MUAMMALAH
DOSEN:
OLEH:
Puji dan syukur Tim penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan tentang “Muammalah”.
Tulisan ini dibuat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam mata
kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan. Tim penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini. Tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kehidupan
kita sehari-hari serta dalam konsep bermuamalah. Penulis menyadari bahwa tulisan ini
jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan
makalah ini.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
C. TUJUAN PENULISAN.........................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................3
A. HAKEKAT MUAMALAH....................................................................................3
E. PRINSIP-PRINSIP BERMUAMALAH..............................................................11
F. AHLAK BERMUAMALAH...............................................................................12
BAB III............................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................14
B. SARAN.................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Muamalah adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan peradaban
Islam yang maju di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari syariat Islam, yaitu
yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan dengan manusia, masyarakat
dan alam berkenaan dengan kebendaan dan kewajiban (Nawawi. 2012)
Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas
dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah
akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli.
Terdapat larangan atas memperjual belikan barang yang najis sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhori dan muslim Nabi bersabda:
َ َ وم ُ ْ َت ُشح أَي َ أَر ِ َول هَّللا ُ س َ ا ر َ ي َ يل ِ َق ف ِام َ ْصن ْْا َل َ ِزيِر و ْ ن ا ْْ ِل َ و ِ ة َ ت ْ ي َ ْالم َ ِر و ْ ا ْْلَم
َ ب ُ ِح َ ْص[[ب ت ْ َس ي َ ُ و لُ[[ود ُ ا ا ْْل
ِ ِ َ ع ْ ي َ ب َ َّم ر َ ُ ح ولَ[[ه ُ س َ ر َ و َ َّن هَّللا ِ إ ٌ ام َ ر َ ح َ و ُ اَل َل ه َ َق ف ُ ا النَّاس
ْ ب ُ َن ْده ُ ي َ و ُ ُن ُّسف ا ال َ ِه
طلَىب ُ ا ي َ ن َّه ِ إ َ ف ِ ة َ ت ْ ي َ ْالم ِ ِ
1
2
lemak bangkai, karena banyak yang menggunakannya sebagai pelapis perahu dan,
meminyaki kulit dan untuk bahan bakar lampu?" Rasulullah SAW. menjawab:"Tidak
boleh, semua itu adalah haram (Sayyid Sabiq. 2006).
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang
lain, masing-masing berhajat kepada yang lain, saling tolong-menolong, tukar
menukar keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi
maupun untuk kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan
yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak
sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan
dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3
A. HAKEKAT MUAMALAH
Kata muamalat berasal dari bahasa arab muamalat ( ( ملة لمعا اyang merupakan
derifasi (bentukan) dari kata ‘amala-yuamilu-muamalatan, yang menurut bahasa
(etimologi) memiliki arti saling bertindak, berbuat, pekerjaan, pergaulan sosial
(social intercous), bisnis (business), dan transaksi (transaction) (Ibn Manzur. 1973).
3
4
Atas dasar pengertian fiqh muamalat di atas, dapat disimpulkan bahwa fiqh
muamalat dalam arti luas mencakup segala aturan hukum Islam yang terkait dengan
hubungan antar manusia (hablum minannas) sebagai pembeda fiqh ibadah yang
mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT (hablum minallah). Sedangkan fiqh
muamalat dalam arti sempit hanya membahas persoalan aturan hukum antar manusia
yang terkait dengan harta benda (maal).
Manusia dewasa ini telah berada di persimpangan jalan, antara agama dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Kebimbangan pun datang mengusik lamunan di malam
hari, membangunkan dari mimpi-mimpi indahnya sepanjang malam. Manusia
cenderung menilai realita kehidupan dunia yang tampak di depan mata tanpa
menoleh fenomena kehidupan di masa lalu. Ada sebagian darinya yang tidak
merujuk kepada perintah-perintah agama sebagai pedoman hidup di dunia. Padahal,
sejarah peradaban manusia telah terukir dari beberapa peristiwa kebajikan dan
kebathilan. Padahal, yang di cari manusia dalam kehidupan di dunia adalah
kebahagiaan.
Terangkatnya posisi manusia sebagai khalifah di muka bumi merupakan suatu
kemuliaan yang tinggi dari Allah swt. Alam dan seisinya juga dipersembahkan
kepada manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya tanpa harus membayar upeti
kepada Allah. Anugerah yang tidak ternilai berupa akal seharusnya mampu
menjadikan manusia sebagai sosok kekhalifahannya, mulia. Tetapi, mengapa
5
manusia masih berambisi mencari kehidupan dunia sebagai sesuatu yang kekal?
Dunia bukanlah semata-mata warisan untuk anak cucu manusia , tetapi sebuah
amanah yang harus dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Yang Maha
Kuasa.
Syeikh Muhammad ‘Ali as Shobuni dalam kitabnya Shofwatu al Tafasir
menuliskan bahwa Allah swt menciptakan langit dan bumi hanya dalam enam hari.
Hal ini bukan menunjukkan bahwa Allah swt tidak mampu menciptakannya hanya
dalam sekejap, namun Allah ingin mengajarkan kepada hamba-hamba Nya satu sifat
yang tidak tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan. Dan masih ada beberapa firman
Allah yang menjelaskan tentang penciptaan dunia, namun penulis dalam hal ini lebih
termotivasi dalam membahas kehidupan dunia.
Sebuah realita tentang kehidupan dunia abad ini diterjemahkan sebagai
kehidupan yang sementara, tempat untuk bersenang-senang, kehidupan modern,
kehidupan yang abadi dan sebuah kehidupan yang fana. Di sisi lain kehidupan dunia
dipandang sebagai jembatan menuju kehidupan setelah mati (akhirat), tempat
mencari amal kebajikan, tempat menimba ilmu pengetahuan dan lain-lainya.
Berangkat dari pemahaman di atas maka nyatalah kehidupan dunia yang fana ini
hanyalah sebuah ujian bagaimana mengemban tugas-tugas kehidupan dan amanat
kemanusiaan. Dengan demikian manusia akan merasa puas dan hidup tidak menjadi
sia-sia tanpa melemahkan semangat berjuang dalam kehidupan.
Akhirnya, dapatlah digambarkan bahwa persepsi kehidupan dunia memiliki
tujuan yang beragam, yaitu; kesenangan, kemegahan, kesehatan, kepintaran,
kesuksesan, ketenteraman jiwa, ketenangan hidup dan kebahagiaan. Tidak cukup
sampai disitu, manusia akan terus mempertanyakannya setelah mampu meraih segala
apa yang diinginkannya atau sebaliknya, manusia akan terus mencari-cari jawaban
dari sebuah pertanyaan yang membosankan. Mengapa pertanyaan demi pertanyaan
itu muncul seolah tidak merasa puas dengan kenyataan hidup, atau sebaliknya? Islam
sebagai agama melalui kajian al qur’an dan hadits-hadits Rasulullah dapat menjawab
pertanyaan demi pertanyaan tersebut dengan menanamkan kepercayaan terhadap
Allah dan Rasulullah. Oleh karena itu jugalah penulis mencoba menghadirkan
6
dengan lainnya. Islam melarang untuk berlaku sombong dan angkuh karen perbedaan
posisi, keadaan, suku, ras, dan lainnya. Dan kesombongan itu tidak sepantasnya
dilakukan manusia karena segala sesuatunya akan kembali kepada Allah Yang Maha
Menciptakan.
Kesuksesan manusia dalam meningkatkan mutu dan kualitas ilmu
pengetahuannya memang perlu untuk dibanggakan, namun kebanggan itu bukan
untuk menjadikan dirinya sombong, angkuh dan tidak tunduk kepada Allah. Manusia
lebih cenderung menyibukkan dirinya dengan kesuksesan duniawi, namun lalai akan
mengerjakan amal shalih. Manusia mampu seharian duduk di kantornya, namun
ketika suara azan memanggilnya untuk sholat dilalaikan. Apalah artinya segudang
ilmu dan kekayaan, namun sholat saja masih dilalaikan. Apa gunanya semashur
nama di mata masyarakat, namun masih menyimpan perasaan iri, dengki dan
menceriterakan prihal orang lain dibelakang. Allah Maha Mendengar dari segala
perkataan manusia.
Islam tidak membedakan status sosial antara si miskin dan kaya, seharusnya
si kaya yang menyantuni, mengasihi dan menyayangi si miskin dan bukan untuk
membeda-bedakan derajat. Allah yang menurunkan rezeki, meluaskan dan
menyempitkannya. Apakah pantas bagi manusia untuk berlaku bakhil dan kikir?
Nyatalah, yang menjadi pembeda adalah mereka yang paling bertaqwa, bukan
mereka yang lebih putih, kaya, cantik, dan berkedudukan. Kesuksesan manusia
merupakan kesempatan baik yang diberikan Allah, tetapi Allah juga Maha Mampu
merubah kesempatan baik itu sebagai ujian bagi manusia.
Kehidupan dunia adalah sebuah ketentuan Allah (sunnatullah) yang tidak
mungkin ada seorangpun yang mampu merubahnya. Seperti halnya perputaran langit
dan bumi, tanam-tanaman yang tumbuh subur, gunung-gunung yang Allah tinggikan
dan tangguhkan, lautan dan daratan yang terbentang luas. Kemudian dalam
kehidupan dunia dijadikan tempat untuk bercocok tanam, berternak dan lainnya.
Dunia merupakan tempat manusia berkembang biak dan meneruskan sejarah. Semua
penciptaan ini merupakan sunnatulah yang harus disyukuri oleh manusia sebagai
8
makhluk yang lemah di hadapan Allah swt. Inilah dari tanda-tanda kebesaran dan
kekuasaan Allah swt Yang Maha Kuasa bagi orang-orang yang mau merenungi.
Manusia tidak melihat kekuasaan Allah Yang Maha Mampu dalam mengatur
peredaran benda-benda langit. Manusia ingkar dan meremehkan kekuasaan Allah.
Padahal manusia sangat lemah dihadapan Allah. Manusia lupa dan amat jarang
merenungi beberapa kekuasaan Allah. Padahal, kepada Allah dan Rasulullah sebaik-
baik pengaduan dari segala urusan. Dunia memang salah satu dari tanda-tanda
kebesaran Allah swt yang nyata, agar manusia benar-benar beriman dan tunduk
kepada Nya.
Bagi orang-orang yang beriman, Allah menjadikan kehidupan dunia sebagai
jembatan untuk kehidupan yang kekal (akhirat). Allah membimbing mereka meraih
dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan mereka
untuk mencari nafkah di dunia tanpa melalaikan waktunya untuk mengingat Allah.
Dan juga memberikan kabar gembira sekaligus menuntun mereka dengan ajaran
islam bahwa kehidupan dunia sebagai kehidupan untuk bertaubat dan mencari bekal
di akhirat. Karena itu Allah menganjurkan manusia supaya teliliti dengan kehidupan
dunia ini agar hidup tidak sia-sia. Membimbing manusia sebagai makhluk yang
pandai bersyukur. Semua ini tidak lain hanyalah ujian bagi orang-orang yang
beriman kepada Nya dan mengikuti ajaran islam.
Masyarakat modern dewasa ini menghadapi problem yang sangat serius yaitu
alienasi. Alienasi dalam pandangan Eric Fromm (1995) sejenis penyakit kejiwaan
dimana seseorang tidak lagi merasa memiliki dirinya sendiri, sebagai pusat dunianya
sendiri melainkan terenggut kedalam mekanisme yang sudah tidak lagi mampu
dikendalikan. Masyarakat modern merasakan kebingungan, keterasingan dan
kesepian karena apa yang dilakukan bukan atas kehendaknya sendiri melainkan
adanya kekuatan luar yang tidak diketahuinya menurut perasaan dan akalnya.
9
Itulah yang juga dikritik oleh Karl Marx, dia menilai akumulasi modal dan
alat produksi pada sekelompok elite membuat dunia mengalami kesenjangan sosial
yang hanya memunculkan kemiskinan massal di mana rakyat yang miskin semakin
miskin dan yang kaya menjadi kaya. Orang miskin menjadi sangat bergantung pada
pemilik modal yang menguasai pusat-pusat produksi dan ekonomi sehingga
kebebasan individu untuk memilih pekerjaan sebagai aktualisasi diri tidak
mendapatkan tempat yang kondusif. Penindasan terjadi secara terus menerus mereka
bekerja hanya untuk menjaga keberlangsungan hidupnya semata sementara disisi lain
pemilik modal memeras dengan seenaknya.
Nilai menjadi hal yang penting pada tiap fase perkembangan individu karena
nilai menjadi dasar dalam menentukan pengambilan keputusan. Rusaknya nilai
dalam mesyarakat tentunya berdampak negatif pula terhadap perkembangan
masyarakat itu sendiri. Sebagai imbasnya setiap aspek kehidupan, baik yang secara
langsung atau tak langsung memberikan pengaruh terhadap masyarakat ikut
terganggu dan bahkan menjadi "hancur" (Tirtarahardja,1994).
h. Sewa-menyewa (al-ijarah)
i. Pemberian hak guna pakai (al-‘araiyah)
j. Barang titipan (al-wadhi’ah)
k. Barang temuan (al-luqathah)
l. Garapan tanah (al-muzara’ah)
m. Sewa-menyewa tanah (al-mukhabarah)
n. Upah (ujrah al-‘amal)
o. Gugatan (al-syuf’ah)
p. Sayembara (al-ji’alah)
q. Pembagian kekayaan bersama (al-qismah)
r. Pemberian (al-hibah)
s. Pembebasan (al-ibra’)
t. Damai (al-shulhu)
u. Masalah kontemporer (al-mu’ashirah/al-muhaditsah), seperti masalah bunga
bank, asuransi kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.
Segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya
dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
12
G. PRINSIP-PRINSIP BERMUAMALAH
1. Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan
oleh al-qur’an dan sunnah rasul. Bahwa hukum islam memberi kesempatan luas
perkembangan bentuk dan macam muamalat baru sesuai dengan perkembangan
kebutuhan hidup masyarakat.
2. Muamalat dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur paksaan. agar
kebebasan kehendak pihak-pihak bersangkutan selalu diperhatikan.
3. Muamalat dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat. Bahwa sesuatu bentuk
muamalat dilakukan ats dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup masyarakat.
4. Muamalat dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-
unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
Bahwa segala bentuk muamalat yang mengundang unsur penindasan tidak
dibenarkan.
5. Haramnya segala kezaliman dengan memakan harta secara bathil, seperti : riba,
ghasab, korupsi, monopoli, penimbunan , dll
H. AHLAK BERMUAMALAH
A. KESIMPULAN
1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah
mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2. Menghindari riba.
3. Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
a. Penjual dan pembeli
b. Uang dan benda yang dibeli
c. Lafaz ijab dan kabul
I. SARAN
Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan hukum muamalah dan tata
cara jual beli yang sah menurut agama islam. Dan kita juga harus memperhatikan
riba yang terkandung didalam hal jual beli tersebut, karena terdapat hadist yang
mengharamkan riba dalam islam.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
Ibn Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Lisan al-‘Arab, t.th.), jilid 2, h. 887. Ma’an Z
Madina, Arabic-English Dictiniory of Modern Literary Language, (New
York: Pocket Book, 1973).
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr, 2002), cet. 4.
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), hlm. 9. 2Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012)
15