Anda di halaman 1dari 9

Agama,Etos Kerja dan Ekonomi

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Sosiologi Agama

Disusun Oleh :
Azwan Halim Febriansyah (11190321000027)
Fajri Fairil Haq (11190321000033)
Sarifurrohman Al- Faiz (11190321000039)
Laura Septifanny Putrianasari (11190321000048)
Fitria Riyanjani (11190321000042)

PRODI STUDI AGAMA AGAMA


FAKULTAS USHULUDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Dalam pembahasan antropologi agama ini dijelaskan bahwa antropologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang manusia serta budayanya yang bertujuan untuk memperoleh suatu
pemahaman totalitas manusia sebagai makhluk. Baik di masa lampau maupun dimasa
sekarang ini, baik organisme biologis maupun sebagai makhluk berbudaya. Oleh karena itu
antropologi juga membahas tentang sifat-sifat khas fisik manusia dan budaya yang
dimilikinya. Sedangkan agama adalah merupakan salah satu aspek yang paling penting
daripada aspek-aspek budaya yang dipelajari, dan juga merupakan ide-ide keagamaan serta
aspek-aspek keagamaan.
Jadi pengertian antropologi agama adalah ilmu yang mempelajari tentang fisik manusia dan
yang beragam hanyalah manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Agama
Dalam bahasa sangsekerta, agama adalah yang menunjukkan adanya kepercayaan
manusia berdasarkan wahyu dari Tuhan. Didalam kitab Sunarigama, agama adalah ajaran
yang menguraikan tentang tata cara yang misteri, karena Tuhan itu rahasia. Sedangkan
didalam kitab Samdarigama, ada istilah Ugama dan Igama, Ugama adalah ajaran tentang
upacara atau tata cara yang harus diperhatikan dan dilaksanakan dengan peralatan atau
sarana. Sedangkan Igama adalah ajaran kebatinan atau tentang kebenaran filsafat ketuhanan,
sehingga dengan igama manusia memahami tentang hakikat hidup.
Dalam istilah, agama ini juga menunjukkan pengertian bahwa manusia menganut
kepercayaan yang ghaib. Kepercayaan kepada yang ghaib merupakan sebagian dari adatnya
yang tradisional, jadi bisa dinamakan agama suku atau adat suku yang menyangkut
keagamaan.

Didalam agama, ada beberapa ciri-ciri yang disebutkan sebagai berikut ;


Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,Mengadakan hubungan dengan Tuhan dan
melakukan upacara (ritus) pemujaan dan penghormatanAdanya ajaran tentang ketuhanan,
Adanya sikap hidup yang ditimbulkan oleh ketiga unsur tersebut, kepercayaan, adanya
hubungan dengan Tuhan dan ajarannya.
Agama juga merupakan salah satu aspek yang paling penting daripada aspek-aspek
budaya yang dipelajari oleh para antropolog dan ilmuwan sosial lainnya. Agama itu saling
pengaruh mempengaruhi dengan sistem organisasi, kekeluargaan, perkawinan, ekonomi,
hukum dan politik. Serta agama telah memberikan inspirasi untuk memberontak dan
melakukan peperangan Didalam ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak
dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik dan hal tersebut tidak menjumpai keterbatasan
dibanding dengan permasalahan spiritual yang dipertanyakan oleh manusia itu sendiri.
Dalam pembahasan agama ini bertujuan untuk memahami kehidupan beragama, yang
oleh uraian ahli tentang agama juga diungkapkan bersamaan dengan definisi agama. yang
menarik kesimpulan dan fenomena kehidupan beragama.
A. Hubungan Agama Dengan Etos Kerja (Sistem Ekonomi)
Didalam hubungan agama ini tidak hanya terpusat kepada hubungan satu agama saja,
tetapi juga kepada agama – agama lain, seperti agama Yahudi, Nasrani, Islam, dan lain-lain.
Dibandingkan dengan agama – agama monoteis lain ditimur tengah dimana perjanjian lama
dan unsur–unsur Yahudi – Nasrani memegang peranan yang sangat penting, maka agama
Islam adalah yang datang kemudian. Namun agama Islam dapat “menyesuaikan diri” dengan
dunia. Dalam periode di Mekkah, agama eskatologis (dengan amanatnya mengenai hari
kiamat) dilancarkan olh Muhammad, tumbuh kelompok-kelompok yang shaleh yang
bercorak kekotaan dan memperlihatkan kecenderungan untuk memisahkan diri dari
keduniaan. Tetapi, pertumbuhan selanjutnya di Madinah dan dalam bentuk evolusi umat
Islam pada masa-masa permulaan, dia berubah menjadi bentuk aslinya, dan menjadi suatu
agama perjuangan nasional Arab, dan kemudian menjelma sebagai suatu agama yang
memiliki ciri-ciri kelas yang sangat kuat. Pengikut-pengikut yang dengan masuknya mereka
kedalam agama Islam kemungkinan sukse yang menentukan bagi para Nabi, selalu terdiri
dari anggota keluarga-keluarga yang kuat dan berkuasa.
Perintah-perintah agama dari hukum suci pada tahap pertama tidak bertujuan menarik
orang kedalam agama Islam, dan meninggalkan agpama yang mereka anut. Tujuan utama
untuk berperang ialah supaya “mereka (pengikut-pengikut agama lain dari kitab) bayar upeti
(jizyah)”, artinya supaya Islam naik ketingkat tertinggi dalam skala sosial dunia, dengan
menuntut penghormatan dari agama – agama lain, dan harapan – harapan yang menandai
masa yang paling dini dari agama ini. Ciri-ciri terakhir dari etik ekonominya bersifat feodal.
Pengikut-pengikut yang paling shaleh dari agama ini dalam generasi pertamanya
menjadi orang-orang yang paling kaya oleh hasil rampasan perangnya.Dari tradisi Islam,
senang sekali melukiskan pakaian mewah, minyak wangi, dan janggut yang teratur rapi dari
orang-orang yang shaleh. Peribahasa mengatakan : “waktu Tuhan memberikan rahmatNya
kepada orang berupa kekayaan, Dia ingin melihat agar tanda-tanda kekayaan itu nyata pada
orang itu”, menurut tradisi yang diucapkan oleh Muhammad kepada orang-orang kaya yang
tampil didepannya berpakaian compang-camping, merupakan perbedaan yang ekstrim seklai
dari setiap etik ekonomi orang puritan, tetapis sesuai sekali dengan konsepsi – konsepsi
feodal mengenai status. Peribahasa ini berarti bahwa orang yang kaya harus “hidup sesuai
dengan statusnya”.
Didalam al-Quran, Muhammad digambarkan sebagai seorang yang sama sekali
menolak sistem hidup dalam bicara, tetapi tidak menolak seluruh segi kehidupan sebagao
asket, karena dia menghormati puasa, pengemis, dan penderitaan seseorang yang menyerah
dan bertobat. Sikap Muhammad menentang hidup menahan nafsu timbul dari motivasi-
motivasi. Dalam hagiologi (satsra mengenai orang-orang yang dipuja) agama – agama yang
mengandung etik keselamatan dapat kita pandang unik.
Tetapi agama Islam tidak pernah merupakan agama keselamatan yang sesungguhnya,
malahan konsepsi etis mengenai keselamatan sebetulnya asing sekali bagi Islam. Semua
perintah agama Islam memperlihatkan sifat-sifat politis ; penghapusan pertengkaran dendam
demi meningkatkan usaha perang melawan musuh dari luar, larangan riba, peraturan
mengenai pajak, dan lain-lain. Bersifat politis pula kewajiban agama terpenting dalam Islam,
sedangkan dogma yang diwajibkan ialah pengakuan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan,
dan Muhammad adalah Rasul-Nya, serta rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap
agama Islam. Akhirnya, Islam mewajibkan pakaian tertentu dalam hidup sehari-hari ( yang
membawa akibat ekonomis yang besar sekali pada setiap suku-suku yang biadab dinobatkan
masuk Islam).
Gambaran Islam, Nabi sebagai orang yang bebas dari dosa adalah ciptaan teologis
kemudian hari, yang tidak selaras dengan sifat Muhammad yang sensual sekali, dan sering
meledak kemarahan pada provokasi-provokasi kecil saja.Konsepsi feodal asli mengenai dosa
tetap mempunyai pengaruh besar dalam Islam ortodok, dimana dosa merupakan
ketidaksucian yang ritual, dan pencemaran kesucian, pelanggaran dari larangan-larangan
yang jelas dari Rasul, penghinaan terhadap kelas bangsawan berhubungan dengan
pelanggaran – pelanggaran etika. Islam memperlihatkan sifat jiwa feodal dengan menerima
perbudakan pengabdian, sampai kepada kewajiban-kewajiban beribadat yang sangat
sederhana, dan kesederhanaan yang lebih besar lagi dalam kewajiban –kewajiban etis.
Islam tidak bertambah dekat dengan ajaran Yahudi dan agama Kristen dalam
menentukan perkembangan Islam dengan tercapainya hasil yang besar dalam ilmu akhlak
yang berkenaan dengan soal kata hati yang teologis dan yuridis. Yudaisme dan Kristen pada
hakikatnya adalah agama - agama kewargaan dan kekotaan, tetapi bagi Islam hanya
mempunyai arti politis. Dalam kesederhanaan hidup sehari-hari mungkin bisa timbul
berdasarkan sifat kultus resmi dalam Islam, dan kebanyakan dari golongan kelas menengah
rendahan mengikuti kaum Derwish, yang tersebar kemana-mana dan lambat laun
kekuatannya meningkat serta akhirnya lebih terpengaruh dari ajaran alim-ulama yang resmi,
sehingga Islam itu sangat berhubungan dengan kesederhanaan.
Dalam ajaran Yahudi, Islam tidak menuntut pengetahuan lengkap mengenai hukum
yang menyeluruh dan tidak memiliki latihan intelektual dalam kasuistri yang memupuk
nasionalisme dalam ajaran Yahudi. Kepribadian yang dicita-citakan dalam Islam bukanlah
watak seorang sarjana melainkan watak seorang pejuang. Dan mengutarakan berbagai akibat
yang timbul dalam keadaan semacam ini dari pertentangan antara kelompok-kelompok
prajurit orang-orang Islam dan para kekuasaan golongan Umayyah yang menyukai dengan
kemewahan, karena percaya takdir. Islam telah dipalingkan sama sekali dari setiap kontrol
yang metodis terhadap hidup berhubung dengan timbulnya kultus-kultus orang suci dan pada
akhirnya oleh ilmu ghaib.
Pertentangan dengan sistem etika keagamaan yang asyik memikirkan pengawasan
soal-soal ekonomi dunia, terdapat etika asasi mengenai penolakan dunia. Suatu konsentrasi
mistik yang menerangi Budhisme yang otentik dan purba itu. Etika yang menolka dunia ini
pun masih “rasional”, maksudnya bahwa dia menciptakan pengawasan yang tidak henti-
hentinya terhadap dorongan-dorongan yang tumbuh menurut kodrat dan nalurinya, walaupun
dengan tujuan – tujuan yang berlainan dari asketisme dunia bathin.
Dari sikap melarikan diri dari dunia ini, tidak ada jalan menuju kepada sesuatu etika
ekonomi atau arah etika sosial yang rasional. Dan rasa kasihan terhadap sesama makhluk
yang universal ini, tidak dapat membawa sikap yang rasional, dan nyata – nyata menjauh dari
sikap tersebut, sehingga nenek moyang membagi-bagikan rahmat dan keselamatan bagi
mereka.
Selain itu agama di Asia meluangkan tempat untuk dorongan memiliki dari kaum pedagang,
kepentingan mencari nafkah para tukang, serta rasa terikat pada tradisi golongan petani. Di
Jepang pola-pola class oriented dari golongan elite memperlihatkan ciri-ciri Feodal. Di
Tiongkok memperlihatkan ciri-ciri Patrimonial, Birokratis dan mengandung sifat-sifat yang
mementingkan kegunaan yang kuat. Di India memperlihatkan campuran dari ciri-ciri
kesatriaan, patrimonial, dan intelektualistis. Tetapi tidak satupun, agama-agama di Asia
memberikan motivasi dan orientasi etis rasional mengenai dunia yang didiaminya. Oleh
makhluk sesuai dengan perintah Ilahi. Dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa
kekurangan kesanggupan untuk rasionalisme tekhnis dan ekonomis yang merupakan suatu
perbedaan.
B. Agama dan Perkembangan Ekonomi
Weber menekankan bahwa peninjau-peninjau asing dari zaman itu menerangkan
betapa perkembangan ekonomi belanda yang berjalandengan cepat sekali pada periode
setengah bagian pertama abad ke 17 merupakan hasil perkembangan aliran Calvinis Belanda.
Pada pihka lain, ia menyadari bahwa banyak dari saudagar-saudagar Belanda waktu itu
bukanlah aliran calvinis, tapi anggota – anggota ataupun simpatisan-simpatisan dari sebuah
cabang aliran.
Protestan yang bersifat lebih liberal. Dari yang bersifat liberal ini golongan Arminius
akhirnya diusir dari kalangan resmi gereja tahun 1619, orientasi – orientasi liberal dari
saudagar-saudagar kaya yang tetap kuat. Weber mencatat bahwa golongan Arminian menolak
doktrin ortodok tenteng “takdir” dan mereka juga tidak ikut campur dalam perkembangan
asketisme batiniah yang dianggap sebagai salah satu akar psikologis kapitliame modern.

Dari argumen Weber seolah-olah menunjukkan bahwa betapa etika Calvinis dan
semangat asketis, yakni yang telah mendorong munculnya perlawanan bangsa Belanda
terhadap raja Spanyol didalamk bagian kedua dan abad ke-16, telah mulai mengalami
kemerosotan-kemerosotan dinegeri Belanda sejak abad ke-17. Dalam pandangannya,
perkembangan yang cepat dari kekuatan ekonomi Belanda masih berhubungan dengan etika
protestan, akan tetapi kekuatan pengaruhnya telah sedikit mengalami hambatan dengan
adanya peningkatan kekuasaan para pangeran-pangeran penguasa, yang disebut Weber
sebagai “kelas sentenier”. Kelemahan teori Weber dalam menerangkan kasus Belanda
tersebut telah dikemukakan oelh pengkritik-pengkritiknya berulang kali.
Tawney, mendebatkanya dengan menunjukkan betapa tumbuhnya sikap positif
terhadap perkembangan ekonomi merupakan sesuatu yang baru berkembang kemudian dalam
Calvinisme.Pada akhir abad ke-16 sejumlah persentase terbatas penduduk negeri Belanda
dapat disebut Calvinis, dan pengikut aliran ini tidak dapat diperhitungkan sebagai mereka
yang berada digaris depan perkembangan ekonomi. Dan “bapak” Cats telah memainkan
peranan yang mempopulerkan Calvinisme diantara masysrakat awam Belanda.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Beins, pada waktu itu juga doktrin-doktri
ekonomi Calvinisme Belanda sangat sulit sekali untuk dinilai sebagai sesuatu yang
mendorong perkembangan jiwa kapitalisme. Karen itu tidak dapat dibantah bahwa
perkembangan ekonomi dari Republik Belanda selama zaman emas merupaka sesuatu yang
disebabkan oleh kekuatan-kekuatan lain diluar etika protestan seperti yang dirumuskan oleh
Weber.
Dalam analisa yang mendalam tentang perkembangan ekonomi Belanda mungkin
memberikan sumbangan terhadap pengertian yang lebih baik tentang hubungan antara agam
dan perkembangan ekonomi ditimur jauh. Tetapi tampaknya masyarakat timur tidak mampu
menumbuhkan perkambangan dari dalam dirinya sendiri.
Dari pandangan barat yang beranggapan bahwa hanya ada satu jalan kearah kemajuan
ekonomi, yaitu jalan kapitalisme swasta. Dalam pertumbuhan kapitalisme swasta ini
merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam menilai pertumbuhan kapitalisme swasta ini
merupakan sesuatu yang harus dipenuhi dalam menilai kebenaran dari interpretasi sejarah
ekonomi Jepang menurut pandangan Weber. Lain lagi seperti yang dilakukan Jacobs, bahwa
“ketidakhadiran” faktor-faktor ideologi yang menghambat sudahlah cukup membuka
kesempatan bagi tumbuhnya kapitalisme secara “spontan” dai suatu masyarakat yang
memiliki struktur“feodal”.
BAB III
PENUTUP
Agama adalah sebagai sesuatu yang menurunkan adanya kepercayaan manusia berdasarkan
wahyu dari Tuhan, ungkapan ini berdasarkan dalam bahasa Sansekerta. Dalam agama,
beberapa ciri-ciri yang disebutkan sebagai berikut ;

a) Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa,


b) Mengadakan hubungan dengan Tuhan dan melakukan upacara (ritus) pemujaan dan
penghormatan,
c) Adanya ajaran tentang ketuhanan,
d) Adanya sikap hidup yang ditimbulkan oleh ketiga unsur tersebut, kepercayaan,
adanya hubungan dengan Tuhan dan ajarannya.Sehingga agama itu merupakan salahs
satu aspek yang sangat penting dari aspek-aspek budaya yang dipelajari oleh para
antropolog dan ilmuwan sosial lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia (Pengantar Antropologi Agama),


(Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 2006
Daradjat Zakiyah, dkk, Perbandingan Agama, (Jakarta ; Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam, 1981) cet. 2
Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama I, (Bandung ; PT. Cipta Aditya Bakti, 1993).
Djamal Murni, Perbandingan Agama I, (Jakarta ; PT Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi
Agama, 1981) cet. 2
Abdullah Taufik, Agama, Etos Kerja, dan Perkembangan Ekonomi, (Jakarta ; LP3ES, 1979).

Anda mungkin juga menyukai