KEBIDANAN
“Asuhan pada Pasien Pre dan Pasca Bedah pada Kasus Kebidanan”
Dosen Pengajar :
Disusun Oleh :
(P27824119033)
JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
serta Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini merupakan tugas kelompok bagi mahasiswa prodi D3 Kebidanan kampus
Sutomo POLTEKKES Kemenkes Surabaya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Astuti Setiyani, SST., M.Keb., selaku ketua jurusan kebidanan kampus Surabaya
Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
2. Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb., selaku ketua prodi D3 Kebidanan kampus
Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya
3. Novita Eka KW, SST M.Keb. selaku dosen pengajar mata kuliah Keterampilan
Dasar Praktik Kebidanan kampus Surabaya Politeknik Kesehatan Kemenkes
Surabaya.
4. Seluruh pihak yang turut membantu dan bekerjasama demi terselesainya
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi semua yang
membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................i
Daftar Isi.......................................................................................…………..ii
BAB 1 Pendahuluan
1.3Tujuan........................................................................................................2
BAB 2 Pembahasan
BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan.............................................................................................33
Daftar Pustaka...............................................................................................34
BAB I
PENDAHULUAN
Ada tiga faktor penting yang terkait dalam pembedahan, yaitu penyakit
pasien, jenis pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor
tersebut faktor pasien merupakan hal yang paling penting, karena bagi penyakit
tersebut tidakan pembedahan adalah hal yang baik/benar. Tetapi bagi pasien
sendiri pembedahan mungkin merupakan hal yang paling mengerikan yang
pernah mereka alami. Mengingat hal terebut diatas, maka sangatlah pentig untuk
melibatkan pasien dalam setiap langkah – langkah perioperatif. Tindakan
perioperatif yang berkesinambungan dan tepat akan sangat berpengaruh terhadap
suksesnya pembedahan dan kesembuhan pasien.
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu untuk mengetahui pengertian perioperasi (bedah)
b. Tujuan Khusus
1) Memahami tentang pengertian perioperasi, pre operasi, intra bedah
(bedah), dan pasca bedah.
2) Memahami jenis-jenis bedah dan anastesia
3) Setelah pembelajaran mampu melakukan asuhan terhadap pasien pre
operasi, intra, dan pasca operasi.
4) Setalah pembelajaran mampu memahami tentang manajemen luka.
1.4 Manfaat
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan
asuhan pre bedah dan pasca bedah.
b. Mahasiswa mampu menerapkan peran tenaga kesehatan dengan melakukan
cara perawatan asuhan serta persiapan pasien pre dan pasa bedah pada kasus
kebidanan.
BAB II
PEMBAHASAN
Intra bedah merupakan masa pembedahan yang dimulai sejak ditransfer ke meja
bedah dan berakhir sampai pasien dibawa ke ruang pemulihan.
Jenis-jenis anesthesia
1. Anestesia umum, dilakukan umtuk memblok pusat kesadaran otak dengan
menghilangkan kesadaran, menimbulkan relaksasi, dan hilangnya rasa. Pada
umumnya, metode pemberiannya adalah dengan inhalasi dan intravena.
2. Anestesia regional, dilakukan pada pasien yang masih dalam keadaan sadar
untuk meniadakan proses konduktivitas pada ujung atau serabut saraf
sensoris di bagian tubuh tertentu, sehingga dapat menyebabkan adanya
hilang rasa pada daerah tubuh tersebut. Metode umum yang digunakan
adalah melakukan blok saraf, memblok regional intravena dengan torniquet,
blok daerah spinal, dan melalui epidural.
3. Anestesia lokal, dilakukan untuk memblok transmisi impuls saraf pada
daerah yang akan dilakukan anestesia dan pasien dalam keadaan sadar.
Metode yang digunakan adalah infiltrasi atau topikal.
4. Hipoanestesia, dilakukan untuk membuat status kesadaran menjadi pasif
secara artifisial sehingga terjadi peningkatan ketaatan pada saran atau
perintah serta untuk mengurangi kesadaran sehingga perhatian menjadi
terbatas. Metode yang digunakan adalah hipnotis.
5. Akupuntur, anestesia yang dilakukan untuk memblok rangsangan nyeri
dengan merangsang keluarnya endofrin tanpa menghilangkan kesadaran.
Metode yang banyak digunakan adalah jarum atau penggunaan elektrode
pada permukaan kulit.
2.4 Asuhan Dan Persiapan Pasien Preoperasi (Pra Bedah)
Hal-hal yang perlu dikaji dalam tahap prabedah adalah pegetahuan tentang
persiapan pembedahan, dan kesiapan psikologis. Prioritas pada prosedur
pembedahan yang utama adalah inform consent yaitu pernyataan persetujuan
klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan yang berguna untuk
mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang akan dilaksanakan dan
juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari klien dan keluarganya
mengenai tindakan tersebut.
A. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu :
1. Persiapan di unit Perawatan
2. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat
penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup
pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga
bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya
dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya
haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih
lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi
adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga
luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama.
Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa
mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada
dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 –
145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5-5 mmol/l) dan kadar
kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi
mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan
anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan
baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria,
insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus ditunda
menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien
dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon
dengan tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7
sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga
menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada
pasien yang menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien
kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan lambung dapat dilakukan
dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan
perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu
yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada
pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus
dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada
daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan
daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin
(pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi,
uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur,
hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang
kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan
membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika
pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal
ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi
kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
E. Persiapan Administrasi
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan
tanggung jawab dan tanggung gugat, yaituPersiapan administrasi yang
disebut dengan Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus
menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko.
Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
F. Persiapan Psikososial (mental)
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan
antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya
akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami
menstruasi lebih cepat dari biasanya, sehingga operasi terpaksa harus
ditunda
Hal yang perlu di dikaji dalam intrabedah adalah pengaturan posisi pasien.
Berbagai masalah yang terjadi selama pembedahan mencakup aspek
pemantauanfisiologis perubahan tanda vital, sistem kardiovaskular,
keseimbangan cairan, dan pernafasan. Selain itu lakukan pengkajian trhadap tim,
dan instrumen pembedahan, serta anestesia yang diberikan.
Rencana tindakan:
1. Penggunaan baju seragam bedah
Penggunaan baju seragam bedah didesain khusus dengan harapan dapat
mencegah kontaminasi dari luar. Hal itu dilakukan dengan berprinsip bahwa
semua baju dari luar harus diganti dengan baju bedah yang steril, atau baju
harus dimasukkan ke dalam celana atau harus menutupi pinggang untuk
mengurangi menyebarnya bakteri, serta gunakan tutup kepala, masker,
sarung tangan, dan celemek steril.
2. Mencuci tangan sebelum pembedahan.
3. Menerima pasien di daerah bedah.
Sebelum memasuki wilayah bedah, pasien harus melakukan pemeriksaan
ulang di ruang penerimaan untuk mengecek kembali nama, bedah apa yang
akan dilakukan, nomor status registrasi pasien, berbagai hasil laboratorium
dan X-ray, persiapan darah setelah dilakukan pemeriksaan silang dan
golongan darah, alat protesis, dan lain-lain.
4. Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah.
Posisi yang dianjurkan pada umumnya adalah telentang, telungkup,
trendelenburg, litotomi, lateral, atau disesuaikan dengan jenis operasi yang
akan dilakukan.
5. Pembersihan dan persiapan kulit.
Pelaksanaan tindakan ini bertujuan untuk membuat daerah yang akan
dibedah bebas dari kotoran dan lemak kulit, serta mengurangi adanya
mikroba. Bahan yang digunakan dalam membersihkan kulit ini harus
memiliki spektrum khasiat, kecepatan khasiat, potensi yang baik dan tidak
menurun apabila terdapat kadar alkhohol, sabun deterjen, atau bahan organik
lainnya.
6. Penutupan daerah steril.
Penutupan daerah steril dilakukan dengan menggunakan duk steril agar tetap
sterilnya di daerah seputar bedah dan mencegah berpindahnya
mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.
7. Pelaksanaan anestesia.
Pelaksanaan anestesia dapat dilakukan dengan berbagai macam, antara lain
anestesia umum, inhalasi atau intravena, anestesia regional, dan anestesia
lokal.
8. Pelaksanaan pembedahan.
Setelah dilakukan anestesia, tim bedah akan melaksanakan pembedahan
sesuai dengan ketentuan pembedahan.
Setelah tindakan pembedahan (pasca bedah), beberapa hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan
perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardivaskular, lokasi
daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat-alat yang digunakan dalam
pembedahan. Selama periode ini proses asuhan diarahkan pada menstabilkan
kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis pasien, menghilangkan nyeri
dan pencegahan komplikasi. Pengkajian yang cermat dan intervensi segera
membantu pasien kembali pada fungsi optimalnya dengan cepat, aman dan
nyaman.
2. Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan
nafas melalui ventilaot mekanik atau nasal kanul.
3. Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirkulasi darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran
plasma ekspander.
4. Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan
pasien, seperti kesadaran dan sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin
saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu dipantau kondisi
vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi
terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan
harus balance untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat
perdarahan atau justru kelebihan cairan yang justru menjadi beban bagi
jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6. Mempertahanakan kenyamanan dan mencegah resiko injury.
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan
beresiko besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang
nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien,
diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi
terkait dengan agen pemblok nyerinya.
Tindakan:
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri dapat
dilakukan manajemen luka. Amati kondisi luka operasi dan jahitannya,
pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal. Observasi discharge
untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi
perawatan luka sampai dengan pengangkatan jahitan. Kemudian
memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan
vitamin C dapat membantu pembentukan kolagen dan mempertahankan
integritas dinding kapiler.
2. Mempertahankan respirasi yang sempurna dengan latihan napas, tarik napas
yang dalam dengan mulut terbuka, lalu tahan napas selama 3 detik dan
hembuskan. Atau, dapat pula dilakukan dengan menarik napas melalui
hidung dan menggunakan diafragma, kemudian napas dikeluarkan secara
perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan stoking pada pasien yang berisiko
tromboflebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus
meninggikan kaki pada tempat duduk guna untuk memperlancar vena.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan memberikan
cairan sesuai kebutuhan pasien, monitor input dan output , serta
5. Mempertahankan eliminasi, dengan mempertahankan asupan dan output,
serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mobilisasi dini, dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk
efektif yang penting untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan
mengeluarkan sekret dan lendir. Mempertahankan aktivitas dengan latihan
yang memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurangi kecemasan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik.
8. Rehabilitasi, diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
9. Discharge Planning. Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan
informasi kepada klien dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari
dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
B. Jenis luka
Berdasarkan sifat kejadiannya, luka dibagi dua jenis, yaitu luka disengaja dan
luka tidak disengaja. Luka disengaja misalnya luka terkena radiasi atau bedah,
sedangkan luka tidak disengaja misalnya luka terkena trauma. Luka yang tidak
disengaja juga dibagi menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup yaitu
tidak terjadi robekan, sedangkan luka terbuka yaitu jika terjadi robekan dan
terlihat. Luka terbuka seperti luka abrasi (akibat gesekan), luka puncture (akibat
tusukan), dan luka hautration (akibat alat-alat yang digunakan dalam perawatan
luka). Di bidang kebidanan, luka yang sering terjadi adalah luka episiotomi, luka
bedah seksio caesarea, atau luka saat proses persalinan.
1. Tahap respons inflamasi akut terhadap cedera. Tahap ini dimulai saat terjadinya
luka. Pada tahap ini, terjadi proses hemostasis yang ditandai dengan pelepasan
histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses
peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap destruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh
leukosit dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh darah baru diperkuat oleh jaringan
ikat dan menginfiltrasi luka.
4. Tahap maturasi. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, kontraksi luka, dan
organisasi jaringan ikat.
2. Infeksi, terjadi bila terdapat tanda-tanda seperti kulit kemerahan, demam atau
panas rasa nyeri dan timbul bengkak, jaringan di sekitar luka mengeras, serta
adanya kenaikan leukosit.
1. Pinset anatomi.
2. Pinset cirurghi.
3. Gunting steril.
4. Naald voerder.
5. Jarum.
6. Benang.
7. Larutan betadine.
8. Alkohol 70%.
9. Obat anestesia.
10. Spuit.
14. Plester/pembalut.
15. Bengkok.
1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.
3. Cuci tangan
4. Menutup sampiran
5. Persiapan alat
7. Larutkan desinfeksi pada daerah yang akan dijahit dengan betadin dan
alkohol 70%, kemudian lakukan anestesia pada daerah yang akan dijahit.
G. Perawatan luka
2. Pinsen cirughi.
3. Gunting steril.
5. Larutan H2O2.
6. Larutan boorwater.
7. NaCl 0,9 %.
8. Gunting perban.
9. Pester/pembalut.
10. Bengkok.
Prosedur kerja:
1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.
3. Cuci tangan
4. Menutup sampiran
5. Persiapan alat
1. Pinset anatomi.
2. Pinsen cirughi.
4. Arteri klem.
7. Alkohol 70%.
8. Gunting perban.
9. Pester/pembalut.
10. Bengkok.
Prosedur kerja:
1. Menyapa dan memperkenalkan diri kepada klien dengan ramah dan sopan.
3. Cuci tangan
4. Menutup sampiran
5. Persiapan alat
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tindakan prebedah, bedah, dan pasca bedah yang dilakukan secara tepat dan
berkesinambungan akan sangat berpengaruh terhadap suksesnya pembedahan
dan kesembuhan pasien.
3.2 Saran
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi.
Yogyakarta : Sahabat Setia.
http://repository.unimus.ac.id/1708/14/12.%20BAB%20II.pdf
https://id.scribd.com/doc/101606038/persiapan-pasien-Pre-Operasi
https://oshigita.wordpress.com/2014/04/01/asuhan-pada-pasien-pre-intra-dan-pasca-
bedah-pada-kasus-kebidanan/
http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/02/perawatan-bedah-kebidanan.html
http://makalah-kesehatan-online.blogspot.com/2009/01/konsep-dasarkeperawatan-
perioperatif.html