Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH TENTANG

AKHLAK DAN TASAWUF

MATERI TENTANG IBADAH HAJI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Tersetruktur

Dosen Pengampu :Suwito

Mata Kuliah :Akhlak dan Tasawuf

Disusun Oleh :1.

Jurusan /Prodi :Tarbiyah/2PGMI A

Kelompok :10

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI

(IAIN)PURWOKERTO

2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih kami
panjatkan kehadirat Allah S.W.T. karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
makalah ini dapat hadir dihadapan pembaca. Adalah hanya dari pertolongan dan
izin Allah,

Disamping itu Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi


Muhammad S.A.W. beserta keluarganya dan para shahabatnya yang dengan
penuh kesetiaan telah mengobarkan syi’ar Islam yang manpaatnya masih terasa
hingga saat ini.

Makalah yang berada dihadapan pembaca ini membahas tentang


“AKHLAK DAN TASAWUF DALAM BERIBADAH HAJI” Dan kami
berharap, semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembacanya
dan bernilai ibadah bagi penulisnya.

Adalah sebagai konsekwensi logis bahwa bila nantinya disana-sini akan


didapati beberapa cacat, kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini, kami
selaku penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Akhirnya, dengan segala kerendahan segala bentuk saran maupun kritik


dari pihak manapun. Juga tak lupa penulis sampaikan beribu-ribu terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Paling terakhir, hanya kepada Allah penulis panjatkan rasa syukur dan
hanya kepada-Nya pula urusan penulis kembalikan.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memenuhi keperluan pembaca dan


semoga berguna sesuai tujuan untuk kepentingan Agama, Bangsa, dan Umat
Islam pada umumnya. Dan sekali lagi kami berharap supaya makalah ini dapat
bermanpaat bagi pembacanya dan amal ibadah bagi penulisnya.Amin…..Ya
Rabbal ‘Alamiin.
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Secara bahasa, haji artinya menyengaja, sedangkan secara istilah haji


adalah suatu ibadah yang dilakukan dengan sengaja, dengan cara mengunjungi
Baitullah dengan niat mengharap ridho Allah dengan melaksanakan syarat dan
rukun tertentu.

Ibadah haji adalah rukun Islam yang kelima yang difardhukan bagi setiap muslim
yang mampu sebanyak satu kali dalam seumur hidup. Oleh karena itu, ibadah Haji
bagi pribadi muslim adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan jika telah
mencapai syarat “istitha’ah”.
AKHLAK DAN TASAWUF DALAM BERIBADAH HAJI

B.Pengertian Haji

Adapun perintah haji disyariatkan sesuai dengan Firman Allah Swt:

Artinya : “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya


mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh (QS. Al Hajj /22: 27)

Artinya : “… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu


(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak
memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran /3: 97)

C.MAKNA/HAKEKAT HAJI

Ibadah haji dilakukan secara sempurna dengan melakukan beberapa


bentuk ibadah yang termasuk dalam rukun dan wajib haji, seperti thawaf, sa’i,
wukuf di Arafah, mabit di Mudzdalifah, melontar jamrah, tahallul dan lainnya
sebagai bagian dari aktivitas ibadah yang dilakukan untuk mencari keridhaan
Allah.1

Namun demikian, Ibadah haji, bukan hanya sebatas ritual saja, tetapi sarat
dengan tujuan dan makna filosofis. Rukun dan wajib haji tidak hanya merupakan
ibadah semata, tetapi mempunyai makna dan falsafah mendalam sebagai pelajaran
berharga baik bagi pelaksana ibadah haji itu sendiri maupun bagi kita yang tidak
melaksanakannya.

Salah satu tugas dan kewajiban para jama’ah haji didalam melaksanakan
kewajiban hajinya, adalah memahami dan menghayati berbagai hikmah dan
manfaat yang terdapat didalamnya. Semakin tinggi penghayatannya, maka akan
semakin besar dampak positif yang diakibatkannya, baik untuk dirinya maupun
untuk ummat secara keseluruhan. Sebaliknya, jika penghayatan ini tidak ada sama
sekali, maka yang terjadi hanyalah sekedar pemenuhan pelaksanaan rukun Islam.

Diantara hikmah-hikmah tersebut antara lain adalah :

1
https://zaenalkhayat.wordpress.com/2014/05/30/akhlak-dalam-bingkai-ibadah-
nilai-etika-haji-dalam-membangun-etos-kerja/
1.Penyadaran kembali akan hakekat diri manusia sebagai hamba Allah yang
dlaif dan lemah, yang memiliki ketergantungan yang tinggi kepada-Nya, dan
sekaligus sebagai makhluk ijtimaiyyah (sosial) yang selalu terikat kepada
sesamanya. Seluruh segmen ibadah haji selalu mengandung dua hal ini, seperti
thawaf mengelilingi ka`bah, sai` antara shafa dan marwah, wukuf di padang
Arafah, dan sebagainya.

2.Menumbuhkan keikhlasan dalam bertauhid, bahwa hanya kepada-Nya kita


beribadah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Kalimat
talbiyah yang diucapkan oleh para jama’ah haji ketika mengawali ibadah haji,
merupakan cerminan ketauhidan yang tulus.

‫ك‬ َ ‫والـ ُم ْلك الَ َشـريْـ‬


َ ‫ك لَـ‬ ْ ‫ك‬ َ ‫ك لَـكَ لَـبـَّيـك إِ َّن ْالـ َح ْم َد والـنِّـعْـ َمةَ لَـ‬
َ ْ‫الشـريـ‬
ِ َ ‫لَـبـَّيـك الله َّم لَـبـَّيـك لَـبـَّيـ‬.
‫ك‬

3.Pakaian ihram sebagai “pakaian resmi” jama’ah haji sesungguhnya


menyadarkan para jama’ah bahwa nilai ketakwaan manusia dihadapan Allah
bukan ditentukan oleh penampilan luar, akan tetapi oleh hati dan perilakunya.
Seluruh manusia pada akhirnya akan kembali pada Rabb-nya dengan memakai
dua helai kain yang sangat sederhana. Penanggalan pakaian keseharian pun
mencerminkan bahwa didalam kehidupan ini, pakaian-pakaian keseharian sering
menimbulkan keangkuhan dan kesombongan, baik berupa pakaian jabatan,
kesukuan, harta benda, dan pakaian-pakaian lainnya.

4.Seluruh segmen ibadah haji mencerminkan dinamika dan etos kerja yang
tinggi, yang bergerak dari satu tempat ke tempat lain secara kontinyu, dan dari
satu aktivitas ke aktivitas yang lain. Hal ini mencerminkan bahwa yang menjadi
ciri utama kaum muslimin, dan terutama para jama’ah hajinya, adalah mereka
yang hidupnya penuh dengan dinamika dan senantiasa berbuat yang terbaik bagi
umat dan bangsanya (Q.S. 94 : 5-8).

5.Berbagai tantangan dan godaan, terutama godaan syaithon, akan dapat


dilaluinya. Dan dalam menghadapi godaan syaithon tersebut diperlukan kekuatan,
sebagaimana tercermin dalam jumrah di Mina.

6.Menumbuhkan kesadaran Ukhuwwah Islamiyyah. Kaum muslimin


disadarkan bahwa walaupun mereka memiliki perbedaan, baik perbedaan warna
kulit, suku, bangsa, bahasa, dan adat istiadat, mereka tetap terikat dalam satu
kesatuan akidah dan ibadah. Para jama’ah haji pada hakekatnya adalah duta-duta
pemersatu ummat.

D.MAKNA ETIKA HAJI BAGI PENINGKATAN ETOS KERJA


Ada yang mengatakan ciri seseorang memperoleh ibadah haji yang mabrur
adalah bagaimana ia setelah pulang dari mengerjakan haji. Apakah ibadah haji
2
yang ia kerjakan memberikan dampak positif atau atsar bagi kehidupannya, baik
dari sisi social maupun spiritual.

Beberapa hal nilai etika haji yang dapat diimplementasikan dalam upaya
meningkatkan etos kerja antara lain:

1. Niat. Niat haji harus suci karena akan mengerjakan sesuatu yang suci. Niat
suci ini harus senantiasa dibawa dimanapun dan kapanpun tidak hanya saat
mengerjakan ibadah haji. Dalam setiap aktivitas kita sehari-hari harus
senantiasa kita kembalikan niat kita sebagai ibadah. Segala sesuatu berasal
dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Semua yang kita kerjakan akan
mendapatkan balasan sesuai dengan niat kita. Ada satu hal yang agak
berbeda. Nabi meniatkan haji dengan jahar (diucapkan). Fungsinya untuk
menguatkan niat dalam hati. Jadi ada keselarasan antara yang zahir dan
batin.
2. Ihrom, yaitu adalah keadaan seseorang yang telah beniat untuk
melaksanakan ibadah haji dan atau umrah. Ketika ihram diharamkan
baginya melakukan perbuatan tertentu seperti memakai pakaian berjahit,
menutup kepala (bagi lelaki) dan muka (bagi perempuan), bersetubuh,
menikah, melontarkan ucapan kotor, membunuh binatang dan tumbuhan,
memotong rambut/ kuku, dan lain-lain. Dalam konteks peningkatan etos
kerja, sesorang harus meluruskan dan senantiasa menjaga niat, focus
dengan pekerjaannya. Tidak tergoda dengan berbagai hal yang dapat
mengganggu bahkan dapat menggagalkan pekerjaan, seperti korupsi,
menerima gratifikasi (sogok), selingkuh, menyakiti orang lain, merusak
lingkungan dll.

3. Wukuf, yaitu berdiam diri, berzikir, berdoa di Arafah pada tanggal 9


Zulhijjah. Ibada ini mengandung makna agar apa yang kita kerjakan harus
kita jiwai. Mengerjakan sesuatu dengah hati. Tidak melulu menggunakan
akal apalagi dengan nafsu. Pekerjaan yang dikerjakan dengan ikhlas, insya
Allah akan memberi keberkahan. Wukuf juga bisa berarti momen untuk
rehat, mengevaluasi perjalanan dan pekerjaan yang telah kita lakukan.
Dimana kekurangan dan keberhasilannya. Bahwa masih ada waktu untuk
memperbaiki diri.
4. Thawaf. Yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak 7 kali. Bagi peningkatan etos
kerja, thawaf memiliki makna agar kita tidak kenal menyerah, berjuang
sekuat tenaga menjalankan pekerjaan kita untuk meraih hasil yang
ditargetkan. 7 adalah angka yang ditargetkan dalam thawaf. Artinya
seberapa banyak target pekerjaan yang ditargetkan harus kita kejar.
Bersama-sama mengelilingi ka’bah adalah tanda kebersamaan dalam
menjalankan tugas. Sesama pekerja, sesama pegawai, sesama staf harus
bersinergi, sejalan dalam menjalankan program instansi dengan berpegang
2
Ibid
pada visi dan misi. Jangan melawan arah, yang berarti menyimpang dari
program. Jangan main sikut, jangan main injak karena akan menyakiti
sesama pekerja. Justru harus saling bergandengan, saling menjaga dan
menolong. Jangan sampai ada yang terjatuh. Thawaf adalah kerja tim.
Semua harus mencapai target.
5. Sai. Sa’i merupakan salah satu rukun Haji dan umrah yang dilakukan
dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa
ke Bukit Marwah dan sebaliknya. Kedua bukit yang satu sama lainnya
berjarak sekitar 405 meter. Ketika melintasi Bathnul Waadi yaitu kawasan
yang terletak di antara bukit Shafa dan bukit Marwah (saat ini ditandai
dengan lampu neon berwarna hijau) para jama’ah pria disunatkan untuk
berlari-lari kecil sedangkan untuk jama’ah wanita berjalan cepat. Ibadah
Sa’i boleh dilakukan dalam keadaan tidak berwudhu dan oleh wanita yang
datang Haid atau Nifas. Nilai etos kerja dari ibadah sa’i antara lain bahwa
pekerjaan yang rutin setiap hari harus dilakukan dengan tekun, istiqomah,
dan mempunyai target yang jelas. Manusia wajib berusaha, dan hasilnya
kita serahkan kepada Allah Swt. Ini adalah contoh yang dapat diambil dari
perjuangan Hajar saat mencari sumber air. Hajar berlari dari satu bukit ke
bukit yang lain tanpa kenal lelah, tapi justru air itu muncul di samping
putranya (Ismail) yang ia tinggalkan saat mencari air.

6. Melempar Jumrah. Melempar jumrah merupakan symbol perlawanan kita


terhadap setan dan pembebasan diri dari iblis yang suka mengganggu
manusia. Nilai ibadah ini bagi peningkatan etos kerja sangat jelas. Dimana
kita sebagai pekerja/pegawai dan apapun pekerjaannya tidak boleh tergoda
dengan rayuan dan bisikan setan. Banyak godaan dan kesempatan untuk
melakukan sesuatu yang tidak baik. Tapi kalau iman kita kuat, mau dan
berani mengekang hawa nafsu, semuanya akan berlalu dan kita akan
selamat. Harta, tahta (jabatan) dan wanita adalah godaan yang mengintai
setiap saat dalam pekerjaan kita. Apalagi para pejabat yang menduduki
posisi penting yang mengelola anggaran besar, dimana peluang untuk
menyalahgunakan anggaran sangat mungkin. Inilah cobaan. Sebab jabatan
adalah amanah. Perlu ada keberanian melawan korupsi, gratifikasi dll.
Enyahkan dan bebaskan diri kita dari godaan iblis yang menyesatkan.

7. Tahalul. Tahalul adalah mencukur rambut sabagai tanda dibolehkannya


beberapa larangan saat berihrom sebagai tanda selesainya rangkaian haji
dan umroh. Mencukur bisa bermakna agar kita berpikir dengan jernih.
Bahwa segala aturan yang diterapkan saat melakukan suatu pekerjaan
harus ditaati. Hal-hal yang dilarang saat melakukan pekerjaan harus
dihindari. Artinya kita bekerja, melakukan kegiatan sesuai dengan etika
dan tata aturannya.
8. Tertib. Yaitu mengerjakan kegiatan haji sesuai dengan urutan dan tidak
boleh ada yang tertinggal. Tertib juga bermakna disiplin. Artinya semua
pekerjaan yang diprogramkan harus dikerjakan sesuai target waktu. Ada
tertib pekerjaan ada disiplin waktu. Apabila tidak ingin tertinggal dengan
suatu pekerjaan maka harus disiplin.

E.Akhlak Dengan Allah

Ibadah haji, dari amalan paling pertama, yaitu talbiyyah, hingga amalan paling
akhir, yaitu thawaf wada’, penuh dengan pendidikan akhlak dengan Allah, Sang
Pencipta ‘azza wa jalla.

a.Ucapan Talbiyyah

‫ ال شريك لك‬،‫ إن الحمد والنعمة لك والملك‬،‫ لبيك ال شريك لك لبيك‬،‫لبيك اللهم لبيك‬

“Kusambut panggilan-Mu, Ya Allah, kusambut panggilan-Mu, Kusambut


panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, Kusambut panggilan-Mu, sesungguhnya
segala puji, karunia, dan kekuasaan hanyalah milik-Mu, tiada sekutu bagi-
Mu.”

Talbiyyah ini adalah puncak pengikraran iman dan tauhid, di mana hakikat
iman dan tauhid adalah pengagungan Allah dengan sebenar-benarnya. Pada
talbiyyah ini, kita mengikrarkan bahwa segala pujian, kenikmatan dengan
berbagai macam dan wujudnya, dan segala kekuasaan, termasuk ke dalamnya
mengatur alam semesta ini, hanya milik Allah, tiada satu pun yang menjadi sekutu
bagi Allah dalam semua hal-hal tersebut. Oleh karena itu sebagai kelaziman dari
ikrar, kita hanya bersyukur dengan menujukan segala macam ibadah kepada-Nya
semata.

Dan sikap yang demikian ini, merupakan puncak akhlak yang mulia dengan
Allah, di mana kita mengakui bahwa Allah-lah yang menciptakan, mengatur, dan
hanya Dia-lah yang berhak disembah. Untuk lebih mengetahui bahwa ucapan
talbiyyah ini adalah wujud nyata dari akhlak mulia dengan Allah3

b.Thawaf

Setiba jamaah haji di kota Mekkah, maka pertama yang dilakukan adalah bersuci,
lalu thawaf mengelilingi ka’bah. Thawaf adalah amalan yang sangat agung dan
dicintai Allah ta’ala:

‫و َع ِهدنَا إِلَى إِ ْب َرا ِهي َم وإس َماعيل أَ ْن طَهِّرا بَيتِ َي للطَّائِفِين َوالعا ِكفِين وال ُر َّكع السُّجود‬.
َ

3
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/reformasi-akhlak-melalui-ibadah-haji-
1.html
“Dan telah kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Sucikanlah rumah-Ku
untuk orang-orang yang thawaf , yang I’tikaf, yang ruku’ dan sujud.” (QS Al
Baqoroh: 125)

Tatkala seorang muslim menjalankan ibadah yang agung, niscaya ia akan


mendapatkan pelajaran penting, yaitu keyakinan bahwa ibadah thawaf, hanya ia
lakukan di ka’bah, sehingga ia tidak akan melakukannya di tempat lain, baik di
kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau kuburan wali.

c. Wukuf Pada Hari Arafah

Hari Arafah, adalah hari yang paling agung, hari yang padanya kaum
muslimin dengan jumlah yang sangat besar berkumpul di satu tempat, dengan
pakaian yang sama, amalan sama, tujuan sama. Hari yang padanya turun berbagai
rahmat Allah, dan diampunkan padanya dosa-dosa manusia, dan hari yang
padanya pula Allah paling banyak membebaskan manusia dari neraka. Pada hari
ini pula Allah menyempurnakan agama dan kenikmatan bagi umat ini:4

F.Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji, ternyata tersirat di dalamnya terdapat nilai


akhlak. Nilai akhlak tersebut secara tidak langsung tertanam bagi siapa yang
melaksanakan ibadah haji. Nilai akhlak dalam ibadah haji adalah akhlak kepada
Allah, Rasul, dan diri sendiri. Berikut penjabaran nilai akhlak yang dimaksud:5

a.Pertama: Akhlaq kepada Allah

1) Syukur. Melaksanakan kewajiban haji merupakan wujud syukur atas


nikmat harta dan kesehatan. Keduanya merupakan kenikmatan terbesar yang
diterima manusia di dunia. kepada Allah dan rasa syukur atas nikmatnya dengan
menunaikan ibadah haji dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.

Haji sebagai wujud syukur adalah ibadah total dalam segala aspek. Terutama
terkait dengan kesehatan badan, harta kekayaan, sebagai bagian dari kemampuan
melaksanakan ibadah haji. Oleh karena itu, ibadah haji hanya diwajibkan atas
kaum muslimin yang telah mendapatkan anugerah dan kenikmatan tersebut.

2) Taqwa. Ibadah haji merupakan perintah Allah swt kepada hamba-Nya


yang mampu melaksanakannya tanpa ragu. Apapun yang diperintahkan-Nya harus
dikerjakan dan apapun yang dilarang-Nya harus ditinggalkan. Kepatuhan dan
ketaatan semacam ini merupakan cermin dari kuatnya keimanan seseorang kepada

4
Ibid

5
http://www.mushlihin.com/2013/10/artikel-islam/mengenal-nilai-akhlak-dalam-
ibadah-haji.php
Allah. Tanpa didasari oleh keimanan yang kuat, mustahil seorang hamba mau
melaksanakan ibadah haji.

3) keikhlas. Dalam ibadah haji, aspek ubudiyah (memperhambakan diri


kepada Allah) tampak jelas, di mana jamaah memperlihatkan kehinaan dan
kerendahan martabat dirinya di hadapan Allah, dengan berpakaian ihrom yang
amat sederhana, tanpa berhias, tidak ada pangkat dan jabatan. Mereka semua
adalah hamba Allah yang datang kepada-Nya dengan penuh harapan untuk
mendapatkan ampunan dari segala dosa dan kesalahan. Untuk menggapai semua
itu diperlukan keihklasan, saat niat dan melakukan.

Kedua: Akhlak kepada Rasul Allah

Nilai akhlak terhadap rasul dalam ibadah haji adalah wujud kepatuhan mengikuti
ajarannya. Ibadah haji disampaikan Nabi Muhammad saw hubungannya dengan
syariat Islam yang disampaikan Nabi Ibrahim as. Dalam hubungan ini riwayat
tentang sahabat Umar r.a. ketika mencium hajar aswad mengatakan:

“Umar ra. berkata: sungguh aku mengetahui engkau hanyalah batu, sekiranya aku
tidak melihat kekasihku Rasulullah saw telah menciummu dan mengusapmu,
niscaya aku tidak akan mengusapmu dan menciummu.”

Ketiga: Akhlak kepada Diri Sendiri dan Orang Lain

1) Tidak melakukan rafats, fusuq dan jidal

Dalam memenuhi kewajiban bagi dirinya, Islam mengingatkan manusia agar tidak
merugikan hak-hak orang lain. Islam melarang manusia untuk mengucapkan kata-
kata yang kotor.

Pada ibadah haji, ketika jamaah melakukan ihram ada beberapa larangan
yang harus ditinggalkan antara lain rafats, fusuq dan jidal. Hal tersebut sangat
aplikatif apabila setiap muslim mengaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Hal
ini sesuai dengan firman Allah surat al-Baqarah 197.

2) Mengendalikan hawa nafsu

Mengendalikan hawa nafsu sebagai nilai akhlak dalam ibadah haji merupakan hal
sangat urgen. Sebab setiap saat setan menggoda jama’ah untuk mengajak pada
jalan yang sesat. Hal ini bisa dipahami ketika ihram banyak larangan-larangan
yang harus ditinggalkan oleh jamaah. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah
agar jamaah mampu mengendalikan hawa nafsunya untuk mendapatkan ridha dari
Allah.

3) Tolong menolong
Tolong menolong dapat dilihat ketika jamaah melempar jumrah. Ketika
ada jamaah yang tidak mampu untuk melaksanakan pelemparan jumrah, maka
jamaah lain wajib membantunya. Selain itu, bisa juga dilihat ketika ada jamaah
yang tersesat, maka bagi jamaah lain untuk membantu menunjukkan jalan yang
benar. Dengan tolong menolong di antara jamaah, maka akan tercipta suasana
yang damai sehingga ukhuwah islamiyah bisa terwujud di antara kaum muslimin.

4) Persaudaraan

Dalam ibadah haji, umat Islam berkumpul di suatu tempat dengan berbagai jenis
bangsa, suku atau ras yang berjauhan asal negara dan daerahnya. Dengan
perkumpulan yang berasal dari berbagai negara dan bangsa yang jauh itu, tentu
terjadi perkenalan dan persahabatan.6

6
Ibid

Anda mungkin juga menyukai