Anda di halaman 1dari 54

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Farmakologi Dalam Keperawatan

Di susun oleh:
Muhamad Rapedo Afriyanto ( R.19.01.046 )

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


YAYASAN YASINDA
SEKOLAH TINGGI ILM KESEHATAN ( STIKes ) INDRAMAYU
Jl. Wirapati Sindang Indramayu Telp.(0234)272020 Fax. (0234)272558
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “Farmakologi Dalam Keperawatan”.Makalah ini
saya susun agar pembaca dapat lebih mememahami tentang Pengelolaan obat dan
Medication Error yang disajikan berdasarkan studi dari berbagai sumber.Tak lupa
Kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak serta sumber yang telah memberi
dukungan maupun informasi untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja khususnya bagi diri
kami sendiri, para mahasiswa dan semua yang membaca makalah ini, dan mudah-
mudahan dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.Kami
menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini.

Indramayu, 28 Oktober 2020

Penyusun,
Muhamad Rapedo Afriyanto

2
DAFTAR ISI

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Medication error merupakan masalah yang sering terjadi pada


pasien rawat inap. Secara umum Medication error didefinisikan sebagai
peresepan, pemberian dan administrasi obat yang salah, yang
menyebabkan konsekuensi tertentu atau tidak. Sebuah studi medication
error pada pasien pediatric menunjukkan 5,7% medication errors 10778
kasus berasal dari pemesanan obat. Studi lain menyebutkan bahwa lokasi
yangbpalin banyak terjadi kesalahan pada pediatric adalah NICU
(Neonatal Intensive Care Unit), unit pelayanan umum, unit pediatrik dan
pasien rawat inap. Sebagian besar kesalahan terkait dengan administrasi
obat terutama penggunaan dosis obat yang kurang tepat.
Medication error dapat menyebabkan efek samping yang
membahayakanyang potensial memicu resiko fatal dari penyakit. Suatu
sistem praktik pengobatan yang aman perlu dikembangkan dan dipelihara
untuk memastikan bahwa pasien menerima pelayanan dan proteksi sebaik
mungkin. Hal ini dikarenakan semakin bervariasinya obat-obatan dan
meningkatnya jumlah dan jenis obat yang ditulis per pasien saat ini.
Tanggung jawab seorang apoteker dan perawat dalam dispensing
dan pemberian obat menjadi semakin berat akibat ketersediaan obat
tertentu yang lebih banyak untuk suatu penyakit, waktu kadaluarsa obat
yang semakin cepat, dan banyaknya jenis obat-obat baru yang tertulis
pada resep. Penggunaan obat yang semakin meningkat dapat
meningkatkan bahaya terjadinya kesalahan pengobatan. Masalah ini
semakin serius karena kesalahan pengobatan merupakan pemicu
terjadinya kecelakaan dalam rumah sakit, sehingga perlu dicari upaya
untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan pengobatan.

II. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Medication Error?


2. Apa saja katagori Medication Error?
3. Apa saja Bentuk kejadian Medication Error?
4. Apa saja Penyebab terjadinya Medication Error?
5. Apa saja Jenis-jenis Kesalahan Obat Medication Error?
6. Bagaimana upaya menurukan Medication Error?

III. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian Medication Error?


2. Menjelaskan katagori Medication Error?
3. Menjelaskan bentuk kejadian Medication Error?
4. Menjelaskan penyebab terjadinnya Medication Error?
5. Menjelaskan jenis-jenis kesalahan obat Medication Error?
6. Menjelaskan upaya menurukan Medication Error?
BAB II
PEMBAHASAN

I. Definisi
Error didefinisikan sebagai kegagalan dari sesuatu yang telah direncanakan
untuk diselesaikan sesuai dengan tujuan (kesalahan pada pelaksanaan) atau kesalahan
pada perencanaan untuk mencapai tujuan (kesalahan pada perencanaan). Suatu error
mungkin terjadi karena hasil dari kelalaian (The Institute of Medicine, 2004).
Sedangkan kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan sebagai setiap
kesalahan (error) yang terjadi dalam proses hingga penggunaan dalam pngobatan.
Kesalahan pengobatan (medication error) didefinisikan secara luas sebagai kesalahan
dalam meresepkan, pembuatan, dan memberikan obat, tanpa tergantung dengan di
mana kesalahan ini menyebabkan konsekuensi yang merugikan atau tidak. Definisi
yang terbaru dari kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses pengobatan
yang menyebabkan atau berpotensi membahayaan pasien, kesalahan pengobatan
dapat terjadi pada setiap langkah pengobatan yang menggunakan proses, dan
mungkin atau tidak dapat menyebabkan ADE atau Adverse Drug Event
(William,2007).
Selain itu, kesalahan pengobatan (medication error) dapat didefinisikan
sebagai semua kejadian yang dapat menyebabkan pengobatan tidak sesuai atau yang
dapat mencelakakan pasien dimana prosedur pengobatan tersebut masih berada di
bawah kontrol praktisi kesehatan (Fowler, 2009). Dimana definisi tersebut mirip
dengan definisi dari National Coordinating Council for Medication error Reporting
and Prevention (NCCMERP). NCCMERP mendefinisikan kesalahan pengobatan
sebagai “Suatu kejadian yang dapat dicegah yang menyebabkan penggunaan obat
yang tidak sesuai atau membahayakan pasien di mana pengobatan tersebut dikontrol
oleh tenaga medis profesional, pasien, atau konsumen, yang berhubungan dengan
praktis profesional, produk kesehatan, prosedur, sistem termasuk prescribing; order
communication; product labeling; packaging; compounding; dispensing; distribution;
administration; education; monitoring; dan penggunaan."

II. Klasifikasi
Kategori Medication error
National Coordinating Council for Medication error Reporting and Prevention (NCC
MERP) mengklasifikasikan medication error berdasarkan tingkat keparahan hasil dari
pasien. Kesalahan yang dekat juga di klasifikasikan sebagai kesalahan potensial yang
berhak mendapat sistem yang luas dan mengarah ke perbaikan. Kategori medication
error adalah sebagai berikut
Tabel 1. Taksonomi & kategorisasi medication error

Tipe error Kategori Keterangan


A Keadaan atau kejadian yang potensial menyebabkan
NO ERROR terjadinya error
B Error terjadi, tetapi obat belum mencapai pasien
C Error terjadi, obat sudah mencapai pasien tetapi tidak
menimbulkan risiko
Obat mencapai pasien dan sudah terlanjur
diminum/digunakan
Obat mencapai pasien tetapi belum sempat
diminum/digunakan
ERROR-NO HARM D Error terjadi dan konsekuensinya
diperlukan monitoring terhadap
pasien, tetapi tidak
menimbulkan resiko (harm) pada pasien
E Error terjadi dan pasien memerlukan terapi atau
intervensi serta menimbulkan resiko (harm) pada
pasien yang bersifat sementara
F Error terjadi & pasien memerlukan perawatan atau
perpanjangan perawatan di rumah sakit disertai cacat
yang bersifat sementara
G Error terjadi dan menyebabkan resiko (harm)
ERROR-HARM Permanen
H Error terjadi dan nyaris menimbulkan kematian (mis.
anafilaksis, henti jantung)
ERROR-DEATH I Error terjadi dan menyebabkan kematian pasien
III. Jenis Kesalahan Obat

Kejadian medication error dibagi dalam 4 fase, yaitu fase prescribing, fase

transcribing, fase dispensing, dan fase administrasion oleh pasien


(Cohen,1991).

1. Prescribing Errors

Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi


pada fase penulisan resep. Fase ini meliputi:
a. Kesalahan resep

 Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi


yang diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis,
bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian,
atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang diorder
atau diotorisasi oleh dokter (atau
penulis lain yang sah) yang tidak benar. Seleksi obat yang
tidak benar misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri
yang resisten terhadap obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
 Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan
kesalahan yang sampai pada pasien.

b. Kesalahan karena yang tidak diotorisasi

 Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh


seorang penulis resep yang sah untuk pasien. Mencakup
suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada pasien
yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, dosis
diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah
ditetapkan, misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darah
pasien turun di bawah suatu tingkat tekanan yang ditetapkan
sebelumnya.

c. Kesalahan karena dosis tidak benar

 Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau


lebih kecil dari jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep
atau pemberian dosis duplikat kepada pasien, yaitu satu atau
lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang
diorder.

d. Kesalahan karena indikasi tidak diobati

 Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak


menerima suatu obat untuk indikasi tersebut. Misalnya
seorang pasien hipertensi atau glukoma tetapi tidak
menggunakan obat untuk masalah ini.
e. Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan

 Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang


tidak memerlukan terapi obat.

2. Transcription Errors

Pada fase transcribing, kesalahan terjadi pada saat pembacaan


resep untuk proses dispensing, antara lain salah membaca resep
karena tulisan yang tidak
jelas. Salah dalam menterjemahkan order pembuatan resep dan
signature juga dapat terjadi pada fase ini.
Jenis kesalahan obat yang termasuk transcription errors, yaitu:

a. Kesalahan karena pemantauan yang keliru

 Gagal mengkaji suatu regimen tertulis untuk ketepatan dan


pendeteksian masalah, atau gagal menggunakan data klinik atau
data laboratorium untuk pengkajian respon pasien yang
memadai terhadap terapi yang ditulis.

b. Kesalahan karena ROM (Reaksi Obat Merugikan)

 Pasien mengalami suatu masalah medis sebagai akibat dari


ROM atau efek samping.
 Reaksi diharapkan atau tidak diharapkan, seperti ruam dengan
suatu antibiotik, pasien memerlukan perhatian pelayanan medis.

c. Kesalahan karena interaksi obat

 Pasien mengalami masalah medis, sebagai akibat dari interaksi


obat-obat, obat-makanan, atau obat-prosedur laboratorium.

3. Administration Error

Kesalahan pada fase administration adalah kesalahan yang terjadi


pada proses penggunaan obat. Fase ini dapat melibatkan petugas
apotek dan pasien atau keluarganya. Kesalahan yang terjadi
misalnya pasien salah menggunakan supositoria yang seharusnya
melalui dubur tapi dimakan dengan bubur, salah waktu minum
obatnya seharusnya 1 jam sebelum makan tetapi diminum
bersama makan.
Jenis kesalahan obat yang termasuk administration errors yaitu :

a. Kesalahan karena lalai memberikan obat

 Gagal memberikan satu dosis yang diorder untuk seorang


pasien, sebelum dosis terjadwal berikutnya.
b. Kesalahan karena waktu pemberian yang keliru

 Pemberian obat di luar suatu jarak waktu yang ditentukan


sebelumnya dari waktu pemberian obat terjadwal.

c. Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru

 Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam
pemberian suatu obat.
 Kesalahan rute pemberian yang keliru berbeda dengan yang
ditulis; melalui rute yang benar, tetapi tempat yang keliru
(misalnya mata kiri sebagai ganti mata kanan), kesalahan
karena kecepatan pemberian yang keliru.

d. Kesalahan karena tidak patuh

 Perilaku pasien yang tidak tepat berkenaan dengan ketaatan


pada suatu regimen obat yang ditulis. Misalnya paling umum
tidak patuh menggunakan terapi obat antihipertensi.

e. Kesalahan karena rute pemberian tidak benar

 Pemberian suatu obat melalui rute yang lain dari yang diorder
oleh dokter, juga termasuk dosis yang diberikan melalui rute
yang benar, tetapi pada tempat yang keliru (misalnya mata kiri,
seharusnya mata kanan).

f. Kesalahan karena gagal menerima obat

 Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat, tetapi untuk


alasan farmasetik, psikologis, sosiologis, atau ekonomis, pasien
tidak menerima atau tidak menggunakan obat.

4. Dispensing Error

Kesalahan pada fase dispensing terjadi pada saat penyiapan


hingga penyerahan resep oleh petugas apotek. Salah satu
kemungkinan terjadinya error adalah salah dalam mengambil obat
dari rak penyimpanan karena kemasan atau nama obat yang mirip
atau dapat pula terjadi karena berdekatan
letaknya. Selain itu, salah dalam menghitung jumlah tablet yang
akan diracik, ataupun salah dalam pemberian informasi.
Jenis kesalahan obat yang termasuk Dispensing errors yaitu :

a. Kesalahan karena bentuk sediaan

 Pemberian kepada pasien suatu sediaan obat dalam bentuk


berbeda dari yang diorder oleh dokter penulis.
 Penggerusan tablet lepas lambat, termasuk kesalahan.

b. Kesalahan karena pembuatan/penyiapan obat yang keliru

 Sediaan obat diformulasi atau disiapkan tidak benar sebelum


pemberian. Misalnya, pengenceran yang tidak benar, atau
rekonstitusi suatu sediaan yang tidak benar. Tidak mengocok
suspensi. Mencampur obat-obat yang secara fisik atau kimia
inkompatibel.
 Penggunaan obat kadaluarsa, tidak melindungi obat terhadap
pemaparan cahaya.

c. Kesalahan karena pemberian obat yang rusak

 Pemberian suatu obat yang telah kadaluarsa atau keutuhan fisik


atau kimia bentuk sediaan telah membahayakan. Termasuk
obat-obat yang disimpan secara tidak tepat.

2.3. Faktor Penyebab

Menurut American Hospital Association, medication error antara


lain dapat terjadi pada situasi berikut:
a. Informasi pasien yang tidak lengkap, misalnya tidak ada informasi
tentang riwayat alergi dan penggunaan obat sebelumnya.
b. Tidak diberikan informasi obat yang layak, misalnya cara minum
atau menggunakan obat, frekuensi dan lama pemberian hingga
peringatan jika timbul efek samping.
c. Kesalahan komunikasi dalam peresepan, misalnya interpretasi
apoteker yang keliru dalam membaca resep dokter, kesalahan
membaca nama obat yang relatif
mirip dengan obat lainnya, kesalahan membaca desimal, pembacaan
unit dosis hingga singkatan peresepan yang tidak jelas (q.d atau
q.i.d/QD).
d. Pelabelan kemasan obat yang tidak jelas sehingga berisiko dibaca
keliru oleh pasien.
e. Faktor-faktor lingkungan, seperti ruang apotek/ruang obat yang
tidak terang, hingga suasana tempat kerja yang tidak nyaman yang
dapat mengakibatkan timbulnya medication error.

Di bawah ini diuraikan beberapa faktor yang dapat menyebabkan


terjadinya

medication error:

1. Kondisi sumber daya manusia Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

a. Jumlah dan mutu apoteker tidak memadai

b. Personel non-professional dalam bidang pekerjaan apoteker

2. Sistem distribusi obat untuk PRT yang tidak sesuai

3. Belum diterapkannya pelayanan farmasi klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan suatu kegiatan jaminan mutu


pelayanan obat kepada pasien. Dalam pelayanan ini, apoteker
memiliki tanggung jawab sebagai upaya pencapaian dan
peningkatan kesehatan pasien dan mutu kehidupannya. Jika
pelayanan ini tidak diterapkan di rumah sakit, maka tidak menutup
kemungkinan kesalahan obat atau masalah yang berkaitan dengan
obat akan banyak terjadi.
4. Tidak diterapkannya pedoman Cara Dispensing Obat yang Baik
(CDOB) Berbagai kegiatan dalam CDOB tidak dilakukan, seperti:
interpretasi resep, riwayat pengobatan pasien, pemberian informasi
yang tidak lengkap pada etiket, kurangnya informasi pada perawat,
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan baik oleh dokter,
apoteker, perawat, maupun pasien.
5. Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, serta pelayanan
obat yang tidak memadai
Kebijakan dan prosedur sangat penting serta berguna karena
merupakan penuntun untuk melaksanakan pengelolaan,
pengendalian, dan pelayanan obat
yang efektif dan efisien di rumah sakit. Kurangnya kebijakan dan
prosedur tersebut di rumah sakit dapat berkontribusi pada kesalahan
obat di rumah sakit.
6. Pelaksanaan sistem formularium dan pengadaan formularium yang
belum memadai
Sistem formularium yang belum diterapkan, mengakibatkan
formularium tidak akomodatif bagi pasien. Jumlah, jenis mutu obat
serta penggunaan di rumah sakir tidak terkendali, dan kondisi
tersebut dapat menyebabkan kesalahan obat.
7. Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) belum berdaya

Tidak berdayanya PFT di rumah sakit, antara lain sistem


formularium tidak terlaksana, formularium tidak baik, dan
pengembangan kebijakan serta prosedur berkaitan dengan obat
sangat lambat. Hal-hal tersebut dapat berkontribusi pada kesalahan
obat di rumah sakit.
8. Kurang memadainya pengetahuan pasien dan profesional tentang
obat Pengetahuan pasien yang kurang memadai tentang
obat menyebabkan ketidakpatuhan pasien dan salah
penggunaan obatnya. Sedangkan, profesional kesehatan yang
memiliki pengetahuan kurang terhadap obat
dapat menyebabkan kesalahan pemilihan obat yang tepat bagi
pasien.
9. Kesalahan komunikasi (communication errors).

Kesalahan komunikasi dapat terjadi akibat kurangnya


kemampuan dokter/apoteker dalam berkomunikasi dengan pasien.
Dapat juga diakibatkan karena pasien tidak memberitahukan gejala
penyakit yang dirasakannya dengan jelas.
10. Meningkatnya spesialisasi dan fragmentasi perawatan kesehatan.

Semakin banyak tenaga kesehatan yang menangani seorang


pasien, makin besar kemungkinan kesalahan informasi yang
disampaikan.
11. Belum terdapat standar pelayanan medis yang tertuang dalam SOP.

Masih belum adanya standar pelayanan medis yang dituangkan


dalam standar prosedur operasional sehingga tidak ada acuan baku
dalam penatalaksanaan suatu penyakit dengan baik. Misalnya
penatalaksanaan malaria baik oleh tenaga mikroskopis maupun
tenaga medis hanya didasarkan atas pengalaman.
12. Penyebab kesalahan obat yang umum

a. Kekuatan obat pada etiket atau dalam kemasan yang


membingungkan Kekuatan atau dosis sediaan tidak jelas
dimana sediaan tersebut terdiri dari bermacam-macamobat
dengan perbandingan yang ada,
contoh cotrimoksazol (trimetroprim 800 mg + sulfametoksazol
400 mg).
b. Nama atau bunyi nama obat yang terlihat mirip

Penamaan sediaan obat yang hampir sama dapat menyebabkan


medication error. Contoh obat yang sering menyebabkan
kesalahan pengobatan adalah obat pencegah pembekuan darah
Coumadin® dan obat anti parkinson Kemadrin®. Taxol®
(paclitaxel) suatu agen antikanker kedengarannya hampir sama
dengan Paxil® (paroxetine) yang merupakan suatu
antidepresan.
c. Kesalahan alat

Contohnya pompa intravena dimana katupnya tidak berfungsi,


menyebabkan periode pemberian obat menjadi terlalu cepat.
d. Tulisan tangan tidak terbaca

Tulisan tangan yang kurang jelas dapat menyebabkan


kesalahan dalam dua pengobatan yang mempunyai nama yang
serupa. Selain itu, banyak nama obat yang nampak serupa
terutama saat percakapan di telepon, kurang jelas atau salah
melafalkan. Permasalahannya menjadi kompleks apabila obat
tersebut memiliki cara pemberian yang sama dan dosis yang
hampir sama.
e. Penulisan kembali resep atau order dokter yang tidak tepat

f. Perhitungan dosis yang tidak teliti

Kesalahan dalam menghitung dosis sebagian besar terjadi pada


pengobatan pediatri dan pada produk-produk intravena.
Beberapa studi menunjukkan bahwa kesalahan dalam
perhitungan dosis tidak hanya ringan tetapi juga kesalahan
yang fatal, misal kesalahan 10 kali lipat atau mencapai 15%.
g. Kesalahan diagnosis

Kesalahan dokter dalam mendiagnosis penyakit dapat


menyebabkan kesalahan tindakan medis selanjutnya.
h. Menggunakan singkatan yang tidak tepat dalam penulisan resep

Pengunaan singkatan dalam resep terkadang dapat


menyebabkan terjadinya kesalahan obat, seperti misalnya:
 Singkatan U (unit) untuk insulin dan pitosin dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi 0 yang
menyebabkan overdosis yang berbahaya.
 Singkatan IU (International Unit) dapat terbaca sebagai IV
(intravena) atau 10.
 Singkatan q.d. (quaque die) yang berarti setiap hari dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan menjadi qid (quarter
in die atau empat kali sehari) atau qod (setiap hari yang
berbeda)
 Angka desimal seharusnya tidak ditulis. Angka 1.0 dapat
terbaca sebagai 10 akibat tanda desimalnya berada pada
garis keras resep.
i. Kesalahan penulisan etiket

j. Beban kerja berlebihan

k. Obat-obatan yang tidak tersedia

2.4. Pencegahan Medication Error

Sejumlah pasien dapat mengalami cedera atau mengalami insiden


pada saat memperoleh layanan kesehatan, khususnya terkait penggunaan
obat yang dikenal dengan medication error. Di rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya, kejadian medication error dapat dicegah
jika melibatkan pelayanan farmasi klinik dari apoteker yang sudah
terlatih. Saat ini di negara-negara maju sudah ada apoteker dengan
spesialisasi khusus menangani medication safety. Peran Apoteker
Keselamatan Pengobatan (Medication Safety Pharmacist) meliputi :

1. Mengelola laporan medication error

 Membuat kajian terhadap laporan insiden yang masuk

 Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi


2. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk menjamin
medication safety
 Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error

 Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan

 Memfasilitasi perubahan proses dan sistem untuk menurunkan


insiden yang sering terjadi atau berulangnya insiden sejenis
3. Mendidik staf dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan praktek
pengobatan yang aman
 Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication
safety

dan kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada

4. Berpartisipasi dalam Komite/tim yang berhubungan dengan medication


safety

 Komite Keselamatan Pasien RS

 Dan komite terkait lainnya

5. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat

6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan Keselamatan Pasien


yang ada

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi


dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik.

1. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi,


pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan,
sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT).
2. Aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas),
penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi
obat, konseling, monitoring dan evaluasi.

Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien


yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker
dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya
melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam
menurunkan insiden/kesalahan.
Apoteker harus berperan di semua tahapan proses yang meliputi :

1. Pemilihan

Pada tahap pemilihan perbekalan farmasi, risiko insiden/error dapat


diturunkan dengan pengendalian jumlah item obat dan penggunaan
obat-obat sesuai formularium.

2. Pengadaan

Pengadaan harus menjamin ketersediaan obat yang aman, efektif, dan


sesuai peraturan yang berlaku (legalitas) dan diperoleh dari distributor
resmi.

3. Penyimpanan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan untuk


menurunkan kesalahan pengambilan obat dan menjamin mutu obat:
 Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike,
sound-alike medication names) secara terpisah.
 Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat
menimbulkan cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di
tempat khusus. Misalnya :
- cairan elektrolit pekat seperti KCl injeksi, heparin, warfarin,
insulin, kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking
agents, thrombolitik, dan agonis adrenergik.
- kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat
lain secara alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
 Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan.
4. Skrining Resep

Apoteker dapat berperan nyata dalam pencegahan terjadinya medication


error

melalui kolaborasi dengan dokter dan pasien.

 Identifikasi pasien minimal dengan dua identitas, misalnya nama


dan nomor rekam medik/ nomor resep,
 Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan
interpretasi resep dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau
ketidakjelasan resep, singkatan, hubungi dokter penulis resep.
 Dapatkan informasi mengenai pasien sebagai petunjuk penting
dalam pengambilan keputusan pemberian obat, seperti :
- Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis
(alergi, diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker
perlu mengetahui tinggi dan berat badan pasien yang menerima
obat-obat dengan indeks terapi sempit untuk keperluan
perhitungan dosis.
- Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-
tanda vital dan parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus
mengetahui data laboratorium yang penting, terutama untuk
obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis (seperti
pada penurunan fungsi ginjal).
 Apoteker harus membuat riwayat/catatan pengobatan pasien.

 Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan


dengan penggunaan otomatisasi (automatic stop order), sistem
komputerisasi (e- prescribing) dan pencatatan pengobatan pasien
seperti sudah disebutkan diatas.
 Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk
memastikan obat yang diminta benar, dengan mengeja nama obat
serta memastikan dosisnya. Informasi obat yang penting harus
diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat tersebut.
Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas
instruksi lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing

 Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.

 Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga


kali : pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil
obat dari wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak.
 Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
 Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket,
aturan pakai, pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat,
kesesuaian resep terhadap isi etiket.

6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-


hal yang penting tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus
diinformasikan dan didiskusikan pada pasien adalah :
 Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan
bagaimana menggunakan obat dengan benar, harapan setelah
menggunakan obat, lama pengobatan, kapan harus kembali ke
dokter
 Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan

 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat


dengan obat lain dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
 Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR)
yang mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi
mengenai bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR
tersebut
 Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali
obat yang sudah rusak atau kadaluarsa. Ketika melakukan konseling
kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk menemukan
potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses
sebelumnya.

7. Penggunaan Obat

Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien


rawat inap di rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya,
bekerja sama dengan petugas kesehatan lain. Hal yang perlu
diperhatikan adalah :
 Tepat pasien

 Tepat indikasi

 Tepat waktu pemberian


 Tepat obat

 Tepat dosis

 Tepat label obat (aturan pakai)

 Tepat rute pemberian

8. Monitoring dan Evaluasi

Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi untuk mengetahui


efek terapi, mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan
pasien. Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan
ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan mencegah
pengulangan kesalahan.

Seluruh personal yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus


terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya medication
safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.
Faktor-faktor lain yang berkonstribusi pada medication error antara lain :
1. Komunikasi (mis-komunikasi, kegagalan dalam berkomunikasi )

Komunikasi baik antar apoteker maupun dengan petugas kesehatan


lainnya perlu dilakukan dengan jelas untuk menghindari penafsiran
ganda atau ketidak lengkapan informasi dengan berbicara perlahan dan
jelas. Perlu dibuat daftar singkatan dan penulisan dosis yang berisiko
menimbulkan kesalahan untuk diwaspadai.
2. Kondisi lingkungan

Untuk menghindari kesalahan yang berkaitan dengan kondisi


lingkungan, area dispensing harus didesain dengan tepat dan sesuai
dengan alur kerja, untuk menurunkan kelelahan dengan pencahayaan
yang cukup dan temperatur yang nyaman. Selain itu area kerja harus
bersih dan teratur untuk mencegah terjadinya kesalahan. Obat untuk
setiap pasien perlu disiapkan dalam nampan terpisah.
3. Gangguan/interupsi pada saat bekerja

Gangguan/interupsi harus seminimum mungkin dengan mengurangi


interupsi baik langsung maupun melalui telepon.
4. Beban kerja

Rasio antara beban kerja dan SDM yang cukup penting untuk
mengurangi stres dan beban kerja berlebihan sehingga dapat
menurunkan kesalahan.
5. Meskipun edukasi staf merupakan cara yang tidak cukup kuat dalam
menurunkan insiden/kesalahan, tetapi mereka dapat memainkan peran
penting ketika dilibatkan dalam sistem menurunkan insiden/kesalahan.

2.5. Pengelolaan Kesalahan Obat

Kesalahan obat dapat berkisar dari resiko minimal sampai ke


resiko yang mengancam kehidupan pasien. Kesalahan ini diakibatkan
oleh kesalahan karena melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
kesalahan karena tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission).
Penggolongan kesalahan obat memungkinkan pengelolaan tindak
lanjut yang lebih baik terhadap pendeteksian kesalahan obat. Penetapan
penyebab kesalahan obat harus digabung dengan pengkajian dari
keparahan kesalahan. Korelasi antara kesalahan dan metode distribusi
obat harus dikaji (misal, dosis unit, persediaan di ruang, atau obat ruah;
pracampuran dan sediaan oral atau injeksi). Proses ini akan membantu
mengidentifikasi masalah sistem dan merangsang perubahan untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan kembali.
Berbagai metode pendekatan organisasi untuk menurunkan
kesalahan pengobatan, antara lain:
 Memaksa fungsi dan batasan (forcing function & constraints)

 Otomatisasi dan computer (automation & computer)

 Standar dan protokol

 Sistem daftar tilik dan cek ulang (check list & double check system)

 Aturan dan kebijakan (rules & policy)

 Pendidikan dan informasi, serta (education & information)


 Lebih cermat dan waspada.

Apoteker berada dalam posisi srategis untuk meminimalkan


medication error, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan
lain maupun dalam proses pengobatan. Untuk itu, beberapa hal yang bisa
dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pengobatan, antara
lain:
 Menciptakan budaya safety (aman)

 Mengembangkan program-program untuk keamanan pasien

 Membiasakan mencatat dan mengkomunikasikan setiap


kejadian yang berpotensi untuk error.
Tindakan berikut direkomendasikan untuk pendeteksian kesalahan, antara lain :

a) Setiap terapi perbaikan dan terapi pendukung yang perlu harus


diberikan kepada pasien.
b) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pemberitahuan
secara lisan segera disampaikan pada dokter, perawat, dan kepala
IFRS. Suatu laporan kesalahan obat tertulis harus segera
menyusul.
c) Untuk kesalahan yang signifikan secara klinik, pengumpulan fakta
dan investigasi harus dimulai dengan segera.
d) Laporan kesalahan yang signifikan secara klinik dan kegiatan
perbaikan beraitan harus dikaji oleh pengawas, kepala bagian
SMF yang terlibat, administrator rumah sakit yang sesuai, komite
keselamatan rumah sakit dan penasehat hukum.
e) Apabila diperlukan, pengawas dan anggota staf yang terlibat
dalam kesalahan, harus membicarakan tentang bagaimana
kesalahan terjadi dan bagaimana terjadinya kembali dapat
dicegah.
f) Informasi yang diperoleh dari laporan kesalahan obat dan sarana
lain yang menunjukkan kegagalan berkelanjutan, harus berlaku
sebagai suatu manajemen yang efektif dan alat edukasi dalam
pengembangan staf.
g) Pengawas, pimpinan bagian/departemen dan berbagai komite
yang sesuai, harus mengkaji laporan kesalahan dan menetapkan
penyebab dari kesalahan serta mengembangkan tindakan untuk
mencegah terjadinya kembali.
h) Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan
rumah sakit agar pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan
pasien, serta untuk mengembangkan pelayanan edukasi yang
bernilai, untuk pencegahan kesalahan yang akan datang.

Kasus Medication Error

2.3.1 Kasus Prescribing error

Tuan Hasan merupakan pasien yang terdaftar sebagai pasien Askes, dia
melakukan kunjungan rutin ke sebuah rumah sakit , pada kunjungan kali
ini tn. Hasan menerima resep dengan diagnosis dislipidemia, osteoartritis,
hipertensi, gerd, cpod dan neuropati. Tn. Hasan menerima obat-obatan
sebagai berikut :
R/ Glucosamin 500 3x1 90
Nifedipine 2x1 60
Meloxicam 15 mg 1x1 30
Lansoprazole 30 mg 1x1 7
Neurodex 3x1 90
OBH Syrup 2x1 1
Dexanta 3x1 21

Dalam resep tersebut pasien menerima pengobatan yang tidak


sesuai dengan diagnosa yaitu OBH syrup yang seharusnya tidak perlu
diberikan. Terdapat pula pengobatan ganda untuk diagnosis gerd, yaitu
lansoprazole (PPI) dan dexanta (antasida). Terapi untuk gerd diberikan
berdasarkan fase perkembangan gerd, yang dikategorikan dalam beberapa
fase, yaitu :
 Fase I : Terapi yang dianjurkan adalah dengan merubah gaya
hidup plus antasida, dan atau dosis rendah untuk antagonis
reseptor H2 (cimetidin, famotidin, nizatidin, ranitidin).
 Fase III : Terapi yang dianjurkan adalah dengan modifikasi pola
hidup plus dosis standar dari antagonis reseptor H2 untuk 6-12
minggu (simetidin 400 mg, famotidin 20 mg, nizatidin 150 mg,
ranitidine 150 mg) atau penghambat
pompa proton untuk 4-8 minggu (esomeprazol 20 mg/hari,
lansoprazol 15-30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari, pantoprazol
40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari). Perubahan gaya hidup plus
penghambat pompa proton untuk 8-16 minggu (esomeprazol 20-
40 mg/hari, lansoprazol 30 mg/hari, omeprazole 20 mg/hari,
pantoprazol 40 mg/hari, rabeprazol 20 mg/hari) atau antagonis
reseptor H2 alam dosis tinggi selama 8-12 minggu ( simetidin 400
mg atau 800 mg, famotidin 40 mg, nizatidin 150 mg, ranitidine
150 mg).
 Fase III : Terapi interventional (perasi antirefluks atau terapi
endoluminal).

Jenis-jenis penggunaan obat yang tidak rasional :

1. Over Prescribing

2. Under Prescribing

3. Incorrect Prescribing

4. Use of ineffective or Harmful drugs

5. Polypharmacy

Dalam resep ini terdapat penggunaan obat yang tidak


rasional yang tergolong kedalam Over Prescribing (pengobatan
ganda untuk GERD) dan Incorrect Prescribing (pemberian OBH
yang idak sesuai dengan diagnose).
Over Prescribing yaitu menggunakan obat yang tidak
diperlukan, dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau
jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan. Over
prescribing juga didefinisikan sebagai pemberian obat baru dan
mahal padahal tersedia obat lama yang lebih murah yang sama
efektif dan sama amannya, pengobatan simptomatik untuk
keluhan ringan sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot,
atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia
obat generik yang sama baiknya.
Incorrect Prescribing yaitu obat yang diberikan untuk
diagnosis yang keliru, obat untuk suatu indikasi tertentu tidak
tepat, penyediaan ( di apotek, rumah sakit) salah, atau tidak
disesuaikan dengan kondisi medis, genetic, lingkungan, faktor lain
yang ada pada saat itu.
2.3.2 Kasus transcription error

Contoh Kasus Transcription Error:

1. Seorang pasien 70 tahun laki-laki, diketahui hipertensi, diabetes


mellitus tipe2, dan penyakit arteri koroner, dirawat di rumah sakit
mengeluh tidak mampu berjalan selama 3 minggu. Pasien
mengonsumsi obat antidiabetik oral sebelum masuk rumah sakit dan
diresepkan obat antidiabetes lain setelah masuk. Pada review resep
oleh apoteker di unit farmakologi klinis, apoteker menemukan bahwa
kedua obat sebelum dan sesudah masuk rumah sakit mengandung
gliklazid, dan bahwa dosis gabungan dari dua obat yang bisa
menempatkan pasien pada peningkatan risiko hipoglikemia.
2. Mr Smith masuk rumah sakit sehari sebelum operasi. Perintah
pengobatan preoperatif terbaca: Xanax (alprazolam) 10 mg PO hs.
Pukul 10 malam, perawat yang mencoba untuk memberikan Xanax
menemukan bahwa dia hanya memiliki sepuluh kemasan blister 0,25
mg dosis tunggal tersisa dan menghubungi farmasi, meminta 7,5 mg
Xanax lagi sehingga dia bisa mematuhi perintah dokter. Farmasi
mengirimkan tiga puluh 0,25 mg. Perawat meminta dua asisten
perawat untuk membantunya membuka 40 kemasan blister. Karena
mereka membuka kemasan blister dan menempatkan tablet dalam
sebuah wadah, dokter pasien masuk dan bertanya, "Apa yang kalian
lakukan?" "Membuka dosis tunggal unit sehingga kita bisa
memberikan 10 mg dosis Xanax seperti yang Anda perintahkan ,
"jawab perawat itu. "Apakah Anda gila?" Tanya dokter, "perintahku
1 mg, bukan 10 mg."
2.4 Kasus Administration error

Medication error meliputi prescribing, transcribing, dispensing


dan administration error. Administration error merupakan salah satu
jenis medication error yang sering terjadi. Sebuah studi retrospektif
dilakukan selama 3.5 tahun pada suatu rumah sakit psikiatrik di UK.
Studi yang dilakukan dari 1 oktober 2000 sampai 31 maret 2004
membatasi medication administration error meliputi penyimpangan
resep atau kebijakan yang berkaitan dengan pemberian obat pada rumah
sakit tersebut, termasuk kegagalan dalam pencatatan pemberian obat.
Setiap laporan kejadian dinilai oleh tiga peneliti (konsultan psikiater,
apoteker kepala, dan perawat senior). Dari 123 laporan kesalahan
administrasi yang diterima, 108 (88 %) memenuhi kriteria kesalahan
administrasi, 4 yang lainnya (3 %) dikategorikan mendekati salah.
Dengan total 112 kesalahan (11 laporan tidak dipertimbangkan untuk
menggambarkan kesalahan administrasi). Kesalahan administrasi yang
terjadi meliputi

Jenis kesalahan administrasi yang paling sering dilaporkan adalah obat


yang tidak tepat, dosis yang tidak tepat dan kelalaian dosis.

Contoh Kasus:

Resep obat larutan KCl oral dipersiapkan dalam jarum suntik untuk
diberikan kepada pasien melalui selang nasogastrik. Pengobatan intavena
juga dipersiapkan dalam bentuk jarum suntik dan dibawa ke sisi tempat
tidur pasien dalam piringan (nampan) yang sama. Dua orang perawat
mempersiapkan dan memeriksa obat untuk pasien ini. Perawat kedua
dipanggil. Perawat mendatangi pasien mulai memberikan KCl oral yang
seharusnya diberikan melalui selang nasogastrik malah melalui intravena.
Akibatnya pasien memerlukan perawatan intensif dan menghabiskan lima
hari di unit perawatn intensif.

2.5 Kasus Dispensing error

Seorang wanita umur 63 tahun datang ke dokter dengan keluhan


bengkak pada lutut bagian kanan, tanpa disertai demam menggigil atau
nyeri hebat pada lututnya. wanita itu memiliki riwayat sebagai penderita
penyakit sendi degeneratif dan paroxysmal atrial fibrillation, dan dia
menggunakan warfarin 7,5 mg/hari. Analisis cairan sendi
mengungkapkan jumlah sel darah putih 7.23 x 103/mm3 dan jumlah
eritrosit dari 320/mm3. Tidak ada kristal terlihat dengan mikroskop
birefringent, dan tidak ada organisme yang terlihat dari hasil test.

Pasien diberi beberapa sampel tablet rofecoxib 25 mg (Vioxx,


Merc & Co., whitehouse Station, NJ) dan dianjurkan untuk menggunakan
satu tablet sehati untuk eksaserbasi akut dari penyakit sendi degeneratif.
dia juga diberi resep untuk vioxx sehingga dia bisa terus menebus obat
tersebut. gejala mulai membaik ketika dia mulai menggunakan obat
Vioxx. Tiga hari kemudia dia menebus resep dari dokter di apotek. dia
melihat botol yang diberikan apotek berlabel rofecoxib, tapi tablet yang
diberikan berbeda dri sebelumnya. obat yang diberikan berwarna biru dan
ada tulisan VGR 25 di setiap sisi. kemudian karena takut salah obat,
akhirnya pasien kembali ke apotik untuk mengembalikan obat. ternyata
obat yang diberikan yaitu obat sildenafil sitrat 25 mg (Viagra, Pfizer Inc,
New York, NY). kesalahan pemberian obat telah diperbaiki.
Bab 3 Penutup

Medication error merupakan kejadian yang merugikan pasien,


akibat pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah. Farmasis memiliki tanggung jawab besar dalam
mencegah terjadinya medication error khususnya dalam hal transcription,
prescribing, dispensing, dan administrasi. Tidak hanya farmasis,
pencegahan medication error seharusnya menjadi tanggung jawab
bersama baik dokter, perawat maupun petugas kesehatan lainnya.
Kebijakan dan prosedur pengelolaan, pengendalian, pelayanan yang
memadai serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM menjadi aspek
penting dalam mencegah terjadinya medication error
Daftar Pustaka

Alexander DC, Bundy DG, Shore AD, Morlock L, Hicks RW, Miller MR.
(2009).

Cardiovascular Medication Errors in Children. Pediatrics. 124; 324-332.

Aryani Perwitasari, Dyah., Jami’ul Abror, dan Iis Wahyuningsih. (2010).


Medication error in outpatient of a government hospital in
Yogyakarta Indonesia. International Journal of Pharmaceutical
Sciences Review and Research Volume 1; 8-10
Bates DW, Boyle DL, Vander Vliet MB, Schneider J, Leape L. 1995a.
Relationship betweenmedication errors and adverse drug events.
Journal of General Internal Medicine 10(4): 100–205.
Benjamin, David M. (2003). Reducing Medication Errors and Increasing
Patient Safety: Case Studies in Clinical Pharmacology. J Clin
Pharmacol vol. 43 no. 7 768-783

Charles & Kumolosasi. (2006). Farmasi Klinik Teori dan Penerapan.


Jakarta: Buku kedokteran EGC, 380-417

Chaudhary , Geeta. (2010). Case Study: Review of Medication Orders for


Appropriateness at Satguru Singh Apollo Hospitals, Ludhiana,
India. JCInsight July 2010.

Cohen, M.R. (1991). Causes of Medication Error, in: Cohen. M.R., (Ed),
Medication Error, Washington, DC: American Pharmaceutical
Association. Dalam: Hartayu, Titien Siwi & Widayati Aris.
(2005). Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Yang Berpotensi
Menimbulkan Medication Error Di 2 Rumah Sakit Dan 10 Apotek
Di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Fowler, S.B., Sohler,Patricia., & Zarillo,D.F., et al. 2009. Bar Code
Technology for Medication Administration: Medication Errors
and Nurse Satisfaction. MEDSURG Nursing—March/April 2009:
Vol. 18 (2). Proquest Database.
IOM (Institute of Medicine). 2004. Patient Safety: Achieving a New
Standard for Care. Washington, DC: The National Academies
Press.
Kaushal R, Bates DW, Landrigan C, McKenna K, Clapp MD, Federico F,
Goldmann DA. (2010). Medication Errors and Adverse Drug
Events in Pediatric Inpatients. JAMA. 285(16); 2114-2120
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit

National Coordinating Council for Medication Error Reporting and


Prevention (2011). Medication Error.
http://www.nccmerp.org/aboutMedErrors.html, diunduh sabtu, 15
oktober 2011 jam 22.30.

Victorian Medicines Advisory Committee. (2008). Oral liquid medicines


administered via the wrong route can be fatal or cause serious
harm. Quality use of medicine alert. Vol 1: 1-4

Williams. (2007). Medication Error. R Coll Physicians Edinb. Vol 37: 343–346.

Anda mungkin juga menyukai