Anda di halaman 1dari 11

Bab - 3 HAKIKAT HASIL BELAJAR

A. Pendahuluan
Pada Bab 1 dan Bab 2 sudah dipaparkan mengenai hakikat dari belajar dan pilar-pilar belajar
menurut UNESCO. Adapun pada Bab 3 ini topik yang dibahas adalah tentang hasil belajar.
Setelah mempelajari Bab 3 ini diharapkan pembaca dapat menjelaskan pengertian hasil belajar,
mengidentifikasi jenis-jenis hasil belajar dan faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar serta
implikasinya terhadap hasil belajar itu sendiri.
B. Pengertian Hasil Belajar
"Are we forming children who are only capable of learning what is already known?" (Piaget) Ada
banyak teori yang mencoba mendefinisikan apa yang dimaksud dengan belajar. Dari pandangan
behaviorisme yang memandang belajar sebagai perubahan yang diukur melalui respons
tindakan yang dapat diukur sampai ke konstruktivisme yang menyebutkan bahwa belajar adalah
mengkonstruksi pengetahuan sendiri, banyak ahli yang coba mencari tahu apa yang terjadi
ketika orang belajar dan kapan seseorang dikatal. sudah belajar. digunakan suatu indikator yang
disebut dengan hasil belajar. Sudia (2009) mendefinisikan hasil belajar sebagai suatu perbuatan
tingkah lat yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Adapun Dimvar & Mudjiono
(2006) menggarisbawahi hasil belajar sebagai suatu interake antara pembelajar dan tindakan
mengajar. Belajar dan hasil belajar tidal mengenal usia. Henry Ford pernah berkata, bukan
masalah usia dua pulu atau delapan puluh tahun. Siapapun yang berhenti belajar adalah oran
tua, sementara yang terus belajar adalah orang muda. Untuk mengukur apakah seseorang sudah
belajar atau belum,
C. Jenis-jenis Hasil Belajar
Jenis Hasil Belajar Menurut Bloom. Bloom membagi hasil belajar atas tiga ranah hasil, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Pembagian ini dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom. Ranah
Kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, ranah afektif berhubungan dengan
kemampuan perasaan, sikap dan kepribadian, sedangkan ranah psikomotorik berhubungan
dengan kemampuan seseorang dalam menunjukkan keterampilan motorik yang dikendalikan
oleh kematangan psikologis.
1. Ranah Kognitif Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang. Dalam
taksonomi Bloom yang dikembangkan pada tahun 1956, dikenal ada enam jenjang ranah
kognitif. Jenjang ini bersifat hierarkis, artinya jenjang satu lebih tinggi dari yang lain, di mana
jenjang yang lebih tinggi akan dapat dicapai apabila yang rendah sudah dapat dikuasai
(bersifat hierarkis). Berdasarkan urutan dari yang terendah ke yang tertinggi, keenam
jenjang tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.2.
a. Pengetahuan
Jenjang pengetahuan mencakup kemampuan seseorang dalam mengingat semua jenis
informasi yang diterimanya. Pada umumnya, informasi yang diterima manusia akan
dimasukkan ke dalam ingatan dan disimpan di sana dalam periode tertentu.
Kemampuan seseorang dalam mengingat pengetahuan ini beraneka ragam, ada yang
dalam jangka waktu singkat ada pula yang panjang. Dalam banyak kasus ada pula orang
yang melupakan informasi yang diterimanya, namun apabila diberikan stimulus tertentu
ingatan ini akan pulih kembali. Jenjang ini dianggap yang terendah dilihat dari proses
berpikirnya. Meskipun jenjang ini terendah, tetapi sangat penting. Tanpa memiliki
pengetahuan, seseorang tidak mungkin akan dapat mengembangkan kemampuan-
kemampuan lain yang lebih kompleks. Contoh keterampilan jenjang pengetahuan
adalah siswa dapat menyebutkan rumus luas daerah lingkaran yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Pemahaman
Pada jenjang ini informasi yang diterima tidak disimpan begitu saja, melainkan diolah
lebih lanjut menjadi sesuatu yang lebih tinggi kedudukannya. Kemampuan mengolah
informasi akan menunjukkan siswa memahami informasi yang diberikan kepadanya,
bukan hanya sekadar mengulang yang diberitahukan kepadanya. Contohnya adalah
siswa dapat menuliskan kembali informasi yang diberikan dalam bentuk kata-kata atau
daftar acak ke dalam bentuk tabel maupun diagram.
c. Aplikasi
Aplikasi adalah kemampuan menggunakan sesuatu dalam situasi tertentu. Kemampuan
menggunakan sesuatu itu memerlukan pertimbangan mengenai relevansi perhatian
terhadap rincian, ketelitian dan ketelatenan. Unsur kreativitas juga diperlukan dalam
mengembangkan kemampuan aplikasi. Contohnya adalah siswa dapat menggunakan
konsep luar daerah lingkaran untuk menghitung banyak rumput yang dihabiskan seekor
kambing yang diikat di sebuah pohon yang terletak di sebuah padang rumput.
d. Analisis
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk melihat bagian-bagian atau komponen-
komponen dari satu kesatuan yang utuh. Komponen yang dimaksud dapat berupa
bagian apa saja yang terdapat pada suatu informasi, misalnya fakta, teori, pendapat,
asumsi, hipotesis, generalisasi, kesimpulan, dan sebagainya. Contohnya adalah siswa
dapat menganalisis mana barang yang lebih murah di antara dua barang dengan merek
dan jenis sama, namun dijual di toko berbeda dengan harga berbeda pula dan kemudian
diberikan diskon dengan besaran berbeda. Sintesis
e. Berkebalikan dengan analisis, sintesis adalah kemampuan siswa dalam melihat
hubungan antara komponen-komponen yang terpisah dan menyimpulkan apa yang ia
peroleh dari hubungan tersebut. Contohnya adalah ketika siswa mampu menyusun
rekomendasi untuk pembelian kartu perdana provider tertentu dengan
mempertimbangkan berbagai aspek mulai dari harga kartu, tarif telepon dan SMS, tarif
internet dan ketersediaan sinyal.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah kemampuan untuk memberikan pertimbangan mengenai nilai informasi
tersebut dengan menggunakan berbagai kriteria, baik internal maupun eksternal.
Kriteria internal adalah kriteria yang dibangunnya sendiri, sedangkan kriteria eksternal
adalah kriteria yang ditetapkan di luar dirinya. Contohnya adalah siswa dapat
memberikan estimasi dari suatu harga saham dilihat dari pertimbangan harga-harga
yang muncul pada bulan-bulan atau tahun- tahun sebelumnya. Pada tahun 2001,
Taksonomi Blom ranah kognitif ini disempurnakan oleh Krathwohl yang merupakan
murid dari Bloom. Taksonomi ini disempurnakan dengan kata benda menjadi kata kerja
dan menyesuaikan tingkatan serta komponennya dengan tuntutan abad ke-21. Akan
tetapi, konsep hierarki dari tingkatan kognitif ini tetap dipertahankan. Perbedaan
terletak di level ke-6 yaitu Evaluasi yang menjadi tahap ke-5 di edisi revisi dan ada
tambahan "Creating" sebagai level tertinggi di Taksonomi Bloom Revisi. Penjelasan lebih
lanjut dapat dicermati pada Gambar 3,3 berikut

Penjelasan masing-masing tingkatan kognitif pada Taksonomi Bloom Revisi adalah sebagai berikut.

a. Mengingat (Remembering)
Mengingat merupakan usaha menarik kembali informasi yang telah tersimpan dalam memori dalam
jangka waktu yang cukup panjang. Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam
proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem
solving). Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya, untuk menjadikan
mengingat tersebut menjadi sebuah pembelajaran yang bermakna, maka kita harus mengaitkan
mengingat ini dengan tahapan yang lebih tinggi nantinya. Mengingat meliputi dua kegiatan, yakni
mengenali dan memanggil kembali informasi yang tersimpan dalam memori. Contohnya adalah
siswa mampu menyebutkan nama-nama bangun datar yang ditunjukkan pada gambar.
b. Memahami/mengerti (Understand) Memahami/mengerti dapat dikatakan sebagai seorang siswa
mampu membuat/membangun sebuah pengertian baru berdasarkan informasi yang telah
didapatkan sebelumnya. Yang mana sumber informasi ini dapat didapatkan dari berbagai sumber
seperti pesan, koran, bacaan, komunikasi ataupun buku pengetahuan. Kategori memahami
mencakup:
 Mengklasifikasikan (Classification), merupakan seorang siswa dapat mengelompokkan
sesuatu objek masuk ke dalam kategori tertentu, atau dapat mengenali suatu objek
merupakan anggota dari kategori tertentu. Contoh: Ketika siswa diberikan banyak gambar
segitiga dan diminta mengelompokkan berdasarkan sifat tertentu.
 Membandingkan (Comparing), merupakan seorang siswa mampu mengetahui ataupun
mengenali perbedaan dan persamaan dari suatu objek. Contoh: siswa mampu menjelaskan
dasar pengelompokan segitiga sesuai dengan kriteria tertentu, misalnya dilihat dari ukuran
sisinya, dilihat dari sudutnya dan lain-lain.
c. Menerapkan (Applying) Menerapkan dapat menunjukkan seorang siswa mampu menggunakan
ataupun memanfaatkan suatu prosedur ataupun metode yang telah ada untuk melaksanakan suatu
percobaan atau menyelesaikan permasalahan. Menerapkan meliputi:
 Menjalankan prosedur (Executing), dapat diartikan sebagai seorang siswa dalam
menyelesaikan suatu permasalahan atau dalam melakukan suatu percobaan, mereka hanya
tinggal menetapkan prosedur yang pasti untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan
menjalankannya sesuai dengan tahapan yang ada. Contohnya siswa mampu menggunakan
prosedur cara menggambar lingkaran dalam atau luar segitiga.
 Mengimplementasikan (Implementing), dapat diartikan sebagai dalam menyelesaikan suatu
permasalahan ataupun dalam mela- kukan suatu percobaan. Siswa terlebih dahulu harus
mengenali dan memahami permasalahan yang ada, setelah itu barulah siswa menerapkan
prosedur yang ada guna menyelesaikan permasalahan tersebut. Contohnya adalah siswa
membuat gambar modifikasi bangun-bangun geometri dengan menerapkan konsep garis
bagi, garis berat, garis tinggi, lingkaran dalam dan lingkaran luar segitiga.
d. Menganalisis (Analyzing) Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan
memisahkan tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat
menimbulkan permasalahan. Di seka pada umumnya, lebih mementingkan proses menganalisis. Hal
dikarenakan, menganalisis merupakan suatu tahapan yang penti dari suatu proses pembelajaran,
dengan adanya proses menganalisi ini nantinya diharapkan siswanya mampu berpikir secara kririe
Menganalisis meliputi dua hal, yaitu
 Memberi atribut (Attributing), merupakan menemukan permasalahan dan kemudian
memerlukan kegiatan membangun ulang hal yang menjadi permasalahan. Kegiatan
mengarahkan siswa pada informasi-informasi asal mula dan alasan suatu hal ditemukan dan
diciptakan.
 Mengorganisasikan menunjukkan identifikasi unsur- unsur hasil komunikasi atau situasi dan
mencoba mengenali bagaimana unsur-unsur ini dapat menghasilkan hubungan yang baik.
Mengorganisasikan (Organizing), memungkinkan siswa mem- bangun hubungan yang
sistematis dan koheren dari potongan- potongan informasi yang diberikan. Hal pertama
yang harus dilakukan oleh siswa adalah mengidentifikasi unsur yang paling penting dan
relevan dengan permasalahan, kemudian melanjutkan dengan membangun hubungan yang
sesuai dari informasi yang telah diberikan.
e. Mengevaluasi (Evaluating) Mengevaluasi merupakan proses memberikan penilaian berdasarkan
kriteria dan standar yang sudah ada. Biasanya, kriteria yang digunakan adalah kualitas, efektivitas,
efisiensi dan konsistensi. Kriteria vang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan
konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa, Standar ini dapat
berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui
bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi mengevaluasi. namun hampir semua
dimensi proses kognitif memerlukan penilaian. Perbedaan antara penilaian yang dilakukan siswa
dengan penilaian yang merupakan evaluasi adalah pada standar dan kriteria yang dibuat oleh siswa.
Jika standar atau kriteria yang dibuat mengarah pada keefektifan hasil yang didapatkan
dibandingkan dengan perencanaan dan keefektifan prosedur yang digunakan maka apa yang
dilakukan merupakan kegiatan evaluasi. Mengevaluasi meliputi berikut.
 Mengecek (Checking), merupakan menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya
berdasarkan kriteria internal. Contohnya adalah memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik
sesuai dengan data yang ada.
 Mengkritisi (Critiquing), menilai suatu karya baik kelebihan atau kekurangannya.
Berdasarkan kriteria eksternal. Contohnya adalah untuk memberikan penilaian setuju atau
tidak setuju terdapat suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menaikkan harga
BBM.
f. Menciptakan (Creating) Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur
secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk
menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau
pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman
belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir
kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan.
Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang
dapat dibuat oleh semua siswa. Perbedaan menciptakan ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya
adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis siswa bekerja
dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada menciptakan siswa bekerja dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Menciptakan meliputi:
 Menggeneralisasikan (Generating), merupakan kegiatan merepresentasikan permasalahan
dan penemuan alternatif hipotesis yang diperlukan.
 Memproduksi (Producing), mengarah pada perencanaan untuk menyelesaikan
permasalahan yang diberikan.
 Pada revisi Taksonomi Bloom yang dilakukan oleh Krathwohl ini ditambahkan adanya
matriks untuk memudahkannya dalam penyusunan tujuan pembelajaran, tugas atau
kegiatan belajar dan penilaian hasil belajar. Matriks tersebut dapat dijadikan sebagai acuan
guru di sekolah dalam pembuat soal-soal yang beragam
2. Ranah Afektif
Ranah afektif berhubungan dengan minat, perhatian, sikap, emosi, penghargaan, proses,
internalisasi dan pembentukan karakteristik diri. Krathwohl, Bloom, dan Masia (1964)
membagi ranah afektif dalam lima jenjang. Seperti juga dalam ranah kognitif, ranah afektif
juga bersifat hierarki. Kelima jenjang tersebut adalah sebagai berikut.
a. Penerimaan (Receiving) Jenjang ini adalah pembuka alat indra seseorang terhadap dunia
luar. Pada jenjang ini ada kesediaan yang bersangkutan untuk menerima komunikasi
yang ada di sekelilingnya. Dengan perkataan lain, jenjang ini adalah jenjang di mana kita
memberikan kesempatan kepada diri kita untuk berubah. Hanya dengan kesediaan
tersebut kognitif dikerahkan, nilai-nilai kepribadian dihadapkan pada situasi luar. dan
kemampuan psikomotorik dipersiapkan. Contohnya adalah mendengarkan pendapat
orang lain.
b. Penanggapan (Responding) Penanggapan adalah jenjang yang menerima stimulus dan
juga memberikan reaksi atau jawaban terhadap stimulus tersebut. Anggukan terhadap
apa yang dikatakan seorang siswa merupakan penanggapan apa yang dikatakannya.
Contohnya adalah berpartisipasi dalam diskusi kelas.
c. Penghargaan (Valuing) Pada jenjang ini aktivitas afektif lebih tinggi dari jenjang
pemberian penanggapan. Kalau dalam jenjang penanggapan orang yang melakukannya
baru menunjukkan rasa senang dan gembira dapat memberikan tanggapan, dalam
jenjang penghargaan ini sudah sampai pada rasa keterikatan, atau memiliki terhadap
suatu stimulus. Karena itu minat dan semangat ditunjukkan kepada stimulus yang ada.
Mungkin minat dan semangat itu disebabkan oleh nilai stimulus bagi orang yang
bersangkutan dan mungkin pula disebabkan oleh apresiasi orang itu terhadap stimulus
tadi. Contohnya adalah peran siswa dalam berkontribusi pada kemajuan kelas atau
sekolahnya.
d. Pengorganisasian (Organization) Pengorganisasian terjadi apabila seseorang berada
dalam situasi di mana terdapat lebih dari satu nilai atau sikap. Dalam situasi yang
demikian ia harus dapat menentukan cara mengorganisasikan nilai atau sikap tersebut.
Dan dengan pengorganisasian itu pula ia berhubungan dengan nilai atau sikap tadi.
Contohnya adalah kemampuan siswa untuk terlibat dalam pergaulan di kelas.
Penjatidirian (Characterization)
e. Dalam jenjang ini nilai sikap sudah menjadi milik seseorang. Jadi nilai dan sikap bukan
saja diterima, disenangi, dihargai, digunakan dalam kehidupan, serta diorganisasikan
dengan nilai dan sikap lainnya, tetapi sudah mendarah daging pada dirinya. Nilai dan
sikap tadi sudah mengatur cara bertindak dan cara berpikir. Individu itupun siap
mempertahankan nilai dan sikap yang dimilikinya itu dari berbagai serangan (nilai dan
sikap yang telah diinternalisasi). Contohnya adalah menunjukkan rasa percaya diri ketika
bekerja sendiri, kooperatif dalam aktivitas kelompok, bekerja tanpa perlu pengawasan,
dan belajar karena keinginan sendiri.
3. Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor berhubungan dengan kemampuan gerak atau manipulasi yang bukan
disebabkan oleh kematangan biologis, kemampuan gerak atau manipulasi tersebut
dikendalikan oleh kematangan psikologi Jadi kemampuan tersebut adalah kemampuan yang
dapat dipelajari. Bloom dan kawan-kawannya mengalami kesulitan dalam mengembangkan
ranah ini terutama kekurangan data lapangan yang mereka miliki. Kemudian dikembangkan
kembali oleh Simpson (1966) yang memberikanlah jenjang psikomotor yang bersifat
hierarkis. Tingkatan ranah psikom tersebut adalah sebagai berikut.
a. Persepsi (Perception) Penggunaan alat indra untuk menjadi pegangan dalam memban
gerakan.
b. Kesiapan (Set) Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.
c. Respons Terpimpin (Guided Response) Tahap awal dalam mempelajari keterampilan
yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.
d. Mekanisme (Mechanism) Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga
tampil dengan meyakinkan dan cakap.
e. Respons Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) Gerakan motoris yang
terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks. Penyesuaian
(Adaptation)
f. Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai
situasi.
g. Penciptaan (Origination) Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi,
kondisi atau permasalahan tertentu.

Sedangkan Robert Gagne (1974) meninjau hasil belajar yang dimasukkan dalam lima
kategori, yaitu sebagai berikut.

a. Informasi verbal Informasi verbal ialah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang
yang dapat diungkapkan melalui bahasa lisan maupun tertulis kepada orang lain. Siswa
harus mempelajari berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik yang bersifat praktis
maupun teoretis. Informasi verbal sangat penting dalam pengajaran, terutama di
sekolah dasar.
b. Kemahiran intelektual menunjukkan pada kemampuan seseorang yang berhubungan
dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri. Kemahiran intelektual ini dapat berupa
siswa belajar bagaimana mengubah pecahan menjadi decimal, bagaimana membuat
kata kerja yang cocok dengan subjek kalimat. Gagne selanjutnya membagi kemahiran
intelektual menjadi empat kategori yang diurutkan secara hierarkis, yaitu sebagai
berikut.
1. Diskriminasi jamak yaitu kemampuan seseorang dalam membedakan antara objek
yang satu dan objek yang lain. Dalam memersepsi, seseorang akan menanggapi
suatu benda ciri-ciri fisik yang khas, misalnya warna, bentuk, panjang - lebar, dan
sebagainya.
2. Konsep konkret Konsep konkret adalah suatu pengertian yang menunjuk pada
objek-objek dalam lingkungan fisik.
3. Konsep yang didefinisikan Konsep yang didefinisikan, yaitu konsep yang mewakili
realitas hidup, tetapi bukan lingkungan hidup fisik, misalnya lingkaran adalah garis
yang berbentuk garis yang berbentuk bundar yang mempunyai jari-jari yang sama.
4. Kaidah yaitu dua konsep atau lebih yang jika dihubungkan satu sama lainnya, maka
terbentuk suatu ketentuan yang mewakili suatu keteraturan, misalnya besi jika
dipanaskan akan memuai.
5. Prinsip yaitu terjadinya kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu
kaidah yang lebih tinggi dan lebih kompleks. Berdasarkan prinsip dapat dicontohkan
orang mampu menyelesaikan soal.
c. Pengaturan kegiatan kognitif Pengaturan kegiatan kognitif yaitu kemampuan yang dapat
menyalurk dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, khususnya bila sedn belajar
dan berpikir. Orang yang mampu mengatur dan mengarahk aktivitas mentalnya sendiri
dalam bidang kognitif akan dan menggunakan semua konsep dan kaidah yang pernah
dipelajari jauh lebih efisien dan efektif, daripada orang yang tidak berkemampuan
demikian.
d. Sikap Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sikap artinya perbuatan yang
berdasarkan pendirian terhadap suatu objek. Misalnya, siswa bersikap positif terhadap
sekolah karena sekolah berguna baginya. Sebaliknya, dia bersikap negatif terhadap
pesta-pesta karena merasa tidak ada gunanya, hanya membuang waktu dan uang saja.
e. Keterampilan motorik Keterampilan motorik yaitu seseorang yang mampu melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan
koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Misalnya, sopir
mobil dengan terampil mengendarai kendaraannya, sehingga konsentrasinya tidak
hanya pada kendaraan, sehingga konsentrasinya tidak hanya pada kendaraannya, tapi
juga pada arus lalu lintas di jalan.
D. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi belajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam proses belajar
individu, sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi
hasil belajar beserta dengan kaitannya dengan hasil belajar itu sendiri dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor intern meliputi faktor fisiologis, faktor
psikologis, dan faktor kelelahan.
a. Faktor Fisiologis Faktor-faktor fisiologis berkaitan dengan kondisi fisik seorang individu.
Ada dua yang masuk kategori faktor fisiologis, yaitu pertama, keadaan jasmani dan
fungsi jasmani itu sendiri. Keadaan jasmani pada umurmnya memengaruhi aktivitas
belajar seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terhadap kegiatan belajar individu, karena seseorang dapat belajar tanpa terhambat
dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, keadaan fungsi
jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh
manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang ber-
fungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam
proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima
dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar. Panca ndra
yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena
itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara
preventif maupun yang bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang
memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan telinga secara
periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan lain sebagainya. Faktor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar.
Beberapa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan
siswa, motivasi, minat, sikap, bakat dan percaya diri.
b. Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah kemampuan psikologis seseorang yang dapat
mempengaruhi proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama dapat
mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, bakat
dan percaya diri.
1. Kecerdasan/inteligensi siswa Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya
berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh lain. Meskipun
demikian, otak tetaplah merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang
lain, karena berfungsi sebagai pengendali tertinggi dari hampir seluruh aktivitas
manusia.
Kecerdasan merupakan faktor psikologis yang paling penting dalan proses belajar
siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa Semakin tinggi tingkat
inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses
dalam belajar. Sebaliknya semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
individu itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar
dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai faktor psikologis
yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan
pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru atau guru
profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan siswanya.
2. Motivasi
Motivasi akan mendorong seseorang untuk dapat melakukan termasuk juga belajar.
Oleh karenanya, faktor ini menjadi penting dalam memberikan keefektifan kegiatan
belajar individu. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam
diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap
saat (Slavin, 1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan
dan keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut
sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik,
Motivasi intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca
tidak hanva menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada
motivasi dari luar (ekstrinsik).
3. Minat
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat
bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan. Namun, lepas dari kepopulerannya, minat
sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap
aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan
tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks
belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat
siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dipelajarinya. Untuk
membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain dapat dilakukan dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik
mungkin dan tid membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain pembelajaran
yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelaiar melibatkan seluruh
domain belajar siswa (kognitif, afektir psikomotorik), sehingga siswa menjadi aktif,
maupun performanei guru yang menarik saat mengajar. Selain itu, orang tua
mauDun guru juga hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memilih jurusan maupun rencana studi lanjutan yang sesuai dengan minatnya,
sehingga proses belajar berikutnya yang dilakukan orang yang bersangkutan
menjadi lebih optimal.
4. Sikap Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif
(Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang
atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan
untuk mengantisipasi munculnya sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya
berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap
profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas, seorang guru akan berusaha
memberikan yang terbaik bagi siswanya, berusaha mengembangkan kepribadian
sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus kepada muridnya, berusaha
untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik, sehingga
membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan,
meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
5. Bakat Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan
seseorang yang menjadi salah satu komponen diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya, sehingga
kemungkinan besar ia akan berhasil. Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat
atau potensi untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya
masing- masing. Oleh karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar
individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan
latihan. Individu yang telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap
segala informasi yang berhubungan dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa
yang berbakat di bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain
selain bahasanya sendiri.
6. Rasa Percaya Diri Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak
dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya
pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi
merupakan tahap pembuktian diri seorang, misalnya siswa di kelas yang diakui oleh
guru dan teman sekelasnya. Makin sering seseorang berhasil menyelesaikan tugas
maupun menunjukkan prestasi, yang bersangkutan akan memperoleh pengakuan
umum. Hal ini menyebabkan rasa percaya diri semakin kuat. Begitupun sebaliknya
kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri, Bila rasa
tidak percaya diri sangat kuat, dikhawatirkan seseorang akan menjadi takut belajar.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan, tetapi dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan rohani (psikis). Kelelahan jasmani
terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan membaringkan
tubuh atau beristirahat. Kelelahan jasmani terjadi karena terjadi kekacauan di dalam
tubuh, sehingga darah tidak lancar pada bagian-bagian tertentu. Sedangkan kelelahan
rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan
dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-
menerus memikirkan masalah yang dianggap berat
2. Faktor Ekstern
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor eksogen, faktor-faktor ekstern juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Svah (2003) menjelaskan bahwa faktor-
faktor ekstern yang memengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu
faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
a. Faktor Keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga, dan keadaan ekonomi
keluarga.
1) Cara Orang Tua Mendidik
2) Relasi antar anggota keluarga
3) Suasana rumah
4) Keadaan ekonomi keluarga
5) Pengertian orang tua
6) Latar belakang kebudayaan
b. Faktor sekolah
1) Metode mengajar
2) Kurikulum
3) Relasi guru dengan siswa
4) Relasi siswa dengan siswa
5) Disiplin sekolah
6) Alat pelajaran
7) Waktu sekolah
8) Standar pelajaran di Atas ukuran
9) Keadaan gedung
10) Metode belajar
11) Tugas rumah
c. Faktor masyarakat
1. Kegiatan siswa dalam masyarakat
2. Media massa
3. Teman bergaul
4. Bentuk kehidupan masyarakat

Sumber:

Parwati Nyoman, dkk. (2018). Belajar dan Pembelajaran. Depok: PT RajaGrafindo

Anda mungkin juga menyukai