Anda di halaman 1dari 12

Fermentasi adalah metode pengawetan bahan pangan yang paling kuno.

Menurut
Tjahjadi, C. dan Marta, H (2011), definisi modern untuk fermentasi saat ini adalah
:
Proses disimilasi anaerobik senyawa-senyawa organik oleh aktivitas
mikroorganisme atau ekstrak dari sel-sel tersebut antara lain fermentasi alkohol
dan fermentasi asam laktat.
Reaksi oksidasi-reduksi di dalam sistem biologi yang menghasilkan energi,
dengan senyawa-senyawa oragnik berperan sebagai donor dan akseptor elektron.
Menurut Tjahjadi, C. dan Marta, H (2011), fermentasi memiliki berbagai manfaat
pada makanan, yaitu :
Pengawet makanan zat-zat metabolit yang dihasilkan seperti asam laktat, asam
asetat, etanol dan sebagainya yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pembusuk.
Penganekaragaman pangan.
Menginhibisi pertumbuhan mikroorganisme patogen.
Meningkatkan nilai gizi makanan.
Menurut Tjahjadi, C. dan Marta, H (2011), prinsip pengawetan dari metode
fermentasi didasarkan pada :
Menggiatkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme penghasil alkohol
dan asam organik.
Menekan/mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme proteolitik dan lipolitik
oleh alkohol atau asam organik yang dihasilkan dan bila populasinya sudah tinggi
melaui persaingan akan zat gizi yang terdapat pada substrat.
Menurut Tjahjadi, C., dkk (2011), berdasarkan sumber mikroorganisme yang
digunakan, fermentasi pangan dibedakan atas :
Fermentasi spontan, yaitu tanpa penambahan starter/inokulum.
Fermentasi tidak spontan, yaitu dengan penambahan starter/inokulum.
Menurut Buckle, K. A., dkk (1985), fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme
tipe anaerobik. Untuk hidup semua organism membutuhkan sumber energi-energi
diperoleh dari metabolism bahan pangan dimana organisme berada didalamnya.
Bahan baku energi paling banyak digunakan di antara mikroorganisme adalah
glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan
menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energy (ATP) yang
digunakan untuk tumbuh. Ini adalah metabolisme tipe aerobik. Akan tetapi
beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan baku energinya hanya sebagian
yang dipecah. Pertumbuhan yang terjadi tanpa adanya oksigen sering dikenal
sebagai fermentasi.
Praktikum ini akan dilakukan fermentasi spontan dan tidak spontan. Pada
fermentasi spontan dilakukan percobaan dengan membuat sauerkraut (kubis asin).
Pada fermentasi tersebut tidak ditambahkan starter/inokulum karena bakteri asam
laktat sudah ada pada daun sawi hijau dan daun kol. Sedangkan pada proses
fermentasi spontan dilakukan percobaan membuat tempe dan tape. Pada
fermentasi spontan selalu ditambahkan starter/inokulum. Jumlah dan aktivitas
starter sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi dan produk yang
dihasilkan.
5.1 Pembuatan Sauerkraut (Kubis Asin)
Kubis sebagai suatu komoditi dapat diawetkan dalam keadaan alami untuk waktu
yang pendek (tiga atau empat bulan) atau dapat dilakukan dengan fermentasi
bakterial yang dikendalikan dengan garam. Selama fermentasi, asam yang
terbentuk bertindak sebagai suatu pengawet selain untuk mengembangkan suatu
cita rasa yang dikehendaki. Sauerkraut adalah perkataan Jerman yang menyatakan
rajangan kubis bergaram yang difermentasi di Eropa Barat (Desrosier, N. W.,
1969).
Praktikum kali ini pembuatan sauerkraut harus dilakukan sesuai prosedur.
Prosedur pembuatan suauerkraut adalah:
Kubis disimpan 1-2 hari di udara terbuka agar layu, sehingga waktu diiris-iris
kubis tidak hancur.
Kubis ditimbang, bagian daun paling luar dibuang, lalu dipotong menjadi 4
bagian. Empulurnya dipotong dan dibuang, lalu diiris setebal 1-2 mm. Berat kubis
yang sudah diiris ditimbang lagi.
Irisan kubis dimasukkan ke dalam wadah, lalu ditambahkan garam 2,5% dari berat
kubis untuk tiap kg kubis iris. Diaduk hingga rata dan dibiarkan 3-5 menit.
Dimasukkan ke dalam stoples dan pengisisan harus padat. Bila diinginkan boleh
ditaburkan sedikit merica butiran dalam campuran ini.
Ditutupi dengan lembaran plastik diatasnya, lalu diletakkan pemberat di atasnya
(kantong plastik berisi air). Maksudnya untuk mengurangi udara dalam irisan
kubis. Disimpan dalam lemari atau ruangan gelap.
Setelah 2-3 hari, diamati apakah terbentuk cairan atau tidak. Bila selama
fermentasi cairan tidak menutupi kubis, tambahkan larutan garam pada kubis
hingga kubis terendam. Sauerkraut sudah jadi apabila warnanya berubah menjadi
putih kekuningan merata, tembus cahaya, dan bebas dari bintik-bintik putih.
Hasil pengamatan sauerkraut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Pembuatan Sauerkraut (Kubis Asin) Dengan Penambahan Merica

Hari ke- Berat Garam Suhu Lama Tekstur Cita Warna


(gram) ruang fermentasi rasa
(gram)

Sebelum 122 3,675 25°- 2 minggu Keras + Agak Putih


30°C + pahit kehijauan

Sesudah 108 – –   Berair Asin Putih


iris kehijauan

2-3 hari – – –   Layu + Asin Pucat +

5 hari – – –   Layu + Asin Pucat +

7 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

9 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

11 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

13 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

 
 
 
 
 
 
Tabel 2. Pembuatan Sauerkraut (Kubis Asin) Tanpa  Penambahan Merica
Hari ke- Berat Garam Suhu Lama Tekstur Cita Warna
(gram) ruang fermentasi rasa
(gram)

Sebelum 122 1,6 25°- 2 minggu Keras + Agak Putih


30°C + pahit kehijauan

Sesudah 46 – –   Berair Asin Putih


iris kehijauan

2-3 hari – – –   Layu + Asin Pucat +

5 hari – – –   Layu + Asin Pucat +

7 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

9 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

11 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

13 hari – – –   Layu + Asin Pucat ++


+

 
Pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan mikroorganisme sebagai
starter/inokulum atau ragi, karena  bakteri asam laktat sudah ada pada kubis.
Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat (leuconostoc mesentroides,
Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis) dapat dirangsang secara
selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses fermentasi
berlangsung. Garam menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, tetap bakteri
yang dikehendaki masih dapat tumbuh pada kondisi tersebut. Selain itu garam
juga menyebabkan cairan yang terdapat dalam sel-sel sayuran tertarik keluar
melalui proses osmosis. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan
bagi bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam
laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet kubis asin. Kubis asin yang busuk
disebabkan oleh penyimpanan pada suhu ruang yang kurang dari 300C. Pada suhu
di bawah 300C pertumbuhan bakteri asam laktat berlangsung lambat sehingga
tidak cukup banyak asam yang dihasilkan untuk dijadikan sebagai pengawet pada
kubis asin (Tjahjadi, C., dkk, 2011).
Selama proses fermentasi, setelah beberapa hari terdapat kubis yang belum
terendam larutan garam. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan khamir dan
kapang pada permukaan yang menimbulkan flavor yang tidak diinginkan yang
dapat masuk ke dalam seluruh sauerkraut menghasilkan produk yang lunak dan
berwarna gelap (Buckle, K. A., dkk, 1985).
Ketika diamati, selama proses fermentasi tampak tumbuh selaput putih
mycoderma di atas larutan garam. Selaput ini harus dibuang secara hati-hati
karena mikroorganisme tersebut menggunakan asam yang dihasilkan dalam
proses fermentasi untuk keperluanyya sendiri, dan akibatnya mkroorganisme
pembusuk tumbuh.
Penambahan larutan garam dilakukan pada kubis yang belum terendam oleh
cairan yang tertarik keluar dari sel-sel kubis melalui proses osmosis. Setelah
sauerkraut jadi, bila ingin dikonsumsi sauerkraut harus di pasteurisasi terlebih
dahulu (Tjahjadi, C., dkk, 2011).
Penambahan merica pada fermentasi kubis asin berfungsi sebagai zat antimikroba.
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh
mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
(microbiostatic). dalam industri pangan zat antimikroba digunakan dalam teknik
pengawetan makanan. Hal ini dikarenakan makanan dan minuman mengalami
kerusakan karena aktivitas mikroorganisme. aktivitas mikroorganisme ini selain
menyebabkan kerusakan juga dapat menghasilkan toksin yang mengakibatkan
keracunan (Anonim, 2010).
Merica mempunyai kemampuan menghambat terhadap jamur dan bakteri.
Antimikroba yang berperan pada merica yaitu jenis capcaisin. Capcaisin
merupakan komponen aktif dominan yang berperan terhadap aktivitas
antimikroba merica. Merica juga terbukti efektif dapat melawan penyakit kolera.
Dosis atau konsentrasi yang diperlukan untuk menghambat mikroorganisme yaitu
sebesar 125µg/ml. (Anonim, 2010).
Adapun struktur kimia dari capcaisin adalah sebagai berikut:
 
 
5.2 Pembuatan Tempe
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi kapang dengan bahan dasar kacang
kedelai. Jenis makanan ini sangat popular di Indonesia, terutama sebagai makanan
sumber protein pengganti daging. Nilai gizi tempe dan nilai cerna yang tinggi,
bahkan diketahui mengandung senyawa anti-mikroorganisme tertentu. Selain itu
tempe mudah dicerna dibandingkan dengan bahan dasarnya kacang kedelai. Jenis
kapang yang aktif dalam fermentasi tempe adalah Rhizopus oryzae dan Rhizhopus
oligosporus.
Praktikum kali ini pembuatan tempe harus dilakukan sesuai prosedur. Prosedur
pembuatan tempe adalah sebagai berikut:
Kacang kedelai dipilh yang utuh dan bebas dari benda-benda asing. Kemudian
dicuci sampai bersih.
Kacang kedelai direbus selama 30 menit setelah air mendidih. Dibiarkan dalam air
perebusannya semalaman atau sekitar 16-18 jam. Bila kacang kedelai tidak
terendam seluruhnya ditambahkan air.
Kulit kacang kedelai dikupas dengan cara digesek dengan tangan, dibuang kulit
arinya, dan dicuci berkali-kali.
Kacang kedelai dikukus selama 30 menit, kemudian ditiriskan dan dipindahkan ke
dalam tampah, lalu dibiarkan dingin hingga mencapai suhu kamar.
Ditambahkan laru tempe sebanyak 1 kg/kg kacang kedelai matang (untuk laru
murni) atau 10 gr tepung laru tempe per kg kacang kedelai matang. Diaduk-aduk
sampai tercampur rata.
Dibungkus dengan daun pisang dan plastik yang telah ditusuk jarum, kemudian
disimpan selama 1-2 hari dalam lemari dan ditutupi dengan karung goni agar
hangat dan dibiarkan hingga seluruh permukaan kacang kedelai tertutup miselium
kapang.
Hasil pengamatan pembuatan tempe dapat dilihat pada Tabel 3.
 
 
Tabel 3. Pengamatan Tempe

TEMPE Sebelum Kuning (+) Khas kacang Keras (+


dikukus kedelai agak +)
(2A)
berbau
gosong
Sesudah Kuning (+ Menyengat Keras (+)
dukukus +)

Sesudah 3 Kuning ada Beraroma Agak


hari sedikit tempe lunak
putih dan
hitam

TEMPE Sebelum Kuning Khas kedelai ++


dikukus kecoklatan (menyengat)
(4A)

Sesudah Kuning Lebih +


dukukus menyengat

Sesudah 3 putih Khas tempe +++


hari

 
Pembuatan tempe termasuk fermentasi tidak spontan. Pada fermentasi tidak
spontan selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai inokulum/starter/ragi.
Jumlah dan aktivitas starter sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi tempe.
Dalam pembuatan tempe kapang Rhizopus oryzae dan Rhizhopus
oligosporus sebagiknya digunakan keduanya, karena berdasarkan atas tingkat
kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat dibedakan atas: inokulum murni
tunggal, inokulum campuran, dan inokulum murni campuran. Adapun
perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba yang terdapat dan
berperan dalam laru tersebut. Sementara itu Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligosporus termasuk ke dalam inokulum murni campuran, oleh karena itu
keduanya harus dicampur dalam pengunaannya agar mendapatkan hasil yang
maksimal (Tjahjadi, C. dan Marta, H., 2011).
Spora kapang Rhizhopus oligosporus tumbuh pada kedelai dan membentuk
benang-benang (miselium) yang mengikat biji-biji kedelai satu dengan lain
sehingga didapatkan massa yang kompak.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang
disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Beberapa sifat penting
dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya,
kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin-vitamin B,
kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora,
dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.
Proses pengupasan kulit ari dapat dilakukan sebelum atau sesudah perendaman.
Pengupasan kulit ari perlu dilakukan karena dalam kulit ari tersebut mengandung
senyawa anti jamur. Bentuk senyawa ini tidak disebutkan tetapi bersifat larut
dalam air perendaman dan pemasakan, sehingga bila kedelai dikupas sebelum
direbus maka kapang akan menghasilkan miselia yang baik dan menghasilkan bau
yang disukai. Pada pengupasan kulit ari diusahakan keping biji kedelai terpisah
karena penetrasi miselium kapang banyak terjadi pada permukaan yang datar
daripada permukaan lengkung kedelai.
Perendaman merupakan tahapan yang penting dalam proses pembuatan tempe.
Dalam pertumbuhan kapang tempe membutuhkan substrat yang asam atau pH
rendah kisaran 3- 6. Dan selama perendaman pH air turun dari 6,5 sampai 4,5-5,0.
Perendaman dimaksudkan untuk menginaktifkan bakteri yang tidak diinginkan.
Kedelai mengandung senyawa rafinosa dan stakiosa yang dapat menyebabkan
perut kembung. Namun selama proses perendaman beberapa bakteri mampu
merombak rafinoso dan stakiosa menjadi senyawa yang lebih sederhana, sehingga
dapat mencegah terjadinya gangguan pencernaan dan perut kembung.
Ragi tempe yang dipergunakan saat praktikum adalah Rhizopus oligosporus.
Dalam proses inokulasi dibutuhkan tingkat kebersihan yang tinggi, karena pada
tahap ini rentan sekali terjadi kontaminasi.
Setelah kedelai diinokulasi kemudian dikemas untuk mengkondisikan sedikit
oksigen sesuai kebutuhan kapang. Syarat kemasan tempe antara lain: dapat
memberikan cukup oksigen yang dibutuhkan kapang, dan dapat memungkinkan
pengeluaran uap air, sehingga air tidak menempel pada kedelai yang dapat
mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan. Pemeraman atau fermentasi
dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi ragi. Semakin tinggi suhu fermentasi
semakin cepat pertumbuhan kapang namun apabila suhu fermentasi mencapai
lebih dari 40oC akan menghambat pertumbuhan kapang. Kemasan yang
dipergunakan ada 2 macam, yaitu plastik dan daun pisang.
Kegagalan dalam pembuatab tempe dapat disebabkan pemberian inokulum yang
tidak dilakukan secara aseptis sehingga terjadi kontaminasi dengan
mikroorganisme lain. Pemberian inokulum pada kedelai harus dilakukan sampai
inokulum tersebar merata pada kedelai (Tjahjadi, C. dan Marta, H., 2011).
 
5.3 Pembuata Tape
            Tape adalah jenis makanan  hasil fermentasi alcohol dari bahan makanan
sumber pati seperti beras, singkong, dan lain-lain dengan bantuan ragi. Ragi yang
digunakan umumnya terdiri dari Mucor chlamidosporus, Endomycopsis
fibuligera, dan Saccharomyces cerevisiae.
            Praktikum kali ini pembuatan tape harus dilakukan sesuai prosedur.
Prosedur pembuatan tape adalah sebagai berikut:
Beras ketan dicuci hingga bersih, kemudian direndam selama 45 menit supaya
beras ketannya lebih mekar.
Beras ketan dikukus selama 10 menit, kemudian dicuci kembali dengan air bersih.
Beras ketan dikukud hingga setengah matang, kemudian didinginkan di atas
tampah yang bersih.
Ditaburi dengan ragi tape sampai benar-benar merata. Jumlah ragi yang dipakai
1% (10 kg/kg beras ketan).
Beras ketan dimasukkan ke dalam stoples bersih, kemudian ditutup rapat.
Disimpan selama 2 hari di tempat yang gelap.
Hasil pengamatan fermentasi tape dapat dilihat pada Tabel 4.
 
 
 
 
 
Tabel 4. Pengamatan Fermentasi Tape

  Warna Aroma Kekerasan

TAPE Sebelum Putih gading Khas beras +++


dikukus
(1A)
 
Sesudah Putih keruh Khas beras ++
dukukus matang

Sesudah 3 Putih Khas tape Lunak,


hari kekuningan berair (+)

TAPE Sebelum Putih gading Khas beras +++


dikukus
(3A) Sesudah Lebih cerah Khas beras ++
dukukus ketan

Sesudah 3 Putih Khas tape +


hari kekuningan

TAPE Sebelum Putih susu Khas beras Keras (++


dikukus +), mudah
(5A)
hancur

Sesudah Agak Khas beras Keras (++


dukukus kecoklatan +), mudah
(++) hancur

Sesudah 3 Agak Khas tape Lunak (+


hari kecoklatan (aroma +), sangat
(+++) alkohol) mudah
hancur

 
Praktikum kali ini fermentasi tape menggunakan ragi Saccharomyces
cerevisiae dan menggunakan beras ketan. Cita rasa tape yang manis dan sedikit
asam dibentuk melalui serangkaian proses. Mula-mula Saccharomyces
cerevisiae memecah pati menjadi dekstrin dan senyawa gula sederhana.
Selanjutnya glukosa dan fruktosa dihidrolisis menjadi alkohol. Pada fermentasi
lebih lanjut, alkohol membentuk ester yang merupakan komponen pembentuk cita
rasa tape (Tjahjadi, C., dkk, 2011).
 
VI.       KESIMPULAN
 
Kesimpulan dari praktikum pengawetan dengan fermentasi kali ini adalah sebagai
berikut:
Pembuatan sauerkraut tidak perlu ditambahkan mikroorganisme sebagai
starter/inokulum atau ragi, karena  bakteri asam laktat sudah ada pada kubis.
Penambahan merica pada fermentasi kubis asin berfungsi sebagai zat antimikroba.
Pada fermentasi tidak spontan selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai
inokulum/starter/ragi.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang
disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase.
Cita rasa tape yang manis dan sedikit asam dibentuk oleh Saccharomyces
cerevisiae memecah pati menjadi dekstrin dan senyawa gula sederhana.
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Anonim. 2010. Anti Mikroba Alami Pada Rempah-Rempah. Available
at http://mikahnamkul.blogspot.com/2010/06/anti-mikroba-alami-pada-rempah-
rempah.html (diakses tanggal 16 Mei 2011 pukul 20:23 WIB)
 
Buckle, K. A., dkk. 1985. Ilmu Pangan. Penerjemah : Hari Purnomo dan Afiono.
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
 
Desrosier, N. W. 1969. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: Muchji
Mulijohardjo. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), Jakarta.
 
Tjahjadi, C. dan Marta, H. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
 
Tjahjadi, C., dkk. 2011. Bahan Pangan dan Dasar-dasar Pengolahan. Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
 
 
JAWABAN PERTANYAAN
 
Apa sebabnya pada pembuatan sayur asin tidak ditambahkan inokulum/ragi?
Karena pada daun sawi hijau sudah ada bakteri asam laktat (Lueconostoc
mesentroides, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis) yang dapat
dirangsang secara selektif dengan adanya penambahan garam sebelum proses
fermentasi berlangsung.
 
Mengapa selama fermentasi selaput/busa di permukaan harus dibuang?
Karena selaput tersebut merupakan kapang Mycoderma yang menggunakan asam
hasil proses fermentasi untuk keperluannya sendiri dan akibatnya mikroorganisme
pembusuk tumbuh.
 
Apa yang dimaksud dengan starter?
Starter adalah bakteri/mikroorganisme awal yang berfungsi untuk menjalankan
proses fermentasi.
 
Mengapa dalam pembuatan tempe, kapang Rhizopus oryzae dan Rhizopus
oligospurus sebaiknya digunakan keduanya?
Karena berdasarkan atas tingkat kemurniannya, inokulum atau laru tempe dapat
dibedakan atas: inokulum murni tunggal, inokulum campuran, dan inokulum
murni campuran. Adapun perbedaannya adalah pada jenis dan banyaknya mikroba
yang terdapat dan berperan dalam laru tersebut. Sementara itu Rhizopus
oryzae dan Rhizopus oligosporus termasuk ke dalam murni campuran,oleh karena
itu keduanya harus dicampur agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Anda mungkin juga menyukai