Muhammad Sonny Abfertiawan (1), Firman Gunawan(2) , Ria Irene Vince (1), dan Rudy Sayoga Gautama (1),
(1) Program Studi Teknik Pertambangan, Institut Teknologi Bandung
(2)AMD Superintendent, PT. Berau Coal
Abstrak
Disposal Q03 merupakan area penimbunan overburden Pit East yang berada di sub-catchment A9
Sungai Ukud. Simulasi melalui pendekatan catchment area menunjukan bahwa sub-catchment A9
memiliki beban keasaman yang tinggi. Perancangan sistem penyaliran di Disposal Q03 bertujuan
untuk melakukan pengelolaan aliran air permukaan atau limpasan sehingga aliran air dapat
terkontrol dengan baik. Hal ini dapat mengurangi dampak erosi yang dapat menggerus material
disposal yang dapat menyebabkan interaksi material sulfida, air dan oksigen. Sistem penyaliran
akan diintegrasikan dengan sistem pengolahan air asam tambang yakni menggunakan limestone
channel. Disain sistem penyaliran terintegrasi ini dapat mengurangi dampak timbulnya air asam
tambang di area disposal. Upaya pengelolaan AAT di Disposal Q3 merupakan bagian dari upaya
pengembangan pengelolaan AAT melalui pendekatan catchment area. Pendekatan catchment area
dapat memperlihatkan pengaruh setiap sub-catchment area terhadap aliran sungai. Pendekatan ini
diharapkan dapat diintegrasikan kedalam proses perencanaan penambangan. Karakteristik
catchment area merupakan pertimbangan yang penting dalam perencanaan penambangan terutama
dalam penentuan lokasi dan disain penimbunan batuan penutup.
Kata kunci: aat, timbunan, sistem penyaliran
1. Pendahuluan
Pemanfaatan batubara sebagai sumber kebutuhan energi nasional Indonesia akan semakin
meningkat hingga 30% dari total persentase sumber energi di tahun 2025 (Dewan Energi Nasional,
2006). Laju produksi batubara nasional mencapai 310 juta pada tahun 2010 dan diprediksi akan
meningkat menjadi 340 juta ton pada tahun 2011.
Permasalahan air asam tambang merupakan isu utama yang sering muncul dari kegiatan
pertambangan. Pemerintah dalam regulasi yang telah dikeluarkan yakni Undang-undang Nomor 4
Tahun 2009 memberikan kewajiban kepada pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) untuk menerapkan kaidah teknik penambangan yang baik serta
mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan (Pasal 95, a dan e). Permasalahan air asam
tambang masih terjadi di banyak pertambangan batubara, sebagai contoh nilai pH air yang rendah di
kolam bekas pit penambangan (Coal Pit Lake) di Kalimantan Selatan (Rahmawati & Gautama,
2010; Saputri & Gautama, 2010) dan nilai pH yang rendah di Sungai Ukud yang terkontaminasi
oleh air asam tambang di Site Lati, Kalimantan Timur (Abfertiawan, 2010).
Sungai Ukud merupakan sungai yang mengalir di Site Lati yang terindikasi terkontaminasi oleh air
asam tambang dari kegiatan penambangan aktif dan daerah penimbunan. Nilai pH Sungai Ukud
berada pada kisaran 3-4,5. Daerah tangkapan Sungai Ukud terdiri dari 48.6% daerah terganggu (pit
dan timbunan) and 51.4% daerah asli. Pencegahan melalui enkapsulasi dengan memanfaatkan
material tidak berpotensi membentuk asam (Non Acid Forming / NAF) sulit dilakukan dikarenakan
13
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
keterbatasan material tersebut. Secara umum persentase volume litologi NAF yang menyusun Site
Lati adalah 30% dan persentase volume overburden litologi PAF adalah 70% dari total overburden.
14
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
disimulasikan dan langkah-langkah yang tepat dan biaya yang efektif untuk mengendalikan AAT
dapat dilakukan. Lihat Gambar 1.
Catchment Ukud
Site Lati PT. Berau Coal
A1
A9 Keterangan:
A4 Batas DAS
A5 Sungai Ukud
Titik Pengambilan Sample
A7
A2 Ketinggian
Tinggi : 140
A10
Rendah : -40
Laboratorium Lingkungan
Teknik Pertambangan ITB
Geokimia Batuan
Pengambilan sampel batuan dilakukan untuk mengetahui distribusi karakteristik batuan melalui uji
statik. Terdapay 27 titikm sampel yang tersebar di area timbunan serta badan Sungai Ukud. Hasil
uji statik sampel bagian atas pada daerah timbunan menunjukan 11 sampel dikategorikan sebagai
PAF, 1 sampel merupakan material NAF, 2 sampel dikategorikan uncertain dengan kecenderungan
PAF, dan 1 sampel lainnya dikategorikan uncertain dengan kecenderungan NAF. Sedangkan dari
hasil uji statik pada 4 sampel bagian bawah yang dipilih disimpulkan bahwa 2 sampel merupakan
material PAF, 1 sampel merupakan material NAF, dan 1 sampel lainnya uncertain dengan
kecenderungan NAF. Karakteristik geokimia dari hasil uji statik pada sampel bagian atas dan
bagian bawah pada titik pengambilan sampel yang sama tidak selalu menghasilkan hasil yang sama.
Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa persebaran material pada area timbunan maupun badan
sungai yang berada pada subcatcment A9 ini tersebar secara tidak merata dan sebagian besar
lapisan tanah penutupnya merupakan material PAF yang berpotensi menghasilkan air asam.
15
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
Area timbunan Q3 dibagi menjadi 13 segmen berdasarkan analisis subcatchment, topografi, serta
arah aliran air limpasan. Kemiringan area timbunan Q3 dianalisis berdasarkan pembagian masing-
masing segmen yang telah ditentukan. Kemiringan total rata-rata timbunan adalah sekitar 18%.
Kondisi kemiringan pada seluruh segmen tidak sama, beberapa segmen kemiringan timbunan di
bawah 10%, namun pada beberapa segmen lainya kemiringan total timbunan di atas 30%.
Kemiringan total timbunan seharusnya tidak lebih dari 15% untuk mencegah terjadinya longsor atau
pun erosi yang dapat menggerus lapisan tanah untuk reklamasi maupun enkapsulasi.
16
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
17
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
Drop Structure A
Drop Structure B
MD-B2 MD-B1 MD-A
Q = 0.27m3/s Q = 0.06 m3/s Q = 0.03 m3/s
Q = 0.51 m3/s
Saluran 3
SD-B
Q = 0.99m3/s Q = 1.49 m3/s
Saluran 5
Q = 2.28 m3/s Kolam Q = 1.94 m3/s
Penampung
Saluran 4 Q = 4.22 m3/s Saluran 4
WMP 5
Dimensi Saluran
Hasil kajian menghasilkan disain lima saluran terbuka yakni saluran 1 (panjang 800 m, lebar 0,61
m, tinggi 0,46 m), saluran 2 (panjang 580 m, lebar 0,61 m, tinggi, 0,46 m), saluran 3 (panjang 700
m, lebar 0,96 m, tinggi, 0,72 m), saluran 4 (panjang 580 m, lebar 1,65 m, tinggi, 1,24 m), saluran 5
18
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
(panjang 580 m, lebar 0,96 m, tinggi 0,72 m). Selain itu direncanakan terdapat dua buah drop
structure dengan dimensi: drop structure 1 (panjang 120 m, lebar 0,78 m, tinggi 0,59 m) drop
structure 2 (panjang 180 m, lebar 1,30 m, tinggi, 0,98m). m3. Hasil perhitungan lengkap dapat
dilihat pada Tabel 2.
Dibutuhkan dua lokasi untuk pembuatan culvert. Pada inlet culvert 2 akan dibuat kolam penampung
yang mampu menampung air dengan volume 5.667 m3 sedangkan pada outlet culvert 2 akan dibuat
kolam penampung yang mampu menampung air dengan volume 9.076,88. Rancangan sistem
penyaliran dapat dilihat pada Gambar 5.
19
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
6. Diskusi
Sungai Ukud merupakan aliran sungai di Site Lati yang terkontaminasi oleh AAT yang berasal dari
pit penambangan aktif dan daerah disposal overburden. Hal ini mendorong untuk dilakukannya
upaya-upaya perbaikan peningkatan kualitas aliran Sungai Ukud. Pengelolaan AAT melalui
pendekatan catchment area adalah upaya yang saat ini sedang dikembangkan. Dalam metode
pendekatan ini, berbagai alternatif simulasi telah dilakukan untuk melihat perilaku peningkatan
kualitas aliran Sungai Ukud dengan tujuan untuk menentukan langka-langkah mitigasi yang tepat,
efektif dan efisien.
Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa sub-catchment A9 adalah salah satu sub-catchment yang
memiliki beban keasaman tertinggi dibandingkan sub-catchment lainnya. Oleh karena itu, sub-
catchment A9 menjadi prioritas dalam penanganan AAT di Sungai Ukud.
Disposal Q03 merupakan bagian dari sub-catchment A9. Sistem penyaliran yang terintegrasi
dengan sistem pengolahan pasif dilakukan untuk mengurangi beban keasaman sebelum masuk ke
badan Sungai Ukud. Prinsip perancangan sistem penyaliran yakni melakukan pengelolaan aliran air
untuk mengurangi erosi dan kontak terhadap material sulfida serta melakukan pengolahan AAT di
hilir rancangan penyaliran.
7. Kesimpulan
Dispoal Q03 yang menjadi bagian dari sub-catchment A9 menjadi prioritas untuk ditangani karena
memiliki beban keasaman yang tinggi. Perancangan sistem penyaliran terintegrasi diharapkan dapat
meminimalkan dampak erosi, kontakterhadap material sulfida, mengolah dan meningkatkan
kualitas aliran air sebelum masuk ke Sunga Ukud.
Pengelolaan sub-catchment A9 melalui Disposal Q03 merupakan bagian dari pengembangan
metode pengelolaan air asam tambang melalui pendekatan catchment area. Pendekatan ini juga
diharapkan dapat diintegrasikan pada saat perencanaan penambangan. Karakteristik catchment area
menjadi pertimbangan yang penting dalam penentuan disain penambangan terutama dalam
penentuan area penimbunan untuk mengurangi resiko pembentukan AAT.
9. Referensi
Abfertiawan M.S., Acid Mine Drainage Management Using Catchment Area Approach, Thesis,
June 2010, Bandung (in Bahasa Indonesia)
Kurniawan, Anang. 2011. Tugas Akhir. Analisis Peningkatan Kualitas Air Limpasan Pada
Disposal Dengan Menggunakan PHREEQC Geochemical Modelling. Bandung, Indonesia:
Program Studi Teknik Pertambangan ITB.
Lee Ji-Eun & Kim Yeongkyoo, A quantitative estimation of the factors affecting pH changes using
simple geochemical data from acid mine drainage, Environment Geology 55:65–75, Springer-
Verlag 2008
20
Seminar Air Asam Tambang di Indonesia Ke 4
Bandung, 7-8 Februari 2012
Rahmawati, A.F. & Gautama, R.S., Back Analysis of Water Quality Forming in Pit Lakes of Coal
Mine in Indonesia, Proceedings of International Symposium on Earth Science and Technology,
December 7-8, 2010, Kyushu University, Fukuoka, Japan, pp. 241-246
Saputri, E.K.E. & Gautama, R.S., Prediction of Water Chemistry in Pit Lakes of Coal Mining,
Indonesia, Proceedings of International Symposium on Earth Science and Technology,
December 7-8, 2010, Kyushu University, Fukuoka, Japan, pp. 235-240
Vince, Irene Ria. 2011. Rancangan Sistem Penyaliran di Area Timbunan Q3 Site Lati PT. Berau
Coal, Provinsi Kalimantan Timur. Bandung, Indonesia: Program Studi Teknik Pertambangan
ITB.
21