Anda di halaman 1dari 12

Farmaka

Volume 14 Nomor 1 70

REVIEW ARTIKEL: STUDI IN-VITRO KETOPROFEN MELALUI RUTE


TRANSDERMAL
Handi Purnama, Soraya R. Mita

Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran,


Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor
45363 Telp. / Fax. (022) 779 6200
e-mail*: handipuma@gmail.com

ABSTRAK

Ketopropen merupakan analgesik perifer yang digunakan untuk rheumatoid arthritis,


osteoarthritis, pirai, dismenore, dan keadaan nyeri lainnya. Ketoprofen memiliki beberapa
kelemahan, yaitu praktis tidak larut dalam air, kecepatan disolusi dan bioavailabilitasnya
rendah, serta waktu eliminasinya cepat. Rute transdermal merupakan salah satu alternatif
untuk memperbaiki kekurangan ketoprofen dengan cara menghantarkan obat masuk secara
terkendali ke dalam tubuh melalui kulit untuk mendapatkan efek sistemik. Rintangan utama
pemberian obat secara transdermal adalah lapisan stratum korneum yang mempunyai struktur
yang kompak dan sulit ditembus. Kemampuan pelepasan obat dari polimer merupakan salah
satu hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan sediaan. Oleh karena itu, untuk melihat
penetrasi obat secara transdermal, tahap awal yang perlu dilakukan adalah melalui studi in-
vitro. Studi in-vitro untuk sediaan transdermal dapat dilakukan dengan mengamati profil
pelepasan menggunakan alat disolusi, aparatus I (metode basket) maupun profil permeasi
dengan aparatus I untuk disolusi menggunakan tube silinder yang dimodifikasi, atau
menggunakan sel difusi Franz. Uji permeasi dilakukan menggunakan kulit bagian abdomen
dari tikus, membran lepasan kulit ular, atau kulit mayat manusia sebagai membran. Penetrasi
dari ketoprofen melalui membran dapat dihitung dengan menggunakan hukum Ficks I.
Kinetika pelepasan ketoprofen untuk sediaan trandermal dapat mengikuti kinetika pelepasan
orde nol, orde satu, atau orde Higuchi. Pengembangan formula untuk sediaan ketoprofen
secara transdermal sudah banyak dikembangkan, yaitu melalui berbagai penelitian
menggunakan etanol, matriks polimer, gel pseudolateks, sistem vesikular, plasticizer,
peningkat penetrasi, serta zat adhesif untuk meningkatkan profil in-vitro dari ketoprofen.

Kata kunci: ketoprofen, transdermal, in-vitro.

Pendahuluan Ketoprofen berbentuk serbuk hablur, putih

Ketoprofen [asam 2-(3- atau hampir putih, tidak atau hampir tidak

benzoilfenil)-propionat] merupakan obat berbau, mudah larut dalam etanol, dalam

analgesik perifer turunan dari asam kloroform, dan dalam eter, praktis tidak

propionat. Ketoprofen termasuk ke dalam larut dalam air.1 Ketoprofen memiliki

golongan obat antiinflamasi non steroid. efektivitas dalam pengobatan rheumatoid

Ketoprofen mempunyai rumus molekul arthritis, osteoarthritis, pirai, dismenore,

C16H14O3 dan berat molekul 254,3 g/mol. dan keadaan nyeri lainnya.2
Farmaka
Volume 14 Nomor 1 71

Rintangan utama pemberian obat

melalui kulit sesuai dengan fungsinya

sebagai pelindung organ dalam tubuh

adalah lapisan stratum corneum yang

mempunyai struktur kompak dan sulit

ditembus. Kemampuan pelepasan obat dari


Gambar 1. Struktur Ketoprofen3
polimer merupakan salah satu hal yang

Ketoprofen memiliki beberapa sangat mempengaruhi keberhasilan

kelemahan. Ketoprofen praktis tidak larut sediaan. Partikel obat pertama-tama harus

dalam air serta kecepatan disolusi dan terlarut sehingga terbentuk molekul yang

bioavailabilitasnya rendah.4 Waktu dapat berdifusi melewati polimer,

eliminasinya sangat cepat, yaitu 1,5-2 jam kemudian obat akan berpenetrasi melewati

sehingga obat tersebut harus sering barier kulit.9 Oleh karena itu, untuk melihat

dikonsumsi.5 Namun, jika ketoprofen penetrasi obat secara transdermal, tahap

dalam tubuh telah terakumulasi sampai awal yang perlu dilakukan adalah melalui

dosis lebih dari 300 mg akan studi in-vitro.

mengakibatkan iritasi atau pendarahan Studi In-Vitro

pada lambung.6 Studi in-vitro merupakan teknik

Salah satu cara untuk mengatasi yang dilakukan dengan melakukan

kelemahan tersebut adalah pemberian obat prosedur pengujian pada kondisi yang

melalui rute transdermal.7 Rute transdermal terkontrol. Pengujian in-vitro dilakukan di

adalah salah satu rute pemberian obat luar tubuh dari makhluk hidup.10 Studi in-

berupa krim, gel atau patch yang vitro untuk sediaan transdermal dapat

digunakan pada permukaan kulit, yang dilakukan dengan mengamati profil

mampu menghantarkan obat masuk secara pelepasan maupun profil permeasi secara

terkendali ke dalam tubuh melalui kulit in-vitro.

untuk mendapatkan efek sistemik.8


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 72

Pelepasan secara In-Vitro kompartemen resipien. Pada awalnya,

Uji pelepasan dilakukan dengan bagian kompartemen donor kosong dan

menyiapkan sediaan ke dalam kantung teh bagian kompartemen resipien diisi dengan

menggunakan alat disolusi, aparatus I phosphate-buffered saline (PBS) pH 7.4.

(metode basket). Medium disolusi yang Cairan resipien diaduk menggunakan rotor

digunakan adalah dapar fosfat pH 7.4 magnetik dengan kecepatan 300 rpm dan

sebanyak 900 ml. Kecepatan pengadukan suhu dijaga (37oC ± 1oC). PBS diganti

100 rpm dan suhu 37oC ± 0.5oC. Sampel setiap 30 menit untuk menjaga stabilitas

sebanyak 5 ml diambil pada menit ke-15, kulit. Setelah 5 jam, stabilisasi dari kulit

30, 45, 60, 90, 120, 180, 240, 300, dan 360 telah tercapai. Sebesar 2.5 cm2 lapisan film

dan digantikan dengan medium yang baru. lalu disimpan pada setiap kompartemen

Sampel difiltrasi dan dianalisis donor dan dirapatkan menggunakan film

menggunakan spektrofotometer.11 parafin untuk menjaga kondisi oksklusif.

Permeasi secara In-Vitro Sampel diambil sebanyak 0.5 mL dengan

Uji permeasi dilakukan dengan interval waktu (0.5, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

menggunakan aparatus I untuk disolusi jam), difiltrasi melalui filter membran.

menggunakan tube silinder yang Volume cairan yang diambil tetap dijaga

dimodifikasi, atau menggunakan sel difusi dengan menambahkan sejumlah volume

Franz. Metode ini dilakukan dengan yang sama setiap pengambilan sampel

menggunakan kulit bagian abdomen dari selesai dilakukan. Konsentrasi dari

tikus, membran lepasan kulit ular, atau ketoprofen ditentukan dengan cara

kulit mayat manusia. Kulit yang dipakai menganalisis sampel menggunakan

dicuci bersih dan dipisahkan untuk bagian spektrofotometer.11

kompartemen donor dan resipien dari sel Penetrasi dari ketoprofen melalui

difusi Franz, dimana bagian stratum membran dapat dihitung dengan

corneum menghadap pada kompartemen menggunakan hukum Ficks I, yaitu:

donor dan bagian dermal menghadap pada


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 73

𝑊𝑡 Keterangan:
J = 𝐴𝑥𝑡
C = konsentrasi obat (mg)

Keterangan: ko = tetapan orde nol (mg/jam)

J = flux (mg/cm2/jam) t = waktu (jam)

Wt = jumlah kumulatif ketoprofen yang Kinetika orde nol diperoleh dengan cara

terpenetrasi (mg) memplotkan persen kumulatif pelepasan

A = area difusi (cm2) obat terhadap waktu.13

t = waktu (jam) 2. Kinetika Pelepasan Orde Satu

Kinetika Pelepasan Obat Kecepatan pelepasan pada

Kinetika pelepasan obat dapat sistem ini bergantung pada konsentrasi.

menggambarkan laju pelepasan obat dan Kecepatan pada waktu tertentu

model pelepasannya. Laju pelepasan obat sebanding dengan konsentrasi obat yang

diamati dengan menggunakan parameter tersisa dalam sediaan pada saat itu.

waktu paruh (t1/2), orde reaksi, dan tetapan Kinetika pelepasan orde satu memiliki

laju.12 Kinetika pelepasan obat untuk persamaan sebagai berikut:

sediaan transdermal, yaitu: LogC = LogCo – k/2,303


1. Kinetika Pelepasan Orde Nol
Keterangan:
Pada sistem orde nol ini
C = konsentrasi obat pada waktu
pelepasan obat terjadi dengan kecepatan
tertentu (mg)
konstan, tidak bergantung pada
Co= konsentrasi awal obat (mg)
konsentrasi. Sistem pelepasan orde nol
k = tetapan orde satu
merupakan sistem pelepasan yang ideal
Kinetika pelepasan orde satu dapat
untuk sediaan sustained release.
diperoleh dengan cara memplotkan
Persamaan kinetika orde nol adalah
logaritma persen kumulatif obat yang
sebagai berikut:
tersisa terhadap waktu yang akan
C= kot
Farmaka
Volume 14 Nomor 1 74

menghasilkan garis lurus terhadap dalam formula. Beberapa pengembangan

–k/2,303.13 yang telah dilakukan, yaitu:

3. Kinetika Pelepasan Orde Higuchi 1. Penggunaan etanol sebagai pelarut.

Laju pelepasan obat dari matriks Ketoprofen yang ditambahkan

yang tidak larut umumnya akan etanol memiliki hasil pelepasan yang

mengikuti sistem pelepasan Higuchi. lebih baik. Hal ini memiliki korelasi

Persamaan dari pelepasan orde Higuchi, terhadap peningkatan viskositas dari

yaitu: dispersi koloidal dengan adanya

Qt = kH√t aglomerasi setelah pelarutan dengan

etanol. Etanol merupakan penetran yang


Keterangan:
efektif terhadap kebanyakan formula
Qt =jumlah obat (mg)
transdermal dan dapat digunakan
kH = tetapan orde higuchi (mg/jam1/2)
sebagai pelarut untuk meningkatkan
t = waktu (jam)
kelarutan obat. Etanol bekerja dengan
Kinetika pelepasan model Higuchi
cara mengekstraksi dan mengubah
dapat diperoleh dengan cara
kelarutan dari fraksi lipid pada stratum
memplotkan persen kumulatif pelepasan
corneum, serta meningkatkan fluks dari
14
obat terhadap akar waktu.
molekul obat.15
Pengembangan Formula
2. Pemilihan polimer sebagai matriks.
Pengembangan formula dari
Matriks merupakan komponen
ketoprofen telah banyak dilakukan untuk
penting untuk sistem transdermal dalam
meningkatkan profil pelepasan dan juga
hal pelepasan dan permeasi obat, serta
profil permeasi secara in-vitro.
dalam sifat mekanik dari formula yang
Pengembangan yang dilakukan adalah
dirancang Matriks yang digunakan
dengan pemilihan formula yang sesuai
biasanya berupa polimer. Polimer dapat
serta menambahkan eksipien tertentu ke
mengatur pelepasan obat dari sediaan
Farmaka
Volume 14 Nomor 1 75

transdermal sehingga pelepasan obat dengan polimer CMC dan HPMC. Hal

menjadi lebih terkontrol.16 ini dapat terjadi karena adanya variasi

Contohnya adalah PVP yang bentuk dan dimensi kristal dari fraksi

ditambahkan ke dalam bahan solid.19

pembentuk film yang tidak larut, yaitu Penetrasi dari ketoprofen juga

etil selulosa untuk meningkatkan berhubungan dengan ketebalan dari film

kecepatan pelepasan. Hasilnya dapat yang terbentuk, dilihat dari penelitian

membentuk pori-pori dan menurunkan menggunakan variasi konsentrasi

rata-rata jarak tempuh difusi dari pregelatinized cassava strach phtalate

molekul obat. PVP berperan sebagai zat (PCSPh). Semakin tebal film, maka

nukleat yang memperlambat kristalisasi semakin sulit ketoprofen untuk berdifusi

obat dan meningkatkan kelarutan dari keluar dari film dan berpenetrasi ke

obat di dalam matriks dengan cara dalam membran kulit. Formula dengan

menjaganya dalam bentuk amorf.17 Etil jumlah PCSPh paling sedikit dapat

selulosa merupakan polimer dengan digunakan sebagai matriks yang

sifat hidrofobik yang dapat menjaga memberikan pelepasan ketoprofen lebih

obat di dalam sistem matriks dengan cepat untuk menghasilkan efek.

cara mereduksi penetrasi molekul Sementara formula dengan peningkatan

pelarut ke dalam patch. Etil selulosa jumlah PCSPh akan memberikan

dapat membuat obat bekerja secara pelepasan yang lebih lambat dan dapat

lepas lambat sehingga dalam sistem digunakan untuk sediaan transdermal

transdermal, semakin tinggi konsentrasi lepas lambat.19

etil selulosa dapat meningkatkan profil

lepas lambat dari ketoprofen.18

Selain itu, ketoprofen dengan

matriks metil selulosa memiliki

permeasi yang lebih baik dibandingkan


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 76

Gambar 2. Profil Pelepasan Ketoprofen

dengan PCSPh19

3. Penggunaan basis gel pseudolateks.

Gel pseudolateks ketoprofen

dibuat dengan cara mencampurkan obat Gambar 3. Profil Pelepasan Ketoprofen

ke dalam basis gel pseudolateks. Hal ini dengan Gel Pseudolateks15

dilakukan karena ketoprofen memiliki 4. Penggunaan sistem vesikular.

kelarutan yang rendah di dalam air dan Niosom merupakan campuran

memiliki masalah disolusi. Gel antara surfaktan nonionik dan

pseudolateks dapat meningkatkan kolesterol. Contoh surfaktan nonionik

kelarutan dari ketoprofen. Ketika sistem adalah jenis sorbitan ester, yaitu span

gel pseudolateks diuji secara in vitro, 20, 60, dan 80. Surfaktan ini dipilih

kemampuannya dalam pelepasan obat untuk pembuatan niosom karena

lebih cepat dibandingkan dengan obat memiliki sifat yang hidrofobik sehingga

murni. Selain itu penambahan peningkat ketoprofen diharapkan dapat terjerap

penetrasi juga dapat meningkatkan dalam vesikel yang terbentuk.

penetrasi dari ketoprofen. Kombinasi Sementara kolesterol merupakan

dari gel pseudolateks dan tween 80 komponen yang digunakan untuk

memberikan profil pelepasan mencegah kebocoran vesikel dengan

ketoprofen yang paling baik.15 cara menjaga keutuhan molekul lipid

vesikel pada lapisan lipid ganda.

Metode yang digunakan untuk membuat


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 77

niosom ketoprofen adalah metode 5. Penggunaan plasticizer.

hidrasi lapis tipis. Niosom mampu Plasticizer adalah bahan

menghantarkan ketoprofen ke dalam tambahan yang digunakan untuk

sirkulasi sistemik melalui rute meningkatkan fleksibilitas dan

pemberian transdermal dan ketahanan dari sediaan transdermal.

konsentrasinya bertahan di dalam Plasticizer menjaga patch agar tidak

plasma selama 6 jam.20 mudah rapuh. Semakin tinggi

Etosom adalah sistem vesikular konsentrasi plasticizer, maka daya

yang terdiri dari fasa air yang terkontrol adhesif dari patch akan semakin

di dalam larutan alkohol yang meningkat.23

mengandung lipid dan obat. Alkohol 6. Penggunaan peningkat penetrasi.

merupakan komponen esensial yang Peningkat penetrasi merupakan

bertanggung jawab dalam komponen yang dapat digunakan untuk

meningkatkan permeabilitas. Formulasi meningkatkan profil in vitro dan efikasi

etosomal merupakan salah satu dari sediaan transdermal ketoprofen.

pembawa yang potensial dalam sistem Mekanisme kerja peningkat penetrasi

penghantaran transdermal dari adalah memodifikasi struktur stratum

ketoprofen. Hasil dari pengujian in corneum. Penelitian yang dilakukan

vitro memberikan flux yang lebih baik oleh Wongpayapkul et al. (2006)24

dibandingkan dengan pembawa menunjukkan bahwa penggunaan

hidroalkoholik.21 peningkat penetrasi dari golongan asam

Selain itu juga, pengembangan lemak, yaitu asam oleat, menunjukkan

transfersom untuk ketoprofen telah efektivitas yang paling baik. Sementara

dilakukan oleh Rother et al. (2009).22 dari derivat pirolidon, 2-pirolidon

Ketoprofen dibuat dalam bentuk sediaan adalah yang terbaik. Jika kedua

gel yang digunakan untuk mengatasi peningkat penetrasi ini dikombinasikan,

osteoarthritis.
Farmaka
Volume 14 Nomor 1 78

maka peningkatan penetrasi yang hasil daya adhesif yang lebih baik

terjadi semakin baik. dibandingkan dengan butilenglikol.23

Tabel 1. Perbandingan Rasio dari Tabel 2. Perbandingan Daya Adhesif

Peningkat Penetrasi24 dari Zat Aditif23

Peningkat Rasio Daya Flux


Zat
Penetrasi Penetrasi Adhesif (µg/cm2/
Aditif
(N/cm) min1/2)
Asam Oleat 1.64

2-pirolidon 1.28 Tanpa Aditif 5.67±0.61 67.55±18.91

Kombinasi 3.65 Propilenglikol 6.13±0.12 84.95±9.63

Butilenglikol 3.63±0.47 52.54±7.54


7. Pemilihan zat adhesif.
Asam Oleat 6.53±0.12 102.60±8.61
Korelasi antara daya adhesif dan

kecepatan pelepasan ketoprofen, yaitu


Kesimpulan
daya adhesif yang rendah dari sediaan
Ketoprofen merupakan analgesik
transdermal menyebakan kecepatan
perifer yang digunakan secara luas untuk
pelepasan obat yang rendah pula. Hal
mengatasi keadaan nyeri. Bentuk sediaan
ini dapat dimungkinkan adanya
transdermal dipilih karena ketoprofen
pengaruh dari sifat fisikokimia obat
memiliki kelarutan yang rendah di dalam
yang memegang peranan penting.
air, kecepatan disolusi dan
Ketoprofen dengan penggunaan asam
bioavailabilitasnya rendah, serta waktu
oleat maupun propilenglikol
eliminasinya cepat. Tahap awal untuk
memberikan daya adhesif yang lebih
menentukan bioavailabilitas dari sediaan
baik dibandingkan tanpa penambahan
transdermal adalah pengujian in-vitro,
zat aditif lainnya. Selain itu, asam oleat
meliputi uji pelepasan dan uji permeasi.
maupun propilenglikol memberikan
Berbagai penelitian telah banyak
Farmaka
Volume 14 Nomor 1 79

dikembangkan untuk meningkatkan profil 5. Yamada, T., H. Onishi, and Y.

in-vitro dari ketoprofen, meliputi penelitian Machida. 2001. In Vitro and in Vivo

menggunakan etanol, matriks polimer, gel Evaluation of Sustained Release

pseudolateks, sistem vesikular, plasticizer, Chitosan-Coated Ketoprofen

peningkat penetrasi, serta zat adhesif. Oleh Microparticles. Yakugaku Zasshi.121:

karena itu, perlu dilakukan pengembangan 239–245.

lebih lanjut agar didapatkan profil in-vitro 6. Patil, P. R., S. Praveen, R. H. S. Rani,

yang semakin baik dari sediaan and A. R. Paradkar. 2005.

transdermal ketoprofen. Bioavailability Assessment Of

Daftar Pustaka Ketoprofen Incorporated In Gelled

1. Departemen Kesehatan RI. 2014. Self-Emulsifying Formulation: A

Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Technical Note. AAPS

Departemen Kesehatan Republik PharmSciTech.6: 9-13.

Indonesia. Jakarta. 7. Dalia, A. 2009. In Vitro and in Vivo

2. Katzung, B. G. 2012. Farmakologi Evaluation of Transdermal Absorption

Dasar dan Klinik. Edisi VIII. Jakarta: of Naproxen Sodium. Aust. J. Basic&

Penerbit Salemba Medika. Appl. Sci. 3(3): 2154-2165.

3. British Pharmacopoeia. 2009. British 8. Lucida, H., Hosiana V., dan Muharmi

Pharmacopoeia. Medicines and V. 2008. Pengaruh Virgin Coconut Oil

Healthcare Products Regulatory (VCO) di dalam Basis Krim terhadap

Agency (MHRA). London. 3343. Penetrasi Zat Aktif. Jurnal Farmasi

4. Alatas F., S. Nurono, dan S. Asyarie. Indonesia.13: 23-30.

2006. Pengaruh Konsentrasi PEG 9. Gaikwad, A.K. 2013. Transdermal

4000 Terhadap Laju Disolusi Drug Delivery System: Formulation

Ketoprofen dalam Sistem Dispersi Aspect And Evaluation.

Padat Ketoprofen-PEG 4000. Majalah Comprehensive Journal of

Farmasi Indonesia.17: 57–62. Pharmaceutical Sciences. 1(1): 1 – 10.


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 80

10. Tunev, S. S., Hastey C. J., Hodzic E., 14. Hafeez, A., U. Jain, J. Singh, A.

Feng S., Barthold S. W., and Maurya, and L. Rana. 2013. Recent

Baumgarth N. 2011. Advances in Transdermal Drug

Lymphoadenopathy during Lime Delivery System (TDDS): An

Borreliosis Is Caused by Spirochete Overview. Journal of Scientific and

Migration-Induced Specific B Cell Innovative Research. 2(3): 733-744.

Activation. PLoS Pathog. 7(5): 15. J. Suksaeree, C. Monton, A.

e1002066. Sakunpak, and T. Charoonratana.

11. Gowda, D. V., A. S. Aravindaram, 2014. Formulation and In Vitro Study

Raghu N. V. S., and M. S. Khan.2011. of Ketoprofen Pseudolatex Gel for

Developmentand Evaluation of Transdermal Drug Delivery Systems.

Ketoprofen Loaded Biopolymer Based International Journal of Pharmacy

Transdermal Film. Der Pharmacia and Pharmaceutical Sciences. 6(2):

Lettre. 3(3): 233-244. 248-253.

12. Sarvanan, M., Nataraj K. S., and 16. Valenta, C. and B. G. Auner. 2004.

Ganesh K. S. 2007. Hydroxypropyl The Use of Polymers for Dermal and

Methylcellulose Based Cephalexin Transdermal Delivery Systems. Eur. J.

Extended Release Ts: Influence Of T Pharm. Biopharm.58: 279-289.

Formulation, Hardness And Storage 17. Verma, N., S. Deshwal. 2014. Design

On In Vitro Release Kinetics. Chem and In Vitro Evaluation of

Pharm Bull.51(8): 978-983. Transdermal Patches Containing

13. Dash, S., P. N. Murthy, L. Nath, and Ketoprofen. World Journal of

P. Chowdhury. 2010. Kinetic Pharmaceutical Research. 3(3): 3930-

Modelling On Drug Release From 44.

Controlled Drug Delivery Systems. 18. Samy, A. M., M. M. Ghorab, Shadeed

Acta Poloniae Pharmaceutica. 67(3): G., and Eman A. M. 2013.

219. Formulation and Evaluation of


Farmaka
Volume 14 Nomor 1 81

Different Transdermal Drug Delivery 22. Rother, M., E. J. Seidel, P. M.

Systems of Ketoprofen. International Clarkson, S. Mazgareanu, U. Vierl,

Journal of Pharmacy and and I. Rother.2009. Efficacy of

Pharmaceutical Sciences.5(2): 600- Epicutaneous Diractin® (Ketoprofen in

607. Transfersome® Gel) for the Treatment

19. Putri, K. S. S., Slivia S., and E. of Pain Related to Eccentric Muscle

Anwar. 2013. Pregelatinized Cassava Contractions. Drug Design,

Starch Phtalate as Film-Forming Development and Therapy.3: 143-149.

Excipient for Transdermal Film of 23. Wongpayapkul, L.,P. Leesawat, T.

Ketoprofen. Asian Journal of Rittirod, K. Klangtrakul, and Y.

Pharmaceutical and Clinical Pongpaibul. 2005. Adhesive Property,

Research.6(3): 62-66. In Vitro Release and Permeation

20. Rahman, L., I. Ismail, dan E. Studies of Ketoprofen Transdermal

Wahyudin.2011. Kapasitas Jerap Drug Delivery Systems. CMU

Niosom Terhadap Ketoprofen dan Journal. 4(3): 305-314.

Prediksi Penggunaan Transdermal. 24. Wongpayapkul, L., P. Leesawat, T.

Majalah Farmasi Indonesia. 22(2): Rittirod, K. Klangtrakul, and Y.

85-91. Pongpaibul. 2006. Effect of Single and

21. Chourasia, M. K., L. Kang, and Sui Y. Combined Permeation Enhancers on

C. 2011. Nanosized Ethosomes the Skin Permeation of Ketoprofen

Bearing Ketoprofen for Improved Transdermal Drug Delivery Systems.

Transdermal Delivery. Pharma CMU Journal. 5(1): 41-52.

Sciences. 1: 60-67.

Anda mungkin juga menyukai