Anda di halaman 1dari 31

18/03/2021 3.

Peradangan rongga mulut

3. Peradangan rongga mulut


Site: E-Learning Kolegium THT-KL Printed by: UNHAS dr. Fauzan Rochman
Course: Program Pendidikan Dokter Spesialis THT-KL Date: Thursday, 18 March 2021, 3 58 PM
Book: 3. Peradangan rongga mulut

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 1/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

Table of contents
1. Infeksi odontogenik
1.1. Definisi Infeksi Odontogenik
1.2. Anatomi
1.3. Etiologi
1.4. Klasifikasi
1.5. Tahapan infeksi
1.6. Patogenesis
1.7. Gejala klinis
1.8. Diagnosis
1.9. Penatalaksanaan
2. Mukositis
2.1. Anatomi
2.2. Faktor Risiko
2.3. Etiopatogenesis
2.4. Diagnosis
2.5. Terapi
2.6. Pencegahan
3. STOMATITIS
3.1. Faktor Risiko
3.2. Etiologi
3.3. Diagnosis
3.4. Terapi
3.5. Treatment-related stomatitis
3.6. Stomatitis infeksi
3.7. Stomatitis terkait imunologi
3.8. Stomatitis karena kondisi sistemik
3.9. Stomatitis karena gangguan nutrisi
3.10. Stomatitis idiopatik
3.11. Stomatitis pada anak-anak

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 2/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1. Infeksi odontogenik
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 3/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.1. Definisi Infeksi Odontogenik


Infeksi odontogenik merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia. Pada kebanyakan pasien infeksi
ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang
mengalami gangguan.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 4/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.2. Anatomi
Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum
(palatum keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar ridgeʼ, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah
bagian tulang yang membatasi rongga mulut.Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk secara anatomis oleh pipi, palatum keras,
palatum lunak, dan lidah.Pipi membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut.Pada bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi
oleh kulit.Sedangkan pada bagian internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih berlapis yang tidak
terkeratinasi.Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi.Bagian
anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 5/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.3. Etiologi
Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biochemical yang berada dalam rongga mulut dan gigi.Kekomplekan
flora rongga mulut dan gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam rongga mulut, tetapi
lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram positif yang aerob dan anaerob.Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x
1011 anaerobs/gram.Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak gigi.Sekali bakteri patologik ditentukan,
mereka dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis, infeksi ortopedik, infeksi
pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen.Lebih dari setengah kasus infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %)
disebabkan oleh bakteri anaerob. Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur adalah alpha-hemolytic
Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium, Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob
sendiri jarang menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %).Bila infeksi odontogen disebabkan bakteri aerob, biasanya organisme
penyebabnya adalah species Streptococcus. Infeksi odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob
yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada pemeriksaan kultur.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 6/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.4. Klasifikasi
Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi :
a.       Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri implantitis. 
b.      Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis,deep-space infection.
c.       Life-Threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig's angina.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 7/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.5. Tahapan infeksi


Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani resolusi:
a.       Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya konsisten.
b.      Antara 5 sampai 7 hari – tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin
dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi.
c.       Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat
kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 8/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.6. Patogenesis
Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut
yang merupakan tahap komplikasi.Infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa,
kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal atau
meluas secara cepat.Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi.Foramen apikalis
dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan
lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran periodontal di apikal
mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran infeksi.Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa
periodontitis apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.
Pada infeksi sekitar foramen apikalis terjadi nekrosis disertai akumulasi leukosit yang  banyak dan sel-sel inflamasi lainnya. Sedangkan pada
jaringan sekitar abses akan tampak hiperemis dan edema. Bila masa infeksi bertambah, maka tulang sekitarnya akan tersangkut, dimulai dengan
hiperemia pembuluh darah kemudian infiltrasi leukosit dan akhirnya proses supurasi. Penyebaran selanjutnya akan melalui kanal tulang menuju
permukaan tulang dan periosteum. Tahap berikutnya periosteum pecah dan pus akan terkumpul di suatu tempat di antara spatia sehingga
membentuk suatu rongga patologis. Pembentukan abses pada umumnya didahului oleh periodontitis apikalis akut, namun dapat juga langsung
tanpa didahului oleh periodontitis apikalis.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 9/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.7. Gejala klinis


Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam beberapa tanda :
a.       Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada
vena.
b.      Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
c.       Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka
(Fragiskos, 2005)
d.      Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.
e.       Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
f.        Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik
 
Adanya gejala infeksi
Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor
atau edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih
dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik
yang di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau
bradikinin pada akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan
mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi
dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika
organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat
terjadi secara spontan dan  memerlukan insisi dan drainase.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 10/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.8. Diagnosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk infeksi
odontogen lokal / terlokalisir atau infeksi odontogen umum / menyebar Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut
(trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit
gigi sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau
terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya. 
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;
a.       Rubor    : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi
b.      Tumor    : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan eksudat
c.       Calor    : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke area infeksi
d.      Dolor    : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat edema atau infeksi
e.       Fungsiolaesa : terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan gangguan pernafasan.
Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah
lesu dan gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).
 Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah,
kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus.Dilihat adakah limfadenopati leher,
keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari trismus.Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang karies, kedalaman karies, vitalitas gigi,
lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi.Dilihat juga adakah obstruksi duktus Wharton dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus
Wharton dan Stenson (pus atau saliva).Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata terkena infeksi. Pemeriksaan mata meliputi : fungsi
otot-otot ekstraokuler, adakah proptosis, adakah edema preseptal atau postseptal. 
Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi). Bila
infeksi odontogen hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto rontgen panoramik sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis.CT scan harus dilakukan bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 11/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

1.9. Penatalaksanaan
Tujuan manajemen infeksi odontogen adalah :
a.       Menjaga saluran nafas tetap bebas 
dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal nafas
mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang paling penting dalam manajemen infeksi odontogen
tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak dapat tidur dalam posisi terlentang dengan tenang,
mengeluarkan air liur, disfonia, terdengar stridor
saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi odontogen
jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
b.      Tindakan drainase
pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah penyakit abses
memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab
penyakit infeksi odontogen
penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan, ruang sekunder potensial terinfeksi juga
CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi
Foto Rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat infeksi
Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan bukal disarankan diinsisi ekstraoral dan didrainase.
c.       Medikamentosa
rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat besar)
merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya Diabetes Mellitus)
mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
d.      Identifikasi bakteri penyebab
Diharapkan bakteri penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri anaerob lainnya
kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik
(kemungkinan resisten terhadap antibiotika)
Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika incisi dan drainase terlambat dilakukan
e.       Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
penicillin parenteral
metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi yang berat
Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama) 
antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi odontogen yang signifikan
jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thoraks segera dan konsultasi kepada dokter bedah thoraks
kardiovaskular
ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 12/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2. Mukositis
Definsi
Suatu proses peradangan pada mukosa rongga mulut yang berkaitan dengan radioterapi atau kemoterapi pada penderita kanker kepala dan leher.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 13/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.1. Anatomi
Rongga mulut dimulai dari bibir sampai dengan pilar tonsil. Rongga mulut terdiri dari bibir, mukosa bibir, prosesus alveolar superior dan inferior,
trigonum retromolar, 2/3 anterior lidah, dasar mulut dan palatum durum. Bagian atap dibatasi oleh palatum durum dan palatum mole. Dasar rongga
mulut dibagi menjadi dua bagian oleh barisan tulang alveolar dan gigi yaitu bagian luar berupa vestibulum dan bagian dalam merupakan rongga
mulut yang sebenarnya. Vaskularisasi dasar rongga mulut berasal dari arteri lingualis. Persarafan dilayani oleh nervus V2, V3 dan VII. Drainase
kelenjar limfe dialirkan menuju limfonodi sekitar parotis dan jugularis superior.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 14/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.2. Faktor Risiko


Penderita dengan tumor primer di rongga mulut, orofaring atau nasofaring.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 15/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.3. Etiopatogenesis
Reaksi jaringan terhadap trauma akibat radiasi atau kemoterapi. Beberapa literatur membagi patogenesis mukositis akibat radioterapi dan
kemoterapi menjadi 5 fase, yaitu : fase inisiasi, fase peningkatan regulasi inflamasi, fase massaging, signaling dan amplifikasi, fase ulserasi dan
fase penyembuhan. Ada pula yang membagi fase-fase mukositis dalam 4 fase, antara lain : fase inflamasi, fase epitelial, fase ulserasi/bakterial,
dan fase penyembuhan.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 16/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.4. Diagnosis
1)      Anamnesis :
Penderita mengeluh nyeri pada rongga mulut disertai nyeri menelan, hanya bisa makan makanan cair.
2)      Pemeriksaan fisik :
Didapatkan warna putih pada mukosa rongga mulut yang diikuti oleh eritema. Mukositis dapat meluas sampai palatum mole, mukosa hipofaring,
dasar mulut, mukosa pipi, dasar lidah, bibir dan bagian belakang lidah. Mukositis derajat berat disebut juga ulcerative atau pseudomembrane
mucositis (ulserasi yang ditutupi pseudomembran dan eksudat).

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 17/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.5. Terapi
1)      Medikamentosa
Pemberian obat topikal anestesi dan analgetik, suspensi pelindung mukosa rongga mulut (suspensi sukralfat) 
2)      Oral hygine
Direkomendasikan protokol perawatan oral, meliputi gosok gigi dengan sikat gigi halus, berkumur dengan larutan air garam dan sodium
bikarbonat. Beberapa hal yang dapat dipakai untuk mengatasi mulut kering adalah minum air sesuai kebutuhan, menggunakan produk artifisial
seperti air ludah sintesis. Mencuci mulut dengan campuran ½ sendok teh baking soda dan atau ¼ - ½ sendok teh garam dalam 1 cangkir air
hangat beberapa kali sehari untuk membersihkan, melumasi jaringan rongga mulut dan menetralkan suasana lingkungan rongga mulut.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 18/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

2.6. Pencegahan
Dengan menjaga kebersihan rongga mulut dan menghindari faktor iritan mukosa rongga mulut seperti konsumsi tembakau, alkohol, makanan
pedas serta asam diharapkan dapat memperlambat terjadinya mukositis. Penderita dianjurkan makan makanan lunak.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 19/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3. STOMATITIS
Definisi STOMATITIS
Stomatitis merupakan suatu proses keradangan dan kerusakan permukaan mukosa rongga mulut dan biasanya menimbulkan keluhan.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 20/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.1. Faktor Risiko


Oral higiene dan penyakit sistemik

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 21/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.2. Etiologi
Treatment-related (akibat terapi), infeksi, proses imunologi, kondisi sistemik, gangguan nutrisi, maupun idiopatik.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 22/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.3. Diagnosis
1)      Anamnesis :
Penderita mengeluh timbul luka, nyeri di rongga mulut, maupun nyeri menelan. Beberapa dapat disertai gejala sistemik seperti demam, diare, dan
gejala penyerta lainnya.
2)      Pemeriksaan fisik
Gambaran klinisnya bervariasi, mulai dari yang terlokalisir sampai manifestasi yang berat (fulminan) dan dapat memberikan gambaran seperti
eritema mukosa, hiperkeratosis, ulserasi, pseudomembran, dan atau pembentukan vesikel.
3)      Pemeriksaan penunjang
KOH swab, pengecatan Gram, Darah lengkap, LED, dan pemeriksaan imunologi lain.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 23/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.4. Terapi
Penatalaksanaan meliputi pemberian medikamentosa, oral higiene, menghilangkan faktor pencetus atau penyakit dasarnya serta pemberian
pengobatan simptomatisnya. 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 24/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.5. Treatment-related stomatitis


Kondisi ini dapat terjadi akibat berbagai macam terapi, namun paling sering adalah akibat terapi kanker (kemoterapi dan radioterapi). Yang
termasuk dalam treatment-related stomatitis ini antara lain Graft Versus Host Disease (GVHD) dan reaksi likenoid.
Graft Versus Host Disease (GVHD) dapat terjadi akut (diperantarai CD8) atau kronis (diperantarai CD4). Dengan manifestasi xerostomia, ulserasi,
gangguan pengecapan dan infeksi jamur berulang. Terapi untuk GVHD ini adalah imunosupresan non spesifik.
Reaksi likenoid merupakan suatu respon imunologis terhadap rangsangan lokal maupun sistemik. Agen yang paling sering menyebabkan adalah
NSAID, anti hipertensi dan anti retroviral pengobatan HIV. Terapi berupa oral higiene dan menghilangkan agen penyebab.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 25/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.6. Stomatitis infeksi


Agen penyebab stomatitis karena infeksi antara lain jamur (kandida dan non kandida), virus (HSV, HIV-associated), dan tuberkulosis. Insiden yang
paling sering adalah stomatitis karena jamur kandida.
a.       Kandidiasis
Pertumbuhan berlebih jamur kandida pada rongga mulut disebabkan karena faktor lokal maupun sistemik. Kandidiasis eritematosus merupakan
presentasi klinis yang paling sering ditemukan disamping bentuk lain seperti pembentukan pseudomembran. Diagnosis dapat ditegakkan hanya
dengan pemeriksaan klinis atau memerlukan penunjang dengan ditemukan pseudo hifa dengan blastosis. Pengobatan diberikan dengan
pengobatan anti jamur secara topikal dan sistemik dengan durasi pengobatan selama 2 minggu.
b.      Jamur Non Kandida
Manifestasinya serupa dengan oral kandidiasis. Agen penyebab yang paling sering paracoccidium micosis, histoplasmosis dan mucormicosis.
Terapi yang digunakan pemberian anti jamur.
c.       Stomatitis karena virus herpes simpleks
Paling sering disebabkan oleh virus HSV1 dengan presentasi klinis berupa vesikel jernih kekuningan yang timbul setelah gejala prodromal. Vesikel
mengandung virus aktif dengan lokasi paling sering pada ginggiva, palatum durum, dan di bibir daerah batas vermilion. Terapinya dengan anti viral
topikal maupun sistemik.
d.      Stomatitis terkait infeksi HIV
Gambaran klinis yang paling sering pada penderita HIV positif adalah pseudo membran. Citomegalo virus dan Epstein-Barr virus merupakan agen
penyebab infeksi oportunistik karena virus pada infeksi HIV. Terapinya dengan perbaikan sistem imun dengan pemberian anti retro viral.
e.       Tuberkulosis
Meskipun jarang, infeksi primer tuberkulosis paru dapat menyebar ke daerah kepala leher. Presentasi klinisnya bervariasi, dapat berupa ulserasi
kronis yang sulit sembuh atau massa sub mukosa yg diskrit. Diagnosa ditegakkan dengan biopsi dengan gambaran reaksi granulomatus dan
ditemukannya micobakterium. Terapi dengan obat anti tuberkulosis.
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 26/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.7. Stomatitis terkait imunologi


Lesi dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu vesiko bulosa dan ulseratif kronik.
a.       Lesi vesikulo bulosa
Kelainan yang termasuk dalam lesi ini, pemfigoid mukus membran, pemfigoid bulosa, dan epidermolisis bulosa (ketiganya tersebut terletak di sub
mukosa), serta pemfigus vulgaris yang terletak di intra mukosa.
Terapi secara umum diberikan imunosupresi sistemik dengan kortikosteroid sebagai pilihan utama.
b.      Lesi ulseratif kronis
Kelainan ini jarang ditemukan. Dengan presentasi khas yang berupa ulkus yang nyeri di daerah lidah dan paling sering terjadi pada wanita post
menopause. Kelainan ini memberikan respon yang baik terhadap hidroksi klorokuin.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 27/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.8. Stomatitis karena kondisi sistemik


Beberapa kondisi sistemik yang dapat menyebabkan kelainan pada rongga mulut antara lain penyakit lupus, inflamatory bowel disease (IBD),
kehamilan, penyakit Behcet, sarcoidosis dan kelainan hematologi (leukemia atau limfoma).

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 28/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.9. Stomatitis karena gangguan nutrisi


Paling sering disebabkan oleh defisiensi besi dan vitamin yang larut dalam air. Manifestasi klinisnya serupa yaitu cheilitis angularis dan atropi
glositis. Pada defisiensi vitamin C kelainan berupa ginggivitis hemoragik dengan hipertrofi serta perdarahan submukosa (petekie).
 

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 29/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.10. Stomatitis idiopatik


Beberapa contohnya antara lain recurrent apthous stomatitis (RAS), oral liken planus, dan eritema migran.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 30/31
18/03/2021 3. Peradangan rongga mulut

3.11. Stomatitis pada anak-anak


Kelainan stomatitis yang khas pada anak-anak adalah sindroma marshal dan granuloma eusinofilik traumatik atau penyakit Riga-Fede.
Sindroma marshal paling sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun dengan penyebab tidak diketahui dan gejalanya berupa demam , aphthous
stomatitis, faringitis dan adenitis. Sindroma ini dapat terjadi selama 4 tahun yang hilang timbul atau periodik. Terapi dengan pemberian steroid dan
cimetidin. Tonsilektomi bisa disarankan pada yang tidak berespon dengan medikamentosa.
Penyakit Riga-Fede terjadi pada bayi baru lahir (newborn) akibat pertumbuhan gigi neonatal dengan lesi berupa ulserasi pada daerah permukaan
ventral lidah dan atau frenulum lidah. Penatalaksanaannya berupa pencabutan gigi dan pemberian steroid topikal.

https://elearning.kolegiumthtkl.com/mod/book/tool/print/index.php?id=81 31/31

Anda mungkin juga menyukai