FITRI FEBRIANA
D111 18 1009
GOWA
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah swt. Karena atas nikmat dan karunia-Nya kita diberikan
nikmat hidup dan kesehatan yang kita miliki saat ini, dan tidak lupa juga pada Nabi
Muhammad Saw Karena atas perjuangan Beliaulah sehingga kita dapat keluar dari
jaman kegelapan ke jaman yang terang benderang seperti sekarang. Melalui kata
pengantar ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan praktikum VI : Dense
Medium Separator dari mata kuliah Pengolahan Bahan Galian. Mulai dari dosen
pengampu mata kuliah Pengolahan bahan galian, kakak-kakak asisten yang
mendampingi selama kegiatan praktikum, dan teman-teman dari angkatan 2018 yang
bersama-sama melalui praktikun yang sama.
ii
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL i
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN
iii
2.2 Mineral Matter 5
2.3 Parameter Kualitas Batubara 6
2.4 Pencucian Batubara 7
2.5 Dense Medium Separator 8
BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM
4.1 Hasil 19
4.2 Pembahasan 22
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 24
5.2 Saran 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
iv
Gambar 3.5 Sampel Batubara 100 gr................................................................12
v
DAFTAR TABEL
Halaman
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Manfaat dari praktikum ini yaitu terealisasinya salah satu pokok materi
pembelajaran mata kuliah Pengolahan Bahan Galian dalam bentuk praktikum.
Sehingga praktikan akan lebih memahami tentang proses pencucian batubara dengan
menggunakan metode dense medium separation karena praktikan mendapatkan
pengalaman langsung melakukan percobaannya menggunakan alatnya secara
langsung.
Ruang lingkup pada praktikum Pengolahan Bahan Galian acara VI ini dibatasi
pada lingkup teknik pencucian batubara berdasarkan specific gravity-nya. Praktikum ini
2
dilakukan pada hari Jumat, 6 Novermber 2020 bertempat di Laboratorium Analisis dan
Pengolahan Bahan Galian Fakultas Teknik Gowa Universitas Hasanuddin.
BAB II
3
langsung tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa
tanah atau batuan yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-
pohon tersebut tetap tenggelam dan tertimbun dan demikian seterusnya. Semakin
lama semakin teballah tanah penutup pohon-pohonan tersebut. Dalam hal ini pohon
tersebut tidak menjadi busuk atau tidak berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya
mengalami pengawetan alami. Dengan adanya rentang waktu yang lama, puluhan
atau bahkan ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh tekanan dan panas,
pohon-pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap, yakni mulai dari
fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.
2. Model formasi transportasi material
Batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon kuno atau sisa-sisa tumbuhan
yang tertransportasikan oleh air dari tempat tumbuhnya. Dengan kata lain, pohon-
pohon pembentuk batubara itu tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh
air sampai berkumpul pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses
pembenaman ke dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari
lokasi sekitar cekungan dan seterusnya. Perjalanan waktu yang panjang dan
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur atau panas, maka terjadi perubahan
terhadap pohon-pohon atau sisa tumbuhan itu mulai dari fase penggambutan sampai
pada fase pembatubaraan.
Perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi pembentukan tersebut
ialah batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus, terdiri dari sedikit
lapisan dan relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara yang terbentuk atau
berasal dari transportasi material biasanya memiliki lapisan yang tipis, endapannya
terputus-putus, banyak lapisan, banyak pengotor dan kandungan abunya tinggi
(Stanton, 1990).
Proses pembentukan batubara terdiri dari proses penggambutan (peatification)
dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses penggambutan terjadi
perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup atau disebut dengan proses biokimia,
sedangkan pada proses pembatubaran prosesnya adalah bersifat geokimia. Pada
proses biokimia, sisa-sisa tumbuhan atau pohon-pohon kuno yang tumbang itu
terakumulasi dan tersimpan dalam lingkungan bebas oksigen (anaerobik) di daerah
rawa dengan sistem drainase yang jelek, dimana material tersebut selalu terendam
beberapa inci di bawah muka air rawa. Pada proses ini material tumbuhan akan
mengalami pembusukan, tetapi tidak terlapukan. Material yang terbusukkan akan
4
melepaskan unusr-unsur hidrogen, nitrogen, oksigen, dan karbon dalam bentuk
senyawa-senyawa CO3, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya bakteri-
bakteri anaerobik serta fungi merubah material menjadi gambut (peat) (Susilawati,
1992).
5
2.2 Mineral Matter
Batubara dapat tersusun atas bahan-bahan organik dan non organik, dengan
kandungan bahan organik pada batubara dapat mencapai lebih dari 75 %. Bahan
organik ini disebut maseral (maceral) yang berasal dari sisa tumbuhan dan telah
mengalami berbagai tingkat dekomposisi serta perubahan sifat fisik dan kimia baik
sebelum ataupun sesudah tertutup oleh lapisan di atasnya, sedangkan bahan
anorganik disebut mineral atau mineral matter. Kehadiran mineral dalam jumlah
tertentu akan mempengaruhi kualitas batubara terutama parameter abu, sulfur dan
nilai panas sehingga dapat membatasi penggunaan batubara. Keterdapatan mineral
dalam batubara bermanfaat dalam mempelajari genesa (Finkelman, 1993).
Mineral matter pada batubara dapat diartikan sebagai mineral–mineral dan
material anorganik lainnya yang berasosiasi dengan batubara (Ward, 1986). Secara
keseluruhan mencakup tiga gologan material, yaitu:
1. Mineral dalam bentuk partikel diskrit dan kristalin pada batubara
2. Unsur atau senyawa anorganik yang terikat dengan molekul organik batubara
dan biasanya tidak termasuk unsur nitrogen dan sulfur.
3. Senyawa anorganik yang larut dalam air pori batubara dan air permukaan.
Mineral matter pada batubara dapat berasal dari unsur anorganik pada
tumbuhtumbuhan pembentuk batubara atau disebut inherent mineral serta mineral
yang berasal dari luar rawa atau endapan yang kemudian di transport ke dalam
cekungan pengendapan batubara melalui air atau angin dan disebut extraneous atau
adventitious mineral matter (Falcon dan Snyman, 1986).
Berdasarkan atas kelimpahannya, maka mineral-mineral pada batubara dapat
dibedakan atas: mineral utama ( major minerals), mineral tambahan (minor minerals)
dan mineral jejak (trace minerals). Ranton menggolongkan mineral utama jika
kadarnya > 10 % berat, mineral tambahan 1-10 % dan mineral jejak, 1 % berat.
Umumnya yang termasuk mineral utama adalah mineral lempung dan kuarsa
sedangkan mineral minor yang umum adalah karbonat, sulfida dan sulfat (Ranton,
1982).
6
1. Analisis proksimat, yaitu analisis yang digunakan untuk memberikan data
mengenai Batubara, antara lain pengukuran kandungan moisture, kandungan
abu (ash), zat terbang (volatil matter) dan fixed carbon.
2. Analisis ultimat, yaitu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komponen
pembentuk Batubara, terutama untuk parameter atau unsur karbon
(C), Hidrogen (H), Sulfur (S), Nitrogen (N) serta kandungan Oksigen (O2) dari
Batubara terebut.
Kualitas Batubara diperlukan untuk menentukan apakah batubara tersebut
menguntungkan untuk ditambang selain dilihat dari besarnya cadangan batubara di
daerah penelitian. Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon akan
meningkat, sedangkan hidrogen dan oksigen akan berkurang (Anggayana, 2002).
7
dinamakan coal preparation plants yang membersihkan batubara dari pengotor-
pengotornya (Esterle, 2004).
Dalam pencucian batubara, yang harus dipertimbangkan ialah metode
pencucian mana yang akan diterapkan untuk mempersiapakan batubara sesuai
keperluan pasar, dan apakah pencucian masih diperlukan, karena pada prinsipnya
batubara dapat dijual langsung setelah ditambang. Kenyataannya penjualan langsung
setelah ditambang tidak berarti produser memperoleh keuntungan maksimum. Oleh
karena itu dalam memutuskan ini perlu dimasukan juga pertimbangan komersial untuk
menentukan kese-suaian alat yang digunakan dalam mencuci batubara syarat yang
diperlukan adalah ukuran butir dari batubara yang akan dicuci, specific gravity dan
kapasitas produksi yang digunakan. Alat-alat tersebut antara lain dense medium
separation, concentration table, jig dan flotation (Esterle, 2004).
Dalam proses pencucian batubara untuk memisahkan dari mineral pengotor,
dipakai berbagai jenis peralatan konsentrasi berdasarkan sifat-sifat batubara dari
mineral pengotor. Perbedaan tersebut dapat berupa sifat fisik atau mekanik dari
butiran tersebut, seperti halnya berat jenis, ukuran, warna, gaya sentripetal, gaya
sentrifugal ataupun desain peralatan itu sendiri (Anggayana, 2002).
Dengan demikian, pencucian batubara bertujuan untuk memisahkan dari
material pengotornya dalam upaya meningkatkan kualitas batubara sehingga nilai
panas berrtambah dan kandungan air serta debu berkurang. Batubara yang terlalu
banyak pengotor cenderung akan menurunkan kualitas batubara itu sendiri sehingga
tidak dapat diandalkan dalam upaya penjualan ke konsumen (Anggayana, 2002).
Uji endap apung (sink and float) adalah salah satu proses pemisahan antara
mineral berharga dengan mineral tidak berharga dengan mendasarkan pada
perbedaan berat jenis (densitas) antara mineral-mineral yang akan dipisahkan dengan
densitas suatu media. Batubara yang mengapung pada media merupakan batubara
bersih dan yang tenggelam adalah pengotor. Selain berdasarkan pada densitas, ukuran
partikel dan kekentalan (viskositas) mediapun akan mempengaruhi terhadap waktu
dan kecepatan jatuh partikel di dalam proses pemisahan (Sudarsono, 2000).
8
terapung dan tenggelam dengan syarat tidak boleh terdapat material halus karena jika
material tersebut bersatu dengan air akan membentuk suspense yang tinggi dan juga
kental. Proses ini menghasilkan dua hasil pemisahan yaitu sink yang merupakan
batubara berat, sedangkan float merupakan batubara ringan atau yang diinginkan
(Wills, 2016).
Sebelum batubara dicuci lebih dulu dilakukan studi ketercucian batubara
(washibility test). Tes ini dilakukan pada saat eksplorasi batubara sehingga diketahui
apakah batubara yang akan ditambang perlu dilakukan studi ketercucian atau tidak.
Tujuan dilakukan Studi Ketercucian batubara adalah (Wills, 2016):
1. Mendapatkan gambaran mengenai kelakuan berbagi fraksi batubara apabila
dilakukan pencucian dengan memakai medium yang beda–beda.
2. Mengetahui perolehan batubara untuk fraksi tertentu.
3. Mendapatkan berat jenis media yang paling baik, sehingga didapatkan medium
yang paling baik untuk media pencucian dalam menapai persyaratan tertentu.
4. Meramalkan kesulitan yang mungkin dialami pada proses pencucian, dengan
memakai media tertentu dan untuk mengetahui berat jenis pencucian yang
paling baik.
Efisiensi operasi dense medium untuk secara ekonomis menghasilkan sebuah
produk layak jual pada nilai recovery tinggi memerlukan dense medium dengan sifat-
sifat yang sesuai. Sebuah dense medium yang ideal merupakan sebuah larutan yang
memiliki kriteria yaitu murah, dapat bercampur dengan air, densitasnya dapat diatur
dengan kisaran yang luas, tidak beracun, ramah lingkungan, non-corrosive, bersifat
inert, dapat dengan mudah dipisahkan dari masing-masing produk setelah pengolahan,
dapat digunakan berulang kali, stabil, dan memiliki viskositas rendah. Walaupun
medium yang ideal itu tidak ada, berbagai jenis dense medium telah dikembangkan
untuk digunakan dalam proses pencucian batubara. (Anggayana, 2002)
Jenis-jenis media yang digunakan secara industrial umumnya digunakan
sebagai larutan penyeparasi adalah sebagai berikut[ CITATION Leo79 \l 1033 \m San07]:
9
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
10
Gambar 3.1 Bagan Alir
Preparasi sampel adalah proses persiapan suatu sampel agar layak untuk di uji
di laboratorium. Maksudnya adalah preparasi disini bertujuan untuk mempersiapkan
suatu zat yang akan di analisis di laboratorium. Sampel yang dipreparasi pada
praktikum kali ini adalah sampel batubara dengan berat 100 gr yang diremukkan
11
menggunakan crusher hingga mencapai ukuran 4 mesh. Preparasi juga dilakukan
sebelum mengukur kadar abu dari batubara. Sampel produk digerus dengan mortar.
Setelah penggerusan, sampel selanjutnya dihilangkan kadar airnya melalui
pembakaran pada furnace selama 1 jam.
1. Menyiapkan alat yaitu gelas ukur, gelas baker, saringan, timbangan digital,
batang pengaduk, alat pemanas, sarung tangan karet, masker, dan alat tulis
serta bahan yaitu larutan PCE, larutan wax bensin, sampel batubara, tissue, dan
kantong sampel.
12
Gambar 3.3 Mempersiapkan alat dan bahan
2. Menghitung volume larutan PCE dan wax bensin yang akan dicampur pada
setiap densitas.
13
4. Mengukur volume larutan PCE yang akan digunakan pada densitas 1,4;1,5;1,6
sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya dengan
menggunakan gelas ukur.
6. Mengukur volume larutan wax bensin yang akan digunakan pada densitas
1,4;1,5;1,6 sesuai dengan perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya
menggunakan gelas ukur.
14
7. Memasukkan larutan wax bensin yang volumenya telah terukur ke dalam gelas
beaker yang telah terisi larutan PCE sebelumnya pada masing-masing densitas.
15
10. Menyaring produk batubara yang mengapung pada larutan densitas 1,4
menggunakan saringan dan memindahkannya ke atas lembaran-lembaran
tissue.
11. Menyaring produk yang mengendap pada densitas 1,4 dan memindahkannya ke
densitas 1,5.
12. Menyaring produk batubara yang mengapung pada larutan densitas 1,5
menggunakan saringan dan memindahkannya ke atas tissue.
16
densitas 1,5
13. Menyaring produk yang mengendap pada densitas 1,5 dan memindahkannya ke
densitas 1,6.
14. Menyaring produk yang mengapung dan mengendap pada larutan dengan
densitas 1,6. dan menempatkannya di atas lembaran tissue secara terpisah.
17
Gambar 3.17 Menimbang produk
2. Masukkan produk ke dalam furnace untuk mengurangi kadar air selama 1 jam.
18
Gambar 3.20 Menggerus produk.
5. Masukkan produk yang telah ditimbang ke dalam furnace untuk analisa kadar
abu yang dilakukan selama 1 jam pada suhu 0-500° dan 1,5 jam pada suhu
500-815°.
19
6. Menimbang kembali masing-masing produk untuk mengetahui kadar abunya.
BAB IV
4.1. Hasil
20
Grafik Hasil Pencucian Batubara
90
80
70
60
Berat 9(gr)
50
40
30
20
10
0
Float 1.4 Float 1.5 Float 1.6 Sink 1.6
Fraksi Densitas (gr/cm3)
21
0.3148 gr
Kadar abu Feed= ×100 %
1.0002 gr
Kadar abu Feed=31,47 %
11.2637 gr−11.0171 gr
Kadar abu float 1.4= ×100 %
12.0191 gr−11.0171 gr
0.2466 gr
Kadar abu Konsentr = ×100 %
1.0002 gr
Kadar abu Konsentr =24.61 %
11.5313 gr−11.1499 gr
Kadar abu float 1.5= × 100 %
12.1511 gr−11.1499 gr
0.3814 gr
Kadar abutailing= ×100 %
1.0012 gr
Kadar abutailing=38.09 %
11.5872 gr−10.8653 gr
Kadar abu float 1.6= ×100 %
11.8693 gr−10.8653 gr
0.7219 gr
Kadar abutailing= × 100 %
1.0004 gr
Kadar abutailing=72,16 %
11.9154 gr−10.9750 gr
Kadar abu sink 1.6= ×100 %
11.9758 gr−10.9750 gr
0.9404
Kadar abutailing= ×100 %
1.0008 gr
Kadar abutailing=93.96 %
Chart Title
70 67
60 56
50
Axis Title
40
3028
20 17
10
0
1.4 1.5 1.6 Sink 1.6
Axis Title
22
Berikut adalah distribusi data untuk mengetahui perubahan kadar abu pada
batubara:
4.3 Pembahasan
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sampel batubara.
Sampel batubara tersebut akan diuji untuk mengetahui kualitasnya, dengan metode
pencucian DMS (Dense Medium Separation). Prinsip kerja pencucian dengan ini adalah
23
reaksi dari batubara apakah mengendap atau tidak pada larutan dengan densitas
tertentu sehingga nantinya konsentrat dan tailing pada batubara dapat dipisahkan.
Larutan yang digunakan pada praktikum ini adalah campuran dari larutan PCE dan
larutan wash bensin. Pada praktikum ini diperoleh dua produk yang dihasilkan adalah
batubara yang mengapung dan Batubara yang mengendap ( sink dan float). Batubara
yang mengapung merupakan Batubara dengan kualitas yang baik sedangkan Batubara
yang mengendap merupakan pengotor.
Proses pencucian Batubara diawali dengan menghitung komposisi campuran
densitas larutan yang akan digunakan. Perhitungan densitas campuran menggunakan
persamaan yang telah diberikan. terdapat 3 campuran densitas yang digunakan pada
pencucian Batubara kali ini, yaitu densitas 1,4, densitas 1,5, dan densitas 1,6. Batubara
dimasukkan ke dalam sampel dengan densitas 1,4. Setelah itu dapat dilihat pemisahan
Batubara yang mengapung (float) merupakan Batubara yang memiliki kualitas yang
tinggi dan Batubara yang tenggelam ( sink) merupakan Batubara dengan kualitas yang
rendah. Sehingga diperoleh data berat Batubara yang mengapung pada densitas 1,4
yaitu sebesar 78,7522 gr. Pada densitas 1,5 sebesar 9,3805 gr, Pada densitas 1,6
sebesar 2,6758 gr dan pengotornya sebesar 11,4687 gr.
Kemudian dilakukan analisa kadar abu, masing-masing dari fraksi densitas
terlebih dahulu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 100°C untuk dilakukan
proses deashing yang bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam sampel. Setelah
itu sampel masing-masing digerus dan ditimbang seberat 1 gr untuk keperluan analisa
kadar abu. Analisa kadar abu dilakukan dua tahap yaitu tahap pertama sampel
dimasukkan ke dalam furnace kemudian dipanaskan dari suhu 0-500° C selama 1 jam,
dan tahap kedua dari suhu 500-815° C selama 1,5 jam. Setelah itu sampel kemudian
didinginkan dan selanjutnya ditimbang.
Persentase kadar abu yang didapat yakni pada densitas 1,4 sebesar -27.87%
pada densitas 1,5 sebesar 17.37% pada densitas 1,6 sebesar 56.38% dan persen
pengotornya sebesar 66.50% Dari data persen abu dari batubara tersebut dibuatkan
grafik, sehingga dari grafik dapat dilihat bahwa berat Batubara yang mengapung lebih
rendah dari yang tenggelam serta pada presentasi kadar abu yaitu batubara dengan
pengotor atau Sink 1,6 lebih berat atau mengalami peningkatan kadar abu.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil data yang diperoleh selama
percobaan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan tidak akuratnya data yang
didapatkan. Jumlah feed yang digunakan yaitu sebanyak 100 gr namun nyatanya hasil
24
akhir setelah pemisahan kurang dari 100 gr. Hal ini disebabkan karena umpan yang
diproses menempel pada dinding alat yang digunakan sebagai wadah.
25
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
27