Anda di halaman 1dari 9

Jatuh Dari Ketinggian

Untuk berbicara, 1
Untuk menjawab, 2
Untuk menambahkan , 3
Untuk menyanggah, 3

1. Klasifikasi istilah
2. Klarifikasi istilah

Keyword:
● Jatuh dari ketinggian
● Kelemahan keempat anggota gerak
● Kepala terjatuh lebih dulu
● Rasa tebal keempat anggota gerak

3. Rumusan masalah

1. Bagaimana mekanisme dari kesemutan?


2. Jika kepala terbentur lebih dulu, cedera terparah di bagian?
3. Kenapa pasien mengalami kelemahan di keempat anggota gerak?
4. Mengapa setelah terjatuh pasien tidak BAB atau BAK? Dan apa kepentingan klinis
hal ini ditanyakan?
5. Apakah kelemahan yang terjadi permanen?
6. Apakah keluhan penyerta (mual muntah sesak dll) berpengaruh pada keadaan
pasien?
7. Untuk menentukan Dx, anamnesis yang perlu ditanyakan?
8. Tata laksana awal yang bisa diberikan?
9. Apakah kasus termasuk kegawatdaruratan? Apa alasan?
10. Apakah ada hubungan usia terhadap tata laksana, komplikasi dan prognosis?
11. Apa yang dapat memperingan dan memperingan keluhan pasien?
12. Apa Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan?

4. Klarifikasi Masalah
5. DD

Anamnesis Spinal Cord Injury Trauma Capitis SGB

Lk, 55th + + +
KU = Tetraparesis + +/- +
+ rasa tebal

Mual, muntah, + - -
demam, (-)

BAB BAK setelah + +/- -


kejadian (-)

Px Fisik
Kesadaran compos + + -
mentis
KU = sakit sedang
TD 130/80
Nadi 86/m
RR 20x/m
Suhu 36,

GCS (10_ + + +
Px generalis

Kekuatan otot
Ekstremitas atas
bilateral (1-1-4-3)

Ekstremitas kanan + =/- +/


bawah (2-4-3-3)

Ekstremitas kiri + +/- +


bawah (3-3-4-2)

Tonus (N) + + +/-

Status Sensoris

Hipestesi,
Eksteroseptif, + +/- +
Proprioseptif
C5 ke bawah
terganggu

Status otonom:
inkontinensia urin et + +/- +
alvi (-)
Status Neurologis

Px X-ray AP/L :
Fraktur kompresi + - -
C6-7

Px Lab :

- Darah (N) + + -

EKG (incomplete + + -
RBBB)
Problem tree

Laki- laki
Umur 55 thn
Terjatuh dari ketinggian

KU= kelamahan ke 4 anggota gerak

Px fisik dan penunjang

DD: Spinal cord injury, trauma cavitis, SGB

DK :spinal cord injury

1. Definisi
2. Epdemiologi
3. Etiologi
4. Klasifikasi
5. Faktor resiko
6. Patofisiologi
7. Manifestasi klinis
8. Diagnosis
9. Tatalaksana
10. Komplikasi
11. Pencegahan
12. prognosis
Learning Outcome :
1. Pertanyaan yang belum terjawab:
 Bagaimana mekanisme dari kesemutan?
Karena tergangguanya pathway saraf ascending yang bertanggung jawab terhadap “rasa”
sehingga menyebabkan kesemutan.
 Apakah kasus termasuk kegawatdaruratan? Apa alasan?
Kriteria kegawatdaruratan mengancam nyama, diri senrdiri dan lingkungan, ada
penurunan kesadara, memerlukan tindakan segera, orang yang terancam kecacatan dan
memerlukan tindakan medis segera.
 Apa yang dapat memperingan dan memperberat keluhan pasien?
- Usia
- Pertolongan pertama dilakukan dengan benar atau tidak
- Waktu kejadian hingga didapatkan pertolonga, semakin cepat semakin baik keluhannya.

2. Problem tree

Pertemuan 2:
1. Definisi
Spinal cord injury (trauma medulla spinalis)= trauma yang terjadi pada tulang belakang yang
mengakibatkan lesi, kecacatan menetap, hingga kematian. Hal ini merupakan kegawatdaruratan
dalam bidang neurologi. SKDI 2 (mendiagnosis dan merujuk)

2. Epidemiologi
Data di kalimantan selatan kurang lengkap. Secara global, penyebab tersering adalah
kecelakaan lalu lintas. Insidensi lebih banyak pada negara berkembang daripada negara maju. Di
indonesia, lebih banyak laki-laki pada usia produktif, dengan etiologi tersering KLL. Mortalitas
pada negera berkembang lebih tinggi.
Penyebab SCI terbanyak jatuh, KLL, dan menyelam di negara maju. Indonesia RSUD Dr
Soetomo, 100 kasus/tahun untuk cedera medulla spinalis. Lebih sering terjadi pada anak muda
dan laki-laki. Penyebab terbanyak: KLL, jatuh, olahraga, luka tusuk. Lokasi tersering
C5,C4,C6,C12,T1.
3. Etiologi
Etiologi ada 2; non traumatik (kondisi kesehatan seperti: penyakit infeksi, neoplasm, toksik,
kongenital) dan traumatik (KLL, jatuh, kekerasan, olahraga(sepak bola, diving)).
Etiologi tersering adalah kecelakaan lalu lintas (mobil dan bermotor), jatuh (usia tua). Gerakan yang
dapat menyebabkan SCI traumatik : hiperekstensi, hiperfelksi, rotasi, kompresi, dan lateral stress

4. Faktor Risiko
Gender, usia
5. Klasifikasi
Berdasarkan tipe dan lokasi trauma:
- Central cord syndrome
- Posterior cord syndrome
- Conus medulla syndrome
- Cauda equina injury
Skor A : fungsi motorik lengkap
Skor B:
Klasifikasi menurut kelemahan otot: paraplegia dan quadriplegia
National spinal cord injury association, berdasarkan lokasi injury
- High servical nerves -> tetraplegia , kehilangan kontrol defekasi
- Low servical nerves
- Thoracic nerves (T1-T5) -> gangguan ekstremitas atas
- Lumbar nerves (l1-l5)
- Sacral nerves (s1-s5)
6. Patofisiologi:
Spinal cord injury menyebabkan defisit neurologis. Fraktur tulang belakang yang terjadi akibat
trauma dapat menyebabkan spinal cord injury. Medulla spinalis terbagi menjadi dua yaitu grey
matter dan white matter. Saraf ascendens untuk sensorik dan saraf descendens untuk motorik.
Jika terjadi gangguan pada laterospinal sehingga tidak dapat meraba. Saat terjadi lesi manifestasi
yang terjadi kontralateral.
7. Manifestasi Klinis
Lebih lanjutnya dari patofisiologi akan terjadi injury primer yang akan mengenai jaringan saraf
dan vaskularisasi nervus sehingga dapat menyebabkan iskemia dan mengganggu pathway
jaringan saraf.
Manifestasi klinis tergantung lokasi dan keparahan spinal cord injury
Lesi komplit : hilang seluruhnya fungsi motorik, refleks tonus sphincter ani (-), paraplegia,
quadriplegia, fungsi otonom (pengaturan pencernaan, kandung kemih (-))
Lesi inkomplit, terbagi menjadi 5:
- Central cord syndrome (cedera pada substansi grissea, parah ekstremitas atas dari bawah,
akibat hiperekstensi leher) sesuai dengan skenario!
- Anterior cord syndrome (pada separuh ventral atas, tanda: proprioseptif intak)
- Brown siquerd syndrome (paralysis, hilang sensorik motorik proprioseptif ipsilateral)
- Cauda equina syndrome (disfungsi saluran kemih dan pencernaan)
- Cons medullaris syndrome
8. Diagnosis
Ax: Keluhan utama: kelemahan anggota gerak, inkontinensia uri, inkontinensia alvi, tanyakan
riwayat trauma, mekanisme cedera (kejadian lengkap singkat)
Px fisik: tanda vital, status neurologis, px saraf kranial, fungsi sensorik(proprioseptif,
diskiminatif) dan motorik (kanan kiri, gerakan dan tonus), mengisi ASIA.
Px penunjang: X-ray spinal (untuk menentukan fraktur), ct-scan spinal(menentukan jejas dimana,
dan evaluasi gangguan struktural tulang), MRI spinal(mengidentifikasi kerusakan saraf spinal,
edema, dan kompresi), myelografi.

9. Tatalaksana
Berdasarkan ATLS:
1. Imobilisasi, sampai pemeriksaan radiologi. Jika curiga trauma cervical asang collar neck.
Primary survey (ABCDE), selama pemantauan airway harus hati-hati dengan leher agar tidak
terjadi trauma lebih parah. Jika ada frktur atau dislokasi vertebra harus pasang collar neck dan
jangan gerakkan leher dan kepala. Jika fraktur daerah lumbal fiksasi dengan korset lumbal.
2. cairan intravena, fungsinya untuk mencegah syok hipovolemik, pemasangan kateter urin (jika
terjadi gangguan miksi). Jangan diberikan cairan isotonik, bila perlu berikan adrenalin. Bila ada
gangguan pernafasan beri bantuan dengan ventilator.
3. obat-obatan, terapi sci untuk meningkatkan dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris.
Medikasi: kortikosteroid (metilprednisolon)
4. rehabilitasi medik, fisioterapi untuk mempertahankan ROM dan kemampuan mobilitas
5. simptomatik ; nyeri-> analgetik, spasitas otot -> diazepam 3x10 mg
PRINSIP PENGOBATAN:
- Konservatif
- Pembedahan, indikasi: reposisi dan fiksasi vertebra. Ada halangan LCS, ada pecahan
tulang masuk columnus vertebralis, gejala progresif, modifikasi rumah pasien agar tetap
mandiri.
Rehabilitasi Medis: terapi okupasi
10. Pencegahan
Berdasarkan etiologi:
- Kecelakaan lalu lintas : safety first(memakai helm)
- Kecelakaan kerja: safety first
- Olahraga: safety, pemanasan
- Pasien yang memiliki kondisi terkait penyakit tulang: harus berhati-hati
Mencegah agar tidak memperberat: lakukan pertolongan pertama yang sesuai!
Tindakan pembedahan accidental dapat meminimalisasi injury sekunder.
Pencegahan post traumatic juga penting -> rehabilitasi.
- Melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai pertolongan pertama agar masyarakat
terlatih dan bisa mencegah keparahan pasien trauma spinal cord injury
- Pencegahan komplikasi: tindakan rehabilitasi medik berupa fisioterapi, terapi okupasi,
bladder training.

11. Komplikasi
- respon seksual: laki-laki (berhubungan dengan level dan keparahan trauma) pria dengan
leis lebih tinggi mengalami ejakulasi perlahan.
12. Prognosis
Tergantung dari jenis inkomplit atau komplit traumanya. Dalam 6 bulan pertama dengan
rehabilitasi baik akan kembali fungsi motorik dan sensorik.

Anda mungkin juga menyukai