Anda di halaman 1dari 12

Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No.

bidang
SASTRA

ETOS KERJA BANGSA JEPANG


DALAM UPAYA PENANGGULANGAN BANJIR

PITRI HARYANTI, RETNO PURWANI SARI, SONI MULYAWAN SETIANA


Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra
Universitas Komputer Indonesia

The issue of flood management policies serves polemics in public discourse with
no consistency of risk management policies; the arguments continue. As a
result, this phenomenon leads to the fact that a technology alone cannot
answer the challenges of management risk, and public work projects are
promoted to address those challenges. As behavourist’s saying, “mind
determines attitude”, one of essential public work projects is related to a
change of people’s mind by learning from others’ experienisces. The
manipulation of Indonesian’s mind through learning Japanese’s mind is
considered as a focus of this research. The research itself aims to examine
Japanese indiginious culture to assist Indonesian in identifying and applying its
own indigenous culture. Conducting the research, analytic descriptive
qualitative approach is applied comprehendly. Analyzing the cases, the research
shows that Japanese moral etique, bushido, and its indiginious culture are
implemented to formulate flood management policies. Government, private
companies, and citizens work together to manage the risk.

Keywords : Japanese’s ethos, flood, management policies

PENDAHULUAN keadaan. Pembangunan mall, villa atau


resort-resort yang tidak mengindahkan
Akhir-akhir ini banjir telah menjadi fenome- lingkungan, dan kebiasaan masyarakat
na alam yang biasa dan sering terjadi di membuang sampah sembarangan atau ke
Indonesia setiap musim hujan pada setiap sungai sehingga menyumbat drainase,
tahunnya. Tetapi sayangnya kejadian banjir sudah menjadi suatu yang membudaya dan
yang sudah menjadi langganan setiap ta- menjadi hal yang biasa. Oleh karena itu
hun tidak diikuti dengan tindakan-tindakan sudah seyogyanya dalam menangani
pencegahan ataupun penanggulangan yang masalah banjir ini tidak hanya pekerjaan
signifikan. Ketika banjir datang berulang, rumah pemerintah saja, tetapi juga pihak
misalnya di Jakarta, pemerintah kota yang swasta dan masyarakat.
seharusnya memiliki kemampuan
Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi di
antisipasi, pencegahan, serta penanganan
Jepang. Jepang, dengan kondisi geo-
yang makin baik dan canggih dari waktu ke
grafisnya yang hampir 70% merupakan dae-
waktu pada kenyataannya tidak lebih sigap
rah pegunungan dengan aliran sungai cu-
dan cekatan. Kondisi ini diperparah dengan
ram dan jarak ke laut yang pendek,
peran dan sumbangsih pihak swasta dan
mengharuskan Jepang berhadapan dengan
masyarakat yang justru memperburuk

H a l a ma n 3
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

banjir ketika terjadi curah hujan tinggi. Ting- nesia maka semua itu akan sia-sia. Oleh
ginya curah hujan di Jepang disebabkan karena itu, selain kita meniru teknologi dari
oleh “Taifu atau taifun” dan pemanasan Jepang, perlu juga bagi pemerintah maupun
global yang terjadi akhir-akhir ini yang me- masyarakat kita untuk dapat bercermin dari
nyebabkan ketidakstabilan iklim tidak hanya pola pikir dan budaya masyarakat Jepang.
di Jepang tetapi juga di seluruh Negara di
bumi ini. Faktor penyebab banjir di Jepang Berdasarkan dari asumsi tersebut, tema
berbeda dengan di Indonesia karena banjir yang akan diteliti dalam penelitian ini ada-
di Jepang umumnya terjadi karena lah Penanggulangan Banjir di Jepang Ditin-
meluapnya air dari sungai karena curah jau dari Aspek Budaya. Dengan harapan,
hujan tinggi. Dengan kata lain banjir di Je- kita semua bisa tersadar perlunya memeli-
pang bukan karena bukti kegagalan hara nilai-nlai luhur dan karakter bangsa
pemerintah dan masyarakat Jepang dalam yang sudah mulai terkikis untuk mem-
memelihara, mengelola dan melakukan bangun negeri tercinta kita Indonesia. Kare-
konservasi lingkungan tetapi lebih kepada na Jepang pun bisa menjadi Negara yang
kondisi alamnya. maju tidak lain karena mereka mampu
mempertahankan nilai-nilai luhur, kearifan
Menghadapi kondisi seperti itu setiap ta- lokal mereka di tengah-tengah zaman
hunnya, Jepang tidak diam dan berpangku modern ini.
tangan. Pemerintah dengan kontrol dan
manajemen yang meningkat setiap saat dan Mengkaji permasalahan tersebut di atas,
kesadaran masyarakatnya dalam menjaga rumusan masalah dapat dibuat sebagai
ekologi dan keseimbangan alam yang tinggi berikut: (1) Bagaimana pola pikir
membuat kerugian akibat banjjir dapat pemerintah Jepang dalam penanggulangan
berkurang dari tahun ke tahun. Jepang yang banjir di Jepang, (2) Bagaimana pola pikir
memiliki alat-alat canggih dengan teknologi pihak swasta Jepang dalam penanggulan-
tinggi memang perlu ditiru tetapi, lebih dari gan banjir di Jepang, dan (3) Bagaimana
itu budaya Jepang baik pemerintah maupun pola pikir masyarakat Jepang dalam pe-
masyarakatnya untuk menanganani banjir nanggulangan banjir di Jepang.
juga perlu dicontoh. Karena di Indonesia
terutama di Jakarta, masalah banjir
disebabkan tidak hanya oleh kondisi alam METODE PENELITIAN
tetapi juga oleh karena pola pikir dan bu-
Pendekatan dan konsep penelitian dil-
daya kerja pemerintah kota yang penuh
akukan melalui pendekatan penelitian kuali-
dengan korupsi dan kolusi, pola pikir pihak
tatif karena hasil analisis dari penelitian ini
swasta yang hanya memikirkan kepent-
tidak ditransformasi dalam bentuk angka
ingannya sendiri tanpa mengindahkan kese-
tetapi berupa pemaparan dalam bentuk
imbangan alam dan juga pola pikir dan bu-
naratif mengenai penanggulangan banjir di
daya masyarakatnya yang tidak pernah
Jepang ditinjau dari pola pikir dan budaya
menjaga lingkungan dengan membuang
pemerintah, pihak swasta dan masyara-
sampah sembarangan dan berpikir kebersi-
katnya. Proses pengumpulan data dilakukan
han kota dan lingkungan adalah tanggung
dengan kajian pustaka baik dari buku-buku
jawab pemerintah semata. referensi ataupun melalui media cyber. Tid-
ak hanya itu pengumpulan data pun akan
Dengan pola pikir dan budaya pemerintah
dilakukan dengan menghubungi pemerintah
kota, pihak swasta ataupun masyarakat
kota di Jepang yang pernah dilanda banjir di
Indonesia yang seperti itu, meskipun
antaranya, Kyushu, Tokyo dan Tohoku,
teknologi secanggih crosswave dibeli
pihak swasta dalam hal ini beberapa pabrik
dengan harga tinggi oleh pemerintah Indo-
di Jepang dan beberapa orang Jepang se-

H a l a m a n 4
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1

bagai sumber data baik melalui surat atau- riset banjir, termasuk di DCRC (Disaster
pun media elektronik berhubungan dengan Control Research Center) yang berada di
tema penelitian. Sebelum menentukan te- Universitas Tohoku (Roychansyah; 2007).
ma, penulis telah melakukan penelaahan
terhadap data yang terkumpul yaitu Setiap tahunnya, Jepang menjadi langganan
mengenai penanganan banjir baik di Indo- banjir. Dan faktor penyebab banjir itu sendiri
nesia maupun di Jepang. Hasil analisis studi lebih dikarenakan posisi geografisnya yang
pendahuluan penulis tertarik untuk meneliti mengharuskan berhadapan dengan curah
mengenai penaggulangan banjir di Jepang hujan tinggi. Tidak hanya itu Jepang pun
dilihat dari aspek budaya. Untuk merupakan Negara yang setiap tahunnya
menganalisis data, penulis menggunakan diterjang angin topan atau Taifu yang da-
analisis lapangan model Spradley yaitu ana- tang dari selatan, kemudian menyapu dara-
lisis taksonomi dimana data akan dijabar- tan Jepang ke utara. Sehingga Jepang su-
kan lebih terperinci untuk mengetahui dah berpengalaman berhadapan dengan
struktur internalnya dengan observasi ter- banjir sejak dari dulu dan undang-undang
fokus. tentang sungai (river law) pun sudah dibuat
pada zaman Meiji (1896). Namun
pemerintah mulai menetapkan sebuah sis-
TEMUAN PENELITIAN tem langkah-langkah pencegahan bencana
1. Banjir di Jepang dan Penanganannya banjir dengan diberlakukannya undang-
undang tindakan darurat pengendalian ban-
jir dan erosi pada tahun 1960 setelah
Penanggulangan banjir di Jepang berada di rentetan bencana seperti badai topan Ma-
bawah koordinasi Kementrian Tanah, Infra- kurazaki (1945), topan kathleen (1947),
struktur, dan Transport (MLIT), di mana un- bajir di Kyushu (1953) dan Topan Ise Bay
tuk tiap wilayah (region) ada departemen (1959) yang merupakan bencana banjir
khusus pengawasan sungai dan wilayah- paling hebat yang pernah terjadi dalam
wilayah alirannya (river administrator). Sed- sejarah Jepang, melanda Jepang. Rentetan
agkan pada saat terjadi bencana, yang men- badai topan berskala besar tersebut
jadi koordinatornya adalah Kementrian da- menimbulkan kerusakan besar dan
lam negeri dan komunikasinya (MIAC) dan semakin memperburuk Jepang yang pada
Kementrian negara khusus manajemen saat itu sedang mengalami krisis pangan
bencana. Untuk riset banjir sendiri, Jepang setelah kekalahan pada PD II.
mempunyai pusat riset masalah kebumian
dan penanggulangan bencana (NIED, Na- Pada akhir tahun 1950-an sampai tahun
tional Research Institute for Earth Science 1960, Jepang bergerak dari Negara industri
and Disaster Prevention). Di bawahnya ada primer menjadi industri sekunder. Dan pe-
subsenter yang meneliti banjir dan long- rubahan struktural industri terjadi dari ta-
sor. Atau untuk aspek perencanaan, NILIM hun 1960 sampai 1970-an yang menyebab-
(National Institute for Land and Infrastruc- kan Jepang bergerak ke industri tertier. Pe-
ture Management) juga eksis dengan rubahan tersebut berkontribusi kepada per-
perencanaan-perencanaan lingkungan tumbuhan ekonomi yang cepat tetapi juga
terkait, seperti sungai, dam, dan mengakibatkan urbanisasi, kerusakan
perencanaan pengkordinasian saat lingkungan seperti polusi udara dan air
bencana. Khusus untuk banjir kota, Kyoto sehingga krisis air yang parah menjadi isu
University di bawah DPRI (Disaster Preven- besar di daerah perkotaan dan industri
tion Research Institute) memiliki laboratori- baru. Masalah krisis air bersih ini
um khusus yang meneliti masalah bagaima- diperburuk dengan adanya kekeringan yang
na mengontrol banjir di kota tersebut. Di terjadi pada musim panas tahun 1963,
beberapa universitas pun terdapat laborato- yaitu tahun dimana Olimpiade pertama
rium yang memiliki ketertarikan terhadap diselenggarakan di Asia. Pada waktu itu,

H a l a ma n 5
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

bendungan Oguchi di sungai Tama yang itu, seiring dengan pembangunan infra-
menyediakan air bersih untuk lebih dari struktur bawah tanah di wilayah kota sejak
setengah wilayah Tokyo megalami tahun 1990, menyebabkan infrastruktur
kekeringan seiring dengan penurunan yang ada di bawah tanah sering membanjiri
jumlah curah hujan sejak tahun 1961 dan Tokyo dan Fukuoka di utara Kyushu setelah
menyebabkan permintaan akan air bersih tahun 1999. Oleh karena itu pada tahun
pada waktu itu meningkat. Akibat dari 2001, pemerintah merevisi tindakan
permintaan air bersih secara nasional yang pencegahan banjir dengan membangun
terjadi pada tahun 1960-an tersebut, area yang berfungsi sebagai waduk/
pemerintah merevisi undang-undang sungai penyimpan air ketika banjir terjadi.
pada tahun 1964 dengan menambahkan
pembangunan Sumber air bersih sebagai
fokus utama.

Pembangunan sungai dan bendungan me-


nyebabkan dampak negatif terhadap ling-
kungan alami, terutama ekosistem sungai.
Ekstensifnya pembangunan sungai dan
kontruksi bendungan yang merusak ling-
kungan sebagai respon terhadap banjir he-
bat dan krisis air bersih yang terjadi pada
periode sebelumnya, telah memicu kepedu-
lian masyarakat. Masyarakat menjadi
Gambar 2. Lapangan tenis yang berfungsi
secara aktif ikut serta dalam pergerakan
sebagai penyimpanan air ketika banjir
untuk menjaga kelestarian dan ekosistem
Sumber Terakawa; 2011
sungai. Sehingga pada tahun 1997,
pemerintah merevisi Undang-undang sungai
dengan menambahkan konservasi ling- Perubahan iklim yang drastis pada masa
kungan dan keterlibatan/partisipasi sekarang ini, menuntut Jepang untuk siap-
masyarakat dalam merancang kebijakan siap menghadapi jenis banjir lain yang
pencegahan dan penanggulangan banjir. disebabkan oleh iklim yang tidak stabil. Oleh
karena itu peraturan undang-undang
pencegahan banjir pada tahun 2007 sam-
pai berfokus pada perbaikan system dalam
penyediaan informasi banjir.

2. Pola Pikir dan Budaya

Gambar 1. Keterlibatan masyarakat sesuai


revisi UU Sungai 1997 Manusia memandang sesuatu dari sisi dan
Sumber Masahiro;2013 cara yang berbeda. Perbedaan ini dipicu
dengan adanya kenyataan bahwa mereka
menetap di tempat yang berbeda dengan
Pembangunan selalu menghasilkan jenis lingkungan alam dan sosial yang berbeda
baru dari kerusakan banjir karena urban- pula. Setiap lingkungan sosial ini menuntut
isasi yang aktif. Beberapa tipe baru dari ke- setiap individu sosial berperilaku dan
rusakan banjir muncul di daerah kota yang berpikir tertentu. Prilaku dan pemikiran ini
awalnya sawah yang berperan sebagai lah yang menjadi cikal bakal dari
waduk alami selama musim hujan. Selain kebudayaan. Dengan adanya fakta tersebut

H a l a m a n 6
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1

(Continued from page 6) berbudaya termasuk kearifan lokal negara


Hofstede, G. mendefinisikan kebudayaan Jepang dalam mengatasi masalah banjir
sebagai, yang dihadapinya.

The position that the ideas, 3. Budaya dan Pola Pikir Orang Jepang
meanings, beliefs and values people
learn as members of society Pada zaman dahulu, masyarakat Jepang
determines human nature. People sebenarnya tidak jauh dari masyarakat Indo-
are what they learn. Optimistic nesia yaitu masyarakat agraris. Pada masa
version of cultural determinism place budaya padi atau “kome no bunka” orang
no limits on the abilities of human Jepang hidup berkelompok. Dan mereka
beings to do or to be whatever they menjaga hubungan baik antar anggota ke-
want. Some anthropologists suggest lompoknya agar panen yang dihasilkan
that there is no universal "right way" melimpah. Sering mereka mengorbankan
of being human. "Right way" is kepentingan atau keinginan pribadi yang
almost always "our way"; that "our bisa merusak kepentingan umum. Sehingga
way" in one society almost never dapat dikatakan tidak masalah minum ber-
corresponds to "our way" in any other sama kalau hal tersebut akan mendorong
society. Proper attitude of an kerukunan di komunitasnya.
informed human being could only be
that of tolerance. (1997: 1) Sejalan dengan berkembangnya zaman,
kelompok-kelompok kecil itu pun kemudian
Kebudayaan, dalam pengertian ini, tidak berkembang menjadi besar dan batas men-
berhenti dengan pemahaman akan prilaku jaga kerukunan di dalam komunitasnya pun
dan cara berpikir. Kebudayaan juga semakin melebar menjadi desa, kota,
melibatkan kepercayaan individu sosial bahkan negara. Pada masa pemerintahan
terhadap Tuhannya serta pandangan politik samurai Jepang mengenal adanya bushi-
yang dipelajari dan dijalaninya. Nilai-nilai dou. Konsep bushido terbentuk pada zaman
tersebut lah yang menentukan nilai Kamakura yang mengadopsi paham Neo
kemanusiaan seseorang dalam suatu konfusianisme pada zaman Edo yang
masyarakat. kemudian bushidou ini menjadi dasar moral
bangsa Jepang setelah restorasi Meiji.
Benar atau tidaknya suatu nilai ditentukan “Bushidou involved not only martial spirit
oleh cara setiap masyarakat menjalani and skill with weapons, but also absolute
kehidupan bermasyarakatnya. Oleh sebab loyalty to one’s lord, a strong sense of per-
itu, sangat lah wajar jika ditemukan begitu sonal honor, devotion to duty, and the cour-
banyak perbedaan yang dimiliki antar age, if required, to sacrifice one’s life in bat-
masyarakat; masyarkat hidup dengan nilai tle or in ritual” (Bushidou, 1983, hal ; 221).
dan caranya sendiri termasuk memandang Dengan pola pikir Bushidou dimana orang
benar atau tidaknya suatu masalah. Jepang sangat loyal terhadap pemerintah
bahkan rela mati demi Negara menjadi da-
Bertolak dari pemahaman tersebut di atas, sar moral yang kuat dalam membangun
kebudayaan yang mencerminkan pola pikir bangsanya.
dan cara masyarakat berprilaku akan
berbeda bagi setiap negara. Indonesia dan Tidak hanya Bushidou, orang Jepang juga
Jepang merupakan negara tetangga yang mengenal yang namanya gambari atau
tak luput dari perbedaan ini. Akan tetapi, gambatte, yang sekarang ini sedang nge-
perbedaan ini bukan lah isu yang musti trend lewat iklan sebuah produk minuman.
dipertentangkan, melainkan alternatif Gambatte sendiri asal kata dari gambaru.
pembelajaran dalam bermasyarakat dan Gambatte merupakan bentuk untuk menye-

H a l a ma n 7
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

mangati seseorang, seperti “Do your best!”. masyarakat Jepang memegang teguh dan
Sedangkan gambaru biasanya jawaban dari mengimplementasikan semangat bushidō
gambatte yang berarti “saya akan berusa- (baca the way of the warrior, jalan ksatria).
han sebaik mungkin”. Dari budaya ini la- Bushidō merepresentasikan sistem etika
hirlah konsep bahwa untuk mendapatkan dan aturan moral ksatria yang dulunya
sesuatu, orang Jepang harus bekerja keras berlaku di kalangan samurai, dan kini
sehingga terbentuklah pola pikir, bekerja sistem etika bushidō diyakini sebagai
keras merupakan hal yang positif. Dan apa- petunjuk kehidupan dan sudah menjadi
bila orang Jepang akan memasuki masa pola pikir masyarakat Jepang.
pensiun mereka akan kebingungan karena
mereka tidak memiliki pekerjaan. Sehingga Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa
tidak ada ucapan “happy retirement” di an- masyarakat Jepang berpegang pada
tara orang Jepang. gagasan etika berupa tanggung jawab etis
untuk menjalani kehidupan yang baik
Di luar kedua pola pikir dan konsep dasar sebagai makhluk Tuhan, sebagai sesama
dari budaya dan pola pikir masyarakat Je- manusia, serta sebagai penjaga dan
pang masih banyak lagi, budaya-budaya pemelihara lingkungan – yang
yang tetap mereka pertahankan seperti, giri implementasinya diwujudkan dengan sistem
(kewajiban sosial orang Jepang), pandangan etika bushidō terlepas dari peran individu di
orang Jepang tentang Tuhan, alam dan se- dalam masyarakat, apakah dirinya seorang
bagainya yang masih tetap dipertahankan pemimpin pemerintahan, pihak swasta,
sampai sekarang. ataupun anggota masyarakat. Dengan kata
lain, gagasan etika berupa tanggung jawab
4. Pola Pikir Pemerintah etis dan bushidō sudah menjadi pola pikir
masyarakat Jepang secara keseluruhan.
Pendekatan budaya merupakan esensi dari
cara penanggulangan banjir di Jepang.
Berikut ini adalah pola pikir pemerintah
Artinya, penguatan dan penelaahan atas
Jepang dalam kaitannya dengan fungsi
landasan konseptual yang mendasari cara
dirinya sebagai pemimpin masyarakat yang
penanggulangan banjir menjadi faktor
memegang tanggung jawab pemerintahan
fundamental yang mendasari pemanfaatan
serta bertugas membangun dan menjaga
ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
kesejahteraan masyarakat Jepang melalui
Jepang, sebagai negara yang menganut
kebijakan dan pengaturan penanggulangan
paham confusianisme, menjalani kehidupan
banjir, khususnya. Dalam hal ini,
berbangsa dan bernegara dengan
pemerintah menempatkan dirinya sebagai
berpegang pada seperangkat gagasan etika
abdi negara, pemimpin, dan pemelihara
yang mengedepankan ikatan tradisional
berupa tanggung jawab etis (dÕtoku). kesejahteraan masyarakat.
Tanggung jawab etis ini dimaknai sebagai
Peran pihak swasta dalam membangun
petunjuk kehidupan yang baik, ideal, dan
negaranya tidak hanya dilakukan ketika
m en y e lu ru h da lam b e rk e hi du pan
bencana itu terjadi, tetapi juga masa
bermasyarakat; individu tidak pernah dapat
recovery setelah bencana. Bersama
terlepas dari komunitasnya. Hal ini
pemerintah dan warga masyarakat, bahu
dimaknai, setiap diri rakyat Jepang memiliki
membahu membangun Jepang agar pulih
tanggung jawab terhadap Tuhan dan
dari dampak bencana. Berikut adalah
komunitasnya.
paparan pola pikir pihak swasta terhadap
Dalam menjalankan tanggung jawabnya itu, pemerintah, dirinya dan lingkungannya.

H a l a m a n 8
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1

dimanifestasikan melalui ketaatan kepada


ketetapan pemerintah berupa penyediaan
a. Melakukan Perannya sebagai Warga
fasilitas evakuasi di kantor atau di tempat
Negara yang Baik bekerja, dan membuat sistem
penyelamatan dokumen-dokumen penting
Berkenaan dengan undang-undang sungai, sesuai yang dianjurkan pemerintah. Dalam
selain mentaati undang-undang yang sudah hal ini, pihak swasta bertanggung jawab
ditetapkan, pihak swasta juga berperan aktif bukan hanya menunjukkan integritas (gi)
sebagai pelaku dan kontrol produktif pada pemerintah, tetapi juga mewujudkan
undang-undang t ers ebut. Apabila bentuk tanggung jawabnya kepada negara.
mempelajari sejarah perjalanan Jepang, Sebagaimana yang dipaparkan Hamid
dipahami bahwa undang-undang sungai (2006: 100), sikap dan penilai orang Jepang
terus mengalami pembaharuan seiring terhadap sikap dan prilaku sangat lah ketat.
dengan pengalaman-pengalaman Mereka beranggapan bahwa moral manusia
bangsanya. dapat dinilai oleh setiap orang. Dengan
demikian, ketidakmampuan mengemban
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, tanggung jawab sebagai warga negara
undang-undang perairan tidak bersifat merupakan hal terburuk yang bisa terjadi
mapan. Artinya undang-undang sungai pada diri masyarakat Jepang. Akibatnya,
mengalami perubahan dan peninjauan pihak swasta berupaya keras memenuhi
ulang terhadap kelemahan setiap undang- tanggung jawabnya terhadap pemerintah
undang yang diterapkan. Pihak swasta
dan negaranya.
dalam hal ini berkontribusi dalam hal
pemikiran dalam diskusi sebelum undang- Karena masyarakat Jepang termasuk pihak
undang ditetapkan. Sistem penetapan swasta memegang etika budaya malu (haji),
perundang-undangan di Jepang, tujuan hidup mereka adalah berbuat baik
sebagaimana yang disebutkan OECD secara moral dan etika yang berlaku di
(2006), dimulai dari perumusan dan daerahnya. Perbuatan baik ini diperlihatkan
pembuatan kebijakan pemerintah sebagai juga ketika pihak swasta menerima proyek
pihak yang menentukan kebijakan. pembuatan bendungan ataupun
Pemerintah membuat sistem dan kebijakan terowongan sebagai upaya pencegahan
penanganan bencana banjir dengan melalui banjir. Pihak swasta yang ditunjuk untuk
observasi dan penelitian yang menyeluruh membangun bendungan tersebut akan
dengan melibatkan pakar-pakar terkait. berusaha menjaga kepercayaan yang
Namun, undang-undang sungai tidak diberikan oleh pemerintah dengan
langsung ditetapkan, melainkan melewati melakukan pekerjaannya sebaik-baiknya
proses diskusi yang melibatkan pihak dengan memegang tinggi nilai kejujuran
swasta dan masyarakat, terutama yang (shin). Mereka menyadari bahwa meskipun
berada di daerah sungai tersebut; dangō. tidak ada yang tahu kecurangan yang
Pemerintah pusat membuat undang-undang dilakukan, Tuhan, bumi, langit, dan diri
yang bersifat umum, sementara undang- sendiri tahu. Dengan demikian, mereka
undang khusus yang disesuaikan dengan sangat menghindari sikap yang tidak
situasi setempat, dilakukan oleh pemerintah
bertanggung jawab.
daerah dengan mempertimbangkan
masukan pihak swasta dan masyarakat.
b. Membantu Negaranya Ketika dalam
Dengan kata lain, pihak swasta
berkontribusi secara aktif dalam penentuan Kehancuran
undang-undang sungai di Jepang. Sejak dulu orang Jepang telah diajarkan dan
dibiasakan melakukan kebajikan, mengabdi
Kontribusi konkrit lain pihak swasta pada pekerjaan dan hidup untuk menjalani
terhadap penanggulangan bahaya banjir peraturan. Mereka menghormati konstitusi

H a l a ma n 9
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

dan tidak bergantung pada siapa dan ket idakm am puan at au kesalahan
bagaimana figur pemimpin mereka. Pola pemerintah dalam penyelenggaraan
pikir tersebut terefleksikan ketika mereka pembangunan ataupun pihak swasta.
bergabung ke kelompok yang disebut Dengan pemahaman seperti itu, masyarakat
perusahaan. merasa mengatasi banjir bukan kewajiban
pemerintah ataupun pihak swasta, tetapi
“Always respect the Constitution and kewajiban mereka juga. Oleh karena itu
observe the laws; should emergency masyarakat Jepang mendukung upaya-
arise offer yourselves courageously upaya pemerintah dalam mencegah banjir
to the State; and thus guard and dan berusaha membantu terlaksananya
maintain the prosperity of Our upaya-upaya tersebut. Berikut ini pola pikir
imperial Throne coeval with heaven masyarakat terhadap penanggulangan
and earth. So shall yet not only be banjir di Jepang.
our good and faithful subjects, but
render illustrious the best tradition Masyarakat Jepang merupakan masyarakat
of your fore fathers.” yang group oriented, yaitu masyarakat yang
lebih mengutamakan kepentingan/
Emperor Meiji- October 30, 1890 keharmonisan kelompok daripada
kepentingan individu sehingga mematuhi
Orang Jepang memiliki perasaan longing nilai-nilai atau aturan-aturan yang berlaku
and belonging yang tinggi sehingga merasa dalam kelompoknya merupakan suatu
bahwa negara merupakan keluarga dan keutamaan. Loyalitas terhadap
rekan dalam bisnis. Di Jepang antara pihak kelompoknya menghasilkan perasaan
swasta dan negara saling mendukung dan solidaritas dan konsep dasar dari shūdan
bekerja sama dalam mencapai tujuan ishiki atau kesadaran berkelompok.
bersama dalam perekonomian Jepang Dengan shūdan ishiki yang dimiliki oleh
sehingga Jepang menjadi salah satu negara orang Jepang, mereka menyadari bahwa
terkuat dalam perekonomian dunia. mereka merupakan anggota dari sebuah
Negara yang disebut Jepang dan dengan
Ketika negaranya dilanda bencana banjir, berpijak pada kesadaran tersebut, mereka
pihak swasta baik secara individu atau memahami akan hak dan kewajiban mereka
secara asosiasi dalam badan yang disebut sebagai warga Negara
NGO (non government organization) turut
membantu negaranya baik berupa materi A Japanese person is a member of
maupun tenaga sukarela yang terjun many groups. The largest group is
langsung membantu ke daerah bencana. the country itseld, the group of all
Sebagaimana yang dilakukan perusahaan Japanese people. The Japanese
telepon di Jepang, NTT dan NHK yang mindset also focuses heavily on obli-
menjadi media pelayanan masyarakat cuma gations.
-cuma; mengesampingkan keuntungan dan
popularitas untuk sementara waktu ketika (Lebowitz, 2013)
negaranya dilanda bencana banjir.

5. Pola Pikir Masyarakat dalam Dalam kaitannya dengan penanggulangan


Penanggulangan Banjir bencana banjir, masyarakat senantiasa
mentaati kebijakan yang dibuat oleh
Masyarakat Jepang mengetahui bahwa pemerintah pusat atau pemerintah daerah
banjir yang terjadi di negaranya karena baik itu yang bersifat pencegahan, ketika
kondisi alam Jepang bukan sepenuhnya bencana terjadi ataupun recovery setelah
karena human error atau pun karena bencana.

H a l a m a n 10
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1

gadakan latihan/simulasi ketika bancana


Dalam usaha pemerintah mencegah banjir terjadi. Dalam pelatihan tersebut ke-
dengan membangun bendungan di sekitar banyakan warga ikut serta secara aktif. Ka-
area sungai pada tahun 1945, penduduk laupun ada yang tidak dapat berpartisipasi
yang tinggal di area tersebut rela pindah kebanyakan karena alasan sakit atau da-
meskipun kompensasi yang diberikan oleh rurat lainnya yang tidak bisa dihindari.
pemerintah pada waktu itu kurang layak (Motoyoshi, 2012)
dan kekurangan dari kompensasi itu
dibayarkan lima tahun setelahnya yaitu pa- Rasa percaya kepada pemerintah yang ting-
da tahun 1950. Namun dari peristiwa terse- gi membuat orang Jepang tidak menya-
but, terlihat jelas sifat loyalitas orang Jepang lahkan pemerintah ketika banjir terjadi. Hal
kepada Negara yang melebihi logika sehing- ini terbukti dari hasil penelitian yang dil-
ga mereka rela berkorban apapun untuk akukan oleh Motoyoshi, 2006. Dalam
kepentingan bangsa dan negaranya. penelitian tersebut, kebanyakan orang Je-
pang menyatakan bahwa resiko banjir meru-
Di Jepang, terutama di daerah yang sering pakan tanggung jawab mereka sendiri
terkena bencana, baik banjir, tsunami atau- bukan tanggung jawab pemerintah.
pun gempa biasanya terdapat hazard map
(peta pengungsian) dan masyarakat di dae- Dalam proses recovery pun tanpa diminta
rah tersebut diberikan buku panduan apa tenaga-tenaga sukarela seperti Voluntary
yang harus dilakukan ketika bencana ter- Disaster Management Organization, Boko-
jadi. Dan biasanya pemerintah daerah mi, Kaekko dan sebagainya selalu siap
bekerja sama dengan local community men- membantu guna menciptakan negara

Gambar 3. Jumlah local community dari tahun 1995-2010

Jepang dengan mekanisme kritis terhadap kebijakan pemerintah. Kritis


penanggulangan banjir yang dapat kepada pemerintah tidak berdasarkan pada
diandalkan. Malahan, setiap tahunnya, local ego semata tetapi terhadap kebenaran yang
community terus bertambah. sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku. Seperti yang terjadi pada ta-
Meskipun masyarakat Jepang percaya kepa- hun 1972, ketika hujan lebat menyebabkan
da pemerintah, tetapi bukan berarti tidak banjir yang parah secara nasional, banyak
korban banjir menggugat pemerintah akan

H a l a ma n 11
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

ketidak mampuan mereka mengelola terlepas dari komunitasnya Hal ini dimaknai,
sungai. Dalam beberapa kasus, warga se- setiap diri rakyat Jepang memiliki tanggung
bagai penggugat, mengklaim bahwa bebera- jawab terhadap Tuhan dan komunitasnya.
pa wilayah berulangkali kebanjiran atau
debit air dari bendungan disinyalir berkontri- Dalam menjalankan tanggung jawabnya itu,
busi dalam meningkatnya banjir di daerah masyarakat Jepang memegang teguh dan
hulu sungai. Warga menggugat pengelola mengimplementasikan semangat bushidō
sungai karena ketidakmampuan dan (baca the way of the warrior, jalan ksatria).
kecacatan mereka dalam mengelola Bushidō merepresentasikan sistem etika
sungai. dan aturan moral ksatria yang dulunya
berlaku di kalangan samurai, dan kini
KESIMPULAN sistem etika bushido diyakini sebagai
petunjuk kehidupan dan sudah menjadi
Bangsa Jepang dikenal bukan hanya pola pikir masyarakat Jepang.
sebagai negara maju, mereka pun memiliki
budaya kedisiplinan yang sangat tinggi, Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa
menghormati alam dengan menjaga masyarakat Jepang berpegang pada
kelestariannya, mengikuti atau patuh gagasan etika berupa tanggung jawab etis
terhadap peraturan yang ditetapkan untuk menjalani kehidupan yang baik
pemerintahnya. sebagai makhluk Tuhan, sebagai sesama
manusia, serta sebagai penjaga dan
Pendekatan budaya merupakan esensi dari pemelihara lingkungan – yang
cara penanggulangan banjir di Jepang. implementasinya diwujudkan dengan sistem
Artinya, penguatan dan penelaahan atas etika bushidō terlepas dari peran individu di
landasan konseptual yang mendasari cara dalam masyarakat, apakah dirinya seorang
penanggulangan banjir menjadi faktor pemimpin pemerintahan, pihak swasta,
fundamental yang mendasari pemanfaatan ataupun anggota masyarakat. Dengan kata
ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. lain, gagasan etika berupa tanggung jawab
Jepang, sebagai negara yang menganut etis dan bushidō sudah menjadi pola pikir
paham confusianisme, menjalani kehidupan masyarakat Jepang secara keseluruhan.
berbangsa dan bernegara dengan
berpegang pada seperangkat gagasan etika Pemerintah menempatkan pihak
yang mengedepankan ikatan tradisional masyarakat dan swasta sebagai rekanan
berupa tanggung jawab etis (dōtoku). dalam menyelesaikan masalah banjir.
Tanggung jawab etis ini dimaknai sebagai Penanggulangan bencana banjir bukan saja
petunjuk kehidupan yang baik, ideal, dan tugas pemerintah, melainkan tugas
men y e lu ru h da lam be rke hi du pan bersama dalam mencapai kesejahteraan
bermasyarakat; individu tidak pernah dapat masyarakat Jepang..

H a l a m a n 12
Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1

DAFTAR PUSTAKA

Azra. (2007) Banjir dan Politik. Kompas 12 Morita (2011). Nihonjin no Kokoro ga
Februari 2007 Wakaru Nihongo. Asuku Shuppan
Bushidou.(1983).Koudansha Encyclopedia Motoyoshi. (2006). Public Perception of
of Japan .Tokyo;Kodansha Flood Risk and Communty- Based Disas-
ter Preparedness. OECD. (2006). Japan
CB Rao. (2009). The Japanese Bussiness
M i n d s e t . h t t p : / / Floods
cbrao2008.blogspot.com/2009/10/ River Bureau of the MILT. (1999). Recent
japanese-business-mindset-enigmatic- Flood Control Issues in Japan and Legis-
but.html lation for Preventing Flood Damages in
Davies & Osamu (2002), The Japanese Urban Areas.
Mind, Turtle Time Robert S. Ozaki The Japanese A Cultural
Dasiah Anwar, Siti. (2004). Cara Berpikir Portrait, The Japanese Time 1990
Orang Jepang Sebuah Perspektif Robert M.March. Reading The Japanese
Budhisme. Makara, Sosial Humaniora Mind, The Realities behind their
Vol.8 No.3 thoughts and action, Kodansha 1996
Fatah. (2007). Bersahabat dengan Banjir. Rochansyah. (2007). Jepang Mengakrabi
Harian Kompas 05 Februari 2007 Banjir.http:/saniroy.archiplan.
Haryanti Pitri (2013). All about Japan. Andi. ugm.ac.id/?p=332
Yogyakarta Subagijo. (2007) Banjirpolitan dalam Mis-
tisisme Politik. Bisnis Indonesia 08 Feb-
Haraguchi & Lall. (2013). Flood Risk and
Impacts Future Research Question and ruari 2007
Implication to Private Investment Deci- Takahashi. (2011). Flood Management in
sion Making for Supply Chain Network. Japan During The Last Half Century.
Masahiro. (2013). Comprehensive Urban www.lkyspp.nus.edu.sg/iwp
River Basin Management in Japan. Tanaka Shigenobu. (2008). Local Disaster
Management and Hazard Mapping. ICH-
Lebowitz, The Japanese Mindset, 2013
ARM
Masato Seiji, Nihon ni Okeru Kyouzui Higai
Terakawa. (2011). Integrated Flood Man-
no Genjo to taisaku, kokudo Koutsu
agement for Urbanized River Basins in
Shou Kawagawakyouchou
Japan.
Ministery of Land, Infrastructure, Transport
Wahid. (2007) Bursa Cagub DKI Pasca Ban-
ad Tourism. Heisei 23. Kisha Happyou
jir. Suara Pembaharuan 18 Februari
Shiryo.
2007
Wibisono. (2007) Politik Banjir Metropolitan.
Suara Pembaharuan 12 Februari 2007

H a l a ma n 13
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.14 No. 1 Pitri Haryanti, Retno Purwani Sari, Soni Mulyawan

H a l a m a n 14

Anda mungkin juga menyukai