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.

2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan
nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran
plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin
saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi
vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi
terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan
harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat
perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi
jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury.
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang
nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien,
diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi
terkait dengan agen pemblok nyerinya.
 Tindakan:
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat
dilakukan manajemen luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya,
pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Kemudian
memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan
vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan
integritas dinding kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas
yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan
hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan menarik napas melalui
hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas dikeluarkan secara
perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko
tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus
meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk memperlancar vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan
cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan output , serta
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output,
serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini, dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir. Mempertahankan aktivitas dengan latihan
yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
8. Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
9. Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari
dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.

Ada 2 macam discharge planning :

 Untuk perawat/bidan : berisi point-point discahrge planing yang


diberikan kepada klien (sebagai dokumentasi)
 Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih
detail.

2.7 Manajemen Luka


A. Pengertian luka

Luka merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh, yang


dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga megganggu aktivitas
sehari-hari.

B. Jenis luka

Berdasarkan sifat kejadiannya, luka dibagi dua jenis, yaitu luka disengaja dan
luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,
sedangkan luka tidak disengaja misalnya luka terkena trauma. Luka yang tidak
disengaja juga dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup yaitu
tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka yaitu jika terjadi robekan dan
terlihat. Luka terbuka seperti luka abrasi (akibat gesekan), luka puncture (akibat
tusukan), dan luka hautration (akibat alat-alat yang digunakan dalam perawatan
luka). Di bidang kebidanan, luka yang sering terjadi adalah luka episiotomi, luka
bedah seksio caesarea, atau luka saat proses persalinan.

Berdasarkan penyebabnya, dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Luka mekanik, diantaranya:


a. Vulnus scissum, luka sayat akibat benda tajam. Pinggir lukanya terlihat
rapi.
b. vulnus contusum, luka memar karena cedera pada jaringan bawah kulit
akibat benturan benda tumpul.
c. vulnus lateratum, luka robek akibat terkena mesin atau benda lainnya
yang menyebabkan robeknya jaringan rusak dalam.
d. vulnus puncture, luka tusuk yang kecil di bagian luar, tetapi besar di
bagian dalam.
e. vulnus sclopetorum, luka tembak akibat tembakan peluru.
f. vulnus morsum, luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada bagian
luka.
g. vulnus abrasio, luka terkikis yang terjadi pada bagian luka dan tidak
sampai ke pembuluh darah.
2. Luka nonmekanik, terdiri atas luka akibat zat kimia, termik, radiasi, atau
sengatan listrik.

C. Proses penyembuhan luka

Poses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu:

1. Tahap respons inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai saat terjadinya
luka. Pada tahap ini, terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan
histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses
peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap destruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh
leukosit dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan
ikat dan menginfiltrasi luka.
4. Tahap maturasi. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan
organisasi jaringan ikat.

D. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka di pengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Vaskularisasi, memengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan


peredaan darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat
perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu,
orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah
akan mengalami proses penyembuhan lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya,
proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan.
4. Penyakit lain, misalnya seperti diabetes melitus dan ginjal, dapat
memperlambat proses penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel
karena kandungan zat gizi didalam. Sebagai contoh, vitamin A
berfungsi untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan
sintesis kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem
enzin yang mengatur metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak;
vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblas, dan mencegah adanya
infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan
darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stres, memengaruhi proses
penyembuhan luka yang lebih lama.

E. Masalah yang terjadi pada luka bedah

1. Pendarahan, masalah yang ditandai dengan adanya pendarahan yang disertai


perubahan tanda vital seperti adanya denyut nadi, kenaikan pernefasan,
penurunan tekanan darah, melemahnya kondisi tubuh, kehausan, serta keadaan
kulit yang dingin dan lembab.

2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau
panas rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta
adanya kenaikan leukosit.

3. Dehiscene , merupakan pecahnya luka secara sebagian atau seluruhnya yang


dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kegemukan, kekurangan nutrisi,
terjadinya trauma, dan lain-lain. Sering ditandai dengan kenaikan suhu tubuh
(demam), takikardia, dan rasa nyeri pada daerah luka.

F. Cara menjahit luka


Menjahit luka merupakan cara yang dilakukan untuk menutup luka melalui
jahitan. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya pendarahan, infeksi
silang, dan mempercepat proses penyembuhan.

 Persiapan alat dan bahan:

1. Pinset anatomi.

2. Pinset cirurghi.

3. Gunting steril.

4. Naald voerder.

5. Jarum.

6. Benang.

7. Larutan betadine.

8. Alkohol 70%.

9. Obat anestesia.

10. Spuit.

11. Duk steril.

12. Pisau steril.

13. Gunting perban.

14. Plester/pembalut.

15. Bengkok.

16. Kasa steril.

17. Mangkok kecil.

18. Handscoon steril.


 Prosedur kerja:

1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.

2. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.

3. Cuci tangan

4. Menutup sampiran

5. Persiapan alat

6. Gunakan handscoon steril.

7. Larutkan desinfeksi pada daerah yang akan dijahit dengan betadin dan
alkohol 70%, kemudian lakukan anestesia pada daerah yang akan dijahit.

8. Lakukan jahitan pada daerah yang dikehendaki dengan menggunakan


teknik mejahit yang telah disesuaikan dengan kondisi luka.

9. Berikan obat betadine.

10. Tutup luka dengan menggunakan kasa steril.

11. Lakukan pembalutan.

12. Catat perubahan keadaan luka.

13. Cuci tangan.

G. Perawatan luka

Merupakan tindakan untuk merawat luka dan melakukan pembalutan. Hal


tersebut dilakukan untuk mencegah infeksi silang (masuk melalui luka) dan
mempercepat proses penyembuhan luka.

 Persiapan alat dan bahan:


1. Pinset anatomi.

2. Pinsen cirughi.

3. Gunting steril.

4. Kapas sublimat/savlon dalam tempatnya.

5. Larutan H2O2.

6. Larutan boorwater.

7. NaCl 0,9 %.

8. Gunting perban.

9. Pester/pembalut.

10. Bengkok.

11. Kasa steril.

12. Mangkok steril.

13. Handscoon steril.

14. Obat luka/betadin.

 Prosedur kerja:

1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.

2. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.

3. Cuci tangan

4. Menutup sampiran

5. Persiapan alat

6. Menggunakan sarung tangan steril.


7. Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset.

8. Bersihkan luka dengan menggunakan kapas/savlon, H2O2, Boorwater,


atau NaCl 0.9 %. Penggunaannya dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih.

9. Berikan obat luka.

10. Tutup luka dengan kasa steril.

11. Balut luka.

12. Catat perubahan keadaan luka.

13. Cuci tangan.

H. Cara mengangkat dan mengambil jahitan

Mengangkat atau mengambil jahitan pada luka bedah dilakukan dengan


memotongsimpul jahitan. Tujuannya untuk mencegah infeksi silang dan
mempercepat proses penyembuhan luka.

 Persiapan alat dan bahan:

1. Pinset anatomi.

2. Pinsen cirughi.

3. Gunting angkat jahitan steril.

4. Arteri klem.

5. Larutan H2O2, boorwater, savlon/lisol atau larutan yang lainnya sesuai


kebutuhan.

6. Lidi kapas (lidi yang dilapisi kapas pada ujungnya)

7. Alkohol 70%.

8. Gunting perban.
9. Pester/pembalut.

10. Bengkok.

11. Kasa steril.

12. Mangkok steril.

13. Handscoon steril.

14. Obat luka.

15. Gunting pembalut.

 Prosedur kerja:

1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.

2. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.

3. Cuci tangan

4. Menutup sampiran

5. Persiapan alat

6. Menggunakan sarung tangan steril.

7. Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset.

8. Bersihkan luka dengan menggunakan kapas/savlon, H2O2, Boorwater,


atau NaCl 0.9 %. Penggunaannya dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih.

9. Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian


gunting benang dan tarik dengan hati-hati. Lalu benang dibuang pada kasa yang
disediakan.

10. Tekan daerah sekitar luka hingga nanah tidak ada.

11. Berikan obat luka.


12. Tutup luka dengan kasa steril.

13. Catat perubahan keadaan luka.

14. Cuci tangan.


BAB III

PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Perioprasi merupakan tahapan dalam proses pembedahan yang dimulai prebedah


(preoperasi), bedah (intraoperasi), dan pasca bedah (postoperasi).

Prabedah merupakan masa sebelum dilakukannya tindakan pembedahan,


dimulai sejak persiapan pembedahan dan berakhir sampai pasien di meja bedah.

Intrabedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja


bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan.

Pascabedah merupakan  masa setelah dilakukan  pembedahan yang dimulai


sejak pasien memasuki ruang pemulihan  dan berakhir sampai evaluasi
selanjutnya.

Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung pada setiap tahapan yang


dialami dan saling ketergantungan antara tim kesehatan yang terkait (dokter
bedah, dokter anestesi, perawat/bidan) di samping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif.

Tindakan  prebedah, bedah, dan pasca bedah yang dilakukan secara tepat dan
berkesinambungan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan
dan kesembuhan pasien. 

3.2   Saran

Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud nyatakan


peran tenaga kesehatan yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas – tugas
dengan penuh tanggung jawab, dan selalu mengembangkan ilmunya.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Yogyakarta : Sahabat Setia.

Hidayat, Musrifatul. 2009. Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan.


Jakarta : Salemba Medika.

http://repository.unimus.ac.id/1708/14/12.%20BAB%20II.pdf

https://id.scribd.com/doc/101606038/persiapan-pasien-Pre-Operasi

https://oshigita.wordpress.com/2014/04/01/asuhan-pada-pasien-pre-intra-dan-pasca-
bedah-pada-kasus-kebidanan/

http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/02/perawatan-bedah-kebidanan.html

http://makalah-kesehatan-online.blogspot.com/2009/01/konsep-dasarkeperawatan-
perioperatif.html

Anda mungkin juga menyukai