Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

OLEH:
RISKA MEIKE DWI PUTRI
NPM 2011515088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
TAHUN 2020
LAPORAN PENDAHULUAN

Nama : Riska meike dwi putri Tanggal praktik : 01 Desember


Npm : 2011515088 Ruang Rawat : -
 
A. DEFINISI
Ketika terdapat suatu gaya atau kekuatan yang melampaui kekuatan menahan
kompresi atau regangan (kemampuan tulang untuk menyatu jadi satu jaringan yang
utuh) maka terjadilah fraktur tulang (Kowalak, 2017).
Fraktur merupakan suatu kondisi dimana terjadi diskontinuitas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas
atau sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses
degenerative dan patologi (Noorisa dkk, 2017).

B. ETIOLOGI
1. Kejadian terjatuh,
2. Kecelakaan kendaraan bermotor,
3. Olahraga,
4. Pemakaian obat yang mengganggu kemampuan penilaian dan mobilitas,
5. Tumor tulang,
6. Penyakit metabolic seperti hipoparatiroidisme atau hiperparatiroidisme,
7. Obat-obatan yang menyebabkan osteoporosis iatrogenic seperti preparat steroid.
(Kowalak 2017)

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Deformitas akibat kehilangan kelurusan (aligment) yang alami,


2. Pembengkakan akibat vasodilatasi dan infiltrasi leukosit serta sel-sel mast,
3. Spasme otot,
4. Nyeri tekan,
5. Kerusakan sensibilitas di sebelah distal lokasi fraktur akibat unsur-unsur
neurovaskuler terjepit atau tertekan oleh trauma atau fragmen tulang,
6. Kisaran gerak yang terbatas,
7. Krepitasi atau bunyi berderik ketika bagian fraktur digerakkan, bunyi ini disebabkan
oleh gesekan fragmen tulang.
(Kowalak, 2017)

D. KLASIFIKASI FRAKTUR
Menurut Kowalak (2017) klasifikasi fraktur terbagi menjadi 3 yaitu :
1. Klasifikasi fraktru secara umum :
a. Simple (tertutup), fragmen tulang tidak menembus kulit,
b. Compound (terbuka), fragmen tulang menembus kulit,
c. Inkomplets (parsial), kontinuitas tulang belum terputus seluruhnya,
d. Complets (total), kontinuitas tulang sudah terputus seluruhnya.
2. Klasifikasi berdasarkan posisi fragmen :
a. Kominutiva (communited, remuk), tulang pecah menjadi sejumlah potongan
kecil-kecil,
b. Impakta (impacted), salah satu fragmen fraktur terdorong masuk ke dalam
fragmen yang lain,
c. Angulate (angulated, bersudut), kedua fragmen fraktur berada pada posisi
yang membentuk sudut terhdap yang lain,
d. Dislokata (displaced), fragmen fraktur saling terpisah dan menimbulkan
deformitas,
e. Nondislokata (nondisplaced), kedua potongan tulang tetap mempertahankan
kelurusan aligment tulang yang pada dasarnya masih normal,
f. Overiding, fragmen fraktur saling menumpuk sehingga keseluruhan panjang
tulang memendek,
g. Segmental, fraktur terjadi pada dua daerah yang berdekatan dengan segmen
sentral yang terpisah,
h. Avuisi (avulsed), fragmen fraktur tertarik dari posisi normal karena kontraksi
otot atau resistensi ligament.
3. Klasifikasi berdasarkan garis fraktur :
a. Linier, garis fraktur berjalan sejajar dengan sumbu tulang,
b. Longitudinal, garis fraktur membentang dalam arah longitudinal (tetapi tidak
sejajar) disepanjang sumbu tulang,
c. Oblik, garis fraktur menyilang tulang pada sudut sekitar 45 derajat terhadap
sumbu tulang,
d. Spiral, garis fraktur menyilang tulang pada sudut yang oblik sehingga
menciptakan pola spiral,
e. Transversal, garis fraktur membentuk sudut tegak lurus terhadap sumbu
tulang.
E. PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Ketika terjadi fraktur pada sebuah tulang, maka periosteum serta pembuluh darah di
dalam korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak disekitarnya akan mengalami
disrupsi. Hematoma akan terbentuk diantara diantara kedua ujung patahan tulang serta
dibawah periosteum dan akhirnya jaringan granulasi menggantikan hematoma
tersebut.
Kerusakan jaringan tulang memicu respons inflamasi intensif yang menyebabkan sel-
sel dari jaringan lunak disekitarnya serta dari rongga sumsum tulang akan menginvasi
daerah fraktur dan aliran darah ke seluruh tulang akan mengalami peningkatan. Sel-
sel osteoblast didalam periosteum, endosteum, dan sumsum tulang akan memproduksi
osteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang belum mengalami kalsifikasi yang
disebut kalus. Osteoid ini akan mengeras disepanjang permukaan luar korpus tulang
dan pada kedua ujung patahan tulang. Se-sel osteoklast mereabsorpsi material dari
tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel osteoblast mengadakan transformasi
menjadi osteosit (sel-sel tulang yang matur) (Kowalak, 2017).
Pathway
Kondisi patologis/ penurunan
Trauma langsung
kepadatan tulang

Ketidakmampuan tulang
untuk menahan beban

Fraktur

Diskontinuitas tulang

Pergesekan fragmen
tulang

Gangguan mobilitas Ekstremitas bawah Pelepasan mediator


fisik inflamasi : bradikirin

Hambatan berjalan Nyeri

Kowalak, 2017
F. KOMPLIKASI
Menurut Wahid (2013) komplikasi fraktur dibedakan menjadi komplikasi awal dan lama
yaitu:
a. Komplikasi awal
1. Kerusakan arteri Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting, perubahan posisi
pada yang sakit,tindakan reduksi dan pembedahan.
2. Kompartemen syndrom.
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang menekan otot, tulang, saraaf dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
yang terlalu kuat.
3. Fat embolism syndrom Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan,takikardi, hipertensi, takipneu dan demam.
4. Infeksi Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk kedalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena pengunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pindan plat.
5. Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ketulang rusak atau
terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi.
b. Komplikasi lanjut. Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah
terjadinya fraktur pada pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut
kutipan dari Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat berupa:
1. Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan penyakit
degeneratif sendi pascatrauma.
2. Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak normal
(delayedunion,malunion,nonunion).
3. Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan ruptur etendon lanjut.
4. Komplikasi pada syaraf seperti tardy nervepalsy yaitu saraf menebal akibat
adanya fibrosis intraneural.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Riwayat cedera traumatic dan hasil pemeriksaan fisik, termasuk palpasi secara
perlahan-lahan dan upaya pasien yang dilakukan dengan hati-hati untuk
menggerakkan bagian tubuhnya disebelah distal lokasi cedera,
2. Foto rontgen bagian tubuh yang dicuigai mengalami fraktur dan sendi diatas serta
dibawah tempat fraktur untuk memastikan diagnosis, sesudah reposisi dilakukan
untuk memastikan kelurusan atau aligment tulang.
(Kowalak 2017)
 
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pembidaian anggota gerak atas dan bawah bagian yang dicurigai mengalami fraktur,
pembidaian ini bertujuan untuk imobilisasi,
2. Kompres dingin untuk mengurangi rasa nyeri dan edema,
3. Elevasi anggota gerak tersebut untuk mengurangi rasa nyeri dan edema,
4. Reposisi dengan pembedahan,
5. Terapi profilaksis tetanus,
6. Terapi profilaksis antibiotic,
7. Fisioterapi sesudah gips dilepas untuk memulihkan mobilitas anggota gerak.
(Kowalak, 2017)
I. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Proses keperawatan dalam mengumpulkan informasi atau datatentang klien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan, dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan.
1. Pengumpulan data
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, suku, agama, tempat tinggal, pekerjaan, dan
pendidikan. Pada umumnya fraktur terjadi pada laki-laki dengan usia 20 ±
40 tahun rentan terjadi fraktur.Pada penderita fraktur, umur menjadi
pengaruh dalam proses penyembuhan fraktur, akan semakin lama karena
saat usia tua tulang tidak bergenerasi lagi. Pekerjaan juga menjadi
pengaruh utama pada fraktur mengingat fraktur paling sering disebabkan
karena kecelakaan.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus postoperative fracture adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut terjadi karena pemasangan traksi / tindakan
pembedahan.
3) Riwayat penyakit sekarang Pada klien fraktur / patah tulang nyeri dapat
disebabkan karena tindakan pembedahan. Untuk memperoleh pengkajin
yang lengkap tentang rasa nyeri klien yaitu dengan pengkajian PQRST:
(1). Provoking Incident : Faktor nyeri yaitu akibat tindakan pembedahan.
(2). Quality of Pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah nyerinya seperti terbakar, berdenyut atau
menusuk.
(3). Region : Apakah nyeri menjalar atau menyebar, dan seberapa
jauh penyebarannya, dan samapi dimana rasa sakit
terjadi.
(4). Severity ( Scale) of Pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, dapat di ukur dengan menggunakan skala nyeri 1- 10 yaitu :
Tipe nyeri :
10 : Nyeri sangat berat
7-9 : Tipe nyeri berat
4-6 : Tipe nyeri sedang
1-3 : Tipe nyeri ringan
Skala intesitas nyeri
0 : Tidak ada nyeri
1 : Nyeri seperti gatal, tersetrum atau nyut ± nyutan
2 : Nyeri seperti melilit atau terpukul
3 : Nyeri seperti perih atau mules
4 : Nyeri seperti kram dan kaku
5 : Nyeri seperti tertekan atau bergerak
6 : Nyeri seperti terbakar atau ditusuk
7, 8, 9 : Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktifitas
yang bisa dilakukan.
10 : Sangat dan tidak dapat di kontrol oleh klien
(5) Time : kapan nyeri itu timbul, dan berapa lama nyeri berlangsung,
apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
4) Riwayat penyakit dahulu Pada klien fraktur / patah tulang dapat
disebabkan oleh trauma atau kecelakaan, degeneratif dan patologi. Pernah
mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada atau
tidaknya klien megalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita
osteoporosis sebelumnya.
5) Riwayat penyakit keluarga Pada keluarga klien ada atau tidak yang
menderita osteoporosis Arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang
sifatnya menurun dan menular.
6) Pemeriksaan fisik Berdasarkan B1 - B6
a) B1 (Breathing)
Inspeksi : Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada
ada tidaknya sesak nafas, pernafasan cuping hidung, dan
pengembangan paru antara kanan dan kiri simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan vokal fremitus antara kanan
dan kiri sama.
Perkusi : Bunyi paru resonan Auskultasi : Suara nafas vesikuler tidak
ada suara tambahan seperti whezzing atau ronchi
b) B2 (Blood)
Inspeksi : Kulit dan membran mukosa pucat.
Palpasi : Tidak ada peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi,
tidak ada peningkatan JVP, CRT menurun >3detik
Perkusi : Bunyi jantung pekak
Auskultasi : Tekanan darah normal atau hipertensi (kadang terlihat
sebagai respon nyeri), bunyi jantung 1 dan II terdengar
lupdup tidak ada suara tambahan seperti mur mur atau
gallop.
c) B3 (Brain)
Inspeksi : Mengkaji kesadaran dengan nilai GCS, tidak ada
kejang, tidak ada kelainan nervus cranialis.
Palpasi : Tidak ada nyeri kepala
d) B4 (Bladder)
Inspeksi : Pada miksi klien tidak mengalami gangguan, warna
urin jernih, buang air kecil 3-4 x/hari.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
e) B5 (Bowel)
Inspeksi : Keadaan mulut bersih, mukosa lembab, keadaan
abdomen normal tidak asites.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan atau massa pada abdomen.
Perkusi : Normal suara tympani
Auskultasi : Peristaltik normal
f) B6 (Musculoskeletal)
Inspeksi : Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau
gangguan dari post operative closed fracture humerus
sinistra sehingga kebutuhan perluh dibantu baik oleh
perawat atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari,
mandi, BAB, BAK dilakukan diatas tempat tidur. Pada
area luka beresiko tinggi terhadap infeksi, sehingga
tampak diperban atau dibalut. Tidak ada perubahan
yang menonjol pada sistem integumen seperti warna
kulit, adanya jaringan parut atau lesi, adanya
perdarahan, adanya pembengkakan, tekstur kulit kasar
dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
Palpasi : Adanya nyeri, kekuatan otot pada area fraktur
mengalami perubahan akibat kerusakan rangka
neuromuscular, mengalami deformitas pada daerah
trauma, ROM menurun yaitu mengkaji dengan skala
ROM :
- Skala 0 : Paralisis total
- Skala 1 : Tidak ada gerakan, teraba atau terlihat
adanya kontraksi otot.
- Skala 2 : Gerakan otot penuh menantang gravitasi
dengan sokongan.
- Skala 3 : Gerakan normal menentang gravitasi
- Skala 4 : Gerakan normal menentang gravitasi
dengan sedikit tahanan.
- Skala 5 : Gerakan normal penuh menentang
gravitasi dengan tahanan penuh.
g) B7 (Penginderaan)
Inspeksi : Pada mata terdapat gangguan seperti konjungtiva
anemis (jika terjadi perdarahan), pergerakan bola mata
normal pupil isokor.
h) B8 (Endokrin)
Inspeksi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada
pembesaran kelenjar parotis.
b. Masalah keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai darah ke
jaringan menurun.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
3. resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, (pemasangan traksi)
(Nurarif, 2015)
c. Intervensi
Diagnosa kp Tujuan/kriteria hasil Intervensi Rasional
Ketidakefektifan Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji secara 1. Sirkulasi
perfusi jaringan keperawatan di harapkan kompherensi perifer dapat
perifer ketidakefektifan perfusi sirkulasi menunjukan
berhubungan jaringan perifer di perifer. tingkat
dengan suplai harapkan masalah teratasi. 2. Evaluasi nadi keparahan
darah kejaringan Kriteria hasil : perifer dan penyakit.
menurun 1. Tekanan systole dan edema. 2. Pulsasi yang
diastole dalam rentang 3. Evaluasi lemah
yang diharapkan. anggota menimbulkan
2. Tidak ortostatik badan atau kardiak output
Hipertensi ortostatik. lebih. menurun.
3. Tidak ada tanda-tanda 4. Ubah posisi 3. Untuk
peningkatan tekanan pasien setiap meningkatkan
intrakanial (tidak lebih 2 jam sekali. venous return.
dari 15 mmHg). 5. Dorong 4. Mencegah
latihan ROM komplikasi
sebelum dekubitus.
bedrest. 5. Menggerakan
6. Kolaborasi otot dan sendi
dengan tim agar tidak
medis dengan kaku.
pemberian 6. Meminimalkan
anti platelet adanya bekuan
atau anti dalam darah.
perdarahan.
Hambatan Setelah di lakukan tidakan 1. Observasi 1. Dengan
mobilitas fisik keperawatan di harapkan keterbatasan observasi dapat
berhubungan hambatan mobilitas fisik gerak klien diketahui
dengan teratasi. Kriteria hasil : dan cacat seberapa jauh
kerusakan 1. Klien meningkat respon klien tingkat
rangka dalam aktivitas terhadap perubahan fisik
neuromuscular, fisik. immobilisasi klien
nyeri, terapi 2. Mengerti tujuan 2. Anjurkan (keterbatasan
restriktif dari peningkatan klien untuk gerak) dan
(imobilisasi). mobilitas. berpartisipasi bagaimana
3. Memverbalisasikan dalam respon /
Perasaan dalam aktivitas dan persepsi klien
meningkat kekuatan pertahankan tentang
dan kemampuan stimulasi gambaran
berpindah. lingkungan dirinya.
4. Mempergerakan antara lain 2. Dapat memberi
penggunaan alat TV, Radio kesempatan
5. Bantu untuk dan surat pasien untuk
mobilisasi. kabar. mengeluarkan
3. Ajarkan pada energi,
klien untuk memfokuskan
berlatih secara perhatian,
aktif/pasif dari meningkatkan
latihan ROM. rangsangan
4. Monitor kontrol diri
tekanan darah pasien dan
dan catat membantu
masalah sakit dalam
kepala. menurunkan
5. Konsultasikan isolasi sosial.
dengan ahli 3. Dapat
terapi fisik / menambah
spesialis, aliran darah ke
rehabilitasi. otot dan tulang
melakukan
gerakan sendi
dapat
mencegah
kontraktur.
4. Hipertensi
postural adalah
masalah umum
yang
mengurangi
bedrest lama
dan
memerlukan
tindakan
khusus.
5. Konsultasi
dengan ahli
terapi /
spesialis
rehabilitasi
dapat
menciptakan
program
aktivitas dan
latihan
individu.
resiko infeksi Setelah di lakukan tindakan 1. Kaji keadaan 1. Untuk
berhubungan keperawatan di harapkan luka mengetahui
dengan prosedur resiko infeksi teratasi. (kontinuitas tanda - tanda
invasif, Kriteria Hasil : dari kulit) infeksi.
(pemasangan 1. Klien bebas dari terhadap 2. Meminimalkan
traksi) tanda dan gejala adanya: terjadinya
infeksi edema, rubor, kontaminasi.
2. Mendeskripsikan kalor, dolor, 3. Mencegah
proses penularan fungsi laesa. kontaminasi
penyakit, faktor 2. Anjurkan dan
yang klien untuk kemungkinan
mempengaruhi tidak infeksi silang.
serta memegang 4. Merupakan
penatalaksanaan. bagian yang indikasi adanya
3. Menunjukan luka. osteomilitus
kemampuan untuk 3. Merawat luka 5. Leukosit yang
mengatasi dengan meningkat
timbulnya infeksi. menggunakan artinya sudah
4. Jumlah leukosit teknik aseptik. terjadi proses
dalam batas normal. 4. Mewaspadai infeksi. Untuk
5. Menunjukan adanya mencegah
perilaku hidup keluhan nyeri kelanjutan
sehat. mendadak, terjadinya
keterbatasan infeksi dan
gerak, edema pencegahan
lokal, eritema tetanus.
pada daerah Mempercepat
luka. proses
5. Kolaborasi: penyembuhan
Pemeriksaan luka dan
darah : pencegahan
Leukosit peningkatan
Pemberian infeksi.
obat-obatan
antibiotika
dan TT
(Toksoid
Tetanus).
Persiapan
untuk operasi
sesuai
indikasi.
(Doenges,2009), (Nurarif dan Kusuma, 2015)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kowalak, J. P. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.


2. Noorisa, R., Aprilliwati, D., Aziz, A., Bayusentono, S. 2017. The characteristic of
patients with femoral fracture in department of orthopaedic and traumatology rsud dr.
seotomo Surabaya 2013-1016. Journal of Orthopaedi & Traumatology Surabaya, 6 (1).
3. PPNI (2017). Standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator diagnostic,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
4. PPNI (2019). Standar luaran keperawatan Indonesia: definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
5. PPNI (2018). Standar intervensi keperawatan Indonesia: definisi dan Tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai