Lembaga Wakaf
Lembaga Wakaf
Oleh :
Ferdinand Sinaga
Dosen Pengampu :
Bapak Zainal
JAKARTA
2016
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji tidak lupa kita ucapkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dengan kesehatan dan
kesempatan itu penulis masih sempat menyelesaikan revisi makalah ini dengan baik.
Sholawat beserta salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad, Rasulullah
SAW, karena dengan syafa’atnyalah kita bisa diringankan dalam memperoleh ridho Allah
sehingga bisa masuk ke dalam surga Allah.
Dengan selesainya revisi makalah ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Sirajul Arifin yang telah membimbing dan memberikan support kepada kami,
sehingga kami bisa menyusun revisi makalah ini. Semoga bimbingan yang bapak berikan
dapat bermanfaat, Amin.
kami menyadari bahwa revisi makalah ini masih kurang dari sempurna dan masih
banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah hati kami mohon
agar dosen pembimbing berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun guna
sempurnanya tugas ini .
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, semoga revisi makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna terutama bagi para mahasiswa, Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman cover i
Kata Pengantar ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar belakang 1
B. Rumusan masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Pengertian 2
B. Sejarah 3
C. Dasar Hukum 5
D. Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf 6
E. Perkembangan Pengelolaan Harta Benda Wakaf di beberapa Negara 7
F. Profil Lembaga dan sistem Pengelolaan Wakaf di indonesia 7
G. Rukun dan Syarat 8
H. Bentuk-bentuk wakaf, Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya 10
I. Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf 13
J. Peraturan Per-Undang-Undangan 15
K. Wakaf Tunai 16
L. Perbedaan Wakaf dengan Shodaqoh 23
BAB IV PENUTUP 24
A. Kesimpulan 24
B. Saran dan Kritik 24
3
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun sebelum
Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada masa Hindu-
Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak
persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya
pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal
pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama
dengan Islam, yaitu untuk peribadatan. Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal
oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan
utama dari wakafnya yang berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk
masyarakat umum, dll). Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai
dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang
dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di
Indonesia juga mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang
peruntukannya sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya
peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan.
Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49
tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian wakaf serta Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
2. Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
3. Jelaskan Peraturan perwakafan dan profil pengelola wakaf serta prospek
perwakafan di indonesia?
C. Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan
dan sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
4
ekonomi yang bersifat makro. Selain itu, dengan dilakukannya investasi terhadap
tanah wakaf. Sehingga tujuan dan manfaat diadakannya wakaf tersebut dapat
terlaksana dengan baik dan benar-benar berguna bagi masyarakat umum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari “Waqf” yang berarti “al-Habs”.
Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti
menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti
tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu.
Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang
dapat bermanfaat dengan tanpa mengurangi bendanya untuk diserahkan kepada
perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang
tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai
berikut:
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda
(al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada
siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. Definisi wakaf tersebut
menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di
tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang
diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut,
bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta
yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada
orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf
kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa
memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak
pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang
dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus
5
harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah
rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu
menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut
para ulama ahli fiqih.
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta
benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.1
B. Sejarah Wakaf
Dalam sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena
wakaf disyariatkan setelah nabi SAW tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang
berkembang di kalangan Fuqaha tentang siapa yang pertama kali melaksanakan
syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama
kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW
untuk dibangun masjid. Keberadaan wakaf sejak masa Rasulullah saw, telah
diriwayatkan oleh Abdullah Bin Umar, bahwa umar bin khatab mendapat sebidang
tanah di khaibar. Lalu umar bin kahatab menghadap Rasul untuk memohon petunjuk
tentang apa yang sepatutnya dilakukan terhadap tanah tersebut. Lalu Rasul menjawab
jika engkau mau tahanlah tanah itu laku engkau sedekahkan. Lalu umar
menyedekahkan dan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak boleh diwariskan. Umara
saluran hasil tanah itu untuk orang-orang fakir, ahli familinya, membebaskan budak,
orang-orang yang berjuang fisabililah. Masa-masa itu wakaf pertama dalam islam
yang dilakukan oleh Umar Bin khatab, kemudian disusul oleh abu thalhah dan
sahabat-sahabat nabi Masa dinasti islam Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa
1
No name, ”Pengertian Wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan%20wakaf/Pengertian%20Wakaf
%20%C2%AB.htm. (4 januari 2011)
6
dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah, semua orang berduyun-duyun untuk
melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja,
tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun
perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para
siswa dan mahasiswa. Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin
berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa
ada aturan yang pasti. Namun setelah masyarakat Islam merasakan betapa manfaatnya
lembaga wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik.
Kemudian dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan
menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau
keluarga Pada masa dinasti Umayyah, terbentuk lembaga wakaf tersendiri
sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah
yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh
negara Islam. Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut
dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan
Abbasiyah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, sehingga lembaga
wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.2
2
Abdul gani abdullah, wakaf produktif (bandung: simbiosa rekatama media, 2008), 49
3
Hendra kholid, “ lembaga pengelolaan wakaf” dalam http://hendrakholid.net/blog/2011/04/16/lembaga-pengelola-wakaf-
2/ (13 desember 2011)
7
C. Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah.
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).
Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang
kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.
Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian
Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai
Rasulullah saw., saya mendapat sebidang tanah di Khaibar, saya belum
mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?"
Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan
engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk
dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata:
"Umar menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada orang-orang fakir,
kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang
bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik
(sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk
harta" (HR. Muslim).
Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya permasalahan wakaf
adalah ijma (sudah disepakati) diantara para sahabat Nabi; yang demikian karena
Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan
Jabir, seluruhnya mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di
8
Makkah maupun Madinah, sudah dikenal masyhur oleh khalayak ramai. (Lihat:
Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al-Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny 4/200, Sunan
Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).4
9
perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf dan memberikan saran dan
pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
(Lihat penjelasan dari UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf).
5
M. Syafi’i antonio, menuju era wakaf produktif (jakarta selatan: mitra abadi press, 2006), 27
10
2. Sistem Pengelolaan Wakaf
Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka pengelolaan wakaf
juga baru ada setelah ada demand wakaf dari jamaah. Demikian terus berlanjut hinga
sekarang. Laporan kegiatannya pun belum ada mengingat tanah wakaf yang terletak
di bilanagn Ciputat itu baru dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam lembaga
ini nantinya akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya akan ada sarana
ibadah dan sarana pelatihan MQ, pendidikan formal, Balai Latiahan Kerja, dan
Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.
11
orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah.
Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan
secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin,
tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-
mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta
(ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan
Islam saja.
4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa
syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan
kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu.
Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau
digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat,
ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan
diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf
adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah
berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang
menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira
tammah.7
7
Anne Ahira, ”Pengertian wakaf”, Dalam http:///F:/wakaf%20makalah/bahan%20wakaf/Pengertian%20Wakaf
%20dan%20Ketentuannya.htm. (28 november 2011)
12
Bentuk-bentuk wakaf
1. Wakaf Ahli
Wakaf ahli yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang
atau lebih, baik keluarga si wakif atau bukan. Wakaf ahli juga sering disebut wakaf
dzurri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan
jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau lingkungan kerabat sendiri. Dalam
satu segi, wakaf ahli ini mempunyai dua aspek kebaikan, yaitu (1) kebaikan sebagai
amal ibadah wakaf, (2) kebaikan silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta
wakaf.
2. Wakaf Khoiri
Wakaf khoiri yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan
atau kemasyarakatan (kepentingan umum). Wakaf ini ditujukan untuk kepentingan
umum dengan tidak terbatas pada aspek penggunannya yang mencakup semua aspek
untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang
diwakafkan oleh wakif.
1. Wakaf benda tidak bergerak, yaitu
a. Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan yang
berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c. Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d. Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan dapat diuraikan sebagai
berikut:
13
b. Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu harus menyerahkan
surat – surat (sertifikat, surat keterangan dll) kepada PPAIW.
c. PPAIW meneliti surat dan syarat – syaratnya dalm memenuhi untuk pelepasan
hak atas tanah.
d. Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas,
tegas dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka
dapat membuat ikrar secra tertulis dengan persetujuan dari kandepag.
e. PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar
wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf ditempuh dengan beberapa tahapan yang
dilakukan secara stratifikatif:
1. Musyawarah untuk mencapai mufakat
8
Adijani al – alabij, perwakafan tanah di indonesia (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 25
14
2. Mediasi, (mediasi yang dimaksud adalah penyelesaian sengketa dengan
bantuan pihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang
bersengketa).
3. Arbitrase (Arbitrase yang dimaksud adalah Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS))
4. Pengadilan (Pengadilan yang dimaksud adalah Pengandilan Agama (PA)
atau Mahkamah Syari’iyah).
5. Terkait dengan persoalan sengketa wakaf, keberadaan dokumen (sertifikat)
dan saksi menjadi persoalan terpenting yang tidak bisa diabaikan,
mengingat kultur sosial yang mengatasnamakan ibadah (tabarru’)
semuanya serba lisan. Sengketa yang muncul kemudian -diharapkan tidak
muncul- dapat mengajukan dokumen dan saksi sebagai alat bukti untuk
menyelesaikan sengketa, meskipun proses penyelesaiannya mungkin tidak
sederhana.
2. Wakaf benda bergerak
a. Uang. Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Dana wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial dan pada
asset riil.
b. Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat
jangka panjang.
c. Surat berharga, kendaraan.
d. Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta, hak paten,
merek dan desain produk industri.
e. Hak sewa seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
9
Andri soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, ( Jakarta: Kencana , 2009), 439
15
I. Prospek, Kendala dan Strategi Pengelolaan Wakaf
1. Prospek Wakaf
Tabungan Wakaf Indonesia Dumpet Dhuafa ini semakin hari
menunjukan perkembangan yang bagus, dimana wakif yang terdaftar semakin
bertambah dan lumayan banyak, dan pendapatanpun semakin bertambah. Dan
kedepan TWI berencana mendirikan bangunan-bangunan dan usaha-usaha
yang produktif yang dapat meningkatkan pedapatan sehingga dapat mandiri
dan berdiri sendiri dan membentuk cabang-cabang baru.
16
wakaf Paramadina. Selanjutnya pada periode professional, pengelolaannya
dilakukan secara professional ditandai dengan pemberdayaan potensi
masyarakat secara produktif.10
Prediksi klasik yang kita gunakan adalah bahwa di Indonesia berdiam
lebih kurang 200 juta umat Islam. 10 % dari mereka punya potensi untuk
berwakaf. Artinya ada 20 juta umat Islam diharap dapat berpartisipasi
menggalang dana secara besar-besaran untuk wakaf tunai. Kalau msing-
masing mereka secara merata bisa berwakaf Rp 10.000,- perbulan berwakaf,
tentu lembaga wakaf mampu mengumpulkan uang sekitar Rp 200 milyard
perbulan, artinya Rp 2,4 Triliun pertahun. Uang sebesar ini tentu dapat
membangun komplek pertokoan muslim dengan biaya rendah dan akan
memperlancar transaksi perdagangan diklangan masyarakat muslim, sekaligus
ia mampu menyaingi para pedagang non muslim yang selama ini punya
kekuatan dalam memegang jalur distribusi barang. Sendainya masyarakat
Islam atau pemerintah mampu mewujudkan suatu lembaga yang terpercaya
dan profesional dalam menangani potensi wakaf, tentulah hitung-hitungan
yang dibuat mampu diraih, paling tidak sekitar 10% dari target maksimal.
Langkah pemberdayaan wakaf di Indonesia semakin mantap sejak
adanya dukungan pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang No 41
tahun 2004 tentang Wakaf. Selanjutnya maih terdapat pula aturan lain yang
mendukung optimalisasi pelaksanaan pemberdayaan wakaf ini dengan adanya
UU Otonomi daerah, Kebijakan Moneter Nasional, dan sebagainya.
3. Kendala
Dalam pengelolaan wakaf yaitu Masyarakat masih memahami bahwa
wakaf berhubungan dengan harta-harta yang memiliki nilai tinggi, Wakaf
berdampak langsung dari masyarakat yang belum terasa, Lembaga wakaf
masih di pahami sebagai lembaga zakat, dan tidak ada konsekuensi hukum
yang mengikat kepada individu untuk mewafakan sebagian hartanya.
4. Strategi
Dalam Pengelolaan wakaf yaitu Mensosialisasikan dan memberi
pemahaman kepada masyarakat tentang wakaf, mempromosikan lembaganya
beserta kegiatan-kegiatan, produk-produk yang sudah dihasilkan melalui
10
Ibid hal 7
17
media, sehingga dapat menggugah hati masyarakat untuk membayar wakaf,
dan perlu adanya koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjalin kerjasama
dan Meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut.
Peraturan menteri agama tentang wakaf yaitu No. 1 Tahun 1978. Peraturan
menteri agama tentang pelaksanaan peraturan pemerintah mengenai perwakafan tanah
milik ini terdiri dari sepuluh bab, dua puluh pasal. Susunannya sebagai berikut :
18
i. Bab IX biaya.12
K. Wakaf Tunai
Di Indonesia, dalam memasuki milenium ketiga ini, berbagai elemen
masyarakat mencoba mensosialisasikan wakaf tunai dengan berbagai cara. Bukan saja
tahap sosialisasi ini berjalan tanpa aplikasi, malah sudah ada lembaga tertentu yang
mencoba mengaplikasikannya, dan banyak juga masyarakat yang tertarik untuk ikut
serta berkontribusi untuk itu.
Institusi yang menangani wakaf tunai bisa berupa institusi seperti lembaga
zakat yang dikelola secara profesional oleh orang-orang yang memenuhi persyaratan,
ia bisa juga dikelola oleh lembaga seperti reksa dana dengan syarat-syarat tertentu
pula atau oleh suatu institusi yang ditetapkan oleh pemerintah yang bekerjasama
dengan bank. Ia bisa berdiri sendiri atau ia juga menjadi bagian dari institusi
keuangan lain yang bisa saling membantu untuk meningkatkan pendapatan wakaf
tersebut. Agar ia dikelola secara profesional, maka yang terbaik ia mesti berdiri
sendiri, jangan bercampur dengan lembaga keuangan lain seperti, zakat, atau langsung
dibawah bank, asuransi dll, dan yang terbaik ia dikendalikan oleh suatu lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah dan dijalankan dengan profesional dan pemerintah bertugas
hanya sebagai pengawas terhadap badan itu.
Agar kesalahan-kesalahan fatal jangan terjadi, maka mekanisme yang sesuai
dengan aturan waqaf secara menyeluruh perlu ada pengaturan. Diantara beberapa
alternative pengaturan misalnya uang yang dikumpul digunakan untuk membangun
harta waqaf yang sudah ada. Mungkin ada sebidang tanah yang sudah diwakafkan
terlebih dahulu, diatas tanah ini tentu lebih baik dibangun kelinik, sekolah, atau ruko,
dan sebagainya.
Seandainya ia terletak pada posisi yang strategis, ruko bisa disewakan,
sewanya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Atau adanya klinik,
masyarakat Islam bisa memberikan pengobatan yang murah kepada orang Islam yang
membutuhkan, atau dengan adanya sekolah, anak-anak muslim bisa dididik dengan
biaya rendah dengan kualitas prima. Atau bisa saja uang wakaf dibelikan kepada
bangunan atau apa saja yang bisa melahirkan keuntungan. Dari keuntungan tersebut
pengelola bisa mengeluarkan biaya pengelolaan, bisa membiayai aktivitas sosial, bisa
12
No name, “praktek pengelolaan wakaf” dalam http://Makalah-Hasan-Wakaf.htm (10 desember 2011)
19
memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Harta atau uang waqaf
tunai bisa juga diinvestasikan pada sektor lain yang menguntungkan seperti obligasi
syariah. Adanya jaminan bahwa uang modal dari waqaf tidak hilang merupakan
prinsip utama yang mesti dipegang.13
Jadi secara makro wakaf diharapkan mampu mempengaruhi kegiatan
ekonomi masyarakat. Orang-orang yang perlu bantuan berupa makanan, perumahan,
sarana umum seperti masjid, rumah sakit, sekolah, pasar dll, bahkan modal untuk
kepentingan pribadi dapat diberikan, bukan dalam bentuk pinjaman, tapi murni
sedekah di jalan Allah. Kondisi demikian akan memperingan beban ekonomi
masyarakat. Kalau ia bergerak secara teratur tentu akan lahir ekonomi masyarakat
dengan biaya murah.
Menurut Syafi’i Antonio, setidaknya ada tiga filosofi dasar yang harus
ditekankan ketika hendak memberdayakan wakaf, pertama managemennya harus
dalam bingkai ‘proyek yang terintegrasi’, kedua azas kesejahteraan nadzir, dan yang
ketiga azas transparansi dan accountability dimana badan wakaf dan lembaga yang
dibantunya harus melaporkan setiap tahun tentang proses pengelolaan dana kepada
umat dalam bentuk audited financial report termasuk kewajaran dari masing-masing
pos biaya.
Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002 M mengenai wakaf uang
(wakaf tunai) adalah sebagai berikut:
1. Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang
tunai.
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syar'i
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.
13
No name, “Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan Pemberdayaannya dalam Pembangunan” dalam
http://Diskusi%201.htm (13 desember 2011).
20
Urgensi Wakaf Tunai
Wakaf Tunai (cash waqf ) sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua hijriyah.
Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar
tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk
pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya
adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan
keuntungannya sebagai wakaf. Adapun manfaat utama wakaf tunai adalah:
a. seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana
wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu.
b. melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai
dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian.
c. dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam.
d. umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa
harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin
lama semakin terbatas14
14
Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam http://Makalah.htm (10 desember 2011)
21
Berdasarkan UU No. 41 tahun 2004, bahwa untuk kasus wakaf tunai nadzir
yang diberi wewenang untuk mengelola adalah lembaga keuangan syariah yang
ditunjuk oleh menteri. Pemerintah menyatakan bahwa pengelolaan wakaf tunai
melalui lembaga keuangan syariah ini atas dasar pertimbangan keuangan. Mestinya
penyerahan dan pengelolaan wakaf tunia tak hanya diserahkan kepada lembaga
keuangan syariah, karena ada lembaga lain yang mampu mengelola wakaf tunai
tersebut dengan profesional dan diyakini mampu menjaga keamanan wakaf. Ada dua
hal yang dicermati dari penyerahan dan pengelolaan wakaf tunai oleh lembaga
keuangan syariah, (1) lembaga keuangan syariah adalah lembaga profit dan komersial,
ia juga harus memikirkan pendayagunaan sosial wakaf, yang ditakutkan adalah dana
wakaf tersebut justru menyokong kegiatan komersialnya sendiri, sehingga bahwa
wakaf itu harus diberikan manfaat ekonomi bagi umat, ddan (2) tereduksinya peran
dan pemberdayaan masyarakat dalam hal-hal produktif, sementara intinya adalah
kapabilitas, kredibilitas, profesionalitas dari nadzir, bukan status nadzir yang akan
mengelola wakaf tunai.
22
lembaga-lembaga pendidikan maupun masjid. Wakaf tunai dapat pula membantu
terlaksananya proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan sosial,
pengobatan dan perawatan kesehatan bagi kaum dhuafa, dan penghapusan
kemiskinan. Wakaf tunai juga bisa dimanfaatkan untuk beasiswa pelajar/mahasiswa.
Keempat, membangun masyarakat sejahtera: jaminan sosial bagi si miskin dan
jaminan keamanan sosial bagi si kaya. Wakaf tunai dalam tahap yang makin baik,
menjadi wahana terciptanya kepedulian dan kasih sayang si kaya terhadap si miskin,
sehingga tercipta hubungan harmonis dan kerjasama yang baik.
23
ashl dan harta hasil dari harta ashl (yang dapat dimiliki secara perorangan) atau malul
tsamarah. Dalam konteks wakaf yang diinvestasikan, harta wakaf termasuk harta ashl
sedangkan returns-nya merupakan harta tsamarah.16
Dengan demikian mekanisme wakaf hakikatnya ada pada aktifitas investasi
tadi yang menggunakan harta ashl. Jadi, kalaupun disepakati mekanisme wakaf tunai
jenis ini, sepatutnya pemegang amanah harta wakaf memfokuskan pada usaha-usaha
investasi harta wakaf yang memberikan manfaat besar kepada umat. Pengelolaan
wakaf menggunakan institusi bank menerapkan semacam deposito berjangka
(temporer wakaf deposits) dalam pengelolaan wakaf tunai. Yang pertama deposito
wakaf temporer yang berbasis pinjaman, dimana uang yang disimpan oleh nasabah di
bank diikhlaskan dengan niat wakaf untuk diambil manfaatnya oleh pengguna dalam
membiayai program-program pembangunan sarana umum (awqaf properties), tanpa
ada biaya tambahan kecuali biaya administrasi yang diperbolehkan syariat. Yang
kedua deposito wakaf temporer yang berbasis investasi, ia mengkhususkan
penggunaan depositonya hanya untuk investasi sarana umum, dimana keuntungannya
adalah juga menjadi hak wakif. Keduanya tetap mensyaratkan penggunaan dana
wakaf tersebut harus pada proyek untuk kepentingan umum, seperti proyek bangunan
sekolah, jalan, jembatan, pasar dan fasilitas umumlainnya. Jadi bukan proyek-proyek
komersil, seperti pembiayaan sebuah perusahaan, kredit perorangan dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan jenis-jenis wakaf tunai yang dapat
dilakukan:
1. Wakaf Tunai dengan tujuan membeli awqaf properties.
2. Wakaf Tunai dalam bentuk Pinjaman (Temporary Wakaf Deposits in Loan Basis).
3. Wakaf Tunai dalam bentuk Investasi (Temporary Wakaf Deposits in Investment
Basis).
Jadi untuk sementara ini pada isu wakaf tunai, institusi wakaf dapat mengelola
wakaf tunai definitive (jelas niat dan tujuan penyalurannya) dan wakaf tunai mutlak.
Dengan demikian sebenarnya terdapat potensi atas alasan syar’i wakaf barang untuk
dikelola seperti mengelola wakaf tunai yang mutlak.17 Misalkan atas alasan biaya
pemeliharaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan keuntungan yang didapat,
16
Pasaribu Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam. (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)
17
Suparman usman,” Hukum Perwakafan Di Indonesia” ( Kudus: Darul Ulum Press, 1994)
24
sebuah gedung wakaf dapat disewakan yang hasilnya dipergunakan sesuai dengan
tujuan akad wakaf.
25
L. Perbedaan antara Wakaf dengan Shodaqoh
Berikut adalah perbedaan wakaf dan shodaqoh:
Wakaf Shodaqoh
a. Menyerahkan kepemilikan a. Menyerahkan kepemilikan
suatu barang kepada orang lain. suatu barang kepada pihak
lain
b. Hak milik atas barang
dikembalikan kepada Allah. b. Hak milik atas barang
diberikan kepada penerima
c. Objek wakaf tidak boleh
shadaqah/hibah.
diberikan atau dijual kepada
pihak lain. c. Objek shadaqah/hibah
boleh diberikan atau dijual
d. Manfaat barang biasanya
pada pihak lain.
dinikmati untuk kepentingan
sosial. d. Manfaat barang dinikmati
oleh penerima
e. Objek wakaf biasanya kekal
shadaqah/hibah.
zatnya.
e. Objej shadaqah/hibah tidak
f. Pengelolaan objek wakaf
harus kekal zatnya.
diserahkan kepada
administratur yang disebut f. Pengelolaan
nadzir/mutawalli. shadaqah/hibah diserahkan
kepada penerima.
BAB III
LEMBAGA WAKAF
26
benda wakaf dikarenakan -salah satunya- misalnya ada perubahan tata ruang kota,
sehingga harus digusur atau dipindahkan.18 . Bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun, serta bertanggung jawab kepada masyarakat. Kelahiran Badan Wakaf
Indonesia (BWI) merupakan perwujudan amanat yang digariskan dalam Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Kehadiran BWI, sebagaimana
dijelaskan dalam pasal 47, adalah untuk memajukan dan mengembangkan perwakafan
di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Wakaf ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia
adalah lembaga yang berkedudukan sebagai media untuk memajukan dan
mengembangkan perwakafan Nasional. Disamping itu, dalam Undang-Undang wakaf
juga ditetapkan bahwa Badan Wakaf Indonesia bersifat Independen dalam
melaksanakan tugasnya. Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di Ibu Kota Negara
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di provinsi atau bahkan kabupaten atau
kota sesuai dengan kebutuhan. Dalam penjelasan Undang-Undang ditetapkan bahwa
pembentukan perwakilan Badan wakaf Indonesia didaerah dilakukan setelah Badan
Wakaf Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
18
Rizal, “wakaf” dalam http://makalah-hukum-i.patdn.htm (10 desember 2011)
27
yaitu memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan
dibidang perwakafan.
1. Melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf.
2. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
3. Memberikan persetujuan dan atau ijin atas perubahan peruntukan dan status harta benda
wakaf.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga wakaf yang bersifat nasional, selain bertugas
mengkoordinasikan para nazhir Badan Wakaf Indonesia pun memprakarsai kerja sama antar
nazhir, dengan demikian mereka dapat saling tolong menolong dalam pengelolaan wakaf.
2. Seluruh benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf
sesuai dengan syariah
3. Nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan dan
fungsi
5. Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan
untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
28
Badan Wakaf Indonesia terdiri atas dua unsur yakni Badan pelaksana dan dewan
pertimbangan. Badan pelaksana merupakan unsur pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia,
sedangkan dewan pertimbangan merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia. Ketentuan yang mengatur memberikan peluang kepada anggota Badan Wakaf
Indonesia untuk berijtihad dalam mengatur diri mereka sendiri dikarenakan badan
pelaksanaan dan dewan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia masing-masing dipimpin oleh
satu orang ketua dan dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota
sedangkan susunan keanggotaannya ditetapkan oleh para anggota.
Sesuai dengan aturan Undang-Undang tentang batasan minimum dan batasan maksimum
keanggotaan Badan Wakaf Indonesia menyatakan bahwasannya jumlah minimum anggota
untuk Badan Wakaf Indonesia yakni 20 (dua puluh) orang, sedangkan batasan maksimumnya
adalah 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
2. Beragama Islam
3. Dewasa
4. Amanah
29
Dalam hal masa bakti Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia hal ini melibatkan Presiden.
Dikatakan demikian dikarenakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang bahwasannya
pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan Badan Wakaf Indonesia dilakukan oleh
presiden. Namun ketika kita berbicara perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah, semua
itu tidak bicara lagi presiden dikarenakan Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia
di daerah diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Adapun Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota
sebagaimana yang telah di maksud, semuanya telah diatur oleh peraturan Badan Wakaf
Indonesia. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Untuk pertama kali,
pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri
Agama. Namun setelah itu pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. Ketentuan
mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana yang
dimaksud, seluruhnya diatur oleh Badan Wakaf Indonesia yang penting pelaksanaannya
terbuka untuk umum.
Adapun ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan
tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia
diatur seluruhnya oleh Badan Wakaf Indonesia.
30
F. Pembinaan dan Pengawasan Wakaf
Dalam Peraturan Pemerintah ditetapkan bahwa kedudukan Kementrian Agama dan Dan
Badan Wakaf Indonesia adalah regulator, motivator, fasilitator, pengawas, Pembina dan
koordinator dalam pemberdayaaan dan perkembangan terhadap harta benda wakaf.
Ketentuan mengenai pengawasan yang telah ditetapkan dalam peraturan pemerintah adalah:
1. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat, baik aktif maupun pasif.
2. Pengawasan aktif dilakukan dengan memeriksa langsung terhadap Nazhir atas pengelolaan
wakaf, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
3. Pengamatan pasif dilakukan dengan mengamati berbagai laporan yang disampaikan nazhir
berkaitan dengan pengelolaan wakaf.
Beberapa tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 27 Oktober 2004 Pemerintah Indonesia telah
mengundangkan Undang Undang tentang wakaf yaitu : Undang-undang nomor 41 tahun
2004. Dalam perspektif politik hukum, wakaf di Indonesia diatur dengan tiga instrument
hukum, yaitu : pertama dengan instrument Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
31
kemudian yang kedua dengan Instrumen Impres yaitu Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan
yang terakhir dengan Instrumen Undang-undang Nomor 41/2004. Hal ini mengindikasikan
bahwa Pemerintah Indonesia menaruh perhatian serius terhadap lembaga wakaf serta
mensiratkan kesungguhan pemerintah untuk memperkokoh lembaga hukum Islam menjadi
hukum nasional dalam bentuk trasformasi hukum. Ada beberapa hal yang menjadi pokok
pikiran dari Undang-undang tersebut, paling tidak meliputi lima prinsip :
Pertama, untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta
benda wakaf, hal tersebut dapat dilihat adanya penegasan dalam undang-undang ini agar
wajib dicatat dan dituangkan dalam aktaikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang
pelaksanaanya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai wakaf yang harus dilaksanakan.
Kedua, ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas pada
wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan. Menurut Undang-undang ini wakif
dapat pula mewakafkan sebagian kekayaan berupa harta benda bergerak, baik berwujud dan
tak berwujud, yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual,
hak sewa dan benda bergerak lainnya. Dalam benda bergerak berupa uang, wakif dapat
mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud dengan Lembaga
Keuangan Syariah disini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bergerak di bidang keuangan syariah,
misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Ketiga, peruntukan harta wakaf tidak semata-mata kepentingan sarana ibadah dan social,
tetapi juga dapat diperuntukan memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan
potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Karena itu sangat memungkinkan
pengelolaan harta benda wakaf untuk kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang
pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi syariah.
Keempat, untuk mengamankan harta benda wakaf dari campurtangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan professional Nazhir
Kelima, undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan wakaf Indonesia yang dapat
mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan
lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan
pembinaan terhadap Nadzir, melakukan penelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
32
bersekala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan
status harta benda wakaf dan memberikan saran serta pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 ayat (4) menyatakan bahwa : “Benda wakaf adalah
segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak
hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam”. Kemudian pasal 217 ayat (3)
menyatakan bahwa : “Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) harus
merupakan benda milik yang bebas dari seggala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa”.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1977 Pasal 4 menyatakan : “Tanah
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik
yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan perkara”.4
Hampir semua wakif yang menyerahkan tanahnya kepada nadzir tanpa menyerahkan dana
untuk membiayai operasional usaha produktif, tentu saja menjadi persoalan yang cukup
serius. Karena itu di perlukan strategi riil agar harta wakaf yang begitu banyak di seluruh
provinsi di Indonesia dapat segera diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak, strategi riil dalam pengembangan tanah wakaf produktif adalah:
1. Kemitraan
• Lembaga investasi usaha yang berbentuk badan usaha non lembaga jasa keuangan.
Lembaga ini bisa berasal dari lembaga lain di luar wakaf, atau lembaga wakaf lainnya yang
tertarik terhadap pengembangan atas tanah wakaf yang dianggap strategis.
• Investasi perseorangan yang memiliki modal cukup, modal yang akan ditanamkan
berbentuk saham kepemilikan sesuai dengan kadar nilai yang ada. Investasi perseorangan ini
bisa dilakukan lebih dari satu pihak dengan komposisi saham sesuai dengan kadar yang
ditanamkan.
• Lembaga perbankan syari’ah atau lembaga keuangan syari’ah lainnya sebagai pihak yang
memiliki dana pinjaman. Dana pinjaman yang akan diberikan kepada pihak nazhir wakaf
berbentuk kredit dengan system bagi hasil setelah melalui studi kelayakan oleh pihak bank.
33
• Lembaga perbankan Internasional yang cukup peduli dengan pengembangan tanah wakaf di
Indonesia, seperti Islamic Development Bank (IDB).
• Lembaga penjamin syariah sebagai pihak yang akan menjadi sandaran nazhir apabila upaya
pemberdayaan tanah wakaf mengalami kerugian.
• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli terhadap pemberdayaan ekonomi umat,
baik dalam atau luar negeri
Begitu pentingnya wakaf bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, maka untuk mendukung
pengelolaan wakaf secara produktif Pemerintah telah berhasil melahirkan Undang-undang
Wakaf dan Peraturan Pemerintah sebagai pelaksananya. Undang-undang Wakaf dapat
dikatakan merupakan rumusan konsepsi Fiqih Wakaf baru di Indonesia yang antara lain
meliputi benda yang diwakafkan; peruntukan wakaf; jenis harta yang boleh diwakafkan tidak
terbatas benda tidak bergerak maupun benda bergerak, seperti saham, uang, logam mulia,
kendaraan dan lain-lain serta diatur kewajiban dan hak Nadzir wakaf, ini semua guna diatur
untuk menunjang pengelolaan wakaf secara produktif.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
34
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus
diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah,
Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih
tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf
tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan
yang telah ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta keseluruhan
keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk dikembangkan dan
disosialisasikan kepada masyarakt khususnya untuk wakaf yang dikelola secara
produktif dan hasilnya untuk kegiatan social. DPU Dt memandang wakaf boleh dikata
tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman
wakaf ini bias berkembang dan terus mengalirakn manfaat bagi ummat dan
menghasilkan pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam
mengelola Wakaf adalah Perbanyak sosialisasi dan promosi tentang wakaf,
Pembuatan akuntabilitas dalam kinerja lembaga, Buat replikasi di Tanah wakaf
tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning ditempat lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul gani. 2008. wakaf produktif. bandung: simbiosa rekatama media.
Al – alabij, adijani. 2002. perwakafan tanah di indonesia. jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Antonio, Syafi’i. 2006. menuju era wakaf produktif. Jakarta selatan: mitra abadi press.
35
Chairuman, Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, 2004, Hukum Perjanjian dalam Islam,
Jakarta: Sinar Grafika.
Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Hafidhuddin, Didin. 2004. hukum wakaf. jakarta: iiman dan dompet duafa republika.
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum Press.
No name, “Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan Pemberdayaannya dalam
Pembangunan” dalam http://Diskusi%201.htm
Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam http://Makalah.htm
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum Press.
36