Anda di halaman 1dari 17

18/03/2021 4.

Tonsilitis

4. Tonsilitis
Site: E-Learning Kolegium THT-KL Printed by: UNHAS dr. Fauzan Rochman
Course: Program Pendidikan Dokter Spesialis THT-KL Date: Thursday, 18 March 2021, 3 58 PM
Book: 4. Tonsilitis

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 1/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

Table of contents
1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Cincin Waldeyer
2. Patofisiologi Tonsilitis
3. Tonsilitis
4. Tatalaksana Tonsilitis
4.1. Tonsilektomi
4.2. Adenoidektomi
5. Durante Operasi
5.1. Post Operasi (Recovery)
5.2. Post Operasi (Kemudian)
5.3. Perawatan Post Operasi

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 2/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi Cincin Waldeyer


Tonsil (faucial atau palatina) berjumlah sepasang, merupakan organ yang berbentuk oval yang berlokasi di dinding lateral orofaring, di fossa
tonsilaris diantara plika palatoglossus dan plika palatofaringeus.3,4 Organ ini beserta adenoid merupakan bagian dari lingkaran jaringan limfoid
yang disebut cincin Waldeyer,). Tonsila palatina diliputi oleh selapis tipis epitel yang menjorok masuk ke dalam parenkimnya membentuk kripte-
kripte.5 Diantara kapsula tonsil dengan otot faring terdapat jaringan ikat yang longgar .
Permukaan dalam tonsil bersinggungan dengan fasia muskulus konstriktor superior. Batas anterior adalah muskulus palatoglosus (pilar anterior),
dan batas posterior adalah muskulus palatopharyngeus (pilar posterior). Tonsil bisa meluas ke inferior dan menyambung dengan jaringan tonsil
lingual pada dasar lidah.3
Suplai darah tonsil sangat bervariasi, tetapi secara umum disuplai dari arteri faringeal ascendens, palatina ascendens, dan cabang dari arteri
lingual dan fasial, semua cabang arteri carotis externa. Jarang diperdarahi langsung oleh arteri carotis externa itu sendiri. Arteri carotis interna
berjalan kira-kira 2 cm di posterolateral dasar tonsil; sehingga pada waktu pembedahan, harus diperhatikan tempat yang tepat untuk diseksi untuk
menghindari cedera pada pembuluh darah. Saluran limfatik dari tonsil yang utama adalah ke limfonodi cervical superior dalam dan jugular; dengan
demikian penyakit inflamasi dari tonsil merupakan faktor yang signifikan pada perkembangan abses atau adenitis cervical pada anak-anak.
Inervasi sensoris berasal dari nervus glossopharyngeal dan beberapa cabang dari nervus palatina lewat ganglion sphenopalatina.3,5
Lokasi anatomi tonsil tersebut mengakibatkan adanya hubungan dengan penyakit pada tuba eustachius / telinga tengah dan sinus; tetapi tonsil
dan adenoid secara bersama lebih sering mengakibatkan proses penyakit : infeksi kronik / rekuren dan atau hiperplasia obstruktif.3
Hiperplasia tonsil bisa menyebabkan posisi lidah abnormal, lidah terasa ditusuk-tusuk, pola bicara yang abnormal, dan perubahan pertumbuhan
orofasial dan kraniofasial. Serupa dengan adenoid, hubungan antara volume orofaring, ukuran tonsil, dan etiologi obstruksi jalan napas atas
merupakan multifaktor dan berhubungan dengan hiperplasia tonsil, variasi anatomi, dan faktor genetik.3
Struktur histologi tonsil sangat erat hubungannya dengan fungsinya sebagai organ imunologis. Seperti adenoid, tonsil palatina tidak mempunyai
limfatik aferen tetapi mempunyai 10 sampai 30 invaginasi seperti kripte yang cabangnya terletak di dalam parenkim tonsil dan dihubungkan
dengan epitel squamous antigen-processing khusus. Epitel ini bekerja sebagai sistem imun untuk antigen inhalasi dan ingesti. Epitel kripte
mempunya sistem kompleks sel antigen-processing khusus dan micropores yang mengirim antigen pada cel limfoid aktif imunologis. Empat zona
(atau bagian) yang penting pada proses antigen yaitu: epitel squamous khusus, area extrafolikuler (area kaya sel T), lapisan folikel limfoid, dan
pusat germinal folikel limfoid (sel B). 3
Tonsil dan adenoid merupakan jaringan limfoid utama pada traktus aerodigestivus. Keduanya terlibat dalam imunitas lokal maupun sistemik.
Adenoid juga menjadi target organ pada stimulasi alergi, yang dapat berakibat terjadinya hipertrofi. Efek adenotonsilektomi terhadap keseluruhan
integritas sistem imun hanyalah minimal. Meskipun tidak ditemukan adanya efek samping setelah ekstirpasi kedua organ ini, namun keduanya
memang berperan dalam fungsi imunitas yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja, terutama pada masa awal kanak-kanak. Sehingga tindakan
mengambil adenoid dan tonsilapalatina harus disertai adanya definisi penyakit klinis yang jelas.3

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 3/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

2. Patofisiologi Tonsilitis
Patogenesis infeksi dan inflamasi pada tonsil dan adenoid dipengaruhi oleh lokasi tonsil yang letaknya di orofaring, nasofaring dan dasar lidah
membentuk suatu cincin pertahanan imunitas (Waldeyerʼs ring). Organ ini akan memproses antigen virus, bakteri dan mikroorganisme lain,
sehingga mudah terkena infeksi dan pada akhirnya dapat menjadi fokus infeksi. Infeksi virus yang diikuti infeksi bakteri sekunder mungkin
merupakan salah satu mekanisme dari infeksi akut menjadi infeksi kronis, tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, pejamu, alergi dan
penggunaan antibiotik yang luas dan gizi.1

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 4/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

3. Tonsilitis
Tonsilits dibagi menjadi tonsilitis akut dan tonsilitis kronis. a. Tonsilitis Akut : · Acute Catarrhal/ superficial tonsillitis · Acute follicular tonsillitis ·
Acute parenchymatous tonsillitis · Acute membranous tonsillitis b. Tonsilitis Kronis : · Chronic follicular tonsillitis · Chronic parenchymatous
tonsillitis · Chronic fibroid tonsillitis · Tonsilitis alergi (lihat di Modul Alergi Imunologi) Diagnosis banding tonsilitis kronik yaitu hipertrofi tonsil dan
tumor tonsil.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 5/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

4. Tatalaksana Tonsilitis
Tatalaksana tonsilitis berupa medikamentosa dan operatif berupa tonsilektomi dan atau adenoidektomi. Antibiotika yang diberikan adalah
golongan penisilin masih merupakan terapi pilihan.
Prosedur pengangkatan tonsila palatina dapat berupa pengangkatan tonsil secara total (tonsilektomi) atau secara parsial (tonsilotomi). Pada
adenoid hipertrofi dilakukan adenoidektomi.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 6/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

4.1. Tonsilektomi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai suatu tindakan bedah yang mengangkat keseluruhan jaringan tonsil palatina, termasuk kapsulnya dengan
melakukan diseksi ruang peritonsiler diantar kapsula tonsil dan dinding muskuler tonsil. Tindakan ini dapat dilakukan dengan atau tanpa
adenoidektomi. 1,2                
Indikasi Operasi
a.      Obstruksi 3,6,7
                   Hiperplasia/hipertrofi tonsil yang menyebabkan gangguan berupa:
1)      Gangguan bernapas saat tidur.
·         Obstructive sleep apnea syndrome
·         Upper airway resistance syndrome
·         Obstructive hypoventilation syndrome
2)      Gagal tumbuh
3)      Cor pulmonale
4)      Gangguan menelan
5)      Gangguan berbicara
6)      Abnormalitas orofacial/dental
7)      Gangguan limfoproliferatif3
 
b.      Infeksi
1)      Tonsilitis rekuren/kronik6,7
2)      Tonsilitis dengan :
·         Abses nodus cervical
·         Obstruksi jalan napas akut
·         Penyakit jantung katup
3)      Tonsilitis persisten dengan :
·         Sore throat persisten
·         Nodus cervical yang nyeri
·         Halitosis
4)      Tonsilolithiasis
5)      Status karier streptococcal yang tidak responsif terhadap terapi medis pada anak-anak atau keluarga yang beresiko6,7
6)      Abses peritonsial yang tidak responsif terhadap terapi medis atau pada pasien dengan tonsilitis rekuren atau abses rekuren3
7)      Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam6
8)      Terjadi 3 atau lebih infeksi tonsil dalam satu tahun dengan pengobatan adekuat6
 
c.       Neoplasma
      Tersangka neoplasma, baik benigna maupun maligna.5,6
(Cummings, 2005; HTA, 2004; HTA Ireland 2013)
Ada pula indikasi dengan menggunakan kriteria Paradise 8, yaitu :
1)      ≥ 7 episode tonsilitis per tahun dengan pengobatan adekuat
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 7/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

2)      ≥ 5 episode tonsilitis per tahun dalam 2 tahun terakhir


3)      ≥ 3 episode tonsilitis per tahun dalam 3 tahun berturut-turut
Tonsilitis dengan gejala nyeri tenggorok disertai paling tidak 1 dari gejala berikut:
1)      Demam ≥ 38,3 °
2)      Cervical limfadenopati
3)      Tonsilar eksudat
4)      Positif kultur Streptokokus beta hemolitikus

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 8/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

4.2. Adenoidektomi
Adenoidektomi adalah tindakan pengangkatan adenoid, dapat dilaksanakan dengan atau tanpa tonsilektomi.
a.      Indikasi Adenoidektomi:
1)      Hipertrofi Adenoid
2)      Adenoiditis yang menyebabkan
·         Otitis Media Rekuren
·         Sinusitis Akut Rekuren
·         Sinusitis Kronik Pada Anak
3)      Obstructive Sleep Apnea Syndrome
 
b.      Kontra Indikasi Operasi
1)      Kelainan darah, seperti hemofilia, diskrasia darah, anemia
2)      Risiko tinggi pembiusan umum (general anesthessia)
3)      Palatoskizis
 
c.       Pemeriksaan penunjang
1)      Laboratorium darah: Darah rutin, BT, CT dan atau PT, APPT
2)      Bila perlu: kultur resistensi (swab tenggorok), rhinopharyngolaryngoscope (RFL) (lihat Modul Refluks Laringo-Faring), Foto Kepala AP dan
Lateral  sentrasi adenoid, polysomnography (lihat Modul OSAS)
3)      Foto rontgen dada, EKG untuk usia lebih dari 35 tahun
d.      Teknik Operasi
Terdapat banyak variasi teknik tonsilektomi dan adenoidektomi. Sejarah pengangkatan tonsil pertama sebagai tindakan medis telah dilakukan
pada abad 1 Masehi oleh Cornelius Celsus di Roma dengan menggunakan jari tangan6. Selama bertahun-tahun, berbagai teknik dan instrumen
untuk tonsilektomi telah dikembangkan. Sampai saat ini teknik tonsilektomi yang optimal dengan morbiditas yang rendah masih menjadi
kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah
teknik Guillotine dan diseksi.6
Tonsilektomi dapat dilakukan dengan pisau, protected electrocautery blade, scalpel harmonic, koblasi, mikrodebrider, atau laser. Hemostatis
dapat dilakukan dengan elektrokauter, ligasi, jahitan, maupun thrombin. Jaringan adenoid dapat dieksisi dengan kuret, adenotom, atau powered
instrument. Seiring waktu berbagai instrumen dan teknik tonsilektomi telah berkembang, yang pertama kali dikembangkan adalah teknik guillotine
di abad ke-18.10
Tonsilektomi cara guillotine dikerjakan secara luas sejak akhir abad ke 19, dan dikenal sebagai teknik yang cepat dan praktis untuk mengangkat
tonsil. Greenfield Sluder pada sekitar akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan seorang ahli yang sangat merekomendasikan teknik
Guillotine dalam tonsilektomi. Beliau mempopulerkan alat Sluder yang merupakan modifikasi alat Guillotin.5 Hingga kini, di UK tonsilektomi cara
guillotine masih banyak digunakan. Hingga dikatakan bahwa teknik Guillotine merupakan teknik tonsilketomi tertua yang masih aman untuk
digunakan hingga sekarang. Kepustakaan
  menyebutkan beberapa keuntungan teknik ini yaitu cepat, komplikasi anestesi kecil, biaya kecil.6
Frampton et al dalam penelitiannya menyatakan bahwa guillotine merupakan metode tonsilektomi yang efektif dan efisien waktu dengan
perdarahan intraoperative yang lebih sedikit dan nyeri post operatif yang lebih ringan dibandingkan teknik cold diseksi. 10
Sejak para pakar bedah mengenal anestesi umum dengan endotrakeal pada posisi Rose yang mempergunakan alat pembuka mulut Davis, mereka
lebih banyak mengerjakan tonsilektomi dengan cara diseksi.6 . Saat ini teknik inilah yang paling sering digunakan. Teknik cold dissection (diseksi
dingin) meliputi eksisi tonsil menggunakan gunting dan disektor tonsil tumpul. dengan menggunakan anestesi umum dengan intubasi
endotrakeal.10  Teknik operasi meliputi: memegang tonsil, membawanya ke garis tengah, insisi membran mukosa, mencari kapsul tonsil,
mengangkat dasar tonsil dan mengangkatnya dari fossa dengan manipulasi hati-hati. Lalu dilakukan hemostasis dengan elektokauter atau ikatan.
Berbagai teknik diseksi baru telah ditemukan dan dikembangkan disamping teknik diseksi standar, yaitu: 6,7,10
1)      Elektrokauteri
2)      Radiofrekuensi
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 9/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

3)      Skalpel harmonic
4)      Coblation
5)      Intrakapsular parsial tonsilektomi
6)      Laser6,7, 10
 
e.       Diseksi
·         Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
·         Pembiusan dengan endotracheal , posisi kepala penderita hiperektensi dengan bantal dibawah bahu penderita.
·         Desinfeksi dengan larutan antiseptik , kemudian ditutup dengan kain steril berlubang.
·         Dipasang retraktor mulut.

1)      Diseksi Menurut Lore and Medina


a)      Dengan mouth gag Jennings dan penekan lidah, tonsil dicengkram dengan klem Allis atau klem tonsil lain yang serupa. Suction Yankauer
digunakan untuk menarik palatum molle. Dengan menarik palatum, dan traksi tonsil keluar, mukosa pilar posterior tonsil terlihat. Mukosa pilar
posterior diinsisi dimulai dari kutub superior.
b)      Sisa mukosa pada kutub superior dan mukoas pilar anterior diinsisi dan klem mencengkram kapsul di kutub superior. Bagian belakang pisau
(Neivert) digunakan untuk memisahkan kapsul tonsil dari fossanya.
c)      Klem digunakan dalam posisi horizontal, dan diseksi secara tumpul dilakukan di kutub superior untuk melihat pembuluh darah kutub
superior.
d)     Pembuluh darah ini diklem di bagian proximal dan dipotong di bagian distal dengan gunting.
e)      Benang catgut 2.0 atau 3.0 diletakkan di sekeliling klem pembuluh darah dan diikat dengan menggunakan klem lain.
f)       Pilar anterior di retraksi dengan retraktor Herd, kapsul dipisahkan secara diseksi tumpul. Gunting Metzenbaum juga bisa digunakan untuk
diseksi.
g)      Saat diseksi mencapai kutub inferior, senar digunakan untuk mengangkat tonsil secara utuh.
h)      Bila terdapat sisa jaringan limfoid di kutub inferior, diangkat dengan menggunakan senar
i)        Fossa diinspeksi, dan perdarahan di klem dan diikat. Jahitan di bagian di dalam dihindari, karena arteri carotis intera bisa terkena. Setelah
mengatasi perdarahan, letakkan kassa pada fossa untuk beberapa menit.
j)        Pengikatan perdarahan bisa dengan pengikat dari ruder. Setelah pendarahan diklem, benang cat gut 2,0 atau 3,0 setelah diikat simpul yang
bisa digerakkan dimasukkan ke pengikat ruder, diluwib back disekeliling pembuluh darah yang diklem kemudian dieratkan.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 10/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

 
 
 
 
 
2)                        Teknik Diseksi Menurut Byron J. Bailey1
Alat :
a)      Lampu kepala
b)     Retraktor McIvor
c)      Pisau Dean dan Fischer
d)     Bantalan
Kutub superior dari salah satu tonsil di pegang dengan klem Allis dan di tarik ke depan ke arah garis tengah. Mukosa di sekitar kutub superior
tonsil di insisi  dengan menggunakan pisau lengkung pada pertemuan antara tonsil dan musculus pilar. Insisi ke arah anterior dan inferior menuju
kutub inferior tonsil. Ujung pisau masuk ke dalam mukosa dan kemudian menelusuri tepi pilar posterior tonsil.
Kapsul diangkat dari landasan otot fossa tonsilar dengan menggunakan tekanan dengan tepi pisau Fischer/disektor tonsil. Pembuluh darah yang
tampak, bisa di electrocoagulated sebelum dipisahkan atau di cauter setelah di klem dengan hemostat. Diseksi dilanjutkan sampai tonsil melekat
dengan hanya satu pembuluh darah dan mukosa di kutub inferior. Lingkaran logam (kawat) masuk mengelilingi tonsil, melingkari perlekatan kutub
inferior dengan pergerakan yang lambat dan mantap, lingakaran dieratkan sampai tonsil lepas. Saat perlekatan kutub inferior tonsil dilepas,
biasanya terjadi perdarahan, yang diatasi dengan meletakkan dua buah kapas pada fossa tonsilar.
Pedarahan dicegah dengan meletakkan kapas pada sisi tonsilektomi dan atau adenoidektomi sementara prosedur yang sama dilakukan pada sisi
kontralateral. Setelah menyelesaikan tonsilektomi dan atau adenoidektomi, kassa dilepas dari nasofaring, dan daerah tersebut diirigasi dengan
larutan saline untuk membersihkan clotting. Inspeksi nasofaring dengan cermin dilakukan dengan menarik kedua kateter karet  untuk membuka
daerah tersebut. Perdarahan diatasi dengan kassa atau elektrokoagulasi. Kassa diangkat dari sisi tonsilektomi dan atau adenoidektomi yang
pertama, dan kemudian dasar tonsil diamati dengan cermat. Dapat dilihat kumpulan pembuluh darah dekat kutub superior dan inferior di setiap
tonsil. Perdarahan kecil diatasi dengan elektrokoagulasi, dan perdarahan besar dengan klem dan ligasi menggunakan benang catgut 2,0 atau 3,0
atau Vicryl pada jarum semisirkuler.
 
 
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 11/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 12/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

 
 
a.      Komplikasi Anestesi 6:
1)      Laringospasme
2)      Gelisah pasca operasi
3)      Mual muntah
4)      Kematian saat induksi dengan hipovolemi
5)      Hipotensi
6)      Henti jantung
7)      Hipersensitif obat anestesi
 
b.      Komplikasi Operasi1,6,7,10
1)      Perdarahan
2)      Nyeri
3)      Airway obstruction
4)      Postoperatif pulmonary edema
5)      Dehidrasi
6)      Insufisiensi velofaringeal
7)      Stenosis nasofaring
8)      Lesi di bibir, lidah, gigi
9)      Pneumonia

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 13/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

5. Durante Operasi
a.       Trauma pada gigi, bibir, lidah, dinding faring dan tuba eustachius (pada adenoidektomi).
b.      Dislokasi sendi rahang11 (temporomandibular joint), jika membuka mulut terlalu lebar atau kesalahan pemasangan mouth gag
c.       Trauma pada vertebra servikal karena hiperekstensi kepala
d.      Perdarahan1,6,7,11,15, mungkin terjadi karena :
Jaringan tonsil yang tertinggal (rest tonsil)
Baru saja infeksi, atau ada kelainan darah (gangguan faktor pembekuan)
Riwayat abses peritonsil sebelumnya (scar/fibrotik)
Terdapat pembuluh darah yang terbuka
e.       Sumbatan jalan nafas karena darah terkumpul di daerah faring sehingga menyebabkan sumbatan mekanik jalan nafas1,4,6,14

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 14/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

5.1. Post Operasi (Recovery)


a.       Perdarahan (8 jam pertama), kemungkinan penyebabnya adalah :
·         Ikatan pembuluh darah terlepas
·         Tekanan darah meningkat
·         Hilangnya vasokonstriktor adrenalin (lokal)
·         Bekuan darah terlepas
·         Peningkatan tekanan vena karena terbatuk (mulai sadar)
b.      Sumbatan jalan nafas karena terkumpulnya darah di saluran nafas atas (faring)
c.       Spasme laring karena ekstubasi terlalu cepat atau terkumpulnya darah pada jalan nafas
d.      Shock hipovolemik

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 15/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

5.2. Post Operasi (Kemudian)


a.       Perdarahan sekunder, biasanya terjadi hari ke 5-10 karena peradangan, selaput fibrin yang menutup fosa tonsilaris terlalu cepat lepas, ikatan
pembuluh darah terlepas, iritasi karena batuk-batuk dan trauma akibat makanan yang terlalu keras.
b.      Nyeri alih ke telinga / otalgia6,7,11,15, karena terganggunya tuba eustachius
c.       Otitis media akut (infeksi sekunder melalui tuba eustachius)
d.      Odema palatum molle dan uvula, akibat trauma
e.       Sepsis lokal
f.       Komplikasi paru, misal atelektasis, pneumonia dan abses paru, terjadi karena aspirasi darah / debris/ fragmen tonsil, atau perluasan infeksi
dari saluran nafas atas.
g.      Komplikasi jantung
h.      Dehidrasi dan malnutrisi7,15

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 16/17
18/03/2021 4. Tonsilitis

5.3. Perawatan Post Operasi


a.       Sangat penting mengamati perdarahan, sehingga disarankan pasien tidur miring tanpa bantal.
b.      Kompres es di sekitar leher
c.       Awasi tekanan darah dan nadi secara teratur
d.      Mengawasi terjadinya dehidrasi, karena biasanya setelah operasi, pasien tidak tertarik untuk makan dan minum
e.       Pemberian antibiotik segera setelah operasi untuk mencegah infeksi
f.       Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
g.      Pemberian minuman dingin dan makanan lembut untuk beberapa hari pertama, untuk menghindari terjadinya perdarahan.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=82 17/17

Anda mungkin juga menyukai