I DENGAN
DIAGNOSA EFUSI PLEURA DI RUANG PRABU SILIWANGI 1 RSD
GUNUNG JATI KOTA CIREBON
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat
rahmat Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus seminar dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Tn. I Dengan Diagnosa Efusi Pleura di Ruang Prabu
akademik maupun Clinical Instruction (CI) atau pembimbing klinik yang telah
memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk menjadikan kami
lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB 1..................................................................................................................................5
PENDAHULUAN...............................................................................................................5
A. Latar Belakang.....................................................................................................5
B. Rumusan Masalah................................................................................................8
C. Tujuan...................................................................................................................8
D. Manfaat................................................................................................................9
BAB II...............................................................................................................................10
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................10
A. Definisi...............................................................................................................10
B. Etiologi...............................................................................................................11
C Patofisiologi........................................................................................................11
D. Manifestasi Klinis...............................................................................................12
F. Penatalakasanaan Medis....................................................................................13
G. Pathway..............................................................................................................15
H. Pengkajian..........................................................................................................16
I. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................19
J. Analisa Data.......................................................................................................20
K. Diagnosa Keperawatan........................................................................................21
BAB III..............................................................................................................................25
TINJAUAN KASUS.........................................................................................................25
A. Pengkajian...........................................................................................................25
B. Analisa Data........................................................................................................29
C. Rumusan Diagnosa Keperawatan Menurut Prioritas..........................................31
D. Rencana Tindakan Keperawatan (Intervensi).....................................................31
E. Implementasi Keperawatan................................................................................36
BAB IV..............................................................................................................................47
PEMBAHASAN...............................................................................................................47
BAB V................................................................................................................................53
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................................53
A. Kesimpulan..........................................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................54
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan visceral
(kavitas pleura). Hal ini dapat terjadi karena infeksi, keganasan, atau peradangan
yang terjadi pada jaringan parenkim atau karena gagal jantung kongestif
(D’Agostino & Edens, 2020; Krishna & Rudrappa, 2020). Akumulasi ini
menandakan adanya ketidakseimbangan antara produksi dengan drainase cairan
pleura. Ketidakseimbangan ini secara patofisiologi terjadi karena adanya
peningkatan tekanan kapiler pulmonal, penurunan tekanan onkotik plasma,
peningkatan permeabilitas membran pleura, penurunan kemampuan drainase
limfatik pleura, dan obstruksi bronkus dengan tingginya tekanan negatif
intrapleural. Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena adanya kelainan yang ada
pada paru, pleura, atau kelainan sistemik, Oleh karena itu, sangat penting bagi
praktisi untuk mampu mengatasi efusi pleura serta etiologi dari keadaan ini
Cairan pleura diproduksi utama oleh pleura parietal dan direabsorbsi
melalui limfatik pleura melalui stomata yang ada di pleura parietal (D’Agostino &
Edens, 2020). Pada manusia sehat, kavitas pleural umumnya berisi kira-kira 0.3
mL/kg cairan atau 10-20 mL dengan konsentrasi protein yang rendah (D’Agostino
& Edens, 2020; Mercer, Corcoran, Porcel, Rahman, & Psallidas, 2019). Cairan
yang terjebak di dalam kavitas pleura dapat berupa transudat ataupun eksudat.
Efusi pleura transudat umumnya terjadi akibat adanya perubahan tekanan
hidrostatik atau onkotik pada ruang pleura akibat gagal jantung kiri kongestif,
sindrom nefrotik, sirosis hepatis, hipoalbuminemia, kelebihan cairan, atau
perikarditis. Penyebab umum dari efusi pleura eksudatif ialah pneumonia atau
tuberkulosis, keganasan, penyakit inflamatorik (misal, lupus dan arthritis
rheumatoid), infeksi virus, kilotoraks (karena obstruksi limfatik), hemotoraks
(darah pada kavitas pleural), asbestosis benigna, atau sindrom Dessler (Chinchkar
et al., 2015; Krishna & Rudrappa, 2020).
Prevalensi efusi pleura mencapai 320 per 100.000 penduduk di negara-
negara industri dan penyebaran etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit
yang mendasarinya (Surjanto, 2014). Distribusi berdasarkan jenis kelamin, efusi
pluera didapatkan lebih banyak pada wanita daripada laki-laki. Efusi pluera yang
disebabkan oleh tuberculosis paru lebih 2 banyak dijumpai pada pria daripada
wanita. Umur terbanyak untuk efusi pluera karena tuberculosis adalah 21-30
tahun (rerata 30,26%). Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura
adalah tuberculosis, infeksi paru nontuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma
tembus atau tumpul pada daerah dada, infark pare, serta gagal jantung kongestif.
Normalnya, dalam rongga pleura terdapat sedikit cairan yang berguna untuk
melumasi pleura (visceral dan parietal) sehingga dapat bergerak. Pada gangguan
tertentu, cairan dapat berkumpul dalam ruang pleural pada titik dimana
penumpukan ini akan menjadi bukti secara klinis, dan hampir selalu merupakan
signifikan patologi. Salah satu diagnosis dari efusi pleura adalah ketidak efektifan
bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal (Muttaqin, 2018).
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi
paru akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non
produktif bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal
nafas, bahkan tidak jarang menyebabkan kematian.
Peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama dalam
bentuk promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya
komplikasi lebih lanjut seperti pneumonia, pneumothoraks, gagal nafas, dan
kolaps paru sampai dengan kematian. Peran perawat secara promotif misalnya
memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit efusi pleura, preventif
misalnya mengurangi merokok dan mengurangi minum-minuman beralkohol,
kuratif misalnya dilakukan saat pengobatan ke rumah sakit dan rehabilitatif
misalnya melakukan pengecekan kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga
kesehatan. Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai
pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Beberapa modalitas yang dapat
dilakukan dalam menangani permasalahan ketidak efektifan bersihan jalan napas
antara lain dengan melatih klien melakukan napas dalam dan batuk efektif.
Latihan batuk efektif merupakan aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi
pada jalan napas. Disamping itu dapat pula dilakukan dengan latihan pernapasan
diagfragma maupun terapi oksigen (Muttaqin, 2018).
B. Rumusan Masalah
Efusi pleura adalah akumulasi cairan di antara pleura parietal dan visceral
(kavitas pleura). Cairan pleura diproduksi utama oleh pleura parietal dan
direabsorbsi melalui limfatik pleura melalui stomata yang ada di pleura parietal
(D’Agostino & Edens, 2020). Pada manusia sehat, kavitas pleural umumnya berisi
kira-kira 0.3 mL/kg cairan atau 10-20 mL dengan konsentrasi protein yang rendah
(D’Agostino & Edens, 2020; Mercer, Corcoran, Porcel, Rahman, & Psallidas,
2019). Cairan yang terjebak di dalam kavitas pleura dapat berupa transudat
ataupun eksudat. Efusi pleura transudat umumnya terjadi akibat adanya perubahan
tekanan hidrostatik atau onkotik pada ruang pleura akibat gagal jantung kiri
kongestif, sindrom nefrotik, sirosis hepatis, hipoalbuminemia, kelebihan cairan,
atau perikarditis. Penyebab umum dari efusi pleura eksudatif ialah pneumonia
atau tuberkulosis, keganasan, penyakit inflamatorik (misal, lupus dan arthritis
rheumatoid), infeksi virus, kilotoraks (karena obstruksi limfatik), hemotoraks
(darah pada kavitas pleural), asbestosis benigna, atau sindrom Dessler (Chinchkar
et al., 2015; Krishna & Rudrappa, 2020).
Maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah “Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada klien dengan diagnosa efusi pleura di ruang Prabu Siliwangi 1
RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui pemberian Asuhan Keperawatan pada klien dengan
diagnosa efusi pleura di ruang Prabu Siliwangi 1 RSD Gunung Jati Kota Cirebon.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa efusi pleura
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan diagnosa efusi
pleura.
c. Menyusun perencanaan tindakan keperawatan yang sesuai dengan
masalah keperawatan pada klien dengan diagnosa efusi pleura.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan sesusai dengan perencanaan
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose efusi pleura.
e. Mengevaluasi pelaksanan tindakan keperawatan yang telah dilakukan
pada klien dengan diagnosa efusi pleura.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Hasil makalah diharapkan dapat menjadikan pengalaman belajar di lahan
klien dengan diagnosa Efusi Pleura, sehingga perawat dapat melakukan tindakan
Asuhan Keperawatan.
Makalah ini diharapkan dapat memberi masukan atau saran dan bahan
Pleura.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit
lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Nurarif, 2015).
Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan peningkatan
cairan yang luarbiasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis yang
melapisi permukaan paru-paru danbagian dalam dinding dada di luar paru-paru.
Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antaralapisan pleura. Biasanya, jumlah
cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yangmemungkinkan paru-
paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip,
2017).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantarapermukaan viceralis dan parietalis. Proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanyamerupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam rongga pleura. Selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah.
Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi suatu gejala penyakit yang serius
yang dapat mengancam jiwa penderita.
B. Etiologi
a. Efusi Pleura Transudativa
Disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru.
Jenis efusi transudativa yang paling sering di temukan adalah gagal jantung
kongesif.
b. Efusi Pleura Eksudativa
Terjadi akibat peradangan, yang seringkali di sebabkan oleh penyakit
paru-paru. Kangker, tuberculosis dan inveksi paru lainnya, reaksi obat,
asbestosis dan sarkoidosis merupaakan beberapa contoh penyakit yang bisa
menyebabkan efusi pleura eksudatinya.
C. Patofisiologi
Efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein
dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial,
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Proses penumpukan cairan
dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh
kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks.
Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. Alveoli pecah dekat pleura parietalis (karena trauma)
udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Pneumothoraks daerah tersebut
yang kurang elastis lagi seperti pada emfisema paru. Efusi cairan dapat berbentuk
transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer paru (gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum, hipoalbuminemia
oleh berbagai keadaan percarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumothoraks).
Efusi eksudat terjadi bila proses peradangan yang menyebabkan
permeabelitas kapiler pembuluh darah kapiler pembuluh darah pleura meningkat
sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kubolial dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi
malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan
keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak nafas. Area
yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama
sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di
atas area efusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi efusi pleural kecil sampai
sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Berikut tanda dan gejala:
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena
pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak,
penderita akan sesak napas.
2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak dahak.
3) Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis ellis damoiseu).
5) Didapati segitiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis domiseu. segitiga grocco-rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6) Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
E. Kompikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parientalis dan viseralis.
Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang disebabkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru
d. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
(Mansjoer, 2018).
F. Penatalakasanaan Medis
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
intubasi melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik.
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak
berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah
terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni
melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
1) Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela
iga.
2) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
3) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
4) Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push pada
emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga
pleura .
5) Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika
efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi
sebanyak 1— 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
6) Antibiotika jika terdapat empiema.
G. Pathway
H. Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, atau
kepercayaan suku bangsa, bahaya yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
pasien.
B. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura di dapatkan keluhan berupa :
sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya.
C. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien dengan epusi plaura biasanya akan diawali dengan adannya tanda
tanda seperti batuk sesak napas pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainnya
D. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita oenyakit TB paru,
pneumonia gagal janjtung, trauma, asites, dan sebaigainnya, hal ini diperlukan
untuk mengetahui kemungkinan adannya faktor prediposisi.
E. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit disinyalir sebagai penyebab efusi plaura. Seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
F. Riwayat Psikososial
Meliputi perusaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
G. Pengkajian Pola Fungsi
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2. Adanya tindakan medis dan perawatan dirumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kdang juga memunculkan persepsi
yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
3. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4. Pola nutrisi dan metabolism
5. Dalam pengkajian pola nutrisi metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan efusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
7. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit, pasien
dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
H. Pola Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik
otot-otot traktus digestius pada struktur abdomen.
I. Pola Aktivitas Dan Latihan
1. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibatnya
akibat adanya nyeri dada.
4. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagaian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang kelingkungan rumah sakit, dimana benyak orang yang mondar
mandir, berisik dan lain sebagainya.
J. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan
perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui
tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
2. Sistem repirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit
mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan
menurun. Pendorongan mediastinum kearah thorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakea dan icus kordis, pernafasan cenderung meningkat dan pasien
biasanya dyspnea.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga tentukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai tergantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas
cairannya berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas kemedikal penderita
dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis ellis dumoisseaux, garis ini jelas
dibagian depan dada, kurang jelas dipunggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi
duduk cairan makin keatas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis
dari perenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda kompresi
disekitar batas cairan.
1. Sistem Kardiovaskuler
a) Pada inspeksi paru diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan ke dalam dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa diperhatikan kedalam dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung
2. Sistem Pencernaan
a) Inspeksi apakah abdomen membuncit atau datar, perut menonjol atau
tidak umilicus menonjol atau tidak.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik urus dimana nilai
normalnya 5-35x/menit.
c) Perkusi apakah adanya nyeri tekan abdomen, adakah masa (tumor,
feses), trugor kulit perut untuk mengetahui drajat hidrasi pasien.
d) Perkusi abdomen timpani, adanya masa padat atau cairan.
3. Sistem Muskuloskeletal
Perhatikan adanya edema peribital dengan inspeksi dan palpasi
dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kanan dan
kiri.
4. Sistem Integumen
Inspeksi keadaan umum kulit hygiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, palpasi mengenai kehangatan.
I. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran
mediastinum kadang ditemukan.
J. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea
serta cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan
jaringan toraks lainnya.
K. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan
sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan
pleura pada torakosentesis.
J. ANALISA DATA
Sesak
O2 paru menurun
Kelemahan/keletihan
Keletihan
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas d.d terpasang nasal
kanul
b. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi perfusi b.d
pasien sesak
c. Keletihan b.d gangguan tidur d.d pasien tidak bisa tidur
L. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Pola Nafas Setelah dilakukan 2x 24 jam 1. Posisikan semi fowler 1. Agar merasa nyaman
2. Monitor pola nafas
tidak Efektif diharapkan pola nafas tidak efektif 2. Memonitor pola nafas
3. Lakukan fisioterapi
dengan kriteria hasil : 3. Untuk melihat retaksi
dada
1. Ventilasi semenit dari skala 2 4. Monitor bunyi nafas dinding dada
5. Berikan oksigen
(cukup menurun) ditingkatkan 4. Mengetahui bunyi
pertukaran gas diharapkan pola nafas tidak efektif kecepatan aliran kecepatan aliran oksigen
(cukup membaik)
diharapkan pola nafas tidak efektif dan emosional fisik dan emosional
1. Kemampuan aktivitas rutin dari nyaman dan rendah lingkungan nyaman dan
3. Frekuensi nafas dari skala 4 5. Anjurkan tirah baring 5. Agar merasa nyaman
meningkatkan asupan
makanan
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2023 di Ruang
Prabu Siliwangi I RSD Gunung Jati Kota Cirebon. Dari hasil pengkjaian
didapatkan data berupa nama pasien Tn. I berusia 30 tahun pendidikan terakhir
SMA dan seorang sopir. Pasien berasal dari Dusun 03 Japurabakti RT/RW 04/06
Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon, beragama Islam dan Tn. I
didiagnosa mengalami efusi pleura.
Berdasarkan pengkajian riwayat kesehatan Tn. I, diketahui bahwa pasien
datang pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2023 ke IGD RS Gunung Jati karena
batuk berdahak disertai nyeri. Batuk sudah dirasakan selama 1 bulan sebelum
masuk rumah sakit. Sebelum masuk rumah sakit, pasien didiagnosa TB paru dan
sedang menjalani terapi obat antituberkulosis atau OAT selama 1 bulan dan selalu
kontrol penyakitnya di dokter spesialis penyakit dalam.
Hasil data pengkajian didapatkan Tn. I mengatakan batuk berdahak yang
sulit dikeluarkan disertai nyeri pada dada. Nyeri dirasakan ketika batuk dengan
frekuensi yang sering, nyeri terasa seperti tertimpa benda berat. Skala nyeri 7 (0-
10). Pasien juga mengeluh demam hilang timbul.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 31
Oktober 2023 pola kebutuhan dasar meliputi bio, psiko, sosio, kultural, spiritual
didapatkan hasil bahwa Tn. I merupakan perokok aktif. Sebelum sakit pasien
menghabiskan 1 bungkus rokok per hari dan kadang mengkonsumsi alkohol.
Setelah sakit pasien mulai menerapkan pola hidup yang sehat. Pasien menerima
kondisinya saat ini dengan penyakit yang dialaminya. Pasien mengatakan bahwa
pasien percaya dan yakin untuk sembuh setelah menjalani pengobatan. Dalam
pengambilan keputusan, pasien meminta pendapat ke keluarganya. Sementara itu,
untuk mengurangi stres pasien sering berkumpul dengan keluarga atau temannya
dan sering mendengarkan musik. Pasien mengatakan bahwa pasien melakukan
ibadah sesuai kewajibannya.
Untuk pola kebutuhan dasar berdasarkan aspek biologis didapatkan hasil
bahwa sebelum sakit pasien mengatakan frekuensi makan sebanyak 3x sehari,
makan semua jenis makanan. Setelah sakit, pasien mengatakan frekuensi makan
sebanyak 3x sehari, jenis makanan bubur dan menghabiskan 1 porsi setiap makan.
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB 1x sehari, konsistensi padat, warna kuning
kecokelatan. Sedangkan selama 1 hari di rumah sakit pasien mengatakan belum
BAB. Sebelum sakit pasien mengatakan BAK 5x sehari, kurang lebih 1,4 liter per
hari, warna kuning tidak pekat. Saat sakit pasien mengatakan BAK 5x sehari,
kurang lebih 1,4 liter per hari, warna merah. Aktivitas pasien selama sakit
mayoritas masih bisa dilakukan secara mandiri seperti makan dan minum, mandi,
toileting, dan berpindah. Sedangkan untuk berpakaian pasien dibantu oleh
keluarga atau perawat.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 31 Oktober
2023 didapatkan hasil tingkat kesadaran compos mentis dengan GCS 15 (Eye 4,
Motoric 6, Verbal 5), tekanan darah 107/63 mmHg, frekuensi nadi 79 x/menit,
suhu 37,1ºC, frekuensi napas 24 x/menit. Pada bagian kepala dan leher pasien
tidak terdapat edema, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran kelenjar
getak bening. Pada paru-paru didapatkan hasil bentuk dada simetris, tidak ada lesi,
pasien tampak sesak, terdapat suara nafas tambahan ronchi, dan terpasang nasal
kanul 4 lpm dengan RR 24 kali/menit. Jantung tidak ada pembengkakan, dullness,
lup dup, tekanan darah 107/63 mmHg, frekuensi nadi 79 x/menit, CRT < 3 detik.
Pada payudara dan ketiak tidak ada edema, tidak ada lesi, dan tidak ada
pembengkakan kelenjar getah bening. Abdomen tidak ada benjolan, tidak ada lesi,
bising usus 15 x/menit, timpani, tidak ada nyeri tekan. Genetalia tidak terpasang
kateter urine. Warna kulit pasien sawo matang, turgor kulit elastis, tidak ada lesi
pada kulit. Ekstremitas atas tidak ada nyeri tekan, bisa dgerakkan secara normal,
terpasang infus pada ekstremitas atas sinistra. Pada ekstremitas bawah tidak ada
nyeri tekan, bisa digerakkan secara normal.
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Data Laboratorium yang Berhubungan
31 Oktober 2023
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13,7 14-18 g/dL
Lekosit 7940 4000-10000 /uL
Trombosit 322 150-400 Ribu/uL
Eritrosit 4.69 4.5-6.0 Ribu/uL
Hematokrit 42,3 37-54 %
MCV 90.1 80-96 fL
MCH 29.3 28-33
MCHC 32,5 33-36 g/dL
RDW-CV 14,4 11-16 %
01 November 2023
CAIRAN TUBUH
Analisa Cairan Pleura
Makroskopis
Warna Merah
Kejernihan Agak Jernih
Bekuan Negatif Negatif
Rivalta Positif NEGATIF = T /mm3
Makroskopis POSITIF = E
Jumlah Sel 2960
Hitungan Jenis Sel < 500/mm3 (T)
PNM 14 > 500/mm3 (E) /uL
MN 86 <5 /uL
Cairan Tubuh <95
Protein C Pleura 5.10 g/dl
Glukosa C Pleura 90 <3 mg/dL
LDH Cairan 321 <140
Serum
Rasio Cairan
Tubuh/Serum
Bakteriologi
b. Pemeriksaan Radiologi
Photo Thorax
Hasil:
Cor tidak membesar, sinuses dan diagfragma normal, pulmo, hili normal,
corakan bronkofaskuler bertambah, tampak bercak lunak besertai noda dan garis
keras dikedua paru, tampak konsolidasi homogen di hemitoraks bawah kanan, Tb
paru lama aktif, efusi pleura kanan, dan tidak tampak kardiomegali.
2. Program Pengobatan
a. Infus NaCL 0,9% 20 tpm
b. Bfloid : 12 tpm
c. Ceftrizoxim : 2x1 g (IV)
d. Levofloxam : 1x750 mg (IV)
e. Santagesik : 2x500 mg (IV)
f. Ranitidin : 2x25 mg (IV)
g. Erdos : 2x300 mg (PO)
h. RHZE : PO
i. Dexamethasone : 3x5 mg (IV)
B. Analisa Data
Setelah dilakukan pengkajian keperawatan pada Tn. I, selanjutnya
merumuskan masalah yang didapatkan, sehingga dapat menjadi dasar dalam
penegakkan diagnosa keperawatan. Adapun analisa data adalah sebagai berikut.
Data Senjang (DS & Etiologi/Pathway Masalah
DO) Keperawatan
DS: Efusi pleura Bersihan Jalan
- Pasien mengeluh sesak Napas Tidak
Proses peradangan pada
- Pasien mengeluh batuk rongga pleura Efektif
berdahak dan sulit (D.0001)
Hipersekresi mukus
dikeluarkan
DO: Sekret tertahan di saluran
napas
- RR 24 x/menit
- Terdengar bunyi napas Ronchi (+)
- T: nyeri dirasakan
hilang timbul
DO:
- Pasien tampak meringis
ketika batuk
DS: TBC Risiko Infeksi
- Pasien mengeluh demam (D.0142)
Proses peradangan
hilang timbul
DO: Pembentukan cairan yang
berlebihan
-
- Suhu 37,1ºC Efusi pleura
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
santagesik 2x1 (IV)
b.Kolaborasi pemberian
ranitidin 2x1 (IV)
Edukasi : Edukasi :
Kolaborasi : Kolaborasi :
a. Untuk mengatasi infeksi
a. Kolaborasi pemberian
bakteri
ceftizoxime 2x1g
b. Untuk mengatasi infeksi
b. Kolaborasi pemberian
bakteri
levofloxacin 1x750 mg
c. Untuk mengatasi infeksi
c. Kolaborasi pemberian RHZE
bakteri
d. Kolaborasi pemberian
d. Untuk mengatasi infeksi
dexamethasone 3x1 ampul
bakteri
A. Implementasi Keperawatan
CATATAN PERAWATAN (IMPLEMENTASI)
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun implementasi pada kasus ini
adalah sebagai berikut.
Evaluasi :
S : pasien masih
mengeluh sesak
O : RR 25x/menit
A : Bersihan jalan
napas belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
Nyeri Akut 31 Oktober 1. Mengidentifikasi KELOMPOK 1
2023
lokasi, karakteristik,
08.40 WIB
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas
nyeri
2. Mengidentifikasi
skala nyeri
3. Memerikan terapi
non farmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Memfasilitasi
istirahat dan tidur
5. Mengajarkan
strategi meredahkan
nyeri
6. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
7. Berkolaborasi
pemberian
31 Oktober santagesik 2x1 (IV)
2023
8. Berkolaborasi
14.00 WIB
pemberian ranitidin
2x1 (IV)
Evaluasi :
S : Pasien masih
mengeluh nyeri,
skala nyeri 7 (0-10)
O : Pasien tampak
meringis
A : Nyeri akut
belum teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
CATATAN PERKEMBANGAN
PEMBAHASAN
C. Analisis Intervensi
Intervensi keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan
oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk
mencapai peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu,
keluarga, dan komunitas (PPNI, 2018). Pada kasus ini penulis memberikan
tindakan keperawatan sebagai berikut :
Pada diagnosa pertama bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan adanya bunyi napas tambahan. Tujuan dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas tidak efektif meningkat dengan
kriteria hasil :
Kriteria Hasil IR ER
Batuk efektif 2 4
Produksi 3 4
sputum
Dispnea 2 4
Frekuensi 3 4
napas
Pola napas 2 4
Dengan rencana tindakan yang perawat lakukan :
Observasi :
Kriteria Hasil IR ER
Keluhan nyeri 2 4
Meringis 3 4
Pola napas 2 4
Pola tidur 3 4
Observasi :
Kolaborasi :
Kriteria Hasil IR ER
Demam 3 4
Nyeri 3 4
Kadar sel 2 4
darah putih
Kultul darah 2 4
Dengan rencana tindakan keperawatan yang dilakukan :
Observasi
d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
Edukasi :
Kolaborasi :
8. Tindakan yang dilakukan perawat sesuai dengan kondisi pasien pada saat
dilakukan pengkajian yaitu diharapkan apa yang perawat inginkan lakukan
sesuai dengan tujuan perawat yang memberikan hasil yang sesuai dengan
rencana tindakan dimana tujuan dan rencana tindakan sudah sesuai dengan
kondisi pasien, dan pada saat itu dengan tindakan Memonitor tanda dan , gejala
infeksi lokal dan sistemik, membatasi jumlah pengunjung, mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, berkolaborasi pemberian
ceftizoxime 2x1, berkolaborasi pemberian levofloxacin 1x750 mg,
berkolaborasi pemberian rhze, berkolaborasi pemberian dexamethasone 3x1.
BAB V
A. Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura, selain cairan dapat juga terjadi penumpukan
pus atau darah. Jika kondisi ini dibiarkan akan menyebabkan rasa sesak
dan batuk yang menimbulkan rasa nyeri.
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan pada rongga pleura.
Cairan pleura normalnya merembes secara terus menerus kedalam rongga
dada dari kapiler-kapiler yang membatasi pleura perietalis dan diserap
ulang oleh kapiler dan system limfatik pleura viseralis. Kondisi apapun
yang mengganggu sekresi atau drainase dari cairan ini akan menyebabkan
efusi pleura (Lemone,2019).
Berdasarkan diagnose yang muncul pada kasus stroke non
hemarogik yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif, nyeri akut, dan resiko
infeksi.
B. Saran
Dengan selesainya asuhan keperawatan pada pasien efusi pleura diharapkan
agar dapat menjadikan makalah ini sebagai media informasi tentang penyakit
yang diderita pasien dan bagaimana penanganan bagi pasien dan keluarga baik di
rumah maupun di rumah sakit khususnya pada pasien dengan efusi pleura.
DAFTAR PUSTAKA