Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A.    MASALAH UTAMA


Gangguan persepsi sensori : halusinasi

B.     PROSES TERJADINYA MASALAH


1.   Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari
luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka
penulis  mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera
terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
2.   Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a.    Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien
mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b.   Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c.    Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah,
urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke,
tumor, kejang dan dementia.
d.   Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e.    Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f.    Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau
arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g.   Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3.   Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a.    Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah dan takut
serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di
sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik.
b.   Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-
tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c.    Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor,
tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d.   Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.
4.   Tanda dan Gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah
atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar
atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat,
1999) :
a.    Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1)      Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2)      Menggerakkan bibir tanpa bicara
3)      Gerakan mata cepat
4)      Bicara lambat
5)      Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b.   Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1)      Cemas
2)      Konsentrasi menurun
3)      Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c.    Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1)      Cenderung mengikuti halusinasi
2)      Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3)      Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4)      Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d.   Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1)      Pasien mengikuti halusinasi
2)      Tidak mampu mengendalikan diri
3)      Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4)      Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
5.   Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.    Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)      Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
2)      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)      Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.   Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.    Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
6.   Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.    Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.   Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.       Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
7.   Penyebab        
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik, sterss berat yang
mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut
Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan
Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari interaksi dan
berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku (Carpentino, L.J 1998) :
Data subjektif :
a.    Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b.   Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c.    Mengungkapkan perasaan tak berguna
Data objektif :
a.    Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b.   Tidak komunikatif
c.    Kontak mata buruk
d.   Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e.    Kurang aktivitas
f.    Wajah tampak murung dan sedih
g.   Kegagalan berinteraksi dengan orang lain
8.   Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana
seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang
lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a.    Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b.   Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a.    Wajah tegang, merah
b.   Mondar-mandir
c.    Mata melotot rahang mengatup
d.   Tangan mengepal
e.    Keluar keringat banyak
f.    Mata merah
9.   Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a.    Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi,
sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi
knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien.
Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong
pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding,
majalah dan permainan
b.   Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang
di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati
agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c.    Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang
merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.
Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d.   Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain
atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata
dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
e.    Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan
pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien
di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada
orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien
jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan
ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

C.    MASALAH DAN DATA YANG PERLU DIKAJI


Masalah
No Data Subyektif Data Obyektif
Keperawatan
1. Masalah utama : Klien mengatakan melihat Tampak bicara dan ketawa
gangguan persepsi atau mendengar sesuatu. sendiri.
sensori halusinasi Klien tidak mampu Mulut seperti bicara tapi
mengenal tempat, waktu, tidak keluar suara.
orang. Berhenti bicara seolah
mendengar atau melihat
sesuatu. Gerakan mata
yang cepat.

Klien mengatakan merasa Tidak tahan terhadap


2. Isolasi sosial : menarik kesepian. kontak yang lama.
diri Klien mengatakan tidak Tidak konsentrasi dan
dapat berhubungan sosial. pikiran mudah beralih saat
Klien mengatakan tidak bicara.
berguna. Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung,
sedih.
Tampak larut dalam
pikiran dan ingatannya
sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

Klien mengungkapkan Wajah klien tampak


takut. tegang, merah.
3. Resiko mencederai diri Klien mengungkapkan apa Mata merah dan melotot.
sendiri dan orang lain yang dilihat dan didengar Rahang mengatup.
mengancam dan Tangan mengepal.
membuatnya takut. Mondar mandir.
D.    POHON MASALAH

Resiko mencederai diri sendiri,

                                          Orang lain dan lingkungan                             Akibat

           Core

      Problem                                           

 
                            Gangguan persepsi sensori: Halusinasi                                    
 

Isolasi sosial menarik diri


Cause
Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 2006)

E.     DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1.      Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2.      Isolasi sosial: Menarik Diri
3.      Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

F.     FOKUS INTERVENSI


Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana tindakan dari diagnosa
utama : resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
adalah sebagai berikut :
1.      Tujuan umum
Klien tidak mencederai diri sendiri dan orang lain.
2.      Tujuan khusus
a.    TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1)   Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,
mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau
mengutarakan masalah yang dihadapi.
2)   Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan :
a)   Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b)   Perkenalkan diri dengan sopan.
c)   Tanyakan  nama  lengkap  klien  dan  nama  panggilan  yang  disukai klien.
d)  Jelaskan tujuan pertemuan.
e)   Jujur dan menepati janji.
f)    Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g)   Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar  hubungan interaksi selanjutnya.
b.   TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi
1)   Kriteria evaluasi :
a)   Klien   dapat   menyebutkan  waktu,  isi    dan   frekuensi timbulnya halusinasi.
b)   Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.
2)   Intervensi
a)   Adakan sering dan singkat secara bertahap.

Rasional :
Kontak sering dan singkat selain upaya membina hubungan saling percaya juga dapat
memutuskan halusinasinya.
b)   Observasi  tingkah  laku  klien  terkait  dengan halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,
memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada teman bicara.
Rasional:
Mengenal perilaku pada saat halusinasi timbul memudahkan perawat dalam melakukan
intervensi.
c)   Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :
a.a   Jika menemukan klien yang sedang halusinasi tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
a.b   Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang dikatakan.
a.c   Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa menuduh/menghakimi).
a.d  Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain yang sama seperti dia.
a.e   Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
Rasional :
Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindari faktor timbulnya halusinasi.
d)  Diskusikan dengan klien tentang :
a.a   Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi.
a.b   Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri,
jengkel, sedih)
Rasional :
Dengan mengetahui waktu, isi dan frekuensi munculnya halusinasi mempermudah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan perawat.
e)   Diskusikan dengan klien apa yang  dirasakan  jika  terjadi  halusinasi (marah, takut, sedih,
tenang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi pengaruh halusinasi pada klien.
c.    TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
1)   Kriteria evaluasi :
a)   Klien   dapat   menyebutkan  tindakan   yang   biasanya     dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya.
b)   Klien dapat menyebutkan cara baru.
c)   Klien  dapat  memilih  cara  mengatasi  halusinasi  seperti  yang telah didiskusikan dengan klien.
d)  Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.
e)   Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.
2)   Intervensi
a)   Identifikasi  bersama  klien  tindakan   yang   dilakukan  jika    terjadi halusinasi (tidur, marah,
menyibukkan diri sendiri dan lain-lain)
Rasional :
Upaya untuk memutus siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut.
b)   Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional :
Reinforcement dapat mneingkatkan harga diri klien.
c)   Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
a.a   Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat halusinasi muncul.
a.b   Menemui orang lain atau perawat, teman atau anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang didengar.
a.c   Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
a.d  Meminta keluarga/teman/perawat, jika tampak bicara sendiri.
Rasional:
Memberikan alternatif pilihan untuk mengontrol halusinasi.
d)  Bantu   klien   memilih   cara   dan   melatih   cara   untuk  memutus halusinasi secara bertahap,
misalnya dengan :
a.a   Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al-Qur’an.
a.b   Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.
a.c   Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat (pengajian, gotong royong).
a.d  Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika masih muda).
a.e   Mencari teman untuk ngobrol.
Rasional :
Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih salah satu cara untuk
mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien.
e)   Beri  kesempatan  untuk melakukan cara yang telah dilatih.
Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
Rasional :
Memberi kesempatan kepada klien untuk mencoba cara yang telah dipilih.
f)    Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita dan stimulasi
persepsi.
Rasional :
Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interprestasi realitas akibat halusinasi.

d.   TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol


     halusinasinya.
1)   Kriteria evaluasi
a)   Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.
b)   Keluarga  dapat  menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.
2)   Intervensi
a)   Membina  hubungan  saling  percaya  dengan   menyebutkan   nama, tujuan pertemuan dengan
sopan dan ramah.
Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk memperlancar hubungan interaksi selanjutnya.
b)   Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada keluarga. Untuk mendapatkan bantuan
keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
c)   Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung tenang :
a.a   Pengertian halusinasi
a.b   Gejala halusinasi yang dialami klien.
a.c   Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
a.d  Cara merawat anggota keluarga yang berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
a.e   Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol,
dan resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Rasional :
Untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan menambah pengetahuan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang mempunyai masalah halusinasi.
e.    TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
1)   Kriteria evaluasi
a)   Klien  dan  keluarga  dapat  menyebutkan  manfaat,  dosis  dan   efek samping obat.
b)   Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c)   Klien mendapat informasi tentang efek dan efek samping obat.
d)  Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat tanpa konsutasi.
e)   Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat.
2)   Intervensi
a)   Diskusikan  dengan  klien  dan  keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum obat.
Rasional :
Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat diharapkan klien melaksanakan program
pengobatan.
b)   Anjurkan  klien  minta  sendiri  obat  pada  perawat  dan  merasakan manfaatnya.
Rasional :
Menilai kemampuan klien dalam pengobatannya sendiri.
c)   Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang mafaat dan efek samping obat yang
dirasakan.
Rasional :
Dengan mengetahui efek samping klien akan tahu apa yang harus dilakukan setelah minum obat.
d)  Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
Rasional :
Program pengobatan dapat berjalan dengan lancar.
e)   Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar dosis, benar obat, benar waktunya,
benar caranya, benar pasiennya).
Rasional :
Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk pengobatan dapat
ditingkatkan secara bertahap. 
DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary Practice, Edisi 9th. Philadelphis:
Lippincott Raven Publisrs,.

Carpenito, L.J, 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8, Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 1997. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusuma, W.1997. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek, Edisi I. Jakarta: Profesional
Books.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I.
Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rawlins, R.P & Heacock, PE. 1998. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing, Edisi 1. Toronto: the C.V
Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Townsend, M.C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri (terjemahan),
Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai