Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN
 
2.1 Pengertian
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang  berlangsung
24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan
penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang
menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan
dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta
jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131)
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akbat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. (Mansjoer, 2007)
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan di
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian. (Batticaca, 2008)

2.2 Etiologi Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)


a.Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri  
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah
otak oleh bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-
gumpalan kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
2.3 Faktor resiko terjadinya stroke Ada beberapa faktor resiko CVA infark
(Muttaqin, 2008: 236):
1) Hipertensi.
2) Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung:
Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel
kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium),  penyakit
jantung kongestif.
3) Kolesterol tinggi
4) Obesitas
5) Peningkatan hematocrit
6) Diabetes Melitus
7) Merokok
2.4 Patofisiologi
1. Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH) Stroke yang terjadi karena perdarahan
Sub arachnoid, mungkin disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak pada daerah tertentu, biasanya terjadi saat pasien
melakukan aktivitas atau saat aktif. Namun bisa juga terjadi saat
istirahat, kesadaran  pasien umumnya menurun.  
b. Stroke Non Hemoragik (SNH) Dapat berupa iskemia, emboli
dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi
iskemi yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
2. Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak
dan hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit)
sampai beberapa jam (24 jam)  
b. Stroke Involution atau Progresif Adalah perjalanan penyakit
stroke berlangsung perlahan meskipun akut. Munculnya gejala
makin bertambah buruk,  proses progresif beberapa jam sampai
beberapa hari.
c. Stroke Complete Gangguan neurologis yang timbul sudah
menetap atau  permanen, maksimal sejak awal serangan dan
sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului dengan TIA
yang  berulang.
2.5 Manisfestasi klinis
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-
260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian  buruk,
tidak mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan
otot-otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial,
penurunan toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan
frustasi, marah, kekacuan mental dan keputusasaan, menarik
diri, isolasi, depresi.  
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual
terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri),
hilangnya respon terhadap sensasi superfisial (sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin), hilangnya respon
terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang posisi
bagian tubuh).  
b. Defisit bahasa/komunikasi
-Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara
menjadi pola-pola bicara yang dapat dipahami)
-Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang
diucapkan)
-Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
-Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan
ide-ide dalam tulisan).
2) Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan
tepat dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
- Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau
menyangkal terhadap ekstremitas yang mengalami
paralise)
- Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
- Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan
objek-objak dengan tepat)
- Agnosia (ketidak mampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
- Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
- Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek
atau tempat
- Disorientasi kanan kiri
c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan
ketajaman penglihatan, diplobia (penglihatan ganda),
buta.
d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan
keseimbangan tubuh.
2. Penurunan Kesadaran

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Periksaan penunjang pada pasien CVA infark
a. Laboratorium :  
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien
CVA ada peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit
(TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor
(PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien
CVA infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal
60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan
mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung
darah LED yang tinggi menunjukkan adanya radang. Namun
LED tidak menunjukkan apakah itu radang jangka lama,
misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145
nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,
2005:1122)
d. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran
jantung (kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan
dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk
mendeteksi gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan
memmperbaiki kausa stroke (Prince, dkk, 2005:1122).
f. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari
stroke secara Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia
fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk, 2005:1122).
g. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima
dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,
2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber
kardioembolus potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema,  posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia dan  posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan
terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
(Muttaqin, 2008:140).  
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa
posisi dan  besar / luasnya daerah infark (Muttaqin,
2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA
infark (Muttaqin, 2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha
menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang
paten 2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai
keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2
jam, latihan gerak  pasif.
 b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran
serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk
menghambat reaksi  pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah
terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat
lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang
dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga
PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain: Infus manitol 20% 100
ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-
30 menit, 4-6 kali/hari. Infus gliserol 10% 250
ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f. Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk h. Meminimalkan lingkungan
yang panas
2. Kompliksi Ada beberapa komplikasi CVA infark
(Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi: Infeksi pernafasan
(Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus,
Konstipasi  
b. Dalam hal paralisis:  Nyeri pada punggung,
Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak: Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur
2.8 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata
Pengkajian biodata di fokuskan pada:
Umur: karena usia di atas 55 tahun merupakan resiko tinggi
terjadinya serangan stroke.Jenis kelamin: laki-laki lebih tinggi 30%
di banding wanita. Ras: kulit hitam lebih tinggi angka kejadiannya.

b. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dalam kondisi:
penurunan kesadaran atau koma serta disertai kelumpuhan dan
keluhan sakit kepala hebat bila masih sadar.
c. Upaya yang telah dilakukan
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat
memburuk.Oleh karena itu klien biasanya langsung di bawa ke
Rumah Sakit.
d. Riwayat penyakit dahulu
Perlu di kaji adanya riwayat DM, Hipertensi, Kelainan
Jantung, Pernah TIAs, Policitemia karena hal ini berhubungan
dengan  penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi
menurun. e. Riwayat penyakit sekarang
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah
melakukan aktifitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit
kepala hebat, penurunan kesadaran sampai koma.
f. Riwayat penyakit keluarga
Perlu di kaji mungkin ada anggota keluarga sedarah yang
pernah mengalami stroke.
h. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya
koma maka perlu klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dari bantuan sebagaian sampai
total.Meliputi: mandi makan/minum  bab / bak  berpakaian  berhias
aktifitas mobilisasi
2. Pemeriksaan fisik dan observasi
a. Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta
perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi
akibat  peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan
untuk  batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang
sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan
sistem respirasi.  
b. Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
c. Sistem neurologi
1) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
2) Refleks Patologis Refleks babinski positif menunjukan adanya
perdarahan di otak/  perdarahan intraserebri dan untuk
membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau
infark
3) Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada
kelainan  pada fungsi penciuman  
b) Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada
klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa  bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.
c) Saraf III, IV dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan  penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
d) Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat
e) Saraf XII: lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
d. Sistem perkemihan (Bladder): terjadi inkontinensia urine
e. Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
f. Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
g. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,
nafsu makan menurun, mual dan muntah  pada fase akut.
Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi
akibat  penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V
yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasii
gerakakan menguunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi
ipsilateral ddan kelumpuhan sisi otot-otot ptegoideus dan pada
saraf IX yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut.
h. sistem muskoloskeletal dan integument: kehilangan kontrol
volenter gerakan motorik. Terhadap hemiplegia atau hemaperesis
atau himeparese ekstremitas, kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik
3. Soaial interaksi
Biasanya dijumpai tanda kecemasan karena ancaman
diekspresikan dengan menangis, klien dan keluarga sering
bertanya tentang pengobatan dan kesembuhan
4. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksanan hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada
fase akut, kehilangan sensasi rasa kecap pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia di tandai dengan kesulitan menelan,
obesitas (doengoes, 2000,291 )
c. Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih
seperti inkontinensia urine, anuria,. Adanya distensi abdomen
(distensi bladder berlebih)., bising usus negatif (ilius paralitik ),
pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus. (Doengoes, 1998 dan Doengoes, 2000: 290)

d. Pola aktivitas dan latihan

Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas


karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah. Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot
(flaksid, spastis),  paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan
umum, gangguan  penglihatan, gangguan tingkat kesadaran
(Doengoes, 1998, 2000: 290)

e. Pola tidur dan istirahat

Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena


kejang otot/nyeri otot

f. Pola hubungan dan peran

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien


mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara.

g. Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah
marah, tidak kooperatif.

h. Pola sensori dan kognitif

Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/


kekaburan  pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi
penurunan memori dan  proses berpikir.

i. Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa  pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.  
j. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k. Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa
dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,
sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes,
2000: 290)
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
5. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiologi

1. CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk


ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja,
1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000:
292)
2. MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
(Marilynn E. Doenges, 2000: 292)

3. Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti


aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau
membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik
seperti  perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau
ruptur (Doengoes, 2000: 292)

4. Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan


jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
Stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan
kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang
meluas (Doengoes, 2000: 292)  

b. Pemeriksaan laboratorium

1. Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya


dijumpai  pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan
yang kecil  biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari  pertama. (Satyanegara, 1998). Tekanan
normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan
tekanan yang meningkat dan cairan yang mengandungdarah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan
dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)

2. Pemeriksaan darah rutin

3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi


hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum
dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach,
1999)

4. Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah


itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
6. Prioritas keperawatan

1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat

2.Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang


bersifat permanen

3.Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam


melakukan aktivitas sehari-hari

4.Memberikan dukungan terhadap proses koping dan


mengintegrasikan perubaahan dalam konsep diri pasien

5.Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan


kebutuhan tindakan/rehabilitasi

7. Tujuan pemulangan

1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis


dapat diminimalkan/dapat didtabilkan

2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan

3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri


atau dengan bantuan yang minimal dari orang lain

4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan


untuk masa depan

5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami

8. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
(Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,
parastesia, hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995,
doengoes, 2000: 295)
3. Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E.
Doenges, 2000)
4. Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
kontrol/koordinasi otot, penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan
perseptual, nyeri, depresi (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes,
2000: 301)
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
6. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring
lama (Barbara Engram, 1998)
10. Rencana Asuhan Keperawatan Rencana keperawatan dari diagnosa
keperawatan diatas adalah:
1. Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa,
intelektual dan emosi.
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
- Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran
biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori Tidak ada
tanda TIK meningkat
- Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
-Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan
a. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya  
b. Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c. Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d. Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis)
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan
berlebihan
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung g
g. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional
1) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral
5) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin
diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
7) Memperbaiki sel yang masih viabel
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan,
parastesia, hemiparese/hemiplagia
Tujuan: Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi
optimal dan mempertahankan fungsi secara optimal)
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
- Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam  
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional
1) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
2) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
3) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak
dilatih untuk digerakkan

Anda mungkin juga menyukai