PENDAHULUAN
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal selama
6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7,
yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai
Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana
asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun
1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat
kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap
"San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk
pada kekaisaran yang sama.
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang
sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di
Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru
buat jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu
yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini dibuat
dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal
dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah
artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan
alat kayu.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa, “Pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi
Jambi sekarang)”. Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan
prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
1. Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina,
singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata
bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab
Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-
li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita
sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini
bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2. Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja
Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita
lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada
India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak
menghasilkan emas.
3. Berita dari India
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan
lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para
mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
4. Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti berhuruf Pallawa
dan berbahasa Melayu Kuno:
a. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang,
dekat Palembang.
b. Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
c. Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
d. Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa
secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas.
e. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun).
f. Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendiri Kerajaan
Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua,
Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah
di sekitar Jambi.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7.
Pendirinya adalah Dapunta Hyang, Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan Nasional I sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya.
Letaknya sangat strategis.
1. Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat
Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit.
2. Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di
sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
3. Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan
Sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di
provinsi Jambi sekarang).
4. Letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar kiri dan Kampar
kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di Jambi juga strategis untuk
perdagangan.
5. Wlayah Riau, dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu candi Muara Takus
1
[1] Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 81.
2
[2] Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 82.
3
[3] Hingga kini, kata Munoz (2009), ukuran Emas Sriwijaya itu, Mann, tidak diketahui padanan
nilainya.
4
[4] Abd Rahman Hamid. Sejarah Maririm Indonesia. 2013. Yogyakarta: Ombak. Hlm 58.
5
[5] Abd Rahman Hamid. Sejarah Maririm Indonesia. 2013. Yogyakarta: Ombak. Hlm 61.
6
[6] Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia II. 1997. Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm 63. Hlm 65.
7
[7] Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia II. 1997. Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm 65. Hlm 67-69.
8
[8]Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 86.
9
[9] Slamet Muljana, Sriwijaya (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,2006,) Hlm. 78.
10
[10] Slamet Muljana, Sriwijaya (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,2006,) Hlm. 61.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10