Mekanisme Antihistamin Pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade Reseptor-Penghambatan Aktivasi Reseptor
Mekanisme Antihistamin Pada Pengobatan Penyakit Alergik: Blokade Reseptor-Penghambatan Aktivasi Reseptor
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/
Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya
Abstract: H1 antihistamines are competitive inhibitors to histamine H1 receptor. They bind to the
receptor without activating it but prevent the subsequent binding of histamine. However, recent
studies have shown that H1 antihistamines are not antagonists but inverse agonists. They have
capacity to turn off an active receptor. H1 antihistamines, acting as inverse agonists, have the
ability to turn off these receptors and reduce allergic inflammation. Classical models of G-protein-
coupled receptors (GPCRs) require the occupation of receptors by an agonist to initiate the
activation of signal transduction pathways. Recently, the expression of GPCRs in recombinant
systems revealed a constitutive spontaneous receptor activity, which is independent to receptors
occupancy by an agonist. An agonist would lead the increase of the basic activity leading to
continuous activation signals. Gbg and Gaq/11 sub unit have an important role in sending consti-
tutive signal and agonist-mediated signal. Thus, H1 constitutive receptor has an important role in
activating the constitutive NF-κB. The H1 receptor-mediated NF-κB activation is inhibited by
several H1 antagonists, such as cetirizine, ebastine, levocetirizine. Histamine molecules exist and
their reactions take place in three-dimensional space. Therefore, they are stereospecific binding
between the H1 receptors and the histamine/antihistamine. Several antihistamines such as cetirizine,
loratadine, levocetirizine, dextrocetirizine bind perfectly with the H1-receptors in a stereo specific
binding, but the binding affinity among the antihistamines is different.
Further investigations in knowing how antihistamines work, such as the anti-inflammation mecha-
nisms, the H1 receptor structure and the binding affinity of H1 antihistamines to receptors are
needed in finding effective antihistamines to treat allergic diseases.
Key words: H1 receptor, agonist, inverse agonist, NF-κB
Pendahuluan
Peningkatan prevalensi penyakit alergik mengakibatkan dengan protein G yang terdapat pada membran sel di daerah
makin bergairahnya peneliti mencari obat yang efektif unuk yang berbatasan dengan sitoplasma (cytosolic domain of
mengatasi penyakit tersebut. cell membrane).1 Perubahan/peningkatan aktivitas reseptor
Histamin merupakan salah satu faktor yang menim- H1 yang dipengaruhi molekul dari luar sel mengakibatkan
bulkan kelainan akut dan kronis, sehingga perlu diteliti lebih perubahan/peningkatan aktivitas protein G. Perubahan/
lanjut mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit peningkatan aktivasi protein G menimbulkan transduksi sig-
alergik. Antihistamin merupakan inhibitor kompetitif terhadap nal (signal transduction) ke beberapa target (efektor),
histamin. Antihistamin dan histamin berlomba menempati sehingga mengakibatkan aktivasi NF-κB yang merupakan
reseptor yang sama. Blokade reseptor oleh antagonis H1 faktor transkripsi yang berperan pada terjadinya reaksi
menghambat terikatnya histamin pada reseptor sehingga radang.
menghambat dampak akibat histamin misalnya kontraksi otot Beberapa peneliti tertarik meneliti aktivasi reseptor H1
polos, peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan yang mengakibatkan terjadinya reaksi radang dan mencari
vasodilatasi pembuluh darah. Akhir-akhir ini dibuktikan antihistamin yang efektif serta yang tidak mempunyai efek
bahwa antihistamin H1 bukan hanya sebagai antagonis tetapi samping, untuk mengatasi radang tersebut.
juga sebagai inverse agonist yang mempunyai kapasitas Pada makalah ini dibahas mekanisme antihistamin pada
menghambat aktivitas reseptor H1 sedangkan antagonis H1 pengobatan penyakit alergik misalnya mekanisme anti-
tidak berpengaruh terhadap aktivitas reseptor H1. Reseptor histamin sebagai anti-inflamasi, struktur reseptor H1 dan
pada permukaan sel (termasuk reseptor H1) dapat berikatan afinitas pengikatan antihistamin terhadap reseptor H1.
Mekanisme Antihistamin sebagai Anti Inflamasi domain of cell membrane (Gambar1). Amplitudo sinyal
Walaupun belakangan ini penelitian mengenai anti- sitosolik yang jauh lebih besar daripada sinyal pertama yang
histamin berkembang dengan pesat, demi peningkatan nilai diterima membran sel akan berinteraksi dengan beberapa pro-
pengobatan penyakit alergi, sampai saat ini masih terus tein yang terdapat pada sitoplasma.
diusahakan menemukan antihistamin yang efektif dan tidak
mempunyai efek samping, yang disebut sebagai neutral
antagonist. Diharapkan antagonis netral mempunyai khasiat
blokade reseptor H1 ditambah dengan beberapa khasiat
lainnya, tetapi tidak mempunyai efek samping yang tak
diharapkan, sehingga merupakan antihistamin yang mem-
punyai karakter spesifik. Sampai saat ini belum teridentifikasi
antagonis netral tersebut, sehingga sering yang diartikan
dengan antagonis netral adalah antagonis H1 yang efektif
pada pengobatan penyakit alergi.2
Berdasarkan pengamatan, diduga sebagian besar
reseptor pada permukaan sel termasuk reseptor H1 berada
dalam keadaan aktif sampai tingkat tertentu yang dikenal
sebagai aktivitas konstitutif (constitutive activity), tanpa
kehadiran agonis. Akibatnya terjadilah reklasifikasi dalam
hal ikatan ligand dengan reseptor H1 menjadi 3 subdivisi
yaitu agonis, inverse agonist, dan antagonis netral. 3
Klasifikasi sebelumnya terdiri atas agonis dan competitive
antagonist. Interaksi reseptor pada permukaan sel dengan
agonis meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor, walaupun
agonis tidak harus menempati/terikat pada reseptor H1.2
Agonis adalah molekul yang mempunyai kemampuan
merangsang/meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor.
Interaksi reseptor dengan inverse agonist menurunkan
aktivitas konstitutif reseptor, sedangkan interaksi reseptor
dengan antagonis netral tidak mempengaruhi aktivitas
Gambar 1. Informasi dari Luar yang Diterima Sel Melalui
konstitutif reseptor. Antagonis netral yang terikat pada Pergerakan Ligand dan Transduksi Signal 5
reseptor hanya dapat menghambat kegiatan agonis. Diduga
antihistamin H 1 juga bersifat sebagai inverse agonist.4
Terdapat perbedaan farmakologik antara inverse agonist dan Sinyal sitosolik menginduksi aktivitas protein secara
antagonis netral, tetapi dugaan ini masih perlu diteliti lebih berurutan atau meningkatkan jumlah molekul kecil yang
lanjut.2 terdapat di dalam sel.
Membran sel merupakan batas antara sel dengan luar Reseptor juga mempunyai aktivitas kinase protein; ki-
sel. Membran sel bersifat permeabel terhadap molekul yang nase diaktivasi pada waktu ligand terikat pada membran sel,
larut dalam lemak, misalnya steroid. Steroid melakukan difusi yang akan menyebabkan otofosforilase pada cytoplasmic
ke dalam sel melalui membran sel. Membran sel bersifat domain receptor, sehingga menginduksi protein target pada
impermeabel terhadap materi yang larut dalam air misalnya sitoplasma yang akhirnya membentuk substrat baru di dalam
ion, molekul inorganik yang kecil dan polipeptida. Respons sel. Pada umumnya reseptor kinase adalah tyrosine kinase,
terhadap materi yang hidrofilik tersebut tergantung pada selain itu didapatkan juga reseptor serin kinase/treonin ki-
interaksi antara materi/molekul ekstraseluler dengan kom- nase. Beberapa peneliti juga telah membuktikan terjadinya
ponen protein pada membran plasma. Molekul ekstraseluler aktivasi NF-κB, melalui akivasi tyrosine kinase.4
itu disebut ligand, sedangkan protein membran plasma yang Reseptor bagian luar (extracellular domain receptor)
mengikat ligand disebut reseptor. Materi ekstraseluler yang juga berinteraksi dengan protein G yang terdapat pada
tidak dapat langsung masuk ke sel melalui membran plasma reseptor yang berbatasan dengan sitoplasma (cytoplasmic
misalnya makromolekul akan melalui lipid bilayer.5 Di domain receptor). Protein G inaktif didapatkan dalam bentuk
samping itu ligand yang tidak dapat melalui membran sel, trimer yang berikatan dengan guanine diphosphate (GDP).
dapat mengirim sinyal yaitu dengan cara mengubah sifat Pada keadaan reseptor menjadi aktif, terjadi perubahan
protein dari membran sel bagian ekstraseluler (extracellular konfirmasi yang akan menyebabkan perubahan konfirmasi
domain of cell membrane), dan akhirnya sinyal dikirim ke pada protein G sub unit α. Perubahan tersebut menyebabkan
membran sel yang berbatasan dengan sitoplasma /cytosolic lepasnya GDP yang sebelumnya terikat pada protein G sub-
unit α dan diganti guanine triphosphate (GTP). Pengikatan agonist. Diduga beberapa antagonis H1 misalnya cetirizin,
GTP menyebabkan protein G sub-unit α melepaskan diri dari ebastin, loratadin, feksofenadin dapat menghambat aktivasi
reseptor dan protein G sub unit β γ. Lama berlangsungnya NF-κB konstitutif yang diperantarai oleh aktivasi konstitutif
aktivasi protein G dikontrol oleh protein G sub-unit α. Pro- reseptor H1.
tein G sub-unit α merupakan bentuk GTPase, yang akan Pengobatan penyakit alergik dengan cara menghambat
menghidrolisis GTP menjadi GDP, dan akhirnya protein G inflamasi yang diduga disebabkan peningkatan aktivitas NF-
sub unit α akan terikat lagi dengan protein G sub unit β γ, κB sedang dipikirkan oleh beberapa peneliti.4 Beberapa
sehingga siklus seperti semula akan berlangsung lagi. antagonis H1 yang selama ini lebih dikenal untuk meng-
Peningkatan aktivasi beberapa reseptor pada permukaan sel hilangkan rasa gatal dapat digunakan sebagai anti-inflamasi
termasuk reseptor H1 mengakibatkan peningkatan aktivasi pada penyakit yang disebabkan reaksi alergik.2,6,7
protein G sehingga menimbulkan transduksi sinyal ke Ciprandi et al6 meneliti efikasi cetirizin pada penderita
beberapa target/efektor (Gambar 2). konjungtivitis yang disebabkan alergen spesifik yaitu
Berhubung telah dibuktikan bahwa histamin mengak- Parietaria judaica. Dari hasil penelitian itu, disimpulkan
tivasi NF-κB melalui aktivasi reseptor H1; mekanisme aktivasi bahwa pada kelompok yang diberi cetirizin didapatkan
NF-κB dalam arti yang lebih luas masih diteliti lebih lanjut. penurunan ekspresi ICAM-1 dan jumlah sel radang, diban-
Aktivitas reseptor H1 dapat berupa aktivitas konstitutif; dingkan dengan kelompok yang diberi plasebo.
reseptor sudah dalam keadaan “siap” sampai tingkat tertentu. Boguniewicz8 menduga bahwa cetirizin juga mempunyai
Agonis H1 adalah histamin H1 yang mempunyai afinitas khasiat anti-inflamasi dengan cara menghambat migrasi
meningkatkan aktivitas konstitutif reseptor H1. eosinofil. Holgate et al,2 mengutarakan mekanisme anti
Akibat transduksi sinyal dari reseptor konstitutif, inflamasi yang dimiliki beberapa antihistamin tidak selalu
terjadilah aktivasi NF-kB konstitutif. Begitu juga dengan cara tergantung pada inverse agonist, sehingga masih perlu diteliti
yang sama terjadi peningkatan aktivasi NF-κB akibat lebih lanjut mekanisme antihistamin sebagai anti inflamasi.
peningkatan aktivasi reseptor yang disebabkan agonis. Sampai saat ini masih diusahakan mendapatkan anti-
Bakker et al4 membuktikan bahwa aktivasi NF-κB yang histamin yang berkhasiat sebagai “antagonis H1 ditambah
diperantarai oleh aktivasi reseptor histamin H1 diperankan faktor ekstra” terutama faktor ekstra yang bersifat anti-
oleh protein G subunit β γ dan αq/11.4 Peningkatan aktivitas inflamasi.
NF-κB terutama didapatkan pada penderita asma, sehingga
diduga NF-κB berperan penting pada patogenesis asma. Struktur Reseptor H1
Penghambatan aktivasi NF-κB konstitutif yang disebabkan Ikatan histamin dengan reseptor H1 didapatkan dalam
aktivasi reseptor H 1 konstitutif hanya dapat dilakukan bentuk 3 dimensi,9 sehingga disimpulkan bahwa ikatan
antagonis H1, sedangkan antagonis H2 dan H3 tidak berperan, reseptor H1 dengan histamin/antihistamin merupakan ikatan
sehingga diduga antagonis H1 juga bersifat sebagai inverse spesifik stereo. Beberapa antihistamin seperti cetirizin,
5
Gambar-2 : Aktivasi Protein G Melalui Aktivasi Reseptor.