Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


              Mengenai kerajaan Sriwijaya dan Melayu sudah dibahas sebelumnay dalam
pembelajaran IPS Kls IX bahwa pada masa itu kerajaan-kerajaan Hindhu-Budha dan Islam
mengalami kejayaan serta keruntuhan. Salah satunya adalah kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Melayu yang merupakan salah satu dari kerajaan Hindu-Buddha dan Islam yang memiliki
wilayah kekuasaan yang sangat luas. Kerajaan ini juga berhasil menguasai perairan di jalur
perdagangan Negara barat dan timur. Untuk lebih jelasnya, kami membuat makalah ini dengan
tujuan agar pembaca dapat mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

1.2 RUMUSAN MASALAH


             Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.  Apa saja sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?


2. Dimanakah letak kerajaan Sriwijaya dan Melayu?
3. Siapakah Raja-raja yang memerintah pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Melayu?
4. Bagaimana keadaan Kerajaan  Sriwijaya dan Kerajaan Melayu pada masa Kejayaanya?
5.  Bagaimana struktur Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
6.  Bagaimana aspek kehidupan masyarakat Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
7. Apa saja warisan sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
8. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu
mengalami keruntuhan?
BAB II
PEMBAHASAN 
2
       2.1  Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta
Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya pada tahun 671 dan tinggal selama
6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7,
yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai
Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana
asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun
1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam surat
kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap
"San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk
pada kekaisaran yang sama.
Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi Palembang
sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto Kerajaan Sriwijaya di
Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.
Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang dan sebagian papan perahu itu digunakan justru
buat jembatan. Tercatat ada 17 keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu
yang terdiri dari bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini dibuat
dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini sendiri dikenal
dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai perahu, ditemukan juga sejumlah
artefak-artefak lain yang berhubungan dengan temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan
alat kayu.
Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa, “Pusat Sriwijaya terletak pada
kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi
Jambi sekarang)”. Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan
prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).
1.    Berita dari Cina
Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari Cina,
singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari paramasastra atau tata
bahasa Sanskerta. Kemudian, bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab
Hastadandasastra ke dalam bahasa Cina. Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-
li-fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita
sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini
bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah Sriwijaya.
2.    Berita dari Arab
Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan bahwa Raja
Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita
lain disebutkan oleh Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada
India. Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak
menghasilkan emas.
3.    Berita dari India
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India, telah membebaskan
lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para
mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
4.    Berita dari dalam negeri
Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah prasasti- prasasti berhuruf Pallawa
dan berbahasa Melayu Kuno:
a.    Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang,
dekat Palembang.
b.    Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah barat Pelembang.
c.    Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka.
d.   Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini memperjelas bahwa
secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan memiliki wilayah yang luas.
e.    Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun).
f.     Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah Genting Kra.
Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendiri Kerajaan

Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan di Minangatwan. Kedua,

Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah

di sekitar Jambi. 

2.2 Letak Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad ke-7.
Pendirinya adalah Dapunta Hyang, Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan Nasional I sebab
pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara dan negara-negara di sekitarnya.
Letaknya sangat strategis.
1.    Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat
Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit.
2.    Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang), tepatnya di
sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
3.    Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan
Sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di
provinsi Jambi sekarang).
4.    Letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar kiri dan Kampar
kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di Jambi juga strategis untuk
perdagangan.
5.    Wlayah Riau, dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu candi Muara Takus

2.3 SRUKTUR KERAJAAN SRIWIJAYA


Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial. Pembentukan
satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat dilacak dari
beberapa prasasti yang mengandung informasi penting
tentang kadātuan, vanua,samaryyāda, mandala dan bhūmi.Kadātuan dapat bermakna
kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat disimpan mas dan
hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua,
yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari Sriwijaya yang di dalamnya
terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya.
 Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri.
Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang
terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan pedalaman.
Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja.
Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan
kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain diceritakan kutukan raja
Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja, diceritakan pula bermacam-macam jabatan
dan pekerjaan yang ada pada zaman Sriwijaya. Adapun, jabatan dan pekerjaan yang diceritakan
tersebut adalah raja putra (putra raja yang keempat), bhupati (bupati), senopati (komandan
pasukan), dandandanayaka (hakim). Menurut kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang begitu
luas dibagi menjadi dua. Seperti yang diterangkan diatas, Dapunta Hyang punya dua orang anak
yang diberi gelar putra mahkota, yakni yuvarāja dan Pratiyuvarāja (keduanya putra mahkota).

2.4 ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN SRIWIJAYA


Sebuah masyarakat yang kompleks, berlapis, kosmopolitan, dan makmur; dengan cita
rasa nan halus dalam seni, sastra, dan budaya, dengan serangkaian ritual yang dipengaruhi ajaran
Buddha Mahayana; berkembang di masyarakat Kerajaan Sriwijaya. Tatanan politik, sosial,
budaya dan ekonomi mereka yang rumit dapat dilihat melalui studi prasasti, catatan sejarah
asing, serta peninggalan candi-candi yang berasal dari periode ini. Kerajaan telah
mengembangkan masyarakat yang maju; yang ditandai oleh kemajemukan masyarakat mereka,
stratifikasi sosial, dan pembentukan lembaga administratif nasional kerajaan mereka.
1.    Aspek kehidupan politik
      Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya diantaranya sebagai
berikut:
a.       Raja Dapunta Hyang
   Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil memeperluas wilayak kekuasaannya
sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki daerah Minangatamwan.
b.      Raja Balaputra Dewa
      Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah).
Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan
Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra
Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya.
c.       Raja Sanggrama Wijayattunggawarman
       Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari Kerajaan Chola. Di
bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil
merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman
berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di Kerajaan Cho, Raja
Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
2.    Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
     Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya dipindahakan dari Muara
Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai
daerah-daerah di sekitarnya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat
(Tarumanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-
kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut
Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara,
yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah
Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan
pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur
perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang
untuk menyeberang dari perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari
persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.
3.    Hubungan dengan Luar Negeri
       Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia,
terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di
Benggala dan Kerajaan Cholamandala di Pantai Timur India Selatan.
4.    Aspek kehidupan ekonomi
      Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis,
yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan antara India dan Cina. Di samping itu, letak
Kerajaan Sriwijaya dekat dengan Selat Malak yang merupakan urat nadi perhubungan bagi
daerah-daerah di Asia Tenggara.Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi
masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.
5.    Aspek kehidupan sosial
     Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional
menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing.
Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia
perdagangannya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia.
Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang.
Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat,
serta tradisi dalam Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat
pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.
6.    Aspek kehidupan budaya
      Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-
1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala.
Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan
Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan purbakala seperti
candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang
kebudayaan.
7.    Aspek kehidupan Agama
       Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke
India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran
Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak
terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan
Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia
pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).

2.5    Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya


Kekuasaannya mencakup lintas samudera. Kerajaan bercorak Budha yang berdiri sejak
abad ke 6 hingga abad ke 11 Masehi ini keberadaannya dibuktikan oleh sumber-sumber sejarah
seperti berita dari China dan beberapa peninggalan prasasti. Prasasti-Prasasti Peninggalan
Kerajaan Sriwijaya – Sebagai Kerajaan Maritim yang besar, wilayah kekuasaan Sriwijaya juga
amat sangat besar, hal ini dibuktikan dengan peninggalan prasastinya yang dapat ditemukan
diberbagai tempat.

2.6    Faktor Penyebab Kerajaan Sriwijaya Runtuh


Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1.  Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di Sriwijaya ialah Sri
Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan
Sriwijaya.
2.    Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja Rajendracoladewapada
tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke semenanjung Malaka dan berhasil menawan
raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3.    Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima
dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan
Sriwijaya.
4.    Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil alih posisi
Sriwijaya.
5.    Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih Gajah Mada
pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit. Pendudukan yang
dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh wilayah Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan
tersebut dalam upaya mewujudkan kesatuan Nusantara.
6.   Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur yang dibawa oleh
Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang semakin jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota Palembang dari laut
menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-kapal dagang lebih memilih singgah di
tempat lain. Hal tersebut menyebabkan kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan
kerajaan dari pajak menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin melemahnya perekonomian
Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak mampu lagi mengontrol daerah kekuasaanya.
Daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan
Melayu.
DAFTAR PUSTAKA

Adam,Asvi Warman. 2010. Menguak Misteri Sejarah. Jakarta: Buku Kompas.


Ali, R. Moh.2005. Penantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS.
Amran, Rusli. 1981. Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan.
Anthony, Reid. 1992. Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. Jilid I. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Hamid, Abd Rahman. 2013. Sejarah Maritim Indonesia. Yogykarta: Penerbit Ombak.
Kartodirdjo, Sartono. Dkk. 1977. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
Muljana, Slamet. 2006. Sejarah Indonesia Sriwijaya. Yogyakarta: LKiS
Uli Kozok. 2006. Kitab Undang- Undang Tanjung Tanah ( Naskah Melayu Yang Tertua).
Yayasan Naskah Nusantara: Jakarta. Halaman 21.

1
[1] Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 81.
2
[2] Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 82.
3
[3] Hingga kini, kata Munoz (2009), ukuran Emas Sriwijaya itu, Mann, tidak diketahui padanan
nilainya.
4
[4] Abd Rahman Hamid. Sejarah Maririm Indonesia. 2013. Yogyakarta: Ombak. Hlm 58.
5
[5] Abd Rahman Hamid. Sejarah Maririm Indonesia. 2013. Yogyakarta: Ombak. Hlm 61.

6
[6] Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia II. 1997. Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm 63. Hlm 65.
7
[7] Marwati Djoened Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia II. 1997. Jakarta: Balai
Pustaka. Hlm 65. Hlm 67-69.
8
[8]Adi Sudirman. Sejarah Lengkap Indonesia. 2014. Yogyakarta: Diva Press. Hlm 86.
9
[9] Slamet Muljana, Sriwijaya (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,2006,) Hlm. 78.
10
[10] Slamet Muljana, Sriwijaya (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,2006,) Hlm. 61.

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Anda mungkin juga menyukai