Kesehatan Masyarakat: Jurnal
Kesehatan Masyarakat: Jurnal
Kesehatan Masyarakat
DEWAN REDAKSI
PENANGGUNGJAWAB
Prof. dr. Supomo Sukardono, Sp.THT-KL(K)
PIMPINAN REDAKSI
Siti Uswatun Chasanah, S.K.M., M.Kes.
SEKERTARIS REDAKSI
Heni Febriani, S.Si., M.P.H.
BENDAHARA
Sigit Hartono, S.E.
EDITOR
Ariana Sumekar, S.K.M., M.Sc.
Prastiwi Putri Basuki, S.K.M., M.Si.
Budi Setiawan, S.K.M., M.Sc.
PENYUNTING
Tedy Candra Lesmana, S.Hut., M.Kes.
Penerbit
PROGRAM STUDI S-1 KESEHATAN MASYARAKAT
STIKES WIRA HUSADA
Jl. Babarsari, Glendongan, Depok, Sleman 55281
Telepon 0274-485110, Faksimil: 0274-485113
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT adalah jurnal mengenai kesehatan masyarakat yang diterbitkan
oleh prodi kesehatan masyarakat STIKES Wira Husada. Jurnal terbit dua kali dalam satu tahun untuk
volume yang sama. Jurnal ini diterbitkan sebagai wahana komunikasi ilmiah antar akademisi, peneliti,
pakar dan pemerhati untuk pengembangan IPTEK dalam bidang kesehatan masyarakat. Isi jurnal ini
berupa hasil penelitian, kasus lapangan, resensi buku, atau kajian ilmiah bidang kesehatan masyarakat.
Artikel topik khusus dimungkinkan untuk diterbitkan di dalam jurnal. Pengiriman naskah, surat-menyurat
dan permintaan berlangganan, dialamatkan kepada redaksi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Kami ucapkan atas tersusunnya Jurnal
Kesehatan Masyarakat Volume 07/Nomor 1/Maret/2014. Dalam tersusunnya Jurnal
Kesehatan Masyarakat edisi ini, semoga dapat memberikan manfaat dan memperluas
wawasan dibidang penelitian dan pendidikan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan pada para penulis dalam Jurnal
Kesehatan Masyarakat yang telah berkenan menjalin kerjasama dalam menerbitkan
naskah Jurnal ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran
Jurnal Kesehatan Masyarakat atas dedikasi dan kerjasamanya dalam upaya
mewujudkan penerbitan Jurnal Kesehatan Masyarakat edisi ini.
Salam,
Redaksi
Jurnal Kesehatan Masyarakat
Volume 07/Nomor 1/Maret/2014
Daftar Isi:
ARTIKEL PENELITIAN
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES WH
2
Dosen Politeknik Kesehatan Yogyakarta
3
Dosen Program Studi Kesehatan Lingkungan STIKES WH
ABSTRACT
Background: Leprosy, a tropical diseases are still a health problem in the
world. Distribution of leprosy at 2007 were 61 cases, in 2008, 33 cases, 2009
were 30 cases, 30 cases in 2010, 25 cases at 2011 and 2012 as many as 25
cases and increased to 37 cases. The increasing cases of leprosy were
allegedly caused by things associated with the incidence of leprosy in the
district of Belu residential density, contact history and social-economy.
Objective: To know the prevalence of pausibasilery and multibacillary
leprosy building on the characteristic of residential density, contact history,
social economy in Belu regency, Nusa Tenggara Timur Province.
Methods: This research is a observational descriptive study with cross
sectional design. The sampling technique used is Totality Sampling by
univariate analysis.
Results: Respondents leprosy Pausibasiler type as many as 23 (62.2%) and
multibacillary type were 14 (37.8%). Respondents with residential density>
8m2 as many as 16 (43.2%) people, and respondents with residential density
<8m2 were 21 (56.8%) people. 25 (67.6%) of respondents had a history of
contact with leprosy patients and 12 (32.4%) of respondents did not have a
history of contact with leprosy patients. 13 (35.1%) of respondents had
incomes > Rp. 925.000, while respondents with income <Rp. 925 000 were
24 people (64.9%).
Conclusions: Respondents with residential density <8m2 were 21 (56.8%).
Respondents who had a history of contact with leprosy patients were 25
(67.6%), and respondents with incomes lepers <Rp.925.000 were 24
(64.9%).
155
Pravelensi Kusta Pausibasiler dan Multibasiler Berdasarkan Karakteristik Kepadatan Hunian,
Riwayat Kontak, Sosial Ekonomi di Kabupaten Provinsi NTT
dapat ditemukan di kulit, folikel rambut, Kabupaten Belu merupakan salah
kelenjar keringat, dan air susu, jarang satu daerah dengan angka prevalensi
terdapat pada urine. Sputum dapat kusta sangat tinggi Selama tahun 6
mengandung Mycobacterium leprae tahun yaitu dari tahun 2007-2012
yang berasal dari teratus respiratorius sebanyak 221 penderita yang terdiri dari
atas, penyakit kusta dapat menyerang 111 orang penderita kusta tipe
semua umur, anak-anak maupun orang pausibasiler dan 110 orang penderita
dewasa (Djuanda, dkk. 2011). Penyakit multibasiler, kemudian pada tahun 2012
kusta masih merupakan masalah meningkat menjadi 37 kasus kusta
kesehatan di 55 negara di dunia dan (Dinkes Kabupaten Belu. 2012).
Indonesia termasuk urutan ke-3 di bawah Meskipun faktor-faktor yang mendukung
India dan Brazil. Pada awal tahun 1997 peningkatan kusta tersebut tidak
di perkirakan jumlah penderita kusta di diketahui secara pasti namun ada
dunia sebanyak 1.150.000 orang dan beberapa faktor penting yang
sekitar 888.340 penderita yang tercatat berhubungan dengan peningkatan
memperoleh pengobatan (WHO, 1997). prevalensi kusta seperti kepadatan
Sebagaimana yang dilaporkan oleh hunian, riwayat kontak, dan sosial
WHO tentang situasi kusta, pada awal ekonomi, diduga meningkatkan
tahun 2007, secara epidemiologi prevalensi kejadian kusta (Depkes,
distribusi penyakit kusta dengan angka 2006).
Prevalensi Rate 10.000 populasi, yaitu Berdasarkan uraian latar belakang
Asia Tenggara (0,70), Afrika (0,55), menunjukkan Kabupaten Belu mem-
Amerika (0,76), Mediterania Timur (0,09), punyai angka prevalensi kusta cukup
dan Pasifik Barat (0,06) (Depkes RI, tinggi, sehingga penyakit ini masih
2007). menjadi masalah kesehatan bagi
Di Indonesia pada tahun 1997 masyarakat di Kabupaten Belu dengan
tercatat 33.739 penderita dengan melihat adanya angka prevalensi kusta
prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk yang masih tinggi belum mencapai target
(Depkes RI, 2005). Secara nasional, yang ditetapkan oleh WHO yaitu kurang
Indonesia telah mencapai eliminasi kusta dari 1 per 10.000 penduduk, maka
sejak tahun juni 2000, dengan kriteria peneliti tertarik melakukan penelitian
angka prevalensi kusta di Indonesia lebih untuk mengetahui prevalensi kusta
kecil dari 1 per 10.000 penduduk, namun Pausibasiler dan Multibasiler ber-
untuk tingkat provinsi dan kabupaten dasarkan krakteristik kepadatan hunian,
sampai akhir tahun 2002 masih ada 13 riwayat kontak, sosial ekonomi di
Provinsi dan 111 Kabupaten yang angka Kabupaten Belu.
prevalensinya di atas 1 per 10.000
penduduk, Provinsi tersebut adalah METODE PENELITIAN
Nanggroe Aceh Darussalam, DKI
Jenis penelitian ini kuantitatif
Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan
deskriptif observasional menggunakan
Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
rancangan penelitian cross sectional
Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
yaitu meneliti mengukur variabel bebas
Tenggara, Nusa Tenggara Timur,
dan variabel terikat pada saat yang
Maluku, Papua, Maluku Utara dan
bersamaan. Sampel dalam penelitian ini
Gorontalo (Depkes RI, 2008).
sebanyak 37 sampel.
156
Alexander Fahik, Imam Wahjoedi, FX. Supardi
157
Pravelensi Kusta Pausibasiler dan Multibasiler Berdasarkan Karakteristik Kepadatan Hunian,
Riwayat Kontak, Sosial Ekonomi di Kabupaten Provinsi NTT
Sosial ekonomi multibasiler), atau kusta multibasiler.
Untuk mengetahui distribusi Meskipun belum diketahui secara pasti
frekuensi responden mengenai cara penularannya tetapi sebagian besar
penghasilan dapat dilihat pada Tabel 6. para ahli berpendapat bahwa penyakit ini
kusta dapat tertular apabila terjadi kontak
Tabel 6. Distribusi Frekuensi
langsung antara kulit yang lama dan erat
Responden Mengenai Penghasilan di dengan penderita kusta serta keter-
Kabupaten Belu batasan kemampuan dari suatu negara
dalam pemberian pelayanan kesehatan
Penghasilan Frekuensi %
yang memadai dalam bidang kesehatan,
(Rp) (f)
pendidikan, kesejahteraan sosial
< 925.000,00 24 64,9
ekonomi pada masyarakat (Depkes,
≥925.000 13 35,1 2006). Berdasaran hasil penelitian yang
Jumlah 37 100,0 dilakukan di Kabupaten Belu terhadap
Catatan. Dari data primer.
prevalensi kejadian kusta di pengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu:
Kasus Penyakit Kusta
Untuk mengetahui distribusi Kepadatan Hunian
frekuensi responden penderita kusta Kepadatan penghuni adalah
dapat dilihat pada Tabel 7. perbandingan antara luas lantai rumah
dengan jumlah anggota keluarga dalam
Tabel 7. Distribusi Frekuensi satu rumah tinggal. Persyaratan
Responden Penderita Kusta di kepadatan hunian untuk seluruh
Kabupaten Belu perumahan biasa dinyatakan dalam m²
Umur Frekuensi % per orang. Luas minimum per orang
(f) sangat relatif, tergantung dari kualitas
Pausibasiler bangunan dan fasilitas yang tersedia.
23 62,2 Untuk perumahan sederhana, minimum
(PB)
Multibasiler 8m²/orang, kamar tidur sebaiknya tidak
14 37,8 dihuni lebih dari 2 orang, kecuali untuk
(MB)
Jumlah 37 100,0 suami istri dan anak dibawah dua tahun
Catatan. Dari data primer. (Lubis, 1989). Berdasarkan hasil peneliti-
an yang dilakukan menunjukkan bahwa
PEMBAHASAN responden dengan kepadatan hunian
lebih dari sama dengan 8m2 sebanyak
Penyakit kusta merupakan penyakit 16 orang (43,2%), sedangkan responden
menular yang menahun dan kronik dengan kepadatan hunian kurang dari
disebabkan oleh Mycobacterium leprae 8m2 sebanyak 21 orang (56,8%).
yang menyerang saraf tepi, kulit dan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
jaringan tubuh lainnya kecuali susunan yang dilakukan di Ternate rata-rata
saraf pusat penyakit kusta dapat masing-masing kepadatan hunian kurang
menyerang semua umur, anak-anak dari 8m2/orang (Tauda, 2008). Hasil
maupun orang dewasa. Penyakit kusta observasi dan wawancara terhadap
dibedakan menjadi 2 yaitu kusta responden mengatakan bahwa terjadinya
tuberkuloid (Inggris : paucibacillary), dan kepadatan hunian tersebut disebabkan
kusta lepropmatosa (penyakit Hansen oleh kondisi sosial ekonomi sehingga
158
Alexander Fahik, Imam Wahjoedi, FX. Supardi
159
Pravelensi Kusta Pausibasiler dan Multibasiler Berdasarkan Karakteristik Kepadatan Hunian,
Riwayat Kontak, Sosial Ekonomi di Kabupaten Provinsi NTT
pentingnya mengkonsumsi makanan WHO. 1997. A Guide To Elimating
yang bergizi sehingga dapat Leprosy As A Public Health
mempengaruhi penurunan kekebalan Problem, Edisi 1, Geneva
Switzerland, PP, 1-18.
atau imunitas tubuh terhadap infeksi
Depkes RI. 2007. Buku Pedoman
suatu penyakit, seperti Micobakterium Nasional Pengendalian Penyakit
leprae dapat menyebabkan seseorang Kusta, Direktorat Jenderal PPM
dengan mudah menderita penyakit kusta. dan PLP, Jakarta.
Memiliki jaminan kesehatan Depkes RI. 2005. Buku Pedoman
(Jamkesmas), namun tidak mendapatkan Nasional Pengendalian Penyakit
akses pelayanan kesehatan yang baik, Kusta, Direktorat Jenderal PPM
dan PLP, Jakarta.
karena jarak antara rumah dengan
Depkes RI. 2008. Pedoman
puskesmas ataupun rumah sakit sangat Pemberantasan Penyakit Kusta.
jauh, sehingga responden lebih memilih Available from
pengobatan alternatif yaitu pengobatan URL:http//www.depkes.go.id/dow
dengan menggunakan obat tradisional. nloads/kusta.pdf.Accssed 1 Maret
Selain itu, dari hasil pengamatan 2013.
terhadap responden penderita penyakit Dinkes Kabupaten Belu. 2012. Profil
Kesehatan Kabupaten Belu.
kusta tampak bahwa sebagian besar
Depkes, RI. 2006. Pedoman Kusta.
tidak memperhatikan pentingnya Available.
kebersihan diri (personal hygiene) serta http://www.ppp/depkes.go.id/imag
kebersihan lingkungan. es-data/ (Accssed 1 Maret 2013).
Perkembangan penyakit kusta Lubis, P. 1989. Perumahan Sehat. Pusat
dalam diri penderita bila tidak ditangani Pendidikan Tenaga Kesehatan
Depkes RI.Jakarta.
secara cermat dapat menimbulkan cacat
Tauda, 2008. Faktor-Faktor Yang
dan keadaan ini menjadi halangan bagi Berhubungan Dengan Kejadia
penderita kusta dalam kehidupan Penyakit Kusta Dikota Ternate,
bermasyarakat untuk memenuhi Tesis, Program Pasca Sarnaja,
kebutuhan sosial ekonomi (Hiswani, Fakultas Kedokteran Universitas
2001). Gadjah Mada, Yogyakarta.
Murniati. 2009. Faktor Risiko dalam
Individu dan Luar Individu yang
KESIMPULAN
Berhubungan dengan Kejadian
Prevalensi kusta pausibasiler dan Kusta di Rumah Sakit Kusta
multibasiler berdasarkan krakteristik Makassar Sulawesi Selatan.
kepadatan hunian kurang dari 8m2 Brakel V.W.H., Kaur, H. 2002, Leprosy
Review; Is Beggary a Chosen
sebanyak 56%, riwayat kontak sebanyak Profession Among People Living
67,6% dan penghasilan kurang dari Rp in Leprosy Colony, The leprosy
925.000,00 sebanyak 64,9%. Mission Indian, New Delhi 110
001, Indian 24 Juli 2002.
DAFTAR PUSTAKA Hiswani. 2001. Kusta Salah Satu
Penyakit Menular Yang Masih
Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit Dijumpai Di Indonesia, FK
Dan Kelamin. Edisi keenam. Universitas Sumatera Utara,
Jakarta. Fakultas Kedokteran digitalizet by USU digital library,
Universitas Indonesia. 2001
160
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 161-166
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI FAKTOR RISIKO ISPA PADA BALITA DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SEDAYU II BANTUL YOGYAKARTA
ABSTRACT
Background: The home environment affects the occurrence of ARI.
Puskemas Sedayu II has never been conducting environmental surveillance
and behavioral risk factors for respiratory patients treated at Health Centers
Sedayu II. The purpose of this study was to determine the risk factors and
behavior in patients with respiratory infection in infants and Argorejo village
Argodadi Sedayu Work Area Health Center II Bantul.
Methods: A research tool using checklists, questionnaires, luxmeter,
Thermohygro, roll meter. Preparation of checklists and questionnaires
referring to Standard Operating Procedures for Disease Prevention
Integrated ARI, ARI Patient Interview Guide and the Integrated Field Guide
Integrated Patient ARI. Environmental research variables include the
intensity of light, ventilation holes on the vast proportion of floor space, the
density of the bedroom, kitchen smoke hole, while the behavior includes the
habit of closing the mouth when coughing, customs opened the window in
the morning, and smoking habits of family members
Results: The work of parents with toddlers ARI as laborers 50%, employees
4.2%, 16.6 % self-employed and farmers 29.2%. Educated mothers SD 25%,
41.7% junior high, high school 25% , PT 8.3% and 16.7% fathers elementary
education, 33.3% junior high, high school 41.7%, PT 8.3%. Physical
environment requirements spacious bedroom with 62.04 lux light intensity,
temperature of 31.88°C, and humidity of 66.71%. The existence of bedroom
ventilation 79.2%, 83.3% transparent roof and chimney kitchen 66.7% .
Dense residential density as much as 20.8% and as much as 79.2% solid.
Risk factors of smoking 58.3%, 37.5% customs opened the window, sleeping
with 87.5% of patients, ripe with child care 54.2%, 100% waste carelessly
spit and shut your mouth when coughing 45.8%. The use of fuel for cooking
with gas 14.6%, 62.5% and firewood firewood and gas 20.8% .
Conclusion: Environmental risk factors associated with the incidence of ARI
in infants Puskesmas Sedayu II .
161
Surveilans Epidemiologi Faktor Risiko ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
anak terutama yang berumur di bawah Juli 2008) dengan rincian seperti tersaji
lima tahun. Penyebab ISPA di Indonesia pada Tabel 1.
terkait dengan lingkungan antara lain
polusi udara, perubahan cuaca, Tabel 1. Kejadian ISPA di Puskesmas
lingkungan rumah yang sirkulasi Sedayu II Periode Januari – Juli 2008
udaranya tidak bagus. Krisis ekonomi di
Indonesia dan meningkatnya penduduk UMUR (Thn)
BULAN Total
miskin khususnya di pedesaan <1 1 -4 >5
berdampak pada menurunnya Januari 26 52 138 216
kemampuan menyediakan lingkungan Februari 26 52 138 216
pemukiman yang sehat. Struktur fisik Maret 37 46 150 23
rumah yang jelek seperti ventilasi, suhu, April 26 50 137 213
kelembaban, dan penerangan alami Mei 54 65 179 298
diketahui dapat meningkatkan dan Juni 19 47 150 216
menyebarkan penyakit ISPA (Depkes, Juli 11 43 172 226
1999). Jumlah 199 355 1.046 1.618
Perilaku hidup bersih dan sehat Catatan. Laporan Bulanan Program P2 ISPA
penduduk merupakan salah satu upaya Puskesmas Sedayu II
mencegah terjadinya ISPA dengan
memperhatikan rumah dan Kegiatan surveilans faktor risiko
lingkungannya yang sehat. Beberapa lingkungan dan perilaku untuk penderita
perilaku penduduk yang dapat ISPA yang berobat ke Puskemas Sedayu
menimbulkan terjadinya ISPA antara lain II menurut kepala Puskemas Sedayu II
meludah sembarangan, membakar belum pernah dilakukan.
sampah, kebiasaan merokok, kebiasaan
membuka jendela, kebiasaan tidur. METODE
Faktor risiko penyebab ISPA dapat Penelitian ini untuk menggambarkan
diketahui melalui kegiatan surveilans. faktor risiko lingkungan dan perilaku
Data yang diperoleh dari kegiatan penderita ISPA pada balita. Penelitian
surveilans dapat memberikan informasi dilakukan di Desa Argodadi dan
tentang kejadian penyakit ISPA dan Argorejo, Kecamataan Sedayu,
digunakan untuk rencana tindak lanjut Kabupaten Bantul. Objek penelitian ini
dalam menekan kejadian kesakitan, adalah semua balita dengan umur
penyebaran dan penularan ISPA. kurang dari 5 tahun yang menderita ISPA
Puskesmas Sedayu II telah dan berobat ke Puskesmas Sedayu II.
melakukan kegiatan survei terhadap Pengumpulan data menggunakan
1.218 rumah penduduk. Sebanyak 624 daftar periksa, kuesioner dan alat ukur
rumah memenuhi syarat sebagai rumah meliputi Luxmeter, Thermohygro, roll
sehat dan 61,82%-nya (353 rumah) meter. Penyusunan daftar periksa dan
terdapat di Desa Argorejo. Penyakit ISPA kuesioner mengacu Standar Prosedur
dalam dua tahun terakhir masih Operasional Penanggulangan Penyakit
menempati peringkat pertama di wilayah ISPA Secara Terpadu, Panduan
kerja Puskesmas Sedayu II dengan Wawancara Penderita ISPA Secara
jumlah penderita sebanyak 1.845 kasus Terpadu dan Panduan Kunjungan
(tahun 2007) dan 1.618 kasus (sampai Lapangan Penderita ISPA Secara
Terpadu (Ditjen PL Dirjen P2MPL, 2003).
162
Anna Tri Hardati, Tedy Candra Lesmana, Susilo Samsul Bahri
Variabel penelitian yang diukur dan penelitian termasuk dalam wilayah kerja
diamati adalah lingkungan meliputi Puskesmas Sedayu II dengan jumlah
intensitas cahaya, proporsi luas lubang penduduk sebanyak 22.302 jiwa terdiri
ventilasi terhadap luas lantai, kepadatan dari 10.817 penduduk laki-laki dan
kamar tidur, lubang asap dapur, 11.485 penduduk perempuan dengan
sedangkan perilaku meliputi kebiasaan jumlah kepala keluarga 4.374. Tingkat
menutup mulut pada waktu batuk, kepadatan penduduk rata-rata di wilayah
kebiasaan membuka jendela pada pagi ini 1.210 jiwa/km2 (Tabel 1).
hari, dan kebiasaan merokok anggota Jumlah balita yang menderita ISPA
keluarga. berdasarkan data Puskesmas Sedayu II
selama penelitian diketahui terdapat 24
HASIL orang dengan rincian 10 orang terdapat
di Desa Argodadi dan 14 orang di Desa
Penelitian dilakukan di Desa
Argorejo.
Argodadi dan Argorejo Kecamatan
Sedayu dengan luas 1.844,08 ha. Lokasi
Tabel 2. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II
Karakteristik Responden
Balita dengan penyakit ISPA di Pekerjaan orang tua yang
wilayah kerja Puskesmas Sedayu II mempunyai balita menderita ISPA
diketahui (Gambar 1) paling banyak berprofesi sebagai buruh sebanyak 50%,
mempunyai ibu berpendidikan sekolah sedangkan sisanya bekerja sebagai
menengah pertama (41,7%) dan ayah karyawan, wiraswasta dan petani
berpendidikan sekolah menengah atas (Gambar 2). Profesi pekerjaan sangat
(41,7%). terkait dengan tingkat pendidikan. Profesi
buruh biasa cenderung mempunyai
10 10 penghasilan yang rendah dan keadaan
10 8 kondisi yang miskin sulit untuk
8 6 6 memenuhi persyaratan hidup sehat.
6 4 Balita dengan orang tua yang miskin dan
4 2 2 berpendidikan rendah mempunyai risiko
2 lebih besar daripada orang tua yang
0 berpendidikan menengah atas atau tinggi
SD SMP SMA PT (Cohen, 2002).
Ayah Ibu
163
Surveilans Epidemiologi Faktor Risiko ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
Berdasarkan data pada Tabel 2.
12 diketahui lingkungan fisik ruang kamar
15
tidur yang memenuhi persyaratan
10
7 adalah intensitas cahaya (>60 luks) dan
4 angka kelembaban (40-70%), tetapi
5 1 sebagian besar intensitas cahaya rumah
responden (17 rumah) tidak memenuhi
0
Jenis Pekerjaan
syarat, sedangkan suhu rata-rata
sebesar 31,8oC melebihi kondisi
Buruh Petani Wiraswasta Karyawan o
lingkungan nyaman (30 C).
Gambar 2. Pekerjaan Responden
19 20
20 16
Faktor Risiko Lingkungan
Pengamatan kondisi rumah yang 15
8
memenuhi persyaratan lingkungan fisik 10 5 4
disajikan pada Gambar 3.
5
0
17 19 19 Ventilasi Atap Cerobong
20 8 kamar transparan dapur
7 5
10
Ada Tidak Ada
0
Gambar 4. Keberadaan ventilasi kamar,
atap transparan dan cerobong dapur
164
Anna Tri Hardati, Tedy Candra Lesmana, Susilo Samsul Bahri
165
Surveilans Epidemiologi Faktor Risiko ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sedayu II Bantul Yogyakarta
kesehatan dan pihak puskesmas untuk Yonsai Medical Journal vol 27 no.
merubah perilaku masyarakat untuk 4:261-170.
menghindarkan dan mencegah kejadian Roy, M. 2008. Smoking and Nicotine
ISPA pada masa yang akan datang. Addiction. Community Addiction
Recovery Association (CARA) ,
DAFTAR PUSTAKA Sacramento CA.
Bautista, L.E., et al. 2008. Indoor
Charcoal Smoke and Acute
Respiratory Infections in Young
Children in the Dominican
Republic. American Journal of
Epidemiology 2009 (1): 1-9.
Cohen, S. 2002. Social Status and
Susceptibility to Respiratory
Infections. Department of
Psychology, Camegie Mellon
University, Pittsburgh,
Pennsylvania 15213-3890, USA
Ditjen PL Dirjen P2MPL. 2003. Prosedur
Kerja Surveilans Faktor Risiko
Penyakit Menular Dalam
Intensifikasi Pemberantasan
Penyakit Menular Terpadu
Berbasis Wilayah: Khusus Faktor
Risiko Lingkungan dan Perilaku
Penyakit ISPA, Malaria, TBC,
Campak, Difteri, Pertusis
Tetanus, Polio dan Hepatitis B.
Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.
Kilabuko, J.H, dan Nakai, S. 2007.
Effects of Cooking Fuels on Acute
Respiratory Infections in Children
in Tanzania. Int. J. Environ. Res.
Public Health 2007, 4(4), 283-
288.
Depkes RI. 1999. Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
829/MENKES/SK/VII/1999
Tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan.
Park, J.U. dan Kim, I.S. 1986. Effect of
Family Smoking on Acute
Respiratory Diseases in Children.
166
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 167-174
HARGA DIRI PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA)
DI VIOLET COMMUNITY YOGYAKARTA (STUDI KASUS)
Despita Pramesti
aryo_desphita@yahoo.co.id
ABSTRACT
Background: Source of stress which resulted in people with HIV/AIDS
(ODHA) is the high rate of death caused by this disease and especially
society's view of people with HI AIDS (ODHA) so this will affect the self-
esteem of people with HIV/AIDS (ODHA) .
Objective: Observe the description of self-esteem of people with
HIV/AIDS(ODHA) and the factors that affect the self-esteem of people with
HIV/AIDS(ODHA) in Yogyakarta community Violet.
Methods: The use of non-experimental research exploratory descriptive
study design with qualitative methods. Type the sampling is purposive
sampling by taking a subject of study of people with HIV/AIDSin the
Community Violet Yogyakarta about 20 people. 5 ODHA taken as
respondents.
Conclution: The results of this study indicate that the picture self-esteem of
people with HIV/AIDS(ODHA) in the criteria feeling accepted, respected and
competent 5 respondents indicated a high level of self-esteem. And the
feeling of valuable criteria 1 respondent indicated a high level of self-esteem
and 4 respondents indicated a low level of self-esteem. Factors affecting the
formation of self-esteem of people with HIV/AIDS(ODHA) in Violet
community due to the conditions of acceptance of the individual as well as
the advantages and disadvantages of himself, success, respect from others,
the support of fellow sufferers of HIV / AIDS, and support from the
community.
167
Harga Diri pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
di Violet Community Yogyakarta (Studi Kasus)
positif, 61 orang AIDS, dan meninggal Harga diri merupakan salah satu
sebanyak 13 orang (Dinkes RI, 2007). komponen konsep diri yang memiliki arti
Kebijakan pemerintah tentang penilaian pribadi terhadap hasil yang
HIV/AIDS ini yaitu Peraturan Presiden dicapai dengan menganalisa seberapa
Republik Indonesia No. 75 Tahun 2006 jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart
tentang Komisi Penanggulangan AIDS & Sundeen, 2005). Harga diri adalah
Nasional yang tertera pada Pasal 3 perasaan menjadi dihormati, diterima,
bahwa Komisi Penanggulangan AIDS kompeten dan berharga. Seseorang
Nasional bertugas menetapkan kebijakan yang mempunyai harga diri yang tinggi
dan rencana dan strategi Nasional serta umumnya lebih bahagia dan lebih bisa
pedoman umum pencegahan, mengatasi kebutuhan dan stresor dari
pengendalian, dan penanggulangan pada orang dengan harga diri rendah
AIDS serta kebijakan pemerintah yang Seseorang dengan harga diri rendah
lain yaitu melalui SK Menteri Kesehatan merasa tidak dicintai dan sering
No. 8332/X/2006, pemerintah telah mengalami depresi dan kecemasan
menyediakan rumah sakit rujukan bagi (Potter & Perry, 2005).
orang dengan HIV/AIDS (ODHA), Sumber yang mengakibatkan stres
sehingga orang dengan HIV/AIDS pada orang dengan HIV/AIDS adalah
mendapatkan pelayanan kesehatan yang tingginya tingkat kematian yang
layak. Program pemerintah untuk mengakibatkan oleh penyakit ini dan
menangani masalah HIV/AIDS ini terutama pandangan masyarakat
dengan menerapkan program kampanye terhadap orang dengan HIV/AIDS.
anti-HIV/AIDS, yaitu promosi kesehatan Masyarakat sebagian besar lebih
reproduksi dan seks khususnya pada mengetahui jika HIV/AIDS hanya dapat
anak-anak muda. Salah satu bentuk ditularkan melalui hubungan seks
nyata dari program pemerintah saat ini terutama hubungan seks yang dianggap
yaitu kampanye penggunaan kondom tidak lazim dalam masyarakat seperti
(kondomisasi) dan hidup sehat bersama homoseksual. Kelompok homoseksual
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan non-heteroseksual lainnya biasanya
(Depkes RI, 2006). menghadapi stigmatisasi yang lebih kuat
Hari AIDS Sedunia bermula pada dari masyarakat Kedua hal tersebut
tahun 1988, ketika ada pertemuan dapat membentuk harga diri orang
puncak para Menteri Kesehatan dari dengan HIV/ AIDS, tinggi maupun
berbagai negara. Mereka menyerukan rendah.
perlunya toleransi dan pertukaran Dari hasil wawancara dengan ketua
informasi tentang AIDS, sehingga sejak 1 Violet Community didapatkan data bulan
desember diperingati sebagai hari AIDS Oktober 2007 terdapat 20 orang yang
sedunia untuk meningkatkan kesadaran menderita HIV/AIDS, 6 orang menderita
masyarakat terhadap AIDS, dan AIDS dan 14 orang menderita HIV. Dari
membentuk komitmen baru untuk 20 orang tersebut 6 orang ditemukan
memerangi AIDS, sehingga masyarakat mengalami perubahan pada perilakunya.
dapat memberikan perhatian yang lebih Berdasarkan uraian tersebut peneliti
pada orang dengan HIV/AIDS dan tidak tertarik mengetahui bagaimanakah
bersikap mengucilkan atau menjauhkan gambaran harga diri orang dengan
penderita HIV/AIDS (Anonim, 2003). HIV/AIDS (ODHA) di Violet Community
Yogyakarta.
168
Despita Pramesti
169
Harga Diri pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
di Violet Community Yogyakarta (Studi Kasus)
Berdasarkan wawancara mendalam Responden N dan responden S merasa
diketahui yang mempengaruhi sikap bahwa dukungan dari teman komunitas
mereka, karena dari diri mereka sendiri sangat penting bagi penerimaan dirinya.
dan juga adanya dukungan dari teman- Dan semua responden menerima
teman orang dengan HIV/AIDS (ODHA) kondisinya dengan adanya kesadaran
serta dukungan dari teman komunitas, diri sendiri serta dukungan dari teman-
Seperti yang diungkapkan responden teman orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
berikut: dan teman komunitas yang mendorong
Responden M : mereka menerima kondisinya. Menurut
”Di violet ini kita bisa saling tuker Florida (2007), tinggi rendahnya harga
pikiran antar ODHA yang lain, dan diri dirinya sendiri serta dukungan dari
sudah sama-sama senasib, jadi orang lain, bila individu merasa dirinya
semua ini ada hubungannya dengan diterima di kelompok dan dihargai oleh
dukungan dari temen-temen dan lingkungannya maka ia akan memiliki
dari diri saya juga, akhirnya saya harga diri yang tinggi.
jadi punya semangat hidup lagi”.
Responden N : Harga Diri pada Kriteria Dihormati
“Karena dukungan dari temen-teman Dihormati adalah perasaan bahwa
violet“. orang lain (keluarga dan masyarakat)
Responden Y : melihat dan memahami dirinya (Potter &
“Karena ini menyangkut dengan diri Perry, 2005). Berdasarkan hasil
saya jadi saya yang berhak wawancara dengan responden
bertanggung jawab dengan hidup didapatkan bahwa dengan status orang
saya”. dengan HIV/AIDS (ODHA) tidak
Responden S : membuat mereka tidak dihargai oleh
“Yang pastinya sih karena dukungan masyarakat dan teman komunitas
dari temen-temen ODHA yang ada seperti yang diungkapkan berikut:
di violet”. Responden M:
Responden O : “Dihargai benerlah sama orang lain”.
“Saya punya kepercayaan diri jadi Responden N:
bisa terima kondisi saya dan “Saya dihargai sama orang yang
dukungan dari temen-temen ODHA. tertentu aja seperti temen-temen
Saya selalu dikasih semangat terus”. ODHA yang di violet“.
Responden Y:
Jadi faktor yang mempengaruhi “Disini saya merasa sangat
harga diri adalah penerimaan terhadap diperhatikan, mereka mengerti
diri sendiri dan orang lain. Dari hasil kondisi saya dan saya juga
wawancara tersebut, responden M dan sangat dihargai, karena saya
responden O merasa bahwa dari menghargai orang lain jadi saya juga
penerimaan dirinya didapatkan dari dihargai”.
kesadaran diri sendiri dan dukungan Responden S:
teman-teman orang dengan HIV/AIDS “Itu kan tergantung dari diri kita
(ODHA). Satu orang responden yakni sih..kalo kita bisa bawa diri, kita
responden Y merasa bahwa kesadaran akan dihargai orang lain. Jadi saya
dari diri sendiri yang membuatnya bener-bener dihargai pisan”.
menerima kondisinya sekarang.
170
Despita Pramesti
Responden O: Responden N:
“Alhamdulillah saya selalu “Saya merasa berhasil karena saya
menghargai orang jadi mereka juga bisa merubah tingkah laku saya.
menghargai saya, apa lagi Responden Y:
masyarakat sini selalu baik ke saya”. “Saya merasa berhasil karena saya
seseorang dipengaruhi bagaimana bisa menjauhi kegiatankegiatan
individu menilai dan menerima. yang beresiko itu dan merubah
tingkah laku saya”.
Stuart dan Sundeen (2005) Responden S:
mengatakan harga diri diperoleh dari diri “Saya merasa berhasil dong.. saya
sendiri dan orang lain. Aspek utam berhasil karena bisa menjadi
adalah di cintai dan menerima pendamping ODHA”.
penghargaan dari orang lain. Dari hasil Responden O:
data di atas bentuk penghargaan dari “Saya merasa jadi orang yang
orang lain adalah ketika orang dengan berhasil dengan status ODHA saya
HIV/AIDS (ODHA) dibutuhkan oleh orang ini dan hidup saya jauh lebih
lain dan saling membutuhkan sehingga berubah dari pada dulu”.
itu turut membangun harga diri
responden. Berdasarkan hasil Dari hasil wawancara tersebut
wawancara didapatkan semua menunjukkan bahwa semua responden
responden merasa bahwa lingkungan mengatakan merasa berhasil dan
dan teman-teman menghargai dan mampu merubah hidupnya. Menurut
membutuhkan mereka. Maka harga diri DariyoLing (2002), harga diri merupakan
responden akan tinggi jika individu evaluasi individu terhadap dirinya sendiri
merasa dihargai oleh lingkungannya secara positif atau negatif. Evaluasi ini
(Potter & Perry, 2005). memperlihatkan bagaimana individu
menilai dirinya sendiri dan diakui
Hasil Penelitian Harga Diri pada tidaknya kemampuan dan keberhasilan
Kriteria Kompeten yang diperolehnya. jadi Individu akan
Kompeten adalah perasaan yang merasa harga dirinya tinggi bila sering
berhubungan dengan kesuksesan, mengalami keberhasilan.
kemampuan menghadapi masalah, dan Hasil observasi terhadap orang
mencapai tujuan (Potter & Perry, 2005). dengan HIV/AIDS di Violet Community
Berdasarkan hasil wawancara didapat- Yogyakarta turut menegaskan jawaban
kan bahwa setelah menderita HIV/AIDS yang telah diberikan. Hasil observasi
responden mampu merubah pola menunjukkan bahwa responden terlihat
hidupnya dan menjauhi kegiatan- sering membanggakan suatu tentang
kegiatan yang berisiko serta dapat dirinya dan tak jarang membicarakan apa
menjadi pendamping orang dengan yang telah dilakukannya kepada orang
HIV/AIDS (ODHA) yang lain. Seperti lain. Hal ini juga diungkapkan pada hasil
yang diungkapkan responden berikut: wawancara mendalam, seperti yang
Responden M: diungkapkan responden berikut:
“Kalo dibandingkan dulu aku bisa Responden M:
dibilang berhasil…pola hidup saya “Saya bangga bisa mudah bergaul”.
jauh lebih berubah dari pada dulu. Responden N:
Artinya lebih bertanggung jawab”.
171
Harga Diri pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
di Violet Community Yogyakarta (Studi Kasus)
“Saya itu tidak pernah berulah dan kondisinya, ada yang PD dan tidak malu
enggak pernah buat orang lain dengan status ODHA-nya, senang
susah “. karena mempunyai teman yang senasib
Responden Y: dan jauh lebih tenang karena adanya
“Yang bisa saya banggakan yaitu support dari teman, seperti yang
disaat saya bisa belajar dari diungkapkan responden berikut:
penderitaan saya ini dan saya bisa Responden M:
mengkritisi apa-apa yang saya “Ya, kalo saya perasaannya jauh
lakukan dan itu bisa saya benahi lebih tenang karena tementeman
dengan baik dan saya juga bisa disini mensupport saya dan mereka
menularkan omongan-omongan tahu kondisi saya seperti apa”.
saya berdasarkan pengalaman Responden N:
saya”. “Perasaan saya sih biasa aja”.
Responden S: Responden Y:
“Saya bangga bisa akrab dengan “Saya sudah mulai terbiasa dengan
siapa aja dan bisa melayani kondisi saya ini dan saya juga tidak
masyarakat”. malu untuk membuka status saya
Responden O: ke orang yang concern dengan
“Saya bangga bisa mudah bergaul ODHA. Malah saya seneng bisa
dan saya bisa melayani berbagi. Dan yang paling penting PD
masyarakat”. aja walaupun kondisi saya seperti
ini, apa lagi temen-temen justru
Dari hasil wawancara tersebut mensupport saya. Jadi saya
semua responden merasa bangga merasa harga diri saya tidak jatuh
dengan dirinya karena mereka bangga karena status ODHA ini”.
bisa mudah bergaul, dapat melayani Responden S:
masyarakat, tidak pernah berulah dan “Saya enggak malu kalo orang tahu
membuat susah orang lain serta bisa status saya ODHA, yang penting PD
belajar dari kondisinya yang menderita aja”.
HIV/AIDS. Hasil observasi juga turut Responden O:
menegaskan bahwa responden sering “Ya, merasa seneng karena ada
membanggakan sesuatu tentang dirinya. temen-temen yang senasib dengan
Menurut Potter & Perry (2005) seseorang saya dan mereka tidak menjauhi
dengan harga diri yang tinggi akan saya karena status saya ini”.
menghubungkan kualitas personal
dengan usaha dan kesuksesannya. Hasil observasi turut menegaskan
hasil wawancara mendalam tersebut.
Hasil Penelitian Harga Diri pada Hasil observasi yang dilakukan terhadap
Kriteria Berharga orang dengan HIV/AIDS di Violet
Berharga adalah menerima dan Community Yogyakarta, didapatkan hasil
berharga terhadap dirinya sendiri yang sama yaitu semua responden tidak
(Potter & Perry, 2005). Responden mengalami gangguan dalam ber-
mempunyai perasaan yang berbeda hubungan dengan orang lain dan
dengan adanya HIV/AIDS yang mereka responden tidak berusaha menutupi
derita. Ada yang merasa biasa saja informasi mengenai keadaan dirinya.
karena sudah mulai terbiasa dengan Responden terlihat santai saat menemui
172
Despita Pramesti
orang asing yang sebenarnya telah sesuaian dengan yang didapatkan pada
mengetahui keadaan dirinya. Orang hasil wawancara mendalam, karena
dengan harga diri yang tinggi akan dalam hasil observasi responden
mampu menerima keberadaan dirinya menyalahkan dirinya atas ketidak-
(Rini, 2002). sempurnaannya dan terlihat mengejek
Harga diri lebih mengacu pada atau mengkritik diri sendiri. Menurut
evaluasi seseorang terhadap kualitas diri Ubaydillah (2007), harga diri positif akan
sendiri (Stuart dan Sundeen, 2005). memproduksi kualitas hubungan yang
Dalam hal kekurangan-kekurangan yang positif. Misalnya harmonis dengan diri
dirasakan setelah menderita HIV/AIDS sendiri, mengetahui kelebihan dan
hampir semua responden merasakan kelemahan secara lebih akurat, atau
ada kekurangan. Hal ini diutarakan oleh punya penilaian positif terhadap diri
responden akan kekurangan dirinya sendiri. Harga diri yang negatif jika tidak
dalam wawancara berikut ini: dapat memproduksi kualitas hubungan
Responden M: yang negatif, seperti tidak mengetahui
“Yah, banyak banget.. setiap orang kelebihan dan kelemahan secara akurat,
juga punya”. atau punya nilai negatif terhadap dirinya
Responden N: sendiri.
“Setiap orang saya rasa punya, tapi
untuk aku sendiri itu, kenapa saya KESIMPULAN
dilahirkan di dunia ini mempunyai
Gambaran harga diri orang dengan
kelainan, aku bingung apakah
HIV/AIDS (ODHA) di violet Community
perempuan atau laki-laki”.
Yogyakarta: kriteria diterima, dihormati,
Responden Y:
kompeten 5 responden menunjukkan
“Banyak, tiap orang punya. Yah
tingkat harga diri tinggi. Kriteria berharga
aku sadar kalo kekuranganku
1 responden menunjukkan tingkat harga
banyak”.
diri tinggi dan 4 responden menunjukkan
Responden S:
harga diri rendah. Bagi Violet Community
“Kalo bagi saya kekurangan saya itu
perlu diadakan pendekatan secara
banyak”.
personal untuk melihat kelebihan dan
Responden O :
kekurangan yang ada pada orang
“Setiap orang punya... dan banyak
dengan HIV/AIDS (ODHA) sehingga
banget hal-hal buruk dari diri saya”.
dapat dikembangkan lagi agar orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) lebih memiliki
Hasil wawancara mendalam
kepercayaan diri yang tinggi sehingga
didapatkan bahwa semua responden
merasa dirinya berharga.
mengakui adanya kekurangan dalam
Bagi Responden (ODHA),
dirinya dan menerima kondisinya. Satu
responden sudah mengetahui per-
responden mempunyai kekurangan
masalahannya yang ada dalam dirinya
dengan kepribadiannya, 4 responden
sehingga responden memiliki strategi
merasa bahwa banyak kekurangan
koping yang baik dan dapat
dalam dirinya namun pertanyaan ini
mempertahankan harga dirinya agar
dianggap pribadi sehingga responden
harga dirinya tetap tinggi.
tidak menyebutkan kekurangan yang
dalam dirinya. Hasil observasi
menunjukkan bahwa adanya ketidak-
173
Harga Diri pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
di Violet Community Yogyakarta (Studi Kasus)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Pengidap HIV/AIDS Bertambah
799 Orang Selama 2002.
www.mediaindo.co.id
Dariyo, A. & Ling, Y. 2002. Interaksi
Sosial di Sekolah & Harga Diri
Pelajar Sekolah Menengah
Umum. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan. Jakarta: Fakultas
Psikologi Universitas
Tarumanegara. Vol. 4. No.7. Juni
2002.
Dinkes RI. 2007. Jumlah Kumulatif
Kasus HIV/AIDS. Depkes RI.
2006. Kebijakan tentang
HIV/AIDS.
Florida, A. 2007. Gambaran Harga Diri
Penderita Kusta di Wilayah Kerja
Puskesmas Kunduran
Kabupaten Blora Jawa Tengah.
Skripsi.Yogyakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah
Mada.
Moleong, L. 2006. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Potter & Perry. 2005. Fundamental of
Nursing : Concepts, Proces and
Practice. Buku 2. Missouri :
Mosby Year Book.
Rini, J. F. 2002. Konsep Diri. www.e-
psikologi.com.
Stuart, G. W. & Laraira, M. T. 2005.
Stuart & Sundeen Principles And
Practice Of Psychiatric Nursing.
6th ed. New York : Mosby.
Ubaidillah,AN.2007. Harga Diri.
Available on: http://www.e-
psikologi.com/.
UNAIDS. 2003. AIDS Epidemic Update.
174
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 175-183
PENGETAHUAN KONTRASEPSI PADA MAHASISWA KESEHATAN
DAN NON-KESEHATAN TERHADAP PERILAKU
PENGGUNAAN KONTRASEPSI
Heni Febriani
ABSTRACT
Background: as many as one million women in Indonesia each year
experiencing unwanted pregnancies. Family planning counselling Data
gathering of the Yogyakarta special region, mention pregnancy outside of
marriage during 2007 as much as 460 cases and 30 cases has increased
from 2006. One of the factors which aspects influenced the Pregnancy was
not expected was the lack of knowledge of contraception and sexual
behavior that can lead to pregnancy. Knowledge about contraception for
adolescents should be given as early as possible so that they can know
clearly what's called contraception.
Objective: to know the difference in level of knowledge on health majors with
non-contraceptive use behavior towards health.
Methods : This study used a cross - sectional design. Population and
research subjects were students at Gadjah Mada University Department of
health and non-health that as many as 688 randomly selected people.
Measuring instruments used questionnaires. Analysis of the data used
include : analysis of a univariate, bivariate, and multivariate. Statistical tests
using Chi - Square ( X2 ) and ordinal logistic regression with a significance
level of p<0.05 and 95 % Confidence Interval (CI ).
Results: Analysis of bivariare showed no differences in knowledge about
contraceptive methods among health departments and non-health.
Behavioral health students will be 0.53 times the risk of having sexual
intercourse without contraception. This study also shows there are other
variables that affect the behavior of contraceptive use, the age and source
information from the internet .
Conclusion: Knowledge of medical students about contraception method is
better than the non-health majors. There are differences in the behavior of
contraceptive use among students majoring in health with non-health majors.
175
Pengetahuan Kontrasepsi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non-Kesehatan
Terhadap Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
melanggar hukum yang ada, seperti putri saja tetapi laki-laki juga harus
pencobaan tindakan aborsi. Aborsi mengetahui masalah itu karena pilihan
merupakan hal yang tidak legal di remaja dapat menentukan masa depan
Indonesia, maka banyak dari mereka bangsa. Pengetahuan mengenai
yang melakukan tindakan aborsi ini kontrasepsi bukan hanya mendorong
dengan cara yang tidak aman. Faktor remaja untuk menjadi aktif secara
yang melatarbelakangi terjadinya seksual tetapi diharapkan berguna bagi
kehamilan tidak diinginkan (KTD) di remaja saat perencanaan menjadi
antaranya karena ketidaktahuan atau keluarga. Idealnya remaja yang
minimnya pengetahuan tentang perilaku mengetahui tentang kontrasepsi
seksual yang dapat menyebabkan setidaknya akan terhindar dari risiko
kehamilan (Depkes, 2003). kehamilan yang tidak diinginkan.
Penanganan masalah aborsi pada Menurut Rowen et al (2011)
remaja perlu dilakukan secara mahasiswa kedokteran yang seksual
komprehensif dan terintegratif antara aktif sebagian kecil tidak memanfaatkan
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan beberapa metode kontrasepsi. Hal nilah
individu remaja itu sendiri. Beberapa yang melatarbelakangi peneliti tertarik
upaya yang perlu dilakukan antara lain: dengan penelitian mengenai pengetahu-
1) upaya meningkatkan ketahanan an mengenai metode kontrasepsi
remaja dan peran keluarga; 2) perbaikan terhadap perilaku penggunaan kontra-
pelayanan keluarga berencana (KB) dan sepsi pada saat melakukan hubungan
kesehatan reproduksi; 3) menciptakan seksual. Pengetahuan kontrasepsi pada
lingkungan yang kondusif bagi remaja; 4) mahasiswa memberikan beberapa
pemberian informasi dan advokasi; 5) keuntungan antara lain dapat mencegah
pelayanan konseling; dan 6) pemberian terjadinya kehamilan yang tidak diingin-
keterampilan dalam kehidupan seksual kan dan mencegah infeksi menular
remaja. Dengan berbagai upaya tersebut seksual (IMS) sedangkan para maha-
maka kejadian KTD dan tindakan aborsi siswa kedokteran dapat dijadikan
akan menurun, sehingga kematian sebagai kemampuan untuk menyampai-
maternal dapat berkurang (Wilopo, kan konseling pada pasiennya mengenai
2010). pencegahan kehamilan. Dengan demi-
Pengetahuan mengenai kontrasepsi kian mahasiswa kedokteran harus mem-
bagi remaja harus diberikan sedini punyai kemampuan untuk menguasai
mungkin sehingga mereka dapat pengetahuan mengenai kontrasepsi.
mengetahui dengan jelas apa yang
dinamakan kontrasepsi. Metode yang METODE PENELITIAN
digunakan, dan manfaat dari
Penelitian ini menggunakan
penggunaan kontrasepsi tersebut.
rancangan cross-sectional yang ber-
Remaja harus mengetahui tentang
tujuan untuk melihat hubungan antara
kontrasepsi karena remaja merupakan
variabel bebas dengan variabel terikat
masa depan suatu bangsa. Menurut
yang diamati secara serentak dalam
BKKBN dkk. (2010) 85% remaja
periode tertentu. Sampel terdiri dari
menginginkan adanya penyuluhan
mahasiswa jurusan kesehatan dan non-
kesehatan reproduksi dan metode
kesehatan yang berada di Universitas
keluarga berencana. Penyuluhan
Gadjah Mada. Sampel dihitung dengan
kesehatan reproduksi tidak hanya remaja
176
Heni Febriyani
menggunakan program PASS 2008 dan tidak homogen dan berstrata secara
diperoleh sebanyak 688 responden, proporsional.
masing-masing jurusan sebanyak 344
responden yang akan dipilih secara acak
HASIL PENELITIAN
dengan menggunakan teknik propability
sampling yang memberikan peluang Karakteristik Responden
yang sama bagi setiap unsur (anggota) Karakteristik responden dalam
populasi untuk dipilih menjadi anggota penelitian ini disajikan dalam bentuk
sampling. Teknik yang digunakan adalah distribusi frekuensi dan persentase,
teknik proportionate sratified random seperti yang terlihat pada Tabel 1.
sampling. Teknik ini digunakan karena
populasi mempunyai anggota/unsur yang
Jurusan
Karakteristik Responden Kesehatan Non Kesehatan
N % N %
Umur
16-19 Tahun 153 45,0 127 37,0
20-24 Tahun 187 55,0 216 63,0
Jenis Kelamin
Laki-Laki 151 44,4 62 18,1
Perempuan 189 55,6 281 81,9
Tingkat Pendidikan
Tingkat I dan II 217 63,8 214 62,4
Tingkat III dan IV 123 36,2 129 37,6
Catatan. n=Jumlah Sampel
177
Pengetahuan Kontrasepsi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non-Kesehatan
Terhadap Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Jurusan
Pengetahuan dan Sikap Kesehatan Non-kesehatan
N % n %
Kontrasepsi Kondom
Baik 295 86.0 254 74.7
Cukup 48 14.9 86 25.3
Kontrasepsi Alamiah
Baik 334 97.4 303 89.1
Cukup 9 2.6 37 10.9
Kontrasepsi Hormonal
Baik 289 84.3 178 52.3
Cukup 54 15.7 162 47.7
Kontrasepsi IUD
Baik 285 83.1 204 60.0
Cukup 58 16.9 136 40.0
Kontrasepsi Mantap
Baik 232 67.6 138 40.6
Cukup 111 32.4 202 59.4
Jurusan
Perilaku Penggunaan
Kesehatan Non kesehatan
Kontrasepsi
F (n=335) % F (n=340) %
Seks tanpa alkon 8 72,7 3 27,3
Seks dengan alkon 47 35,1 87 64,9
Tidak seks 280 52,8 250 47,2
178
Heni Febriyani
Seks tanpaSeks
Variabel
alkon dengan Tidak seks
pengetahu p OR 95%CI
alkon
an
n % n % n %
Pengetahuan mengenai Kondom
Baik 106 79,1 9 81,8 426 80,4 0,938 0,93 0,59-1,47
Cukup 28 20,9 2 18,2 104 19,6
Pengetahuan mengenai kontrasepsi alamiah
Baik 130 97,0 10 90,9 489 92,3 0,143 2,38 0,93-6,14
Cukup 4 3,0 1 9,1 41 7,7
Pengetahuan mengenai kontrasepsi hormonal
Baik 93 69,4 6 54,6 362 68,3 0,596 1,01 0,68-1,50
Cukup 41 30,6 5 45,4 168 31,7
Pengetahuan mengenai IUD
Baik 103 67,9 4 36,4 374 70,6 0,013 1,22 0,81-1,84
Cukup 31 23,1 7 63,6 156 29,4
Pengetahuan mengenai kontrasepsi mantap
Baik 65 48,5 7 63,6 292 55,1 0,318 0,80 0,55-1,15
Cukup 69 51,5 4 36,4 238 44,9
Catatan. OR = Odds Ratio; CI= Confidence Interval, χ²=chi-square; *= Significance (p<0,05).
179
Pengetahuan Kontrasepsi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non-Kesehatan
Terhadap Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Tabel 6. Hubungan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan dan Sumber Informasi
dengan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
TV
Ya 446 84,2 10 90,9 119 88,8 0,345 1,51 0,86-2,67
Tidak 84 15,8 1 9,1 15 11,2
Surat kabar
Ya 255 48,1 6 54,5 76 56,7 0,196 1,40 0,97-2,03
Tidak 275 51,9 5 45,5 58 43,3
Internet
Ya 399 75,3 10 90,9 112 83,6 0,068 1,73 1,06-2,80
Tidak 131 24,7 1 9,1 22 16,4
Petugas Kesehatan
Ya 262 49,4 5 45,5 76 56,7 0,301 1,30 0,90-1,89
Tidak 268 50,6 6 54,5 58 43,3
Catatan. OR = Odds Ratio; CI= Confidence Interval, χ²=chi-square; *= Significance
(p<0,05).
180
Heni Febriyani
181
Pengetahuan Kontrasepsi pada Mahasiswa Kesehatan dan Non-Kesehatan
Terhadap Perilaku Penggunaan Kontrasepsi
Hubungan usia, jenis kelamin, tingkat melalui media masa elektronik tersebut,
pendidikan dan sumber informasi tetapi mereka tidak menyadari bahwa
terhadap perilaku penggunaan informasi itu belum tentu benar, sehingga
kontrasepsi pengetahuan yang tinggi belum tentu
Usia berpengaruh terhadap perilaku akan berpengaruh pada perilaku yang
penggunaan kontrasepsi. Hal ini sejalan baik.
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Tilahun yang menyatakan bahwa KESIMPULAN DAN SARAN
responden yang usianya di atas 20
Kesimpulan
Tahun lebih berpengaruh terhadap
1. Prevalensi jurusan kesehatan 0,52
penggunaan kontrasepsi. Usia res-
kali akan berisiko melakukan
ponden berkisar antara 16-24 Tahun.
hubungan seksual tanpa alat
Berbeda dengan penelitian yang
kontrasepsi dibandingkan dengan
dilakukan oleh Hiwot and Tebeje (2009)
jurusan non-kesehatan.
yang menyatakan bahwa tidak ada
2. Pengetahuan mahasiswa kesehatan
perbedaan yang signifikan antara
lebih baik dibandingkan dengan
pengetahuan mengenai kontrasepsi
mahasiswa jurusan non-kesehatan
darurat, usia, penggunaan kontrasepsi
akan tetapi tidak berhubungan positif
dan penyebab aborsi.
dengan perilaku penggunaan
Tidak ada hubungan antara jenis
kontrasepsinya, karena masih
kelamin dengan penggunaan kontra-
banyak mahasiswa jurusan
sepsi. Hal ini sejalan dengan penelitian
kesehatan yang melakukan
yang dilakukan oleh Chipeta et al. (2010)
hubungan seksual tanpa meng-
yang menyatakan bahwa pengetahuan
gunakan alat kontrasepsi.
responden mengenai kontrasepsi
modern tinggi, perempuan dan laki-laki
Saran
sama-sama mengetahui mengenai
Meningkatkan kesedaran mengenai
kontrasepsi tersebut, tetapi perempuan
Keluarga Berencana (KB) dan kesehatan
lebih tinggi pengetahuannya daripada
reproduksi untuk mendorong mereka
laki-laki
agar mengetaui masalah kesehatan
Tingkat pendidikan tidak berpe-
reproduksi dan KB sehingga diharapkan
ngaruh terhadap penggunaan kontra-
pengetahuannya bertambah dan
sepsi. Hal ini tidak sejalan dengan
perilakunya berubah karena
penelitian yang dilakukan oleh Tilahun
pengetahuan bukan merupakan faktor
yang menyatakan bahwa tingkat
utama dari terjadinya perilaku yang
pendidikan akan berpengaruh terhadap
buruk.
penggunaan kontrasepsi.
Sumber informasi pada analisis
DAFTAR PUSTAKA
bivariabel maupun analisis multivariabel
menunjukkan ada hubungan yang Abera Hiwot & Bosena Tebeje (2009)
signifikan. Informasi yang mereka dapat- Knowledge, attitude, and practice
kan sebagian besar dari media masa toword emergency contraception
sepeti internet. Internet merupakan among female Jimma University
media masa yang paling dekat dengan student, Jimma, Southwest
para remaja, karena semua informasi Ethiopia. Ethiopian Journal of
yang mereka ingin ketahui dapat dicari Reproductive Health, 337-43.
182
Heni Febriyani
183
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 184-191
PENGARUH STERILISASI ALAT SAAT PEMERAHAN TERHADAP ANGKA
KUMAN PADA SUSU SEGAR PADA PETERNAKAN X DI WILAYAH
PAKEM SLEMAN YOGYAKARTA
ABSTRACT
Background: Milk is one food that is quite perfect, is currently consumed by
many people. Milk is also one of the farm products that are easily damaged,
especially in the tropics and high humidity because microbes will multiply
quickly. This condition is meaningless if it is not safe for consumers. Dairy
food safety is determined by the process of milking, handling, and
processing, as well as the marketing chain.
Objectif: To know the number of bacteria in raw milk before and after
sterilization equipment (bucket, milk can and a milk strainer).
Method: The research method used is a pseudo Experiment. Respondents
in this study were dairy farmers who were 3 farms.
Results: Results were analyzed using t-test statistical methods to look at the
differences in numbers of germs before and after sterilization (milkcan,
buckets, sieves) in fresh milk, suggests that there are differences in the total
number of germs fresh milk before and after the sterilization of fresh milk with
p = 0.017.
Conclusion: Number of bacteria in raw milk after sterilization is lower than
before sterilization. The total number of bacteria in raw milk before
sterilization process (Milkcan, bucket, scoop and sieve) average of 2158.33
CFU / ml, and after the sterilization process an averageo of 169,44 CFU/ml.
Keywords: Fresh milk, sterilization equipment, number of bacteria.
184
Rosariana Srirahmawati, Indah Werdiningsih, Eva Runi Kristiani
ditentukan oleh proses pemerahan susu, susu di KUD Jatianom (Yulistiani dkk.,
penanganan, dan pengolahan, serta 2009).
rantai pemasaran (Usmiati, Sri dan Kandungan bakteri di dalam susu
Abubakar, 2009). akibat kontaminasi dari lingkungan
Kasus keracunan setelah minum sekitar bisa bertambah sejalan dengan
susu di Indonesia sering dilaporkan, baik pertambahan waktu. Semakin lama susu
melalui media cetak maupun media dibiarkan maka hal itu akan memberi
elektronik. Pada bulan September 2004 kesempatan bakteri dalam susu untuk
telah terjadi keracunan setelah minum berkembang. Bakteri yang biasa terdapat
susu pada 72 siswa Sekolah Dasar (SD) dalam susu adalah Streptococcus lactis,
di Tulung Agung Jawa Timur, 300 siswa Aerobacter aerogenes dan Escherichia
SD di Bandung, dan 73 karyawan coli, Lactobacillus casei dan
Carefour di Surabaya. Menurut Badan Lactobacillus acidophilus. Jumlah bakteri
Pemeriksaan Obat dan Makanan dalam susu dapat digunakan sebagai
(BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh indikator pencemaran dan kualitas
E. coli dan S.aureus (Kompas, 4 sanitasi. Jenis bakteri seperti
September 2004). Kasus serupa terjadi Enterobakteriaceae telah lama
pada tanggal 2 Juni 2009 pada 10 siswa dirumuskan sebagai bakteri indikator
SD di Cipayung Jakarta Timur dan 293 mutu. Biasanya untuk mendapatkan susu
siswa SD di Kecamatan Sindangkarta yang memenuhi SNI (Standart Nasional
Kabupaten Bandung yang mengalami Indonesia), pada peternakan sapi perah
mual-mual setelah mengkonsumsi susu dilakukan management pemerahan agar
dalam kemasan (Suwito, 2010). Kasus susu yang dihasilkan mengandung
keracunan terjadi akibat mengkonsumsi bakteri seminimal mungkin. Hal yang
susu pasteurisasi. Pada tanggal 13 bisa dilakukan untuk menjaga kualitas
Agustus 2004, dari program pemberian susu dari pencemaran bakteri adalah
makanan tambahan pada anak sekolah dengan menerapkan sistem manajemen
terdapat 62 siswa SD Waung II sapi perah. Langkah yang dilakukan
Boyolangu, Tulung Agung mengalami untuk menjaga kualitas susu adalah bisa
keracunan susu. Susu tersebut dimulai dari awal persiapan pemerahan
diproduksi oleh KUD Sri Sedono seperti membersihkan kandang dan
Ngunut,Tulung Agung. Pada tanggal 7 memandikan sapi, saat pemerahan
September 2004, keracunan susu pada berlangsung sampai penanganan susu
program makanan anak sekolah juga pasca pemerahan (Rahmawati, 2011).
terjadi di SDN Sawahan III Kota
Surabaya, yang disebabkan oleh Sumber Kontaminasi Mikroba Pada
kerusakan kemasan selama Susu Segar
penyimpanan sehingga terkontaminasi Susu yang keluar dari kambing
oleh mikroorganisme atau bahan lain selalu mengandung mikroba (Sanjaya
(Kompas, 2004). Dalam Surat kabar dkk., 2007). Pencemaran dapat berasal
tahun 2005, SDN 4 Klaten dan SD dari kambing sendiri atau masuk melalui
Muhammadiyah Tonggalan tanggal 15 puting susu. Jumlah mikroba bertambah
November 2005 juga terjadi kasus dengan adanya pencemaran dari tangan
keracunan susu yang disebabkan oleh dan baju pemerah, alat perah,
padamnya listrik saat proses pasteurisasi lingkungan seperti kandang, sapi, dan
peralatan lain seperti milk can, dan
185
Pengaruh Sterilisasi Alat Saat Pemerahan terhadap Angka Kuman pada Susu Segar
pada Peternakan X di Wilayah Pakem Sleman Yogyakarta
selama transportasi. Sumber dibersihkan dengan benar peralatan
kontaminasi bakteri pada susu segar tersebut mungkin meninggalkan residu
dapat diklasifikasikan dalam 3 hal yaitu: yang dapat menjadi media pertumbuhan
lingkungan, tubuh sapi, dan peralatan mikroba. Bakteri berkembang biak dan
pemerahan. Sumber lingkungan meliputi mencemari susu yang kontak melalui
air, tanah, tanaman, dan kandang alat-alat tersebut.
(Hayes, 2001). Secara umum, Sanitasi harus diperhatikan dalam
kontaminasi mikroflora psikotrofik penanganan susu untuk menjaga
berkaitan dengan kandang, air, tanah, kualitas susu dan mencegah milkborne
dan tanaman. Apabila sanitasi puting disease (Sanjaya dkk., 2007). Sanitasi
sebelum pemerahan tidak diperhatikan merupakan usaha pencegahan penyakit
dengan benar, akan menyebabkan cara menghilangkan faktor-faktor
adanya mikroorganisme dalam susu, lingkungan yang berkaitan dalam rantai
sedangkan bila puting dibersihkan dan perpindahan penyakit tersebut. Prinsip
dikeringkan sesegera mungkin sebelum sanitasi antara lain bersih secara fisik,
pemerahan akan menurunkan TPC kimiawi (tidak mengandung bahan kimia
termasuk koliform, Staphylococcus, dan berbahaya), dan mikrobiologis serta
juga mengurangi sedimen susu. diterapkan dengan memperbaiki,
Sedimen dijadikan ukuran untuk mempertahankan atau mengembalikan
kebersihan susu saat diperah dan kesehatan. Sanitasi berarti menciptakan
seharusnya tidak ada di dalam susu. lingkungan yang tidak dapat
Sedimen susu berupa debris atau menyediakan sumber nutrisi bagi
reruntuhan kotoran yang bisa melewati pertumbuhan mikroba sekaligus
saringan susu. Apabila sedimen susu membunuh sebagian besar populasi
tinggi maka kemungkinan TPC juga mikroba.
tinggi. Reruntuhan debris tersebut dapat
berasal dari debu kandang dan puting METODE PENELITIAN
serta ambing yang tidak dibersihkan(Kirk, Metode penelitian yang digunakan
2005). Sumber pencemaran mikroba adalah experimen semu. Penelitian ini
dalam pemerahan meliputi ember, milk menggunakan rancangan Non-
can, tabung penghisap dari mesin Equivalent Control Group. Rancangan ini
pemerahan, milk pipelines, bulk tanks, dapat digambarkan sebagai berikut:
dan transport tankers. Apabila tidak
Perlakuan O1 X O2
O1 O2
Kontrol
Populasi dalam penelitian ini adalah adalah susu segar dari hasil pemerahan
susu segar dari hasil pemerahan yang sebanyak kurang lebih 250 ml sampel
diperoleh dari 3 peternakan sapi perah X, susu sebelum alat disteril dan 250 ml
yang berada di wilayah Pakem, Sleman, sampel susu setelah alat disterilisasi.
Yogyakarta. Sampel dalam penelitian ini
186
Rosariana Srirahmawati, Indah Werdiningsih, Eva Runi Kristiani
19251925 19652015
peternakan A peternakan B
peternakan C
1095 1005
245
220
195 190
160 145145
120 105
Pengulangan 1 pengulangan 2 pengulangan 3
187
Pengaruh Sterilisasi Alat Saat Pemerahan terhadap Angka Kuman pada Susu Segar
pada Peternakan X di Wilayah Pakem Sleman Yogyakarta
Tabel 2. Analisis Statistik Jumlah Angka Kuman Pretest dan Posttest dari
Semua Peternakan
Tingkat
Kelompok
Rata-Rata Kepercayaan Sig. Keterangan
Observasi
95%
Pre-test & postest t Df
Susu
2158.33 7.688 2 0.017 Signifikan
Catatan. berdasarkan data primer terolah.
188
Rosariana Srirahmawati, Indah Werdiningsih, Eva Runi Kristiani
189
Pengaruh Sterilisasi Alat Saat Pemerahan terhadap Angka Kuman pada Susu Segar
pada Peternakan X di Wilayah Pakem Sleman Yogyakarta
Tingginya jumlah angka kuman di Analisis perbedaan angka kuman
peternakan disebabkan karena sebelum pada susu segar sebelum dan
pemerahan sapi-sapi di peternakan ini sesudah peralatan disterilisasi
tidak dilakukan pencucian puting yang menggunakan larutan sabun
benar. Peralatan yang digunakan juga (detergent) dan air panas
hanya dibersihkan dengan air biasa Hasil uji statistic dengan uji t
bukan air panas dan tidak menggunakan menunjukkan bahwa ada perbedaan
sabun. Pemerah bertanggung jawab jumlah angka kuman pada susu segar
memerah sapi yang bersih dengan sebelum dan sesudah peralatan seperti
puting dan ambing yang kering serta ember, milkcan dan saringan disterilisasi
harus mengikuti protokol sanitasi dan menggunakan detergen. Hal ini
kebersihan kandang. Apabila tidak dibuktikan dengan nilai P=0,017 (<
diperhatikan maka akan meningkatkan 0,05).
jumlah angka kuman dalan susu.
Manajemen kebersihan kandang yang KESIMPULAN
baik dapat menurunkan TPC dan
Pengaruh sterilisasi alat
sedimen susu. Selain itu peralatan
menurunkan angka kuman susu segar.
pemerahan dibersihkan sebelum dan
Jumlah angka kuman pada susu segar
sesudah pemerahan dengan
sebelum proses sterilisasi alat (Milkcan,
menggunakan air dan sabun. Sabun
ember, gayung dan saringan) dengan
termasuk desinfektan golongan surfaktan
menggunakan larutan detergent dan air
(surface active agents) yang dapat
panas di Peternakan X rata-rata sebesar
membunuh bakteri dengan cara merusak
2.158,33 CFU/ml.
membran sel (Anonim 2006). Menurut
Jumlah angka kuman pada susu
Winarno (1993) dalam Sirindon dan
segar setelah proses sterilisasi alat
Madhumita (2008), pertumbuhan bakteri
(Milkcan, ember, gayung dan saringan)
pembusuk sebenarnya dapat dihambat
dengan larutan detergent dan air panas
dengan cara pendinginan, sehingga
di peternakan X rata-rata sebesar 169,44
memperlambat perkembangbiakan
CFU/ml.
mikroba. Pendinginan terhadap susu
segar dimaksudkan untuk
DAFTAR PUSTAKA
mengendalikan pertumbuhan
mikroorganisme. Menurut Gamroth dan Habibah dan Kadhafi. 2011.
Bodyfelt (1993) dalam Sanjaya dkk. Pertumbuhan Mikroorganisme
(2007) susu harus didinginkan pada suhu Selama Penyimpanan Susu
40oF kurang dari 2 jam setelah Pasteurisasi pada Suhu Rendah.
pemerahan dan bila susu dibiarkan Skripsi. Diakses Pada Tanggal 26
dalam suhu ruang lebih dari 4 jam maka Maret 2013,
jumlah bakteri meningkat. Pendinginan http://faperta.unlam.ac.id/web/wp
sesudah pemerahan untuk sebagian content/ plugins
peternakan tidak dilakukan karena /downloanmonitor/download.php?
alasan ekonomi maupun teknis. id=98
Hayes MC, Boor K. 2001. Raw Milk and
Fluid Milk Products. Dalam :
Marth EH, Steele JL, editor :
Applied Dairy Microbiology. Ed
190
Rosariana Srirahmawati, Indah Werdiningsih, Eva Runi Kristiani
191
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 192-198
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN AKTIVITAS OLAHRAGA PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BERBAH SLEMAN
ABSTRACT
Background:. Diabetes is the fourth leading cause of death in the world.
Every year there are 3.2 million deaths caused by diabetes. That means
there is 1 person per ten seconds or 60 people per minute are dying from
DM. In the United States that have been developed though, the death rate
from diabetes could reach 200,000 people a year. Data from Sleman district
health profile in 2010 patients with DM who were treated in the clinic as
many as 21 867 cases and the results of preliminary studies in PHC Berbah
in 2012 there were 968 cases and 704 of them suffering from type 2 diabetes
milletus
Objective: To know the relationship of diet and exercise activity in patients
with type 2 DM in Puskesmas Berbah Sleman, Yogyakarta.
Methods: Including observational analytic study using cross-sectional
research design. The method used in the sampling in this study is the
accidental sampling method. Data analysis was performed using the
Spearman rank error level of 5% (0,05).
Results: The correlation of test results using statistical test tekhik Spearman
Rank Correlation Sig. (2-tailed) = 0.000, which indicates 0.000 <0.05, this
shows that there is a diet with exercise activity on the incidence of type 2 DM
health center working area Berbah Sleman Yogyakarta strong correlation
with levels of 0, 810.
Conclusion: There is a relationship between diet and health centers in the
region sports activities Berbah Sleman Yogyakarta strong correlation with the
level of 0.834
Keywords: Diet, sports activities, Diabetes mellitus tipe 2
192
Rudy Santono, Siti Uswatun Chasanah, Muryani
193
Hubungan Pola Makan dengan Aktivitas Olahraga pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di Wilayah Kerja Puskesmas Berbah Sleman
194
Rudy Santono, Siti Uswatun Chasanah, Muryani
195
Hubungan Pola Makan dengan Aktivitas Olahraga pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di Wilayah Kerja Puskesmas Berbah Sleman
Rahmawati (2010) mendapatkan Sesuai dengan teori Sari (2012)
presentase keaktifan aktivitas fisik olahraga dapat mengontrol gula darah,
ringan 75,00%, dan terendah kurang untuk DM tipe 2, olahraga yang teratur
25,00%. Darah yang tidak terkontrol lebih dapat menurunkan resistensi insulin
banyak bersantai setelah berolahraga, meningkatkan sensitivitas insulin di otot-
seperti nonton dan berbaring. Sementara otot dan jaringan lain sehingga kadar
itu, responden yang memiliki kadar gula darah mengalami perbaikan.
glukosa darah terkontrol lebih banyak Penelitian yang dilakukan Rahmawati
melakukan aktifitas di rumah setelah (2010) menunjukkan sebanyak 76,1%
berolahraga (membersihkan, mencuci, responden yang memiliki aktivitas ringan
dan memasak), khususnya para ibu memiliki kadar glukosa darah tidak
rumah tangga. Hal ini menunjukkan terkontrol, 69,2% responden yang
bahwa selain rutin olahraga, aktifitas memiliki aktifitas sedang memiliki kadar
sehari-hari juga perlu diperhatikan untuk glukosa darah terkontrol. Dari hasil
menghindari gaya hidup kurang gerak analisis Chi-Square didapatkan bahwa
(sedentary) yang akan mempengaruhi nilai p=0,002, yang berarti bahwa ada
kadar glukosa darah. hubungan antara aktivitas fisik dengan
kadar glukosa darah, dan nilai OR =
Hubungan Pola Makan dengan 7,15, yang artinya penderita DM tipe 2
Aktivitas Olahraga pada Kejadian DM yang memiliki intensitas aktifitas fisik
Tipe 2 di Wilayah Puskesmas Berbah yang kurang kemungkinan 7,15 kali lebih
Sleman besar mempunyai risiko kadar glukosa
Pola makan dapat dipahami sebagai darah tidak terkontrol.
suatu seleksi makanan untuk orang
tertentu. Dengan pengertian ini, diet KESIMPULAN
sehat disarankan untuk alasan medis
Pola makan pada penderita DM tipe
yaitu untuk menyeimbangkan,
2 yang terdapat 29,17% mengkonsumsi
membatasi atau untuk meningkatnya
makanan dengan baik, sedangkan
nutrisi tertentu. Makanan adalah faktor
terdapat 50,00% penderita DM meng-
penting dalam kelangsungan hidup
konsumsi makanan cukup baik dan
manusia. Namun, bagi orang yang
terendah yang mengkonsumsi makanan
mengidap DM tidak semua makanan
kurang baik 20,83%. Aktivitas olahraga
dapat di konsumsi (Manganti, 2012).
pada pasien DM tipe 2 yang berolahraga
Hasil uji korelasi menggunakan
dengan baik adalah 25,00%, dan pasien
tekhnik uji statistik korelasi Sperman
DM tipe 2 yang cukup baik adalah
Rank Sig. (2-tailed)<0,05 yang
41,67%, dan yang melakukan aktivitas
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
olahraga yang kurang baik sebesar
antara pola makan dengan aktivitas
33,33%, sehingga penderita DM tipe 2
olahraga di wilayah Puskesmas Berbah
melakukan aktivitas olahraga cukup baik.
Sleman dengan tingkat korelasi sebesar
Terdapat hubungan antara pola makan
0,810. Hal ini sesuai dengan penelitian
dengan aktivitas olahraga di wilayah
yang dilakukan oleh Sugiarti (2011) yang
Puskesmas Berbah Sleman.
mendapatkan hasil adanya tingkat
hubungan yaang signifikan yaitu sebesar
0,041.
196
Rudy Santono, Siti Uswatun Chasanah, Muryani
197
Hubungan Pola Makan dengan Aktivitas Olahraga pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2
di Wilayah Kerja Puskesmas Berbah Sleman
Sari. 2012. Diabetes Mellitus Dilengkapi
Dengan Senam DM. Yogyakarta:
Nuha Medika
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung :Alfabeta
Sugiyarti. 2011. Penelitian Hubungan Diit
Diabetes Milltus dan Kebiasaan
Olahraga dengan kejadian
Diabetes Milletus di Wilayah Kerja
Puskesmas Ngembal Kudus,
Jawa Tengah. Tesis. Pascasarjan
Kesehatan Masyarakat.
Universitas Muhamadiyah
Semarang
Sugiyono, 2007. Statistik untuk
penelitian. Alfabeta. Bandung.
Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status
Gizi. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
198
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 199-208
PERBEDAAN KONSENTRASI PEREKAT PADA BRIKET BIOARANG
TANDAN KOSONG SAWIT DENGAN TONGKOL JAGUNG
TERHADAP WAKTU DIDIH AIR
ABSTRACT
Background: the potential of biomass as an energy source alternative
replacement for kerosene and liquefied petroleum gas. Biocharcoal
briquettes is a solid fuel made from waste biomass. Manufacture of
biocharcoal briquettes require an adhesive as terminating the powdered
charcoal, in addition to gluten can affect the amount of heat and moisture
content of biocharcoal briquettes. The purpose of this research is to know the
difference in concentration of the adhesive on the biocharcoal briquettes
empty palm bunches with corncob boiling water over time.
Research methods: experimentation with a Static Group Comparison
design. Biocharcoal briquettes of the empty palm bunches and biocharcoal
briquettes corncob given concentration adhesive 600 cc, 700 cc, 800 cc and
900 cc to boil water as much as 1000 ml and seen the difference between
water boiling between the concentration of gluten. Data were analyzed by
Anova and T-test (t-test).
Results: biocharcoal briquette palm bunches showed no significant
difference between the boiling water with the use of different concentrations
of adhesive on the significance 0.136 > 0.05 , while corncob briquettes there
is a real difference between the boiling water with the use of different
concentrations of adhesive on the significance 0.000 < 0.05 . There is no real
difference between the boiling time difference biocharcoal briquettes empty
fruit bunches of oil and corncobs with significance 0.421 > 0.05 .
Conclusion: there is no real difference between water boiling time of
biocharcoal briquettes empty palm bunches on the concentrations of different
adhesives, while the biocharcoal briquettes corncob is the water boiling time
real difference by using different concentrations of adhesive. There is no real
difference between water boiling time briquettes palm bunches with
corncobs.
199
Perbedaan Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
dengan Tongkol Jagung terhadap Waktu Didih Air
juga merupakan penghasil limbah digunakan sebagai pupuk tanaman
biomassa. Dewasa ini, produksi jagung (Asmara dan Igo, 2007).
semakin mengalami peningkatan, dan Pembuatan briket dengan
dengan semakin meningkatnya produksi menggunakan bahan biomassa kering
tersebut maka limbah biomassa yang dan diperlukan pula adanya perekat yang
dihasilkan pun juga semakin meningkat berfungsi untuk menyatukan butir-butir
seperti tongkol jagung, kelobot, tangkai bubuk arang dan membentuknya sesuai
dan rambut jagung. Penghasil limbah dengan keinginan (Kurniawan dan
biomassa pada sektor perkebunan salah Marsono, 2008). Perekat juga berfungsi
satunya yakni kelapa sawit, yang pada untuk daya tahan briket terhadap
beberapa tahun terakhir ini produksi benturan maupun nilai kalor dan kadar
sawit mengalami peningkatan (Hambali, karbon dalam arang, tetapi jika perekat
dkk., 2007). Limbah dari proses yang digunakan itu terlalu banyak juga
pengelolaan tandan buah segar sawit akan berpengaruh buruk terhadap nilai
dapat berupa tempurung, serabut dan kalor dan kadar karbon itu sendiri dalam
tandan kosong. Limbah ini jika arang. Melihat berbagai cara yang
dimanfaatkan akan dapat digunakan dilakukan dalam pengolahan briket
untuk menghasilkan energi baru. Selama bioarang dengan berbagai campuran
ini penggunaannya hanya terbatas perekat, serta berbagai jenis biomassa
sebagai bahan bakar, terutama untuk yang menghasilkan karakteristik briket
limbah serabut dan tempurung. Limbah bioarang yang berbeda-beda, maka pada
tandan kosong sawit belum begitu penelitian ini peneliti akan melihat
banyak dimanfaatkan sehingga hanya perbedaan briket bioarang dari tandan
ditimbun di lokasi industri (Surjosatyo kosong sawit dan briket bioarang tongkol
dan Vidian, 2004). jagung dengan konsentrasi perekat yang
Limbah biomassa memiliki potensi berbeda-beda digunakan untuk
untuk dijadikan sumber energi alternatif, mendidihkan air.
tetapi penanganan limbah tersebut
selama ini masih dianggap kurang METODE PENELITIAN
efisien. Limbah biomassa tersebut perlu
Jenis penelitian ini eksperimental
diubah menjadi bahan yang tepat guna
untuk mengetahui suatu pengaruh yang
seperti briket bioarang (Marayani, 2004).
timbul sebagai akibat adanya perlakuan
Briket bioarang merupakan bahan bakar
tertentu. Rancangan eksperimen yang
padat alternatif yang dapat digunakan
digunakan Static Group Comparison
sebagai energi pengganti minyak tanah
yang hasil pengukurannya kemudian
maupun elpiji (Basriyanta, 2007).
dikendalikan dengan hasil pengukuran
Keuntungan penggunaan briket
pada kelompok kontrol, yang tidak
bioarang dalam kehidupan sehari-hari
menerima program atau intervensi
yaitu bahan baku mudah didapat dan
(Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian
tidak memerlukan biaya untuk
ini digunakan perekat aci.
mendapatkannya, pembuatannya sangat
Untuk mengetahui perbedaan waktu
sederhana, peralatan yang digunakan
didih pada briket bioarang dengan beda
yang digunakan sederhana, penggunaan
konsentrasi perekat dilakukan uji Anova.
briket bioarang sangat mudah, dan sisa
Untuk mengetahui konsentrasi perekat
dari pembakaran briket tersebut dapat
mana yang berbeda nyata dan
200
Anggiono, Surahma Asti Mulasari
Tabel 1. Hasil Pengamatan Waktu Didih Air Briket Tandan Kosong Sawit dengan
Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit Konsentrasi Perekat yang Berbeda
Konsentrasi Perekat
Pengulangan
*600 cc 700 cc 800 cc 900 cc
1 1540 1614 1745 1741
2 1425 1295 1229 1553
3 1428 1095 1158 1324
4 1567 1134 1216 1448
5 1438 1205 1324 1502
Jumlah 7398 6343 6672 7568
Rerata 1479,6 1268,6 1334,4 1513,6
Catatan. * =kontrol
201
Perbedaan Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
dengan Tongkol Jagung terhadap Waktu Didih Air
Hasil uji Anova dengan tingkat perbedaan yang signifikan antara waktu
kepercayaan 95% pada Tabel 2. didih air dengan menggunakan
didapatkan nilai signifikan sebesar 0,136 konsentrasi perekat yang berbeda pada
(nilai sig<0,05) yang berarti tidak terdapat briket bioarang tandan kosong sawit.
Tabel 2. Hasil Uji Anova Perbedaan Waktu Didih Air dengan Konsentrasi Perekat
yang Berbeda pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
Sum of Mean
Df F Sig.
Squares Square
Between Groups 204034.150 3
Within Groups 509552.800 16 68011.383 2.136 0.136
Total 713586.950 19 31847.050
Tabel 3. Hasil Pengamatan Waktu Didih Air Briket Tongkol Jagung dengan
Konsentrasi Perekat yang Berbeda Briket Bioarang Tongkol Jagung
202
Anggiono, Surahma Asti Mulasari
Tabel 4. Hasil Uji Anova Perbedaan Waktu Didih Air dengan Pemberian Konsentrasi
Perekat yang Berbeda pada Briket Bioarang Tongkol Jagung
Sum of
Df Mean Square F Sig.
Squares
Between Groups 918717.200 3 306239.067 57.293 .000
Within Groups 85521.600 16 5345.100
Total 1004238.800 19
Tabel 5. Hasil Uji Comparisons Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tongkol
Jagung yang Berbeda Nyata terhadap Waktu Didih Air
95% CI
Konsentrasi Mean
Std. Upper Lower
(I) (J) Difference Sig.
Error Bound Bound
(I- J)
600 ml 700 ml 125,000 46,239 0,067 -7,29 257,29
800 ml -39,600 46,239 0,827 -171,89 92,69
900 ml -446,200 * 46,239 0 -578,49 -313,91
700 ml 600 ml -125,000 46,239 0,067 -257,29 7,29
800 ml -164,600 * 46,239 0,013 -296,89 -32,31
900 ml -571,200 * 46,239 0 -703,49 -438,91
800 ml 600 ml 39,600 46,239 0,827 -92,69 171,89
700 ml 164,600 * 46,239 0,013 32,31 296,89
900 ml -406,600 * 46,239 0 -538,89 -274,31
900 ml 600 ml 446,200 * 46,239 0 313,91 578,49
700 ml 571,200 * 46,239 0 438,91 703,49
800 ml 406,600 * 46,239 0 274,31 538,89
Dari hasil tabel uji Multiple perbandingan antara kontrol (600 cc)
Comparisons di atas, dapat diketahui dengan 800 cc diperoleh nilai sig 0,827
bahwa konsentrasi perekat berbeda yang artinya dapat dikatakan bahwa
nyata terhadap waktu didih air. Nilai tidak ada perbedaan pada konsentrasi
signifikan dari kontrol (600 cc) perekat kontrol (600 cc) dengan 700 cc
dibandingkan dengan konsentrasi dan konsentrasi kontrol (600 cc) dengan
perekat 700 cc sebesar 0,067 dan 800 cc terhadap waktu didih air.
203
Perbedaan Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
dengan Tongkol Jagung terhadap Waktu Didih Air
Sedangkan pada konsentrasi 900cc yang cc dan 900 cc, serta 800 cc dengan 900
dibandingkan dengan kontrol (600cc) cc terhadap waktu didih air.
menghasilkan nilai signifikansi 0,000 hal
ini berarti bahwa ada perbedaan yang Pengamatan waktu didih air antara
nyata antara konsentrasi perekat kontrol briket bioarang tandan sawit dengan
(600 cc) dengan konsentrasi perekat tongkol jagung.
900 cc terhadap waktu didih air. Dari Rerata waktu didih air yang
hasil yang telah didapata ini dapat dilihat dihasilkan dari briket bioarang tandan
dan dikatakan bahwa konsentrasi sawit dibandingkan dengan briket
perekat yang memiliki perbedaan nyata bioarang tongkol jagung. Hal ini
dengan konsentrasi perekat kontrol (600 dilakukan untuk mengetahui perbedaan
cc) adalah perekat dengan konsentrasi rerata waktu didih air di antara dua jenis
900 cc. Sedangkan perbandingan briket tersebut. Berdasarkan data pada
konsentrasi perekat dan juga dengan Tabel 6. diketahui lama waktu untuk
Nilai sig dari konsentrasi perekat 700 cc mendidihkan air 1000 ml menggunakan
dengan 800cc sebesar 0,13 dan nilai sig briket bioarang tandan kosong sawit
dari konsentrasi perekat 700 cc dengan dengan rerata 1399,05 detik briket
900 cc sebesar 0,000, serta nilai sig dari bioarang tongkol jagung 1517,25 detik.
konsentrasi perekat 800 cc dengan 900 Jadi jenis briket bioarang yang singkat
cc sebesar 0,00 yang artinya ada dalam mendidihkan air adalah briket
perbedaan yang nyata antara bioarang tandan kosong sawit. Untuk
konsentrasi perekat 700 cc dengan 800 melihat kemaknaan secara statistik maka
dilakukan uji t-test.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Rerata Waktu Didih Air antara Briket Bioarang Tandan
Kosong Sawit dengan Tongkol Jagung
Tabel 7. Hasil uji t Perbedaan Rerata Waktu Didih Air antara Briket Bioarang Tandan
Sawit dan Tongkol Jagung
204
Anggiono, Surahma Asti Mulasari
Berdasarkan hasil uji t, nilai juga kadar air, dan fixed carbon pada
kemaknaan pada Tabel 6. yang didapat briket bioarang.
sebesar 0,421 (nilai sig > 0,05) yang Ada perbedaan waktu didih air yang
berarti tidak ada perbedaan secara nyata diperlukan dari pemberian konsentrasi
antara briket bioarang tandan kosong perekat yang berbeda pada briket
sawit dengan briket bioarang tongkol bioarang tandan kosong sawit, akan
jagung terhadap waktu didih air. tetapi setelah dilakukan dengan uji anova
didapatkan nilai sig 0,136 yang berarti
PEMBAHASAN nilai kemaknaan>0,05 yang artinya tidak
ada perbedaan yang signifikan pada
Perbedaan waktu didih air dengan
konsentrasi perekat yang berbeda. Tidak
konsentrasi perekat yang berbeda
adanya perbedaan ini disebabkan oleh
pada briket bioarang tandan kosong
bubuk arang tandan sawit sangat kering
sawit
dan sangat halus. Kondisi ini
Perekat dengan konsentrasi 700 cc
menyebabkan campuran bubuk arang
pada briket bioarang tandan kosong
dengan perekat tidak terlalu
sawit merupakan konsentrasi perekat
mempengaruhi kadar air di dalamnya,
yang mempunyai waktu yang singkat
sehingga kadar air di dalam briket
dalam mendidihkan air, yakni yang
bioarang pada tiap-tiap konsentasi
memerlukan waktu selama 1268,6 detik.
perekat tidak berbeda jauh dan pada
Perekat dengan konsentrasi 900 cc
saat pembakaran, nilai kalor briket
merupakan perekat yang memerlukan
bioarang relatif sama, sehingga selisih
waaktu paling lama dalam mendidihkan
waktu didih air antara ke empat
air, yang memerlukan waktu selama
konsentrasi perekat tidak berbeda jauh.
1513,6 detik. Hal ini menunjukkan
Temuan ini didukung hasil penelitian
semakin banyak konsentrasi perekat
yang dilakukan Mulia (2007) yang
yang digunakan, maka akan semakin
menyebutkan perbandingan komposisi
memperburuk nilai kalor yang dihasilkan.
bahan tandan kosong sawit dengan
Hasil ini juga menunjukkan bahwa dalam
cangkang sawit berpengaruh nyata
membuat briket bioarang kita harus
terhadap nilai kadar air dan nilai kalor
memperhatikan konsentrasi perekat yang
briket, semakin sedikit campuran
dicampurkan.
cangkang sawit pada briket tandan sawit
Konsentrasi yang tepat akan
maka akan menurunkan nilai kadar air
meningkatkan nilai kalor. Perekat yang
dan nilai kalor.
terlalu banyak digunakan akan dapat
mengurangi panas yang dihasilkan pada
Perbedaan waktu didih air dengan
pembakaran briket bioarang saat proses
konsentrasi perekat yang berbeda
pendidihan air dilakukan. Dapat
pada briket bioarang tongkol jagung
dikatakan bahwa perekat yang terlalu
Pada pengujian briket bioarang
banyak memperlambat mendidihnya air.
tongkol jagung, didapatkan hasil yang
Hal tersebut senada dengan temuan
menunjukkan waktu singkat yang
Kardianto yang menyatakan semakin
diperlukan untuk mendidihkan air adalah
banyak jumlah campuran perekat yang
pada penggunaan perekat dengan
digunakan dalam campuran briket, maka
konsentrasi 700 cc yaitu selama 1302,2
akan dapat memperburuk nilai kalor yang
detik dan perekat dengan konsentrasi
dihasilkan oleh briket tersebut, termasuk
yang paling lama dalam mendidihkan air
205
Perbedaan Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
dengan Tongkol Jagung terhadap Waktu Didih Air
adalah dengan konsentrasi 900 cc yang Konsentrasi perekat yang berbeda
memerlukan waktu selama 1873,4 detik. nyata terhadap waktu didih air
Hal ini mempunyai hasil atau makna Hasil pengujian menunjukkan pada
yang sama dengan waktu didih air pada briket bioarang tongkol jagung terdapat
pengujian briket bioarang tandan kosong perbedaan waktu didih air yang signifikan
sawit. Bahwa semakin banyak perekat dengan pemberian konsentrasi perekat.
mengakibatkan menurunnya nilai kalor, Pembacaan konsentrasi perekat yang
sehingga dibutuhkan konsentrasi yang paling berbeda nyata terhadap waktu
tepat dalam menggunakan perekat pada didih air terdapat perbedaan nyata pada
proses pembuatan briket bioarang. konsentrasi perekat kontrol (600 cc)
Perekat aci diencerkan dengan air ketika dengan 900 cc, 700 cc dengan 800 cc
jumlah perekat semakin banyak makan dan 900 cc, serta 800 cc dengan 900 cc.
jumlah air juga semakin tinggi saat Perekat dengan konsentrasi 700 cc
ditambahkan dalam adonan. Hal ini memerlukan waktu yang singkat dalam
menyebabkan kadar air pada briket mendidihkan air, tetapi secara statistik
dengan konsetrasi perekat yang tinggi menunjukkan perekat dengan
lebih banyak dan menghambat kalor konsentrasi 900 cc sebagai konsentrasi
yang dihasilkan oleh briket tersebut perekat yang mempunyai perberbedaan
sehingga waktu didih menjadi lebih lama. yang nyata terhadap waktu didih air.
Hasil uji statistik pada briket Hasil ini didapat setelah melihat hasil
bioarang tongkol jagung menunjukkan comparisons antara perekat dengan
0,000<0,05 yang berarti ada perbedaan konsentrasi 900 cc dibandingkan dengan
yang signifikan antara waktu didih air perekat kontrol (600 cc). Hal ini
dengan menggunakan konsentrasi menegaskan bahwa semakin banyak
perekat briket bioarang yang berbeda. campuran perekat maka akan semakin
Perbedaan ini disebabkan oleh adanya mengurangi nilai kalor yang dihasilkan
kadar air dalam tongkol jagung yang oleh briket tersebut. Beberapa hasil
relatif lebih tinggi, sehingga ketika penelitian menunjukkan nilai kalor briket
dicampur dengan perekat, kandungan arang akan semakin meningkat dengan
atau kadar airnya bertambah banyak berkurangnya konsentrasi perekat
disetiap konsentrasi perekat. Semakin (Sihombing, 2006), banyaknya
banyak konsentrasi perekat yang penambahan campuran perekat, akan
ditambahkan pada adonan briket maka meningkatkan kadar air sehingga
akan bertambah tinggi pula kadar air memperburuk nilai kalor (Kardianto,
yang terkandung di dalam briket 2009) dan kadar air yang terkandung
biaoarang, yang kemudian hal inilah dalam briket akan mempengaruhi nilai
yang menyebabkan nilai kalor briket kalor yang dihasilkan oleh briket itu
bioarang tersebut turun. Hal inilah yang (Jahiding dkk., 2011).
menyebabkan selisih waktu didih air di
setiap konsentrasi perekat berbeda Perbandingan waktu didih air antara
cukup jauh. Hasil penelitian lain briket bioarang tandan kosong sawit
menunjukkan kadar air pada tongkol dengan tongkol jagung
jagung sebesar 13,9 persen per kilogram Analisis deskriptif yang dilakukan
(Widodo dkk., 2004) dan dapat menghasilkan waktu rata-rata 1399,05
mempengaruhi proses pembakaran detik untuk tandan kosong sawit dan
briket (Poespowati, 2009). waktu didih air rata-rata 1517,25 detik
206
Anggiono, Surahma Asti Mulasari
207
Perbedaan Konsentrasi Perekat pada Briket Bioarang Tandan Kosong Sawit
dengan Tongkol Jagung terhadap Waktu Didih Air
Kurniawan, O. dan Marsono. 2008. Tempurung Kelapa Sawit
Superkarbon. Bogor: Penebar Menggunakan Gasifier Aliran ke
Swadaya. bawah. Prosiding Seminar
Marayani dan Rumijati. 2004. Pengaruh Nasional Rekayasa Kimia Dan
Penambahan Bulu Ayam Proses, ISSN 1441-4216, C-1-1 –
Terhadap Kandungan Karbon C-1-6.
Briket Bioarang Sampah Suryani, A.M. 2009. Pemanfaatan
Pekarangan. Jurnal Penelitian Tongkol Jagung untuk
Sains dan Teknologi, Vol. 5 No, 2: Pembuatan Arang Aktif sebagai
81-88. Adsorben Pemurnian Minyak
Martosudirjo, S., Mamat, dan Sugiyatno. Goreng Bekas. Skripsi. Tidak
2002. Potensi Limbah dipublikasikan. Bogor: Institut
Pengolahan Kayu dan Biomassa Pertanian Bogor.
Lainnya sebagai Sumber Listrik di Widodo, W.T., Asari, A., Ana, N., Elita, R.
Indonesia. Lokakarya 2004. Bio Energi Berbasis Jagung
Pembakaran Limbah Biomassa dan Pemanfaatan Limbahnya.
untuk Kogenerasi Listrik dan Tangerang: Balai Besar
Panas Dengan Teknologi FBC Pengembangan Mekanisasi
LIPI Bandung. Pertanian Serpong.
Mulia, A. 2007. Pemanfaatan Tandan
Kosong dan Cangkang Kelapa
Sawit Sebagai sebagai Briket
Arang. Tesis. Medan: Universitas
Sumatra Utara.
Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi
Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Poespowati, T. 2009. Efisiensi dan
Efektivitas Produk Briket Sampah
dengan Pengembangan Alat
Pressing. Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia.
ISBN 978-979-98300-1-2,
ETU24-1 - ETU24-7.
Riwidikdo, H. 2009. Statistik Penelitian
Kesehatan dengan Aplikasi
Program R dan SPSS.
Yogyakarta: Pustaka Rihama.
Sihombing L, J. 2006. Studi Pembuatan
Briket Bioarang dari Cangkang
Kemiri dengan Variasi Ukuran
Partikel Arang dan Konsentrasi
Perekat. Jurnal Sains Kimia, Vol.
10, No.2, 62–66.
Surjosatyo, A., Vidian, F. 2004. Studi Co-
Grafikasi Tandan Kosong dan
208
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 209-216
PEMBERIAN LEAFLET DAN PENYULUHAN TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR TENTANG
ALAT KONTRASEPSI KB
ABSTRACT
Background: Achievement of family planning participants in the Province of
Yogyakarta Special Region in 2010 has reached as many as 50,876 of the
estimated demand for new participants as many as 47 991 people in 2009,
while the men's special new participants reached 4,638 participants from the
public demand estimates as many as 10,174 new man. Implementation of
the National Family Planning Program in Province of Yogyakarta Special
Region successful in increasing the prevalence rate of 78.03 percent (in
2008) to 78.65 percent (in 2009) with the active participation of as many as
432,024 KB of couples of childbearing age for 549,313 inhabitants.
Objective: To know the effect of leaflets and counseling to eligible women
increased knowledge about family planning contraceptives.
Methods: The study used a quasi experimental design with Static Group
Comparison Design. Samples for groups of 30 samples and 30 leaflets for
group counseling. Data analysis using a t-test.
Results: Statistical test results obtained confidence level of 0.00 (p < 0.05)
which showed no effect of extension leaflets and giving effect to the increase
of knowledge about family planning to women of fertile age. The results of
the calculation of the average obtained value-average before the extension
before the extension after extension 32.3 and 29.0, while the average value
before and after the administration of 27 leaflets leaflets giving 31.1 .
Conclusions and Recommendations: there is the effect of leaflets and
counseling to eligible women increased knowledge about family planning
contraceptives. In line with the need of information about family planning for
eligible women, in this study the extension needs to be enhanced so as to
improve their knowledge of family planning acceptors and adjust spacing.
209
Pemberian Leaflet dan Penyuluhan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi kb
bawah usia 15 tahun (Badan Statistik hanya melahirkan 1,8 anak atau 2 anak
Indonesia, 2009). selama masa suburnya. Angka ini
Keluarga Berencana (KB) merupakan angka TFR terendah di
merupakan salah satu pelayanan Indonesia dan berada dibawah rata-rata
kesehatan preventif yang paling dasar nasional yang saat ini besarnya masih
dan utama bagi wanita. Manfaat KB 2,16 anak per WUS (Arkandini dan
dapat dioptimalisasi melalui pelayanan Mardiya, 2011).
bagi wanita dengan menggabungkan dan Para wanita saat ini sangat sulit
memenuhi kebutuhan pelayanan untuk menentukan alat kontrasepsi yang
kesehatan reproduksi utama dan lain, akan digunakan, tidak hanya terbatasnya
serta respon terhadap berbagai tahap jumlah metode yang tersedia tetapi juga
kehidupan reproduksi wanita karena metode-metode tertentu mungkin
(Ardiansyah, 2005). tidak dapat diterima sehubungan dengan
Berdasarkan data The United kebijakan nasional KB, kesehatan
national bahwa penduduk Indonesia individual dan seksualitas wanita atau
hanya akan berjumlah 250 juta pada biaya untuk memperoleh kontrasepsi.
2015 dengan catatan pembangunan KB Seharusnya sebelum ibu menggunakan
tetap seperti ini. Jika antara 2010-2015 alat kontrasepsi terlebih dahulu ibu
tiap keluarga rata-rata memiliki 2 anak, mencari informasi tentang metode dan
maka jumlah penduduk pada tahun 2050 cara–cara penggunaan KB berdasarkan
akan berkisar pada angka 293,7 juta jiwa informasi yang lengkap, akurat dan
setelah itu akan tumbuh seimbang benar. Untuk itu dalam memutuskan
(BKKBN, 2008). Menurut Arkandini suatu cara kontrasepsi sebaiknya
(2011), pencapaian peserta KB di mempertimbangkan penggunaan
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kontrasepsi yang rasional, efektif, dan
(DIY) sebanyak 50.876 pada tahun 2010, efisien (Kurniawati, 2008). Faktor lain
terhadap perkiraan permintaan yang mempengaruhi seorang wanita
masyarakat (PPM) peserta baru tahun tidak mau ber-KB yaitu faktor agama.
2009 sebanyak 47.991, sedangkan Ada sebagian wanita tidak mau ber-KB
peserta baru pria mencapai 4,638 dari karena agama melarang menggunakan
PPM peserta baru pria sebanyak 10.174. alat kontrasepsi (haram hukumnya).
Pelaksanaan Program KB Nasional di Berdasarkan uraian tersebut peneliti
Provinsi DIY berhasil meningkatkan bermaksud untuk mengetahui “Pengaruh
angka prevalensi ber-KB dari 78.03 Pemberian Leaflet dan Penyuluhan
persen (tahun 2008) menjadi 78,65 terhadap Peningkatan Pengetahuan
persen (tahun 2009) dengan kesertaan WUS tentang Alat Kontrasepsi KB di
KB aktif sebanyak 432.024 dari Jambidan Banguntapan Bantul.
pasangan usia subur (PUS) sebesar
549.313 jiwa. METODE
Berdasarkan standar capaian yang
Penelitian menggunakan rancangan
biasa digunakan dalam pengembangan
Static Group Comparison Design.
program kependudukan dan keluarga
(Hidayat, 2009). Penelitian dilakukan di
berencana, yaitu Total fertility rate (TFR)
Perumahan Puri Sakinah II Jambidan,
di Provinsi DIY saat ini dalam kisaran 1,8
Banguntapan, Bantul. Populasi dalam
per Wanita Usia Subur (WUS). Hal ini
penelitian ini adalah seluruh wanita PUS
berarti, setiap WUS di Provinsi DIY
210
Siti Uswatun Chasanah
211
Pemberian Leaflet dan Penyuluhan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi kb
data, namun bila data tetap tidak Tabel 4. Analisis Statistik Pengaruh
terdistribusi normal, maka untuk Leaflet terhadap Peningkatan
mengetahui pengaruh peningkatan Pengetahuan WUS tentang KB
pengetahuan sebelum dan sesudah
Negatif 3 Test
pengetahuan digunakan uji Wilcoxon
statistik
sebagai uji alternatifnya.
Positif 26 Z -4,074
Pengaruh pemberian leaflet terhadap Sama 1 Sig 0,000
peningkatan pengetahuan WUS dengan
tentang alat kontrasepsi KB N 30
Pengetahuan WUS tentang alat
kontrasepsi KB diukur dengan kuesioner Berdasarkan Tabel 4, ada 26
dan alat bantu berupa leaflet hasilnya responden yang positif mengalami
seperti tersaji pada Tabel 3. peningkatan pengetahuan sebelum dan
sesudah pemberian leaflet, sedangkan
ada 3 responden yang negatif
Tabel 3. Pengetahuan WUS tentang Alat mengalami penurunan, dan ada 1
Kontrasepsi KB dengan Metode Leaflet
responden yang tetap. Dari test statistik
Kategori Pretest Postest menunjukkan hasil uji wilcoxon diperoleh
F % F % nilai significancy 0,000 (p < 0,05),
Baik > 80- 6 15,8 14 46,7 dengan demikian dapat disimpulkan “ada
100 21 70,0 16 53,3 pengaruh pemberian leaflet terhadap
Sedang 61- 3 14,2 0 0,0 peningkatan pengetahuan yang
79 bermakna antara sebelum pemberian
Kurang < 60 leaflet dengan sesudah pemberian
N 30 100,0 30 100,0 leaflet”.
212
Siti Uswatun Chasanah
213
Pemberian Leaflet dan Penyuluhan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi kb
penyadaran masyarakat dalam hal ke dalam otak adalah indera pandang.
pemberian dan peningkatan Kurang lebih 75% sampai 87% dari
pengetahuan masyarakat, melainkan pengetahuan manusia diperoleh atau
upaya bagaimana mampu menjebatani disalurkan melalui indera pandang, 13%
adanya perubahan perilaku seseorang. melalui indera dengar, dan 12 % lainnya
Hasil analisis dua variabel diketahui tersalur melalui indera yang lain
metode penyuluhan lebih efektif (Rahmawati, dkk., 2007).
meningkatkan pengetahuan daripada Hasil penelitian ini sejalan dengan
metode leaflet karena ada faktor luar teori yang ada, pemberian leaflet
yang mempengaruhi keberhasilan merupakan salah satu metode dasar dan
penyuluhan. Faktor-faktor tersebut yaitu paling umum dalam menyampaikan
faktor penyuluh, faktor sasaran, dan materi kesehatan. Menurut Bansley dan
faktor proses penyuluhan, dilihat dari Fisher (2009), leaflet dapat menjadi
faktor penyuluh, mungkin saat pelengkap materi utama yang
penyuluhan, penyuluh menguasai materi, disampaikan dapat dengan mudah
berpenampilan baik dan sopan, dibagikan, memungkinkan pembaca
penggunaan bahasa yang dapat mendapat informasi mengenai topik
dipahami oleh audience, serta cara sensitif, yang malu untuk ditanyakan
penyampaian yang menarik. Dari faktor secara pribadi.
sasaran, tingkat pendidikan responden, Hasil analisis juga memperlihatkan
sosial ekonomi, dan kondisi lingkungan bahwa sebenarnya tingkat pengetahuan
yang mendukung acara penyuluhan. Dari responden tentang alat kontrasepsi KB
faktor proses penyuluhan, penyuluh dan sudah cukup baik, akan tetapi tingkat
responden memilih waktu yang tepat, pengetahuan yang cukup tidak
dan menggunakan alat peraga yang sebanding dengan masih tingginya
dapat menarik perhatian responden angka kelahiran. Saat penelitian peneliti
(Fitriani, 2011). juga melakukan tanya jawab dengan
Pemberian informasi, dalam hal ini responden, diantara mereka yang tingkat
penyuluhan memegang peranan penting pengetahuannya tinggi terhadap alat
dalam mendukung usaha untuk kontrasepsi KB ada yang tidak mau
meningkatkan angka cakupan KB yang menggunakan alat kontrasepsi KB.
rendah. Penyuluhan yang dilakukan Mereka berpendapat bahwa jika
secara terus menerus disertai dengan menggunakan alat kontrasepsi KB
cara penyuluhan menarik, lama terutama yang hormonal akan
kelamaan akan meningkatkan rasa ingin menimbulkan efek samping yang
tahu dan lebih jauh lagi rasa berbahaya dengan kesehatan WUS dan
membutuhkan pada responden. Bila menambah berat badan. Ada pula yang
penyuluhan sudah menjadi suatu menilai secara agama dengan
kebutuhan bagi responden, maka akan menggunakan alat kontrasepsi berarti
jauh lebih mudah untuk melakukan sudah menghalangi terciptanya manusia
sosialisasi berbagai program kesehatan di dalam rahim, serta ada yang
(Kasim dan Raharjo, 2007). berpendapat bahwa alat KB haram
Pengetahuan yang ada pada hukumnya untuk digunakan karena tidak
seseorang diterima melalui indera. jelas bahan bakunya.
Menurut penelitian para ahli indera, yang Hasil analisis juga memperlihatkan
paling banyak menyalurkan pengetahuan ada responden yang tingkat
214
Siti Uswatun Chasanah
215
Pemberian Leaflet dan Penyuluhan Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Wanita Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi kb
dibandingkan dengan sebelum diberikan Desa Sukarame Kecamatan
penyuluhan kesehatan. Sukanegara Kabupaten Cianjur
Tahun 2005-2006 Artikel JKM.
KESIMPULAN Vol 6 No.2
Pengetahuan sangat berpengaruh Kurniawati,. Y. 2008. Faktor–faktor yang
terhadap perilaku seseorang. Perilaku itu Berhubungan dengan Sikap Ibu
sendiri tidak hanya dipengaruhi oleh Dalam Pemilihan Alat Kontrasepsi
pengetahuan, tetapi perilaku yang Suntik Depo Medroksi
didasari oleh pengetahuan pada Progesteron Asetat Di RB.
umumnya akan bersifat lebih tahan lama Kharisma Husada Kartasura
dibandingkan dengan perilaku yang Sukoharjo. Skripsi. UMS
dipengaruhi oleh faktor lain. Rahmawati, I. 2007. Pengaruh
Pengetahuan berperan besar dalam Penyuluhan dengan Media Audio
memberikan wawasan terhadap Visual terhadap Peningkatan
pembentukan sikap masyarakat terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
kesehatan. Sikap tersebut akan diikuti Ibu Balita Gizi Kurang dan Buruk
dengan tindakan dalam melakukan di Kabupaten Kotawaringin Barat
usaha-usaha peningkatan kesehatan. Propinsi Kalimantan Tengah.
Sejalan dengan perlunya informasi Jurnal Gizi Klinik Indonesia.
tentang KB bagi wanita usia subur, maka Volume 4, No.2.
penyuluhan dan pemberian leaflet perlu Saifuddin. 2006. Buku Panduan Praktis
ditingkatkan lagi sehingga akseptor KB Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
dapat meningkatkan pengetahuannya Rineka Cipta
dan mengatur jarak kelahiran. The ALA Glossary of Library and
Information Science. American
DAFTAR PUSTAKA Library Association. 1983. dalam
Arakandini dan Mardiya. 2011. Potret KB Wikipedia
DIY dan Tantangan Ke Depan. Vianti, R.A dan Yuniarsih,S.M. (2007).
Artikel. http://Bataviase.co.id Pengaruh Pemberian Penyuluhan
Ardiansyah, dkk. 2005. Pembinaan Kesehatan Tentang Kontrasepsi
Keluarga Berencana. Jakarta : Efektif terhadap Partisipasi Ibu
FKUI Post Partum dalam ber-KB.
Azwar, S. 2007. Metode Penelitian. Skripsi. FIK. Universitas
Jakarta: Salemba Pekalongan
Bansley dan Fisher. 2008. Metode
Pendidikan Kesehatan. Jakarta:
EGC
Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Ilmu
Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Hidayat. 2007. Metode Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Salemba
Pustaka
Kasim, F dan Rahardjo,T.M. (2007).
Faktor–faktor yang
mempengaruhi cakupan K4 di
216
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 217-224
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DENGAN PERILAKU
INDIVIDU DENGAN KEJADIAN FRAMBUSIA DI PUSKESMAS BIUDUKFOHO
KABUPATEN BELU
1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES WH
2
Dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKES WH
3
Dosen Program Studi Kesehatan Lingkungan STIKES WH
ABSTRACT
Background: Yaws is caused by a spiral-shaped bacterium is called
Treponema pertenue, yaws is infectious diseases in humans and generally
attacks the skin and bones. This disease occurs due to environmental
circumstances that are poor, the public hasn't been behaving live clean and
healthy, the unavailability of an adequate water supply, settlements and
infrastructure areas which are less well.
Objective: this research aims to know a determine the relationship of
physical environmental factors and behaviours of people with yaws in the
area of Biudukfoho health centers, Belu Regency, East Nusa Tenggara
Province.
Method: this type of research is observasional analytic with case control
design. Data collection was carried out with the interviews using
questionnaire. The Data were analyzed using Chi-Square to find out the
values of the Odds ratio and p. value. Results: Analysis statistically bivariat
indicates that the variable is associated with yaws in the area of Biudukfoho
health centers are the physical environmental factors consists of home
conditions include residential (density (OR = 4.19; 95% CI = 1,896-9.272),
lighting (OR = 4.89; 95% CI = 2.324-10.317) and the quality of water supply
(OR = 7;95% CI = 3701-72.918). Whereas the community behavior (behavior
habit of bathing (OR = 2.95; 95% CI = 5.821-1,499), the habit of exchanging
towels and clothing (OR = 4.84 (95% C = I-2.393 9.798).
Conclusion: physical environmental factors (condition of the home and the
quality of the water supply) and behavior (behavior of exchanging towels and
clothes) is the risk factors with the occurrence Yaws in Biudukfoho health
centers.
217
Relationship Between Physical Environmental Factors and Behaviours of People with Yaws
in Biudukfoho Health Centers Belu Regency
5,56 per 10.000 penduduk (Dinkes Kab. masyarakat yang belum berperilaku
Belu, 2008). Pada tahun 2008, hidup bersih dan sehat, tidak tersedianya
prevalensi penyakit frambusia di Belu sarana air bersih yang memadai, serta
tercatat 10,4/10.000 penduduk yang pemukiman dan prasarana wilayah yang
tersebar di tiga wilayah kerja puskesmas, kurang baik. Dengan kata lain wilayah
yaitu Puskesmas Bidukfoho, Kaputu dan tersebut tidak tersentuh oleh pemerata-
Tunabesi. Dari tahun 2008-2012 terdapat an program pembangunan di segala
295 kasus yang tersebar di enam bidang (Hayong, 2009).
puskesmas yang ada di Kabupaten Belu Peran lingkungan dalam meningkat-
(Dinkes Kab. Belu, 2012). Berikut tabel kan derajat kesehatan masyarakat
distribusi kasus frambusia periode 2008- sangat besar, seperti yang dikemukakan
2012. oleh Blum (Blum, 1974). Lingkungan
berperan sangat besar dibandingkan
Tabel 1. Distribusi Kasus Frambusia
faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan
menurut Wilayah Kerja Puskesmas di keturunan. Memang tidak selalu
Kabupaten Belu Tahun 2008-2012 lingkungan sebagai penyebab, melain-
kan juga sebagai penunjang, media
No Puskesmas Jumlah
transmisi yang mampu memperberat
kasus
penyakit yang telah ada, untuk itu cara
1 Biudukfoho 99
pencegahan pem-berantasan penyakit
2 Tafuli 81 tersebut harus melalui upaya perbaikan
3 Wekmurak 52 lingkungan atau sanitasi dasar.
4 Tunabesi 18 Ditinjau dari latar belakang tersebut
5 Kaputu 28
maka peneliti tertarik untuk meneliti dan
6 Nurobo 17
mengetahui lebih dalam tentang
Jumlah 295 hubungan faktor lingkungan fisik dan
Catatan. Dinkes Kab. Belu, 2012.
perilaku masyarakat dengan kejadian
frambusia di wilayah kerja Puskesmas
Tabel 2. Distribusi Kasus Frambusia Biudukfoho Kabupaten Belu.
di Wilayah Kerja Puskesmas
Biudukfoho Tahun 2008-2012 METODE
218
Yuliana Bita Musu, Budi setiawan, Subagiyono
219
Relationship Between Physical Environmental Factors and Behaviours of People with Yaws
in Biudukfoho Health Centers Belu Regency
Tabel 6. menunjukan bahwa penghuninya mempunyai risiko terkena
kepadatan hunian memiliki nilai Odds frambusia 4,19 kali lebih besar
Ratio (OR) 4,19 (95% CI 1,896-9,272). dibandingkan dengan tidak padat
Hal ini berarti responden yang penghuninya.
menempati tempat tinggal padat
Kasus Kontrol
Ventilasi OR 95% CI P value
(n=72) (n=72)
Tidak memenuhi syarat 40 39 1,05 0,549-2,039 0,867
Memenuhi syarat 32 33
Jumlah 72 72
Catatan. Data primer
Tabel 7. menunjukkan tidak ada atau ada, tapi tidak memenuhi syarat
ventilasi atau ada, tetapi tidak memenuhi dapat mengakibatkan penghuninya
syarat memiliki nilai Odds Ratio (OR) mempunyai risiko 1,05 kali lebih besar
1,05 (95% CI ,549-2,039) yang berarti terkena frambusia dibanding dengan
bahwa dengan tidak ada ventilasi ventilasi yang memenuhi syarat.
220
Yuliana Bita Musu, Budi setiawan, Subagiyono
Kasus Kontrol
Kualitas SAB OR 95% CI P value
(n=72) (n=72)
Baik 47 28 2,95 1,499- 0,002
5,821
Buruk 25 44
Jumlah 72 72
Catatan. Data primer
Tabel 11. Distribusi Perilaku Menggunakan Handuk dan atau Pakaian secara
Bergantian dengan Kejadian Frambusia
Kasus Kontrol P
Kualitas SAB OR 95% CI
(n=72) (n=72) value
Baik 49 22 4,84 2,393- 0,000
9,798
Buruk 23 50
Jumlah 72 72
Catatan. Data primer
221
Relationship Between Physical Environmental Factors and Behaviours of People with Yaws
in Biudukfoho Health Centers Belu Regency
penelitian ini diketahui bahwa proporsi tidur sebaiknya tidak dihuni > 2 orang
kasus frambusia di wilayah kerja kecuali untuk suami istri dan anak di
puskesmas selama 5 tahun terakhir bawah dua tahun (Lubis, 1985).
terbanyak pada kelompok umur 5-9 Kepadatan hunian yang tinggi
tahun (68,1%). meningkatkan terjadinya frambusia
Penyakit frambusia banyak diderita karena dengan padat penghuni dapat
anak dengan kelompok umur antara 6-10 mempersempit ruang gerak setiap orang
tahun6, sedangkan Walker, Hay, dan yang ada dan dapat mempermudah
Yaws (2000) menyatakan bahwa 75% penularan melalui kontak langsung
penyakit frambusia diderita oleh anak- dengan penderita.
anak usia <15 tahun (Lubis, 1985). Hal
ini terjadi karena anak-anak lebih suka Ventilasi dengan kejadian frambusia
bermain ditempat-tempat yang kotor Hasil analisis terhadap faktor kondisi
yang dapat memungkin terjadinya rumah diketahui bahwa. Ventilasi yang
penularan. Proporsi penderita frambusia tidak memenuhi syarat dapat
menurut jenis kelamin, diketahui bahwa mengakibatkan penghuninya berisiko
penderita frambusia lebih banyak diderita terkena frambusia 1,05 kali lebih besar
oleh laki-laki (55,6%) dibanding dibandingkan dengan ventilasi yang
perempuan (44,4%). Keadaan ini memenuhi syarat.namun secara statistik
disebabkan karena adanya perbedaan tidak ada hubungan yang bermakna
dalam aktivitas sehari-hari antara laki-laki dengan kejadian frambusia di wilayah
dan perempuan. Dimana laki-laki kerja Puskesmas Biudukfoho. Ventilasi
biasanya lebih sering bermain dan dapat mempengaruhi kejadian frambusia
bergaul. Pada usia dewasa penyakit hal ini disebabkan karena. tidak
frambusia lebih banyak diderita oleh cukupnya ventilasi akan menyebabkan
wanita karena wanita lebih banyak kelembaban udara di dalam ruangan
kontak dengan anak-anak yang sakit naik karena terjadinya proses penguapan
frambusia. cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban ini merupakan media yang
Faktor Risiko Kejadian Frambusia baik untuk bakteri-bakteri patogen
Kepadatan hunian dengan kejadian (bakteri¬bakteri penyebab penyakit).
frambusia
Rumah yang padat penghuninya Pencahayaan dengan kejadian
dapat mengakibatkan penghuninya frambusia
berisiko terkena frambusia 4,19 kali lebih Hasil analisis faktor kondisi rumah
besar dibanding rumah yang tidak padat diketahui bahwa pencahayaan yang
penghuninya. Rumah sehat menurut buruk dapat mengakibatkan penghuninya
Winslow dalam (Entjang, 2000) harus memiliki risiko terkena frambusia 4,89
memenuhi beberapa persyaratan, kali lebih besar dibanding rumah yang
diantaranya adalah harus dapat memiliki pencahayaan baik. Faktor
mencegah terjadinya penularan penyakit. kondisi rumah yang meliputi kepadatan
Rumah yang dapat mencegah terjadinya hunian, pencahayaan, dan sarana air
penularan penyakit harus mempunyai bersih merupakan faktor risiko frambusia
kualitas sarana air bersih yang cukup di Puskesmas Biudukfoho dan bermakna
bagi penghuninya. Untuk perumahan secara statistik. Karena dengan padat
sederhana, minimum 8 m2/ orang, kamar penghuni dapat mempermudah proses
222
Yuliana Bita Musu, Budi setiawan, Subagiyono
223
Relationship Between Physical Environmental Factors and Behaviours of People with Yaws
in Biudukfoho Health Centers Belu Regency
dan sehat. Penelitian ini tidak sejalan Hayong. 2009. Menengok Penyakit
dengan penelitian yang dilakukan oleh Frambusia di Belu.
(Indra, 2007). Perilaku ganti Blum, H.L. 1974. Planning for Health,
pakaian/handuk yang kurang berisiko Development and Aplication of
terkena frambusia sebesar 1,54 kali lebih Social Changes Theory. New
besar dibanding anak dengan perilaku York: Human Sciences Press.
ganti pakaian/handuk yang baik, tetapi Sehgal, V.N., Jain, S., Bhattacharya,
tidak bermakna secara statistik. Hal ini S.N., Thappa, D.M., Yaws.
terjadi karena dengan perilaku Control/Eradication. International
menggunakan handuk dan atau pakaian Journal of Dermatology,
secara bergantian dapat menimbulkan 1994;33(1) Januari: 16-20.
penyakit apabila bergantian dengan Walker ,S., Hay, R., Yaws – a reviewof
orang yant menderita frambusia. the last 50 years, International
Journal of Dermatology,
KESIMPULAN 2000;39(4)Apr:258-60.
Entjang I. 2000. Ilmu Kesehatan
Ada hubungan kepadatan hunian
Masyarakat. PT.Citra Aditya
dengan kejadian frambusia di wilayah
Bakti, Bandung.
kerja Puskesmas Biudukfoho Kabupaten
Lubis, Pandapotan. 1985. Perumahan
Belu. Ada hubungan pencahayaan
sehat. Pusdiklat Depkes RI;
dengan kejadian frambusia di wilayah
Jakarta
kerja Puskesmas Biudukfoho Kabupaten
Boedisusanto, I. 2007. Analisis Kondisi
Belu. Tidak ada hubungan ventilasi
Rumah, Social, Ekonomi dan
dengan kejadian frambusia di wilayah
Perilaku Sebagai Faktor Risiko
kerja Puskesmas Biudukfoho Kabupaten
Kejadian Frambusia di Kota
Belu. Ada hubungan Kualitas sarana air
Jayapura. Tesis. Program Pasca
bersih dengan kejadian frambusia di
Sarjana Fakultas Kedokteran.
Wilayah Kerja Puskesmas Biudukfoho
Universitas Gajah Mada
Kabupaten Belu. Ada hubungan
kebiasaan mandi dengan kejadian
frambusia di Wilayah Kerja Puskesmas
Biudukfoho Kabupaten. Kebiasaan
bertukaran handuk dan pakaian dengan
kejadian frambusia di Wilayah Kerja
Puskesmas Biudukfoho Kabupaten Belu.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2007. Profil Kesehatan
Indonesia. Depkes RI : Jakarta
Dinkes Kab. Belu. 2008. Profil Kesehatan
Kabupaten Belu. Belu: Dinas
Kesehatan.
Dinkes Kab. Belu. 2012. Profil Dinas
Kesehatan Kabupaten Belu. Belu:
Dinas Kesehatan.
224
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
Vol. 07/No. 1/2014 225-231
EFEKTIVITAS KARBON AKTIF DAN KACA WOL SEBAGAI ADSORBEN DALAM
MENGURANGI EMISI KARBON MONOKSIDA DAN HIDROKARBON
SEPEDA MOTOR
ABSTRACT
Background: Emission is substance, energy and/or other component
released from an activity passing into and/or passed into the ambient air that
has and/or does not have potential as an element of contaminant. Exhaust
gas is a gas/waste material produced by fossil fuel ignition process in motor
vehicle engines.
Method: This research is an experiment with a one group pre and post
design. The object in this study is the emission of exhaust gas—carbon
monoxide (CO) and hydrocarbon (HC).
Results: The research on carbon monoxide shows a significant level a =
0.272 >0.05. Therefore, it can be concluded that there are no
differences in emission reduction average with the addition of 100
grams, 150 grams, 200 grams of activated carbon and 100 grams of
glass wool. The research on hydrocarbon shows significant level a =
0.973 > 0.05. Therefore, it can be concluded that there are no differences in
emission reduction average with the addition of 100 grams, 150 grams, 200
grams of activated carbon and 100 grams of glass wool.
Conclusion: Adding adsorbent materials—with variations in weight of 100
grams of activated carbon and 100 grams of glass wool, 150 grams of
activated carbon and100 grams of glass wool, 200 grams of activated carbon
and 100 grams of glass wool-affects the exhaust emission reduction. The
more variations of adsorbent materials added, the more emission reduced.
225
The Effectiveness of Activated Carbon and Glass Wool as Adsorbents in Reducing Carbon
Monoxide and Hydrocarbon Emissions on Motorcycle
ini berkisar 182 indeks standar darah dapat berasal dari rokok dan asap
pencemaran udara (ISPU), data tersebut dari kendaraan bermotor. Terhadap
menunjukan kualitas udara sudah tidak lingkungan udara dalam ruangan, gas CO
sehat (Bapedalda DIY, 2008). dapat pula merupakan gas yang
Berdasarkan data Badan Lingkungan menyebabkan building associated
Hidup DIY tahun 2012 dari hasil uji petik illnesses, dengan keluhan berupa nyeri
emisi gas buang sepeda motor di DIY dari kepala, mual, dan muntah.
253 sepeda motor terdapat 56 sepeda HC merupakan komponen polutan
motor yang tidak lulus uji petik emisi gas primer karena di lepaskan ke udara
buang. Gas CO dan HC merupakan salah secara langsung komponen hidrogen dan
satu polutan yang sering di jumpai. Gas karbon yang memiliki tiga bentuk yaitu
tersebut berbahaya bagi manusia di gas, cair dan padat. Hidrokarbon (HC)
sebabkan oleh efeknya terhadap merupakan polutan primer karena dilepas
kesehatan. Gas CO yang keluar dari ke udara ambien secara langsung,
knalpot akan berada di udara ambient, sedangkan oksidan fotokimia merupakan
jika terhirup oleh manusia maka molekul polutan sekunder yang dihasilkan di
tersebut akan masuk kedalam saluran atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang
pernapasan dan diteruskan ke paru – melibatkan polutan primer.
paru dan kemudian akan menempel pada Bila HC berada di udara dalam
haemoglobin dan akan membentuk jumlah banyak dan tercampur dengan
carboxy haemoglobin (COHb) bahan pencemar lain, maka sifat
(Wardhana, 2004). toksisnya akan meningkat. HC dalam
Semakin tinggi konsentrasi CO yang bentuk gas, cairan, dan padatan serta
terhirup oleh manusia maka semakin fatal bahan pencemar lainnya akan
risiko yang diterima oleh manusia membentuk ikatan-ikatan baru yang
tersebut,bahkan dapat menyebabkan disebut dengan polycyclic aromatic
kematian. Sifat CO yang berupa gas yang hydrocarbon (PAH) yang banyak terdapat
tidak berbau dan berwarna serta sangat di daerah industri dan padat lalu lintas
toksik tersebut, maka CO sering disebut serta bila PAH dihisap dan masuk dalam
sebagai silent killer. Efek terhadap paru-paru dapat menimbulkan luka di
kesehatan gas CO merupakan gas yang bagian dalam dan rnenimbulkan, infeksi
berbahaya untuk tubuh karena daya ikat serta merangsang terbentuknya sel-sel
gas CO terhadap Hb adalah 240 kali dari kanker, laryngitis phanya bronchitis serta
daya ikat CO terhadap O2. Apabila gas HC yang berupa etilen (C2H4) dapat
CO darah (HbCO) cukup tinggi, maka mengakibatkan kerusakan tanaman3).
akan mulai terjadi gejala antara lain Dengan melihat latar belakang
pusing kepala (HbCO 10% ), mual dan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
sesak nafas (HbCO20%), gangguan melakukan penelitian dengan cara
penglihatan dan konsentrasi menurun menguji tingkat efektifitas arang aktif dan
(HbCO 30%) tidak sadar, koma (HbCO glass wool sebagai adsorben dalam
40-50%) dan apabila berlanjut akan dapat menurunkan emisi CO dan HC pada pada
menyebabkan kematian. Pada paparan kendaraan roda dua.
menahun akan menunjukkan gejala
gangguan syaraf, infark otak, infark
jantung dan kematian bayi dalam
kandungan. Gas CO yang tinggi di dalam
226
Zulkifli Koho, Sri Muryani, Novita Sekarwati
227
The Effectiveness of Activated Carbon and Glass Wool as Adsorbents in Reducing Carbon
Monoxide and Hydrocarbon Emissions on Motorcycle
Berdasarkan Tabel 2. diketahui rerata Tabel 5. Hasil Pengukuran Kadar HC
pre sebesar 13,86% dan setelah dengan Bahan Adsorben 150 gram Arang
perlakuan kadar emisi CO turun menjadi Aktif dan 100 gram Glass wool pada
12,48% selisih 1,04% (7,09%). Kondisi Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Pe- Kadar HC
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kadar CO ngulang Pre Post Se- %
dengan Bahan Adsorben 200 gram Arang an lisih
Aktif dan 100 gram Glass Wool pada
I 4534 3576 755 17,42
Kondisi Sebelum dan Sesudah Perlakuan
II 4694 4437 256 29,02
Pe- Kadar CO III 4696 2452 2244 47,78
ngulang Pre Post Selisih % 13926 10468 3255 94,22
an 1f 4642 3489 1085 31,40
I 10,69 4,10 6,59 3,53 Catatan. Data primer.
II 15,11 11,01 4,10 27,13
III 16,16 11,16 5,00 30,94 Berdasarkan Tabel 5. rerata pre
41,96 26,27 15,69 61,60 sebesar 4642 ppm dan setelah perlakuan
1f 13,98 8,75 5,23 20,53 kadar emisi HC turun menjadi 3486 ppm
Catatan. Data primer. selisih 1085 ppm (31,40%).
Pe- Kadar HC
Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar HC ngulang Pre Post Se- %
dengan Bahan Adsorben 100 gram Arang an lisih
Aktif dan 100 gram Glass Wool pada
I 4334 3899 435 10,03
Kondisi Sebelum dan Sesudah Perlakuan
II 4694 4462 234 4,98
Pe- Kadar HC III 4486 2098 2388 53,23
ngulang Pre Post Selisih % 13516 10459 3057 68,24
an 1f 4505 3486 1019 22,74
I 4486 3703 783 17,45 Catatan. Data primer.
II 4534 3218 1316 29,02
III 4696 4073 623 13,26 Berdasarkan Tabel 6. rerata pre
13716 10994 2731 59,73 sebesar 4505 ppm dan setelah perlakuan
1f 4572 3664 910 19,91 kadar emisi HC turun menjadi 3486 ppm
Catatan. Data primer. selisih 1019 ppm (22,74%).
228
Zulkifli Koho, Sri Muryani, Novita Sekarwati
229
The Effectiveness of Activated Carbon and Glass Wool as Adsorbents in Reducing Carbon
Monoxide and Hydrocarbon Emissions on Motorcycle
gerak (fluida pembawa adsorbat) ke dengan struktur pori internal yang
permukaan adsorben. Adsorpsi terjadi menyebabkan arang aktif mempunyai
karena adanya gaya tarik menarik antara sifat sebagai adsorben. Arang aktif dapat
molekul adsorbat dengan tempat-tempat mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa
aktif di permukaan adsorben. Adsorpsi kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
merupakan peristiwa terjadinya selektif, tergantung pada besar atau
perubahan kepekatan dari molekul, ion volume pori-pori dan luas permukaan.
atau atom antara permukaan dua fase Daya serap arang aktif sangat besar,
(Sembiring, 2003). yaitu 25- 1000% terhadap berat arang
Proses terjadinya penurunan kadar aktif (Notoatmodjo, 2005).
emisi terjadi karena melalui mekanisme Daya adsorpsi arang aktif yang tinggi
adsorpsi antara lain molekul adsorbat disebabkan jumlah pori-pori yang besar
berdifusi melalui suatu lapisan batas ke distribusi ukuran pori merupakan
permukaan luar adsorben (difusi parameter yang penting dalam hal
eksternal), sebagian ada yang teradsorpsi kemampuan daya serap arang aktif
di permukaan luar, sebagian besar terhadap molekul yang ukurannya
berdifusi lanjut di dalam pori-pori bervariasi. disamping distribusi pori,
adsorben (difusi internal). Proses bentuk pori merupakan parameter yang
adsorpsi pada arang aktif terjadi melalui khusus untuk daya serap arang aktif yang
tiga tahap dasar, yaitu :zat terjerap pada terjadi. Pori-pori dengan bentuk silinder
bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori lebih mudah tertutup yang
arang dan zat terjerap ke dinding bagian menyebabkan tidak aktifnya bagian
dalam dari arang (Sembiring, 2003) permukaan dari arang aktif tersebut
Beberapa faktor yang mempengaruhi (Sembiring, 2003).
adsorpsi antara lain adalah 1) Pada penelitian ini arang aktif serta
karakteristik fisis dan kimia adsorben, glass wool dengan variasi berat 100 gram
seperti luas permukaan, ukuran pori dan arang aktif dan 100 gram glass wool,150
komposisi arang aktif; 2) karakteristik gram arang aktif dan100 gram glass wool,
fisis dan kimia adsorbat, seperti 200 gram arang aktif dan 100 gram glass
ukuran molekul, kepolaran molekul dan wool dibentuk menjadi suatu kemasan
komposisi kimianya; 3) Lamanya proses yang kemudian di simpan di dalam
adsorpsi berlangsung. knalpot kendaraan yang kemudian akan
Arang aktif adalah arang yang telah mengadsorbsi gas emisi yang keluar dari
mengalami perubahan sifat – sifat fisik knalpot. Setiap kemasan akan
dan kimia dikarenakan telah dilakukan menunjukan sifat adsorbsi ini disebabkan
aktivasi sehingga daya serap dan luas karena arang aktif terjadi secara fisik di
permukaan partikel serta kemampuan mana suatu padatan berpori, yang
arang tersebut akan menjadi lebih tinggi. sebagian besar terdiri dari unsur karbon
Arang aktif merupakan senyawa karbon bebas dan masing - masing berikatan
amorph, yang dapat dihasilkan dari secara kovalen.
bahan-bahan yang mengandung karbon Beberapa hasil penelitian lain tentang
atau dari arang yang diperlakukan penambahan bahan adsorben adalah 1)
dengan cara khusus untuk mendapatkan Prasetya menggunakan bahan adsorben
permukaan yang lebih luas. Luas breksi batu apung, arang aktif, dan glass
permukaan arang aktif berkisar antara wool memperoleh hasil penurunan emisi
300-3500 m2/gram dan ini berhubungan CO dari 4,14% turun menjadi 1,99% dan
230
Zulkifli Koho, Sri Muryani, Novita Sekarwati
231