Oleh :
1807521146
Risiko pasar muncul karena harga pasar bergerak dalam arah yang merugikan organisasi. Risiko
pasar merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh perubahan
kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan. Risiko pasar sering disebut juga sebagai
risiko yang menyeluruh, karena sifat umumnya adalah bersifat menyeluruh dan di alami oleh seluruh
perusahaan.
Misalnya, suatu perusahaan mempunyai portofolio sekuritas saham yang dibeli dengan harga Rp
1 miliar. Misalkan harga saham jatuh, sehingga nilai pasar saham tersebut turun menjadi Rp 800 juta.
Perusahaan tersebut mengalami kerugian karena nilai portofolio sahamnya turun sebesar Rp 200
juta. Kerugian tersebut disebabkan karena harga saham bergerak kearah yang kurang
menguntungkan (dalam hal ini turun).
1.2. JENIS-JENIS RESIKO PASAR
Specific market risk adalah suatu bentuk risiko yang hanya dialami secara khusus pada
satu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh. Contohnya :
Produk yang dijual oleh perusahaan tersebut dianggap mengandung bahan yang
berbahaya atau bersifat haram. Contoh suatu produk makanan yang mengandung lemak babi.
Secara islam makanan yang mengandung lemak babi haram hukumnya. Ketika hal itu
diekspose oleh media massa baik cetak maupun elektronik akan menyebabkan terjadinya
penurunan drastis pada penjualan produk perusahaan yang berpengaruh pada perusahaan laba
perusahaan.
General market risk ini di alami oleh seluruh perusahaan yang disebabkan oleh suatu
kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu
memberi pengaruh bagi seluruh sektor bisnis.
a) Foreign exchange risk yang merupakan bagian dari money market (pasar keuangan). Jual
beli valas ini memberikan keuntungan dengan konsep pada perolehan angka selisih pada
saat harga beli dan harga jual. Pada pasar valas ini kita dapat menggabungkan mata uang
dalam dua bentuk kategori yaitu :
Hard currencies (mata uang keras) mencakup mata uang yang berasal dari Negara-
negara yang memiliki tingkat kestabilan moneter tinggi atau biasanya berasal dari
Negara maju dan sering berbagai pihak menjadikan mata uang Negara tersebut
sebagai ukuran dalam mengkonversikan dengan mata uang negaranya
Soft curriencies ( mata uang yang lembut) adalah jenis mata uang yang diterbitkan
oleh suatu Negara namun jarang dipakai sebagai standar acuan dalam transaksi pasar
bisnis internasional, dengan alasan dianggap belum memiliki nilai kelayakan.
b) Interest rate risk /Risiko suku bunga adalah risiko yang di alami akibat dari perubahan
suku bunga yang terjadi di pasaran yang mampu memberi pengaruh bagi pendapatan
perusahaan. Untuk pembahasan yang lebih dalam tentang interest rate risk ini dapat
dilihat pada bab khusus membahas tentang risiko suku bunga.
c) Commodity position risk / Risiko perubahan nilai komoditi adalah suatu siuasi dan
kondisi dimana terjadinya kerugian akibat perubahan harga barang komoditi di pasar yang
disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, dimana kondisi ini akan semakin parah pada saat
barang komoditi tersebut telah terikat kontrak dalam suatu kontrak perjanjian (commodity
contrack) serta informasi tersebut telah sampai ke pasar.
d) Equity position risk / Risiko perubahan kekayaan adalah suatu kondisi dimana kekayaan
perusahaan (stock and share) mengalami perubahan dari biasanyan sehingga perubahan
tersebut memberi dampak pada keuntungan dan kerugian karyawan.
e) Politic risk / Stabilitas politik adalah sesuatu sangat penting bagi suatu Negara. Stabilitas
politik menjanjikan terciptanya pembangunan yang berkelanjutan, namun jika pemimpin
dan pihak terkait di suatu Negara tidak mampu menciptakan iklim kondusif dalam bidang
politik maka artinya seluruh pemimpin dan aparatur di Negara tersebut tidak memiliki
semangat kemimpinan.
Jika kita membicarakan distribusi normal, kita hanya memerlukan dua parameter yaitu
nilai rata-rata (atau disebut juga sebagai nilai yang diharapkan) dan deviasi standarnya. Dengan
dua parameter tersebut, kita bisa melakukan banyak hal seperti menghitung probabilitas nilai
tertentu.
= deviasi standar
= nilai rata-rata
Bagan di atas menggambarkan kurva normal yang berbentuk seperti bel. Kurva tersebut
berbentuk simetris, dimana sisi kanan merupakan cerminan sisi kiri. Deviasi standar dipakai
untuk menghitung penyimpangan dari nilai rata-rata. Semakin besar deviasi standar, semakin
besar penyimpangan. Penyimpangan dipakai sebagai indikator risiko. Semakin besar
penyimpangan, semakin besar risiko.
Misalkan kita melakukan pengamatan tingkat keuntungan aset A dan B selama 10 bulan
terakhir. Tingkat keuntungan tersebut bisa dilihat pada kolom (2) dan kolom (3) pada tabel.
Varians =
0,973583 3,336111
Jumlah (N-1)
Tingkat keuntungan rata-rata untuk aset A adalah sebagai berikut :
E(R A) = ∑ Ri / N
= (3+2+4,5+3+4+5,2+3,5+4,25+4+5) / 10 = 3,845%
Perhitungan deviasi standar dimulai dari perhitungan varian. Varian bisa dihitung
sebagai berikut ini :
σR2 = ∑ (R A – E(R A))2 / (N – 1)
= ( 8,76225 ) / (10-1)
= 0,973583
σA = (0,973583)½
= 0,9867%
Dengan cara yang sama tingkat keuntungan rata-rata dan deviasi standar untuk aset B
bisa dihitung, dan hasilnya adalah :
E(RB) = 4,15%
σB = 1,8265%
Karena deviasi standar untuk aset B lebih besar dibandingkan aset A, maka dapat
dikatakan bahwa risiko B lebih besar dibandingkan dengan risiko A.
Jika kita menggunakan probabilitas, maka deviasi standar bisa dihitung dengan formula
sebagai berikut :
E(R) = ∑ pi Ri
σR2 = ∑ pi (Ri – E(R))2
σR = (σ R 2 ) ½
1.3.2. VAR (VALUE AT RISK)
Value At Risk (VAR) mengembangkan lebih lanjut konsep kurva normal seperti yang
telah dibicarakan di muka, untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut ini ’Jika besok adalah
hari yang jelek, berapa besar (nilai rupiah) dan berapa besar kemungkinannya (probabilitas)
kerugian yang bisa dialami perusahaan besok (atau beberapa hari mendatang)?’ bahwa
kerugian perusahaan (karena pergerakan harga pasar yang tidak menguntungkan) sebesar Rp
10 juta atau lebih. Dalam hal ini VAR menjawab pertanyaan tersebut dengan memberikan nilai
uang dari kerugian tersebut (Rp 10 juta), dan besar kemungkinannya (5%).
Misalkan kita membentuk portofolio yang terdiri dari saham X dan Y, dengan
proporsi masing-masing sebesar 50%, konstan selama 20 hari.
Return untuk portofolio tersebut bisa dilihat pada kolom (4).
Sebagai contoh :
M-1.65.STD 90 % M+1.65.STD
-12,75 12 % 36 ,75
Confidence
Interval
Dengan demikian VAR 95% return harian bisa dihitung melalui batas bawah
dimana wilayah sebesar 5% dari ujung paling kiri akan diperoleh, sebagai berikut ini.
VAR = 12% – 1,65 (15) = 12 % – 24,75 = – 12,75% VAR = –
12,75% x Rp1 milyar = – Rp127,5 juta
Jika kita mempunyai dua aset yang membentuk portofolio kita, maka efek
diversifikasi penting diperhatikan. Diversifikasi bisa mengurangi risiko jika kolerasi
return lebih kecil dari 1. sebagai contoh, misalkan menggabungkan dua aset dengan
karakteristik berikut ini :
Tingkat keuntungan bisa dilihat pada kolom 2, sementara probabilitas bisa dilihat pada
kolom 3. Probabilitas komulatif merupakan kumulasi
angka probabilitas yang akan diperlukan untuk menjalankan simulasi.
Sebagai contoh, untuk tingkat keuntungan -0,5 karena ada 5%
probabilitas terjadi, maka probabilitas kumulatif yang dipasangkan
adalah angka 0,1,2,3 dan 4 (ada lima angka ). Total probabilitas
komulatif adalah 100 angka (dari 0 sampai dengan 99), yang
mencerminkan total probabilitas yang berjumlah 1 (atau 5 angka seperti
terlihat diatas).
-0,5 3
-0,25 5
0 10
0,1 7
0,5 25
1 18
1,2 6
1,25 12
2,25 3
3 11
Jumlah 100
Distribusi diatas belum sepenuhnya normal. Jika kita melakukan run lebih banyak
lagi (misal 1.000 kali), maka sesuai dengan Central Limit Theorem. Distribusinya akan
mendekati atau menjadi distribusi normal. Setelah kita mengetahui distribusinya, kita
bisa menghitung VAR dengan menggunakan deviasi standar dan nilai rata – ratanya.
Untuk distribusi di atas, nilai rata – rata dan deviasi standarnya adalah :
Rata – rata tingkat keuntungan = 0,904%
Deviasi standar = 0,927%
Dalam beberapa situasi, kita ingin memodelkan VAR. Sebagai contoh, misalkan
kita mempunyai portofolio obligasi. Harga pasar obligasi sangat dipengaruhi oleh
tingkat bunga. Jika tingkat bunga naik, harga obligasi akan turun, dan sebaliknya. Kita
bisa memfokuskan perhatian kita pada tingkat bunga, dan menghubungkan perubahan
tingkat bunga dengan nilai pasar obligasi, kemudian menghitung VAR untuk
portofolio obligasi kita.
Lebih spesifik hubungan antara perubahan tingkat bunga dengan nilai obligasi
bisa dilihat sebagai berikut ini (lihat bab mengenai risiko perubahan tingkat bunga).
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ]
P = harga obligasi
D = Durasi obligasi
dR = perubahan tingkat bunga
R = tingkat bunga
Misalkan portofolio obligasi kita mempunyai durasi sebesar 5. Tingkat bunga saat
ini adalah 10%. Kemudian kita mengasumsikan pergerakan tingkat bunga mengikuti
distribusi normal. Analisis lebih lanjut, berdasarkan data historis dan pertimbangan-
pertimbagan, menunjukkan bahwa perubahan tingkat bunga harian yang diharapkan
adalah 0%, dengan deviasi standar perubahan tingkat bunga adalah 1%. Distribusi
perubahan tingkat bunga tersebut bisa digambarkan pada bagan berikut ini :
Bagan 4. Distribisi Perubahan Tingkat Bunga
Deviasi standar=1%
M-1.65.STD 90 % M+1.65.STD
-1,65% 0% +1,65%
Pertama, kita bisa menghitung perubahan harga akibat kenaikan tingkat bunga, sebagai
berikut ini,
dP/P = – D [ dR / (1 + R) ] = – 5 [ 0,0165 / (1 + 0,1) ] =
Jika tingkat bunga meningkat sebesar 1,65%, maka portofolio kita akan turun nilainya
sebesar 7,5%. Jika portofolio kita mempunyai nilai sebesar Rp1 milyar, maka 95%
VAR portofolio kita adalah:
Dengan hasil tersebut, kita bisa mengatakan bahwa ada kemungkinan sebesar 5%
kerugian portofolio obligasi kita sebesar Rp75 juta atau lebih.
1.3.2.5. VAR untuk Periode yang Lebih Panjang
Dalam beberapa situasi, kita ingin menghitung VAR untuk periode yang lebih
panjang. Misal, untuk melikuidasi posisi portofolio, waktu satu hari tidak cukup. Kita
memerlukan waktu, misal 5 hari. Padahal kita menghitung VAR dengan menggunakan
periode harian. Dalam situasi tersebut, VAR harian harus dikonversi menjadi VAR 5-
hari. Konversi tersebut bisa dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut
ini.
VAR(n) = VAR(harian) x n
Kembali ke contoh di atas dimana 95%-VAR harian untuk portofolio obligasi kita
adalah Rp75 juta, 95%-VAR 5 hari bisa dihitung sebagai berikut ini.
Misalnya portofolio dengan N asset yang independen satu sama lain. Risiko asset
diukur dengan standar deviasi, sehingga tingkat keuntungan asset yang diharapkan dan
risiko asset tersebut adalah
Tingkatan keuntungan yang diharapkan = E(Ri) = (R1),..., (RN)
Keterangan :
N = jumlah aset
Karena asset tersebut independen satu sama lain, maka kovarians antar
asset sama dengan nol. Dengan demikian formula diatas busa disederhanakan
lagi menjadi :
σ r2=¿+ ...+ ¿
σ r2 = ¿ + ...+σ N 2 )
σ 12 = σ 22 =σ N 2=σ 2`
σ r2 = ¿(Nσ 12)
σ2
σ r2 = ( )
N
Risiko portofolio (diukur melalui variansnya) adalah varians asset
individual dibagi dengan jumlah asset. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jika N
menjadi semakin besar, maka risiko portofolio akan semakin turun. Jika N tidak
terhingga (N → ∞ ), maka risiko portofolio akan menjadi nol. Dengan kata lain,
portofolio ini mempunyai tingkat keuntungan yang pasti (tidak ada kemungkinan
penyimpangan).Misalkan kita melakukan investasi di suatu asset. Maka
distribusi perolehan aset tersebut terlihat seberti tabel berikut
Tabel Perhitungan Standar Deviasi
Profitabilitas Keuntungan (Rp)
(1) (2) (3) = (1) x (4) = (10 x ((3) -
(2) 475)2
A 0,25 200 50 18.906,25
B 0,5 500 250 312,5
C 0,25 700 175 12.656,25
1,00 475 31,875
Standar deviasi = 1.785.357
Jika tahun depan kondisi ekonomi baik (kondisi A) dengan probabilitas 0,25
maka tingkat keuntungan investasi tersebut adalah Rp700. Ada tiga kondisi yaitu
sedang (B), dan jelek (C). Tingkat keuntungan yang diharapkan bisa dilihat pada
kolom (3), yaitu sebesar 475. Perhitungan varian diperoleh pada kolom (4) baris
kedua dari bawah yaitu 31.875. Standar deviasi adalah akar dari 31.875 yaitu =
178,5
Tabel berikut ini menunjukkan efek diversifikasi ( asset independen ), risiko dengan
satu asset, kemudian portofolio dimulai dengan 10 aset sampai dengan jumlah asset
yang tidak terhingga
Tabel Efek Diversifikasi (Aset Independen)
Jumlah Risiko Risiko
Aset (Standar (Varian)
Deviasi)
1 178,5357 31.875
10 17,85357 3.187,5
100 1,785357 318,75
1000 0,1785357 31,875
1000 0,01785357 3,1875
100000 0,001785357 0,31875
Tidak 0 0
terhingga
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jika asset independen satu sama lain, risiko akan
cenderung nol kita memperluas asset menjadi tidak terhingga jumlahnya. Bagan berikut ini
menggambarkan hasil pada tabel diatas
1 2.500 0 2500
10 250 225 475
100 25 247,5 272,5
1000 2,5 249,75 252,25
10000 0,25 249,975 250,225
100000 0,025 2,499,975 250,0225
Tidak 0 250 250
terhingga
Tabel diatas menunjukkan bahwa jika risiko portofolio yang terdiri dari aset
yang berkolerasi satu sama lain akan turun sampai nilai tertentu, yaitu kovarian antar
saham. Risiko tersebut tidak akan bisa diturunkan lebih lanjut. Bagian berikut ini
menunjukkan situasi tersebut.
Bagan efek Diversifikasi (Aset Tidak Independen)
1.4.3 Ilustrasi Risiko yang Bisa dan Yang Tidak bisa Diversifikasikan
Contoh risiko bisa didiversifikasi (risiko tidak sistematis): Misalkan kita
memegang saham Astra kemudian pabrik Astra mengalami kebakaran yang
mengakibatkan penurunan keuntungan. Dengan demikian kita megalami
kerugian karena saham perusahaan mengalami penurunan. Namun disisi
lain kita juga mempunyai saham Indomobil sehingga kita mempunyai
portofolio dari saham Astra dan Indomobil. Berita buruk Astra menjadi
berita baik Indomobil. Pasokan Astra berkurang dan Indomobil
meningkat, dengan begitu kerugian saham di Astra bisa dikompensasi
oleh keuntungan dari Indomobil.
Contoh risiko yang tidak bisa didiversifikasi (risiko sistematis):
Misalkan terjadi resesiperekonomian di Indonesia sehingga
permintaan terhadap produk produk Indonesia melemah. Menyebabkan
penjualan mobil mengalami penurunan baik Astra maupun Indomobil
sehingga harga saham keduanya juga mengalami penurunan, salah satu cara
menurunkan risiko sistematis dalam situasi tersebut adalah dengan
memperluas aset dalam portofolio kita, misal dengan memasukan asset
dari luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Mamduh, M. Hanafi, 2016, Manajemen Risiko (Edisi Ketiga), Yogyakarta:UPP STIM YKPN