Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH AGAMA

KONSEP KETUHANAN DAN AL-DIN

OLEH:

1. IZZA MIFTAKHUL FAUZIYAH (1901001)

2. XAVIERA PRASANNA SUTANTO (1901013)

3. MUHAMMAD ROMADHONI (1901026)

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK ATK
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan


jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam
ciptaan-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
teladan kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang
lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh
alam.

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang


menjadi tugas pendidikan agama dengan judul KONSEP KETUHANAN DAN
AL-DIN. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini.

Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki
karya-karya kami di waktu-waktu mendatang.

Yogyakarta, September 2019

Penulis

DAFTAR ISI

i
A. PENDAHULUAN............................................................................................1
 Latar Belakang..............................................................................................1
 Rumusan Masalah.........................................................................................1
 Tujuan............................................................................................................2
B. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN............................3
 Siapakah Tuhan itu?......................................................................................3
 Macam-macam pemikiran manusia Tentang Tuhan......................................4
 Pembuktian Wujud Tuhan..............................................................................7
C. MA’RIFATULLAH.........................................................................................10
Pengertian........................................................................................................10
 Faham Ma’rifah..........................................................................................11
 Jalan Ma’rifah.............................................................................................11
 Tokoh Ma’rifah............................................................................................15
D. TUHAN PENCIPTA ALAM DAN MANUSIA SERTA RELASI ANTARA
TUHAN DENGAN MANUSIA............................................................................16
Relasi antara Tuhan, alam dan manusia......................................................17
E. IMAN,SYARI’AT,DAN ISLAM.......................................................................20
1. Pengertian Iman...........................................................................................20
2. Pengertian Islam..........................................................................................20
3. Pengertian Ihsan..........................................................................................20
 Perbedaan Antara Iman, Islam, dan Ihsan.................................................21
F.  HUBUNGAN IMAN,SYARI’AT ISLAM,DAN IHSAN.................................22
G. IMPLEMENTASI IMAN,SYARI’AT, DAN IKHSAN DALAM KEHIDUPAN
MODERN...............................................................................................................23
H. PENUTUP.........................................................................................................24
 Kesimpulan..................................................................................................24
 Saran...........................................................................................................24

ii
A. PENDAHULUAN

 Latar Belakang
Dalam sejarah peradaban Yunani, tercatat bahwa pengkajian
dan kontemplasi tentang eksistensi Tuhan menempati tempat yang
khusus dalam bidang pemikiran filsafat. Tradisi argumentasi
filosofis tentang eksistensi Tuhan, sifat dan perbuatan-Nya ini
kemudian secara berangsur-angsur masuk dan berpengaruh ke
dalam dunia keimanan Islam. Tapi tradisi ini, mewujudkan
semangat baru di bawah pengaruh doktrin-doktrin suci Islam dan
kemudian secara spektakuler melahirkan filosof-filosof seperti Al-
Ghazali dan Syaikh `Abdul Qadir al-Jilani dan secara riil, tradisi ini
juga mempengaruhi warna pemikiran teologi dan tasawuf (irfan)
dalam penafsiran Islam.
Perkara tentang Tuhan secara mendasar merupakan subyek
permasalahan filsafat. Ketika kita membahas tentang hakikat alam
maka sesungguhnya kita pun membahas tentang eksistensi Tuhan.
Secara hakiki, wujud Tuhan tak terpisahkan dari eksistensi alam,
begitu pula sebaliknya, wujud alam mustahil terpisah dari
keberadaan Tuhan. Filsafat tidak mengkaji suatu realitas yang
dibatasi oleh ruang dan waktu atau salah satu faktor dari ribuan
faktor yang berpengaruh atas alam. Pencarian kita tentang Tuhan
dalam koridor filsafat bukan seperti penelitian terhadap satu
fenomena khusus yang dipengaruhi oleh faktor tertentu. Tuhan yang
hakiki adalah Tuhan yang disampaikan oleh para Nabi dan Rasul
yakni, Tuhan hakiki itu bukan di langit dan di bumi, bukan di
atas langit, bukan di alam, tetapi Dia meliputi semua tempat dan
segala realitas wujud.

 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?

2. Apa yang dimaksud ma’rifatullah?

3. Bagaimana tuhan pencipta alam dan manusia dan relasi antara


tuhan dengan manusia?

4. Apa yang dimaksud iman, syariat dan ihsan?

5. Bagaimana hubungan iman, syariat dan ihsan?

1
6. Bagaimana implementasi iman, syariat dan ihsan dalam
kehidupan modern?

 Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang tuhan?

2. untuk mengetahui arti ma’rifatulla

3. Untuk mengetahui tuhan pencipta alam dan manusia dan relasi antar
tuhan dengan manusia

4. Untuk mengetahui iman , syariat dan ihsan

5. Untuk mengetahui hubungan antara iman, syariat dan ihsan

6. Untuk mengetahui implementasi iman, syariat dan ihsan dalam


kehidupan modern.

2
B. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN

 Siapakah Tuhan itu?

“Tuhan”, dalam Al-Quran dipakai untuk menyatakan berbagai obyek


yang dibesarkan atau dipentingkan manusia, misalnya dalam QS : 45 (Al-
Jatsiiyah) : 23, yaitu:

‫ضلَّهُ هَّللا ُ َعلَى ِع ْل ٍم َو َختَ َم َعلَى‬


َ َ‫ْت َم ِن اتَّ َخ َذ إِلَ َههُ َه َواهُ َوأ‬
َ ‫أَفَ َرأَي‬
‫اوةً فَ َم ْن يَ ْه ِدي ِه ِم ْن بَ ْع ِد هَّللا ِ أَفَال‬ َ َ‫َس ْم ِع ِه َوقَ ْلبِ ِه َو َج َع َل َعلَى ب‬
َ ‫ص ِر ِه ِغ َش‬
َ ‫تَ َذ َّكر‬
)٢٣( ‫ُون‬
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-
Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
Dalam QS : 28 (Al-Qashash) : 38, perkataan ilah dipakai oleh Fir’aun
untuk dirinya sendiri:

‫ت لَ ُك ْم ِمنْ إِلَ ٍه َغ ْي ِري فَأ َ ْوقِ ْد لِي‬ُ ‫ال فِرْ َع ْو ُن يَا أَيُّهَا ْال َمأل َما َعلِ ْم‬
َ َ‫َوق‬
‫صرْ حًا لَ َعلِّي أَطَّلِ ُع إِلَى إِلَ ِه ُمو َسى‬ َ ‫ان َعلَى الطِّي ِن فَاجْ َعلْ لِي‬ ُ ‫يَا هَا َم‬
َ ِ‫َوإِنِّي ألظُنُّهُ ِم َن ْال َكا ِذب‬
)٣٨( ‫ين‬
dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui
Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat
kemudian buatkanlah untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik
melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia
Termasuk orang-orang pendusta".
Contoh ayat-ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa perkataan ini bisa
mengandung arti berbagai benda, baik abstrak (nafsu atau keinginan pribadi)
maupun benda nyata (Fir’aun atau penguasa yang dipatuhi dan dipuja).

3
Perkataan inilah dalam Al-Quran juga dipakai dalam bentuk tunggal
(mufrad: ilaahun), ganda (mutsanna: ilaahaini), dan banyak (jama’:
aalihatun). Derifasi makna dari kata ilah tersebut mengandung makna bahwa
‘bertuhan nol’ atau atheisme adalah tidak mungkin. Untuk dapat mengerti
dengan definisi Tuhan yang tepat, berdasarkan logika Al-Quran sebagai
berikut:
Tuhan ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia
sedemikian rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya.
Perkataan dipentingkan hendaklah diartikan secara luas. Tercakup di
dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemaslahatan atau kegembiraan, dan termasuk pula sesuatu
yang ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian.

 Macam-macam pemikiran manusia Tentang Tuhan


          1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia
adalah konsep yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui
pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian
rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah agama,
dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya
proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan
meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh EB Taylor, Robertson
Smith, Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang
Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
a.  Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah
mengakui adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan.
Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut ditujukan pada
benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif.

4
Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama yang berbeda-
beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu), dan syakti (India).
b. Animisme
Oleh masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif
sekalipun bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai
sesuatu yang selalu hidup, mempunyai rasa senang apabila
kebutuhannya dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak
terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan
kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah
satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh.
c.  Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak
memberikan kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan
dan pujaan. Roh yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa.
Dewa mempunyai tugas dan kekuasaan tertentu sesuai dengan
bidangnya. Ada dewa yang bertanggung jawab terhadap cahaya, ada
yang membidangi masalah air, ada yang membidangi angin dan lain
sebagainya.
d. Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan, terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui diadakan
seleksi, karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-
kelamaan kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif
(tertentu). Satu bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan
Tuhan, namun manusia masih mengakui tuhan (ilah) bangsa lain.
Kepercayaan satu tuhan untuk satu bangsa disebut dengan Henoteisme
(Tuhan Tingkat Nasional).
e.  Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk Henoteisme melangkah menjadi
Monoteisme. Dalam Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk
seluruh bangsa dan bersifat internasional. Bentuk Monoteisme ditinjau

5
dari filsafat Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme,
panteisme, dan teisme.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana
dinyatakan oleh Max Muller dan EB. Taylor (1877), ditentang oleh
Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam
masyarakat primitif. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud
yang agung dan sifat-sifat yang khas terhadap tuhan mereka, yang
tidak mereka berikan kepada wujud yang lain.
         2.  Pemikiran Umat Islam
Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid, Ilmu Kalam,
atau Ilmu Ushuluddin di kalangan umat Islam, timbul beberapa periode
setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Yakni pada saat terjadinya peristiwa
tahkim antara kelompok Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Mu’awiyyah.
Secara garis besar, ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula
yang bersifat di antara keduanya. Sebab timbulnya aliran tersebut adalah
karena adanya perbedaan metodologi dalam memahami Al-Quran dan Hadis
dengan pendekatan kontekstual sehingga lahir aliran yang bersifat tradisional.
Sedang sebagian umat Islam yang lain memahami dengan pendekatan antara
kontektual dengan tektual sehingga lahir aliran yang bersifat antara liberal
dengan tradisional. Aliran-aliran tersebut yaitu :
a.    Mu’tazilah
Merupakan kaum rasionalis di kalangan muslim, serta menekankan
pemakaian akal pikiran dalam memahami semua ajaran dan keimanan
dalam Islam. Dalam menganalisis ketuhanan, mereka memakai bantuan
ilmu logika Yunani, satu sistem teologi untuk mempertahankan
kedudukan keimanan. Mu’tazilah lahir sebagai pecahan dari kelompok
Qadariah.
b.    Qodariah
Berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia

6
akan kafir atau mukmin dan hal itu yang menyebabkan manusia harus
bertanggung jawab atas perbuatannya.
c.    Jabariah
Berteori bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia ditentukan dan
dipaksa oleh Tuhan.
d.   Asy’ariyah dan Maturidiyah
Hampir semua pendapat dari kedua aliran ini berada di antara aliran
Qadariah dan Jabariah. Semua aliran itu mewarnai kehidupan pemikiran
ketuhanan dalam kalangan umat Islam periode masa lalu. Pada
prinsipnya aliran-aliran tersebut di atas tidak bertentangan dengan ajaran
dasar Islam. Oleh karena itu umat Islam yang memilih aliran mana saja
diantara aliran-aliran tersebut sebagai teologi mana yang dianutnya, tidak
menyebabkan ia keluar dari Islam. Menghadapi situasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini, umat Islam perlu
mengadakan koreksi ilmu berlandaskan al-Quran dan Sunnah Rasul,
tanpa dipengaruhi oleh kepentingan politik tertentu.

 Pembuktian Wujud Tuhan

Adanya alam organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik,


tidak boleh memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya, suatu akal yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan
dasar itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah
dan kehidupan.
            Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus
percaya tentang adanya Pencipta Alam. Pernyataan yang mengatakan: percaya
adanya makhluk, tetapi menolak adanya Khaliq adalah suatu pernyataan yang
tidak benar. Belum pernah diketahui adanya sesuatu yang berasal dari tidak ada
tanpa diciptakan. Segala sesuatu bagaimanapun ukurannya, pasti ada

7
penyebabnya. Oleh karena itu bagaimana akan percaya bahwa alam semesta
yang demikian luasnya, ada dengan sendirinya tanpa pencipta ?
Dalam al-Quran, penggambaran tentang pengakuan akan eksistensi Tuhan
dapat ditemukan dalam Q.S al-Ankabut, 29: 61-63. Dalam ayat 61-63
dijelaskan bahwa: “bangsa arab yang penyembah berhala tidak menolak
eksistensi pencipta langit dan bumi.
            Berdasarkan kandungan ayat ini, dapat dipahami bahwa bangsa arab
sesungguhnya telah memahami dan meyakini akan eksistensi Tuhan sebagai
pencipta langit dan bumi serta pengaturnya. Namun menurut al-Quran, ada
segelintir anak manusia yang menolak  eksistensi tuhan, seperti penggambaran
al-Quran dalam Q.S. al-Jasyiah (45): 24. Ayat ini  menegaskan bahwa: “mereka
berkata: “ kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan didunia saja, kita mati
dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Penolakan
akan eksistensi tuhan oleh sebagian kecil manusia itu, hanya didasarkan pada
dugaan semata dan tidak didasarkan pada pengetahuan yang meyakinkan
seperti ditegaskan dalam klausa penutup ayat 24 tersebut, yaitu:”mereka sekali
kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah
menduga-duga saja.
            Banyak sekali ayat yang terkandung dalam Al-Quran yang
menjelaskan tentang keberadaan Allah sebagai tuhan semesta alam seperti yang
terkandung dalam surah Ali-Imran ayat 62 yang artinya “sesungguhnya ini
adalah kisah yang benar. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan sungguh Allah
Maha Perkasa , Maha Bijaksana.
            Ke Esaan Allah SWT adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau
disejajarkan dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat
syahadat Laa ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah SWT sebagai prioritas
utama dalam setiap tindakan dan ucapannya.
Banyak sekali bukti-bukti yang dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa
Tuhan adalah Wujud (ada). Bukti klasik yang sering digunakan adalah tentang
adanya alam semesta. Setiap sesuatu  yang ada tentu diciptakan dan pencipta
adalah Allah SWT Tuhan pencipta alam semesta. Pembuktian dengan

8
pendekatan seperti diatas sebenarnya bukanlah hal baru lagi. Jauh sebelum
umat Islam menggunakan pembuktian semacam itu, Plato telah mengemukakan
teori dalam bukunya Timaeus yang mengatakan bahwa tiap-tiap benda yang
terjadi mesti ada yang menjadikan.

9
C. MA’RIFATULLAH

1. Pengertian

Istilah ma’rifah berasal dari kata ”Al-Ma’rifah”, yang berarti


mengetahui atau mengenal sesuatu. Dan apabila dihubungkan dengan
pengalaman Tasawuf, maka istilah ma’rifah disini berarti mengenal Allah
ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam Tasawuf.

Kemudian istilah ini dirumuskan defenisinya oleh beberapa Ulama


Tasawuf, antara lain:
a.   Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf
yang mengatakan:
Ma’rifah adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud
yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala
kesempurnaannya.
b.    Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiry mengemukakan
pendapat Abuth Thayyib A-Samiry yang mengatakan :
Ma’rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada Sufi). Dalam
keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi.
c.    Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin
Muhammad bin Abdillah yang mengatakan:
Ma’rifah membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu
pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa
yang meningkat ma’rifahnya, maka meningkat pula ketenangan
(hatinya).
Tidak semua orang yang menurut ajaran Tasawuf dapat sampai kepada
tingkatan ma’rifah. Karena itu, Sufi yang sudah mendapatkan ma’rifah, memiliki
tanda-tanda tertentu, sebagaimana keterangan Dzun Nun Al-Mishri yang
mengatakan: ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada
tingkatan ma’rifah, antara lain:

10
a.  Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunya,
karena itu, sikap wara’ selalu ada pada dirinya.
b.  Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat
nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran Tasawuf, belum tentu benar.
c.   Tidak menginginkan nikmat Allah yang banyak buat dirinya. Karena hal itu
bisa membawanya kepada perbuatan yang haram.
Dari sinilah kita dapat melihat bahwa seorang sufi tidak membutuhkan
kehidupan yang mewah, kecuali tingkatan kehidupan yang hanya sekedar dapat
menunjang kegiatan ibadahnya kepada Allah SWT., sehingga Asy Syekh
Muhammad bin Al-Fadhal mengatakan bahwa ma’rifah yang dimiliki Sufi, cukup
dapat memberikan kebahagiaan batin padanya, karena merasa selalu bersama-
sama dengan Tuhannya.

 Faham Ma’rifah

Ada segolongan Sufi mempunyai ulasan bagaimana hakikat ma’rifah.


Mereka mengemukakan paham-pahamnya antara lain:
a.             Kalau mata yang ada di dalam hati sanubari manusia terbuka, maka mata
kepalanya tertutup, dan waktu yang dilihat hanyalah Allah.
b.            Ma’rifah adalah cermin. Apabila seorang arif melihat ke arah cermin maka
apa yang dilihatnya hanyalah Allah.
c.             Orang arif baik diwaktu tidur dan bangun yang dilihat hanyalah Allah
SWT.
d.            Seandainya ma’rifah itu materi, maka semua orang yang melihat akan mati
karena tidak tahan melihat kecantikan serta keindahannya. Dan semua
cahaya akan menjadi gelap disamping cahaya keindahan yang gilang-
gemilang.

 Jalan Ma’rifah

Untuk menuju tujuan tertentu, tentulah diperlukan cara atau metode yang
telah tertentu pula. Metode yang baik dan benar akan dapat mengantarkan kita

11
pada hasil yang baik dan benar pula. Demikian juga sebaliknya, cara atau metode
yang salah, akan membawa kita pada hasil yang salah pula. Dan secara garis
besar, terdapat dua cara untuk mengenal Allah SWT. Pertama, melalui ayat-ayat
Allah yang bersifat qauliyah. Kedua, melalui ayat-ayat Allah yang bersifat
kauniyah.

Pertama : Melalui ayat-ayat qauliyah.

Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat Allah SWT yang difirmankan-Nya


dalam kitab suci Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek yang dapat
menunjukkan kita untuk lebih mengenal dan meyakini Allah SWT.  Sebagai
contoh, Allah SWT berfirman dalam (QS. 88: 17 – 20), dimana Allah SWT
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sangat menghujam lubuk hati seorang
insan yang paling dalam, untuk membenarkan keberadaan Allah Yang Maha
Pencipta:

‫ت * َوإِلَى‬ْ َ‫ص˜ب‬ ِ ُ‫ َوإِلَى ْال ِجبَ˜˜ا ِل َك ْي˜˜فَ ن‬ *‫ت‬


ْ ‫الس˜ َما ِء َك ْي˜˜فَ ُرفِ َع‬ ْ َ‫أَفَالَ يَ ْنظُرُونَ إِلَى ْاإلبِ ِل َك ْي˜˜فَ ُخلِق‬
َّ ‫ت * َوإِلَى‬
ْ ‫ُط َح‬
‫ت‬ ِ ‫ض َك ْيفَ س‬ِ ْ‫*األَر‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung
bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”

Contoh lain adalah bagaimana Allah SWT memberikan pertanyaan-


pertanyaan yang sesungguhnya tiada jawaban yang dapat mereka berikan
melainkan hanya kesaksian mengenai Keagungan, Kebesaran dan Kekuasaan
Allah SWT. Allah berfirman (QS. 27 : 60 – 66)

‫ا‬C‫ ٍة َم‬C‫ق َذاتَ بَ ْه َج‬ َ ِ‫ دَائ‬C‫ ِه َح‬C‫ا ِب‬Cَ‫ا ًء فَأ َ ْنبَ ْتن‬C‫ َما ِء َم‬C‫الس‬
َّ َ‫ض َوأَ ْن َز َل لَ ُك ْم ِمن‬َ ‫ت َواألَ ْر‬ ِ ‫س َم َوا‬َّ ‫ق ال‬ َ َ‫أَ َّمنْ َخل‬
‫ َل‬C‫ َرا ًرا َو َج َع‬Cَ‫ض ق‬ َ ‫َكانَ لَ ُك ْم أَنْ تُ ْنبِتُوا ش ََج َرهَا أَئِلَهٌ َم َع هَّللا ِ بَ ْل ُه ْم قَ ْو ٌم يَ ْع ِدلُونَ * أَ َّمنْ َج َع َل األَ ْر‬
َ‫ ُر ُه ْم ال‬Cَ‫ ْل أَ ْكث‬C‫ َع هَّللا ِ َب‬C‫هٌ َم‬Cَ‫ ا ِجزًا أَئِل‬C‫ َر ْي ِن َح‬C‫ َل بَيْنَ ا ْلبَ ْح‬C‫ َي َو َج َع‬C‫اس‬ِ ‫ا َر َو‬CC‫ َل لَ َه‬C‫ِخاللَ َها أَ ْن َها ًرا َو َج َع‬
ِ ‫ َع هَّللا‬CC‫ض أَئِلَهٌ َم‬
ِ ‫سو َء َويَ ْج َعلُ ُك ْم ُخلَفَا َء األَ ْر‬
ُّ ‫شفُ ال‬ ِ ‫ضطَ َّر إِ َذا َدعَاهُ َويَ ْك‬ ُ ‫يَ ْعلَ ُمونَ *أَ َّمنْ يُ ِج‬
ْ ‫يب ا ْل ُم‬
‫َي‬
ْ ‫د‬C َ‫ ًرا بَيْنَ ي‬C ‫ش‬ ْ ُ‫اح ب‬ ِ ‫ت ا ْلبَ ِّر َوا ْلبَ ْح ِر َو َمنْ يُ ْر‬
َ َ‫س ُل ال ِّري‬ ِ ‫ * أَ َّمنْ يَ ْه ِدي ُك ْم فِي ظُلُ َما‬  َ‫قَلِيالً َما تَ َذ َّكرُون‬
َ C‫دَأُ ا ْل َخ ْل‬C‫ ِر ُكونَ * أَ َّمنْ يَ ْب‬C‫ش‬
َ‫ر ُزقُ ُك ْم ِمن‬Cْ Cَ‫ ُدهُ َو َمنْ ي‬C‫ق ثُ َّم يُ ِعي‬ ْ ُ‫الَى هَّللا ُ َع َّما ي‬CC‫ َع هَّللا ِ تَ َع‬C‫َر ْح َمتِ ِه أَئِلَهٌ َم‬
‫ ْل الَ يَ ْعلَ ُم َمنْ فِي‬C ُ‫ا ِدقِينَ * ق‬C ‫ص‬ َ ‫انَ ُك ْم إِنْ ُك ْنتُ ْم‬CC‫اتُوا بُ ْر َه‬CC‫ ْل َه‬C ُ‫ َع هَّللا ِ ق‬C‫هٌ َم‬C َ‫ض أَئِل‬ِ ‫ َما ِء َواألَ ْر‬C ‫الس‬ َّ

12
ِ ‫َّاركَ ِع ْل ُم ُه ْم فِي ْا‬
‫ َر ِة‬C‫آلخ‬ ِ Cَ‫ش ُعرُونَ أَيَّانَ يُ ْب َعثُونَ * ب‬
َ ‫ل اد‬C ِ ‫ت َواألَ ْر‬
ْ َ‫ض ا ْل َغ ْي َب إِالَّ هَّللا ُ َو َما ي‬ ِ ‫س َم َوا‬
َّ ‫ال‬
* َ‫ش ٍّك ِم ْن َها بَ ْل ُه ْم ِم ْن َها َع ُمون‬
َ ‫بَ ْل ُه ْم فِي‬

“Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang
menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-
kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu
menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang
lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari
kebenaran). Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam,
dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan
gunung-gunung untuk (mengkokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara
dua laut? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya)
kebanyakan dari mereka tidak mengetahui. Atau siapakah yang memperkenankan
(do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah
di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingati (Nya). Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di
daratan dan lautan dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai
kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya? Apakah di samping Allah ada
tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan
(dengan-Nya). Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya),
kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki
kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang
lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-
orang yang benar". Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi
yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. Sebenarnya pengetahuan mereka
tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat
itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya.”
Selain dua contoh di atas, masih banyak sekali contoh-contoh lain yang
dapat mengantarkan kita untuk dapat mengenal dan lebih mengenal Allah SWT
lagi.

13
Kedua : Melalui ayat-ayat kauniyah

Ayat-ayat kauniyah adalah tanda-tanda kebesaran Allah yang terdapat pada


ciptaan-Nya, baik yang berada di dalam diri manusia, di alam, di angkasa, di
dalam lautan, di jagad raya dan lain sebagainya. Karena pada hekekatnya, ketika
manusia merenungkan segala ciptaan Allah yang Maha Sempurna ini, akan
membawa pada pengenalan dan pengesaan (baca; pentauhidan) terhadap Allah
SWT. Allah berfirman dalam QS. 67 : 3 – 4:

َ Cَ‫ ْل ت‬C‫ َر َه‬C‫ص‬


ْ‫رى ِمن‬C ْ Cَ‫ت ف‬
َ َ‫ار ِج ِع ا ْلب‬C ِ C‫ت ِطبَاقًا َما تَ َرى فِي َخ ْل‬
ٍ ‫ا ُو‬CCَ‫ َّر ْح َم ِن ِمنْ تَف‬C‫ق ال‬C ٍ ‫س َم َوا‬
َ ‫س ْب َع‬ َ َ‫الَّ ِذي َخل‬
َ ‫ق‬
*‫فُطُو ٍر‬

‫سي ٌر‬ َ َ‫ص َر َك َّرتَ ْي ِن يَ ْنقَلِ ْب إِلَ ْي َك ا ْلب‬


ِ ‫ص ُر َخا‬
ِ ‫سئًا َو ُه َو َح‬ ْ ‫ثُ َّم‬ 
َ َ‫ار ِج ِع ا ْلب‬

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali


tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak
seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak
seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu
itupun dalam keadaan payah.”

Bahkan dalam ayat lain, Allah seolah memberikan tantangan kepada orang yang
tidak mengakui ciptaan-Nya, untuk menunjukkan ciptaan-ciptaan selain-Nya.
Allah mengatakan (QS. 31 : 11)

َ ‫ق الَّ ِذينَ ِم ْن دُونِ ِه بَ ِل الظَّالِ ُمونَ فِي‬


ٍ ِ‫ضالَ ٍل ُمب‬
‫ين‬ َ َ‫ق هَّللا ِ فَأَرُونِي َما َذا خَ ل‬
ُ ‫هَ َذا خَ ْل‬

“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah
diciptakan oleh sembahan-sembahan (mu) selain Allah. Sebenarnya orang-orang
yang zalim itu berada di dalam kesesatan yang nyata.”

Pada intinya adalah bahwa sesungguhnya segala apa yang ada di bumi, di langit,
di jagad raya, juga di dalam diri kita sendiri, merupakan tanda-tanda kebesaran
Allah SWT. Tanda-tanda tersebut demikian banyaknya hingga dapat dikatakan tak
terbilang. Hanya karena keterbatasan kitalah, kita tidak mampu untuk menghitung
ayat-ayat Allah tersebut. Berikut adalah diantara ayat-ayat kauniyah yang dapat
mengenalkan kepada Allah SWT:

14
 Tokoh Ma’rifah

Ada beberapa tokoh yang memperkenalkan ma’rifah ini :


1. Al-Ghazali. Bernama lengkap Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, lahir
pada tahun 1059 M. Di Ghazaleh, sebuah kota kecil yang terletak di dekat
Tus di Khurasan. Ia pernah belajar pada Imam al-Haramain al-Juwaini,
Guru besar di Madrasah al-Nizamiah Nisyafur. Setelah mempelajari ilmu
agama, ia mempelajari teologi, ilmu pengetahuan alam, filsafat, dan lain-
lain.
2. Syaikh’ Abdul Qadir al-Jilani. Lahir pada bulan Ramadhan tahun 470H
yang bertepatan dengan tahun 1077M di Jilan, sebuah kota yang masuk
dalam bagian Thaburistan. Ia mencatatkan prestasi besar dalam sejarah
islam, karena keberhasilannya menggabungkan antara hukum-hukum legal
objektif(dalam hal fiqih) dengan kondisi kegembiraan jiwa yakni aspek
spiritual-tasawuf yang merupakan pengalaman keagamaan subyektif.
Keberhasilan terbesarnya adalah memadukan aspek syariah dan tasawuf
sebagai aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

15
D. TUHAN PENCIPTA ALAM DAN MANUSIA SERTA RELASI ANTARA
TUHAN DENGAN MANUSIA
Jika terdapat sesuatu yang sangat indah dan mempesona, maka pastilah
ada yang membuatnya. Sebagai contoh, ketika kita melihat sebuah rumah
yang sangat bagus dan indah. Tentulah rumah tersebut ada yang
membangunnya. Karena tidak mungkin, rumah itu ada dan berdiri sendiri
dengan kebetulan, tanpa ada yang menciptakannya. Demikian juga dengan
alam yang sangat indah ini, dengan berbagai siklus alamnya yang demikian
sempurna. Ada sinar matahari yang tidak membakar kulit, ada oksigen yang
kadar dan komposisinya sangat sesuai dengan manusia, ada air yang
merupakan sumber kehidupan, ada pepohonan, ada hewan, ada bakteri dan
demikian seterusnya. Sesungguhnya hal seperti itu merupakan tanda-tanda
yang jelas mengenai Allah SWT. Bila ciptaan-Nya saja begitu indah dan
sempurna, maka apatah lagi dengan Penciptanya.? Mengenai hal ini, Allah
berfirman (QS. 3 : 190):

ِ ‫ت ألُولِي األَ ْلبَا‬


‫ب‬ ِ َ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ٍ ‫ار آليَا‬ ِ ْ‫ت َواألَر‬
ْ ‫ض َو‬
ِ َ‫اختِال‬ ِ ‫إِ َّن فِي خَ ْل‬
ِ ‫ق ال َّس َم َوا‬

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal.”

Kita dapat membayangkan, sekiranya dunia ini tidak diselimuti oleh


atmosfer, atau tiada pepohonan yang mengeluarkan oksigen, atau tiada
penawar kotoran seperti lautan, atau hal-hal lain yang menyeimbangkan
siklus perputaran kehidupan di dunia? Barangkali kita semua saat ini sudah
punah. Belum lagi jika kita menengok ke angkasa raya, di mana seluruh
planet berserta gugusan bintang-bintang, semua berjalan sesuai dengan
‘jalurnya’ masing-masing. Sehingga tiada yang saling bertabrakan satu
dengan yang lainnya. Lagi-lagi sebuah pertanyaan muncul, siapakan yang
dapat mengatur segalanya dengan sangat teliti, sempurna dan tiada cacat?
(Biarkanlah relung hati kita yang paling dalam untuk menjawabnya sendiri..)

16
 Relasi antara Tuhan, alam dan manusia

1.     Tuhan dan manusia


Relasi yang kompleks secara konseptual dapat dianalisis berdasarkan
empat bentuk utama relasi antara Tuhan dan manusia, antara lain:
a.    Relasi ontologis yaitu antara Tuhan sebagai sumber eksistensi
manusia yang utama dan manusia sebagai representasi dunia wujud
eksistensi nya berasal dari Tuhan atau dengan kata lain hubungan
Pencipra dengan makhluk.
b.     Relasi komunikatif yaitu Tuhan dan manusia dibawa ke dalam
korelasi yang sangat dekat satu sama lain dan melalui komunikasi
timbal balik.
c.    Relasi Tuan-hamba, relasi ini melibatkan Tuhan sebagai di pihak
Tuhan sebagai Tuan (Rabb), semua konsep yang berhubungan
dengan keagunganNya, sedangkan manusia sebagai hamba yang
patuh.
d.        Relasi etik, relasi ini didasarkan pada perbedaan dasar antara dua
aspek yang berbeda yang dapat dibedakan dengan konsep tentang
Tuhan itu sendiri dan manusia sendiri.
2.        Manusia dan alam
Pada kenyataannya saat ini manusia sudah tidak lagi
memperhatikan keseimbangan alam dalam pengeksploitasiannya. Saat
ini manusia sudah dikuasai nafsu untuk meraup keuntungan sebanyak-
banyaknya sehingga dalam memanfaatkan alam tak lagi memperdulikan
dampak buruk terhadap keimbangan ekosistem alam di bumi ini. Hutan-
hutan yang dulu lebat kini sudah gundul karena pohonnya habis
ditebangi untuk berbagai macam keperluan industri. Ditambah lagi
mayoritas kegiatan penebangan pohon tidak diikuti dengan kegiatan
menanam pohon dengan persentase minimal setara dengan banyak
pohon yang ditebang. Hal ini sungguh berakibat fatal, karena dengan
demikian fungsi hutan sebagai penahan air, penyaring udara dan habitat
bagi berbagai macam ekosistem flora dan fauna bisa musnah. Bila hal
itu terjadi, maka jelaslah hanya dampak buruk yang akan kita terima

17
sebagai konsekuensinya. Contohnya saja banjir bandang, tanah longsor
dan yang paling parah ialah pemanasan global yang sekarang sedang
terjadi. Dan ketika musibah itu terjadi, maka kita secara refleks akan
berdo’a kepada Allah dengan hati yang ikhlas dan semata-mata karena
Allah karena berharap kita segera diselamatkan dari musibah itu.
Padahal hakekatnya manusia ini diciptakan oleh Allah ialah untuk
menjadi khalifah di muka bumi ini. Hal tersebut dijelaskan Allah SWT
dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya, ”Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Kita sebagai manusia benar-benar wajib untuk bersyukur karena
kita sebagai manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah sama
seperti tumbuhan, malaikat, hewan ataupun setan namun ternyata kita
diberi suatu tanggung jawab yang istimewa. Apakah itu , Yaitu Allah
SWT mempercayakan bumiNya ini untuk diurus oleh kita manusia.
Padahal sebelum Allah memberikan amanah mulia ini pada manusia,
Allah telah terlebih dahulu menawarkannya pada para malaikat dan
malaikat menyatakan tidak sanggup, lalu Allah juga menawarkannya
kepada gunung namun gunung juga menyatakan tidak sanggup, begitu
pula ketika ditawarkan kepada golongan jin serta makhluk ciptaan Allah
yang lain, semuanya menyatakan tidak sanggup. Kemudian Allah
mempercayakan amanah yang sungguh luar biasa berat ini kepada
golongan manusia, lalu mengapa kita tidak bersyukur , Maka dari itu
mari kita lihat kembali siapa diri kita sebenarnya. Amanah yang
dibebankan oleh Allah di pundak manusia sungguh sangatlah berat.
Apabila kita telah menyadari tanggung jawab itu, maka kita akan selalu
bersyukur dan akan menjalankan fungsi dan tugas kita sebagai khalifah
di muka bumi ini dengan baik. Yaitu kita akan benar-benar menjadi

18
pemimpin di bumi ini dan menjaga alam ini. Kita tidak akan merusak
hutan, mencemari laut dan tidak akan membuat polusi karena kita sadar
bahwa bumi ini adalah titipan Allah SWT kepada manusia. Kita juga
akan menjadikan bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal menuju
kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, dengan cara menjaga
kelestarian alam ini dan kita akan selalu berusaha sebisa mungkin agar
peringatan Allah pada surat Ar-Ruum ayat 41 yang artinya, “Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”, menjadi cambuk yang keras agar kita selalu istiqomah dalam
bertauhid kepada Allah dan menjaga kelestarian alam ciptaan Allah
yang Maha Mulia ini.

19
E. IMAN,SYARI’AT,DAN ISLAM

1. Pengertian Iman
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu Iman secara
bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah
syar'i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan
dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan
berkurang dengan maksiat". 

Keenam Rukun Iman tersebut adalah:


a.    Beriman kepada Allah Swt
b.    Beriman kepada Malaikat
c.    Beriman kepada Kitab-kitab
d.   Beriman kepada para Rasul
e.    Beriman kepada Hari Akhirat
f.  Beriman kepada Qada dan Qadar Ketentuan Allah     
2. Pengertian Islam
Kata Islam berasal dari Bahasa Arab,secara etimologi mengandung
makna : Sejahtera, tidak cacat, selamat. Juga mengandung arti :
kedamaian, kepatuhan, dan penyerahan diri. Islam adalah jalan
keselamatan dan mengikhlaskan ketundukan kepada Allah dalam
kemurnian tauhid “Laa ila ha ilallah” secara istilah Islam adalah agama
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW kepada umatnya.
Rukun Islam ada 5 yaitu :
a.         Syahadat
b.         Shalat
c.         Zakat
d.         Puasa
e.         Haji

3. Pengertian Ihsan

Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi’il) yaitu :

20
( Perbuatan baik ).
Menurut istilah ada beberapa pendapat para ulama,yaitu:
a. Muhammad Amin al-Kurdi, ihsan ialah selalu dalam keadaan diawasi oleh
Allah dalam segala ibadah yang terkandung di dalam iman dan islam
sehingga seluruh ibadah seorang hamba benar-benar ikhlas karena Allah.1[7]
b.    Menurut Imam Nawawi Ihsan adalah ikhlas dalam beribadah dan seorang
hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh khusuk, khuduk dan
sebagainya.
 Perbedaan Antara Iman, Islam, dan Ihsan
Disamping adanya hubungan diantara ketiganya, juga terdapat
perbedaan diantaranya sekaligus merupakan identitas masing-masing. Iman
lebih menekankan pada segi keyakinan dalam hati. Islam merupakan sikap
untuk berbuat dan beramal.Sedangkan Ihsan merupakan pernyataan dalam
bentuk tindakan nyata. Dengan ihsan, seseorang bisa diukur tipis atau tebal
iman dan islamnya.
Iman dan islam bila disebutkan secara bersamaan, maka yang
dimaksud dengan Islam adalah amal perbuatan yang nampak, yaitu rukun
Islam yang lima, dan pengertian iman adalah amal perbuatan yang tidak
nampak, yaitu rukun iman yang enam. Dan bila hanya salah satunya (yang
disebutkan) maka maksudnya adalah makna dan hukum keduanya.
Ruang lingkup ihsan lebih umum daripada iman, dan iman lebih umum
daripada Islam. Ihsan lebih umum dari sisi maknanya; karena ia mengandung
makna iman. Seorang hamba tidak akan bisa menuju martabat ihsan kecuali
apabila ia telah merealisasikan iman dan ihsan lebih spesifik dari sisi
pelakunya; karena ahli ihsan adalah segolongan ahli iman. Maka, setiap
muhsin adalah mukmin dan tidak setiap mukmin adalah muhsin. adalah
mukmin.

21
F.  HUBUNGAN IMAN,SYARI’AT ISLAM,DAN IHSAN

Iman, Islam dan Ihsan satu sama lainya memiliki hubungan karena
merupakan unsur-unsur agama (Ad-Din).

Iman,Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam.
Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara Ihsan, sebagai upaya
pendekatan diri kepada Allah.
Selain itu Iman, Islam, dan Ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara
ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan
erat. Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling
mengait. Jadi manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan
antara iman, islam dan ihsan.2[9]
Didalam al-qur’an juga disebutkan bahwa Iman, Islam, dan Ihsan memiliki
keterkaitan,yaitu dalam QS Al-Maidah ayat 3 dan QS Ali-Imron ayat 19 yang
berbunyi :
QS Al-Maidah ayat 3  :
“ Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kaliam agama kalian dan
Aku telah menyempurnakan nikmat kepada kalian dan Aku telah meridhai Islam
adalah agama yang benar bagi kalian”.

QS Ali-Imron ayat 19 :
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam”.

Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata addin
yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, Iman, Islam, dan Ihsan.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan yang
membuat seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah

22
dengan menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh
syariat Islam.

G. IMPLEMENTASI IMAN,SYARI’AT, DAN IKHSAN DALAM


KEHIDUPAN MODERN
  Senantiasa berusaha untuk mentaati Allah SWT, baik melaksanakan perintah
maupun menjauhi larangan-Nya.
  Bersikap hati-hati dalam hidup ini, berusaha tidak melanggar hukum Allah
SWT. sebagaimana malaikat tidak maksiat kepada-Nya.
  Berusaha menjaga kesucian kitab suci dan membelanya apabila ada pihak lain
yang meremehkan.  Bersikap tawadu kepada Allah SWT. dan mengagungkan-
Nya, misalnya membaca tasbih, tahmid, dan takbir.3

23
H. PENUTUP

 Kesimpulan

Berdasarkan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa konsep


Ketuhanan dapat diartikan sebagai kecintaan, pemujaan atau sesuatu yang
dianggap penting oleh manusia terhadap sesuatu hal (baik abstrak maupun
konkret). Filsafat Ketuhanan dalam Islam merupakan aspek ajaran yang
fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Tuhan (ilah)
ialah sesuatu yang dipentingkan (dianggap penting) oleh manusia sedemikian
rupa, sehingga manusia merelakan dirinya dikuasai oleh-Nya. Dalam ajaran
Islam diajarkan kalimat ―la illaha illa Allah‖. Susunan kalimat tersebut
dimulai dengan peniadaan. Yaitu ―tidak ada Tuhan‖, kemudian baru diikuti
dengan penegasan ―melainkan Allah‖. Hal ini berarti bahwa seorang muslim
harus membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga
yang ada dalam hatinya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah.

 Saran

Sebagai pemula di bangku perkuliahan, kami menyadari bahwa makalah


ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan
bermanfaat bagi kami untuk lebih memperbaiki atau memperdalam kajian
ini.

24

Anda mungkin juga menyukai