Anda di halaman 1dari 45

TUGAS

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA


OPEN PNEUMOTORAX

OLEH:

1. PUTU RITA YUNITA PUTRI (17C10035)


2. NI MADE SRI EPA JAYANTI (17C10036)
3. NI PUTU MAS PRATIWI ANDAYANI (17C10037)
4. NiI KOMANG WINA WARTINI (17C10038)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas karunia Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat, rahmat, dan hikmahnya saya dapat menyelesaikan tugas
denganjudul“Makalah asuhan keperawatan teori pada open pneumotorax”

Laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan pihak-pihak yang rela
meluangkan waktunya. Maka pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih
kepada:

1. Ibu Ns. Ni Made Dewi Wahyunadi, S. Kep., M. Kep selaku


Dosen Mata Kuliah Keperawatan Gadar
2. Teman-teman yang ikut berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
3. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam proses pembuatan
laporan ini.

Saya juga mohon maaf jika ada kesalahan kalimat maupun kata-kata yang
ada pada laporan ini.Saya menyadari bahwa penulisan dalam laporan ini jauh dari
sempurna.Maka saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan laporan ini.Semoga laporan ini dapat berguna bagi saya,
pembaca, pihak yang membantu, dan kepada siapa saja yang membutuhkan.

Denpasar, 2 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3 Tujuan.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
2.1 Konsep Teori Pada Open Pneumotorax......................................................8
2.1.1 Pengertian...........................................................................................8
2.1.2 Anatomi Fisologi.................................................................................11
2.1.3 Etiologi ..............................................................................................13
2.1.4 Patofisiologi........................................................................................14
2.1.5Manifestasi Klinis................................................................................14
2.1.6 Pathway...............................................................................................16
2.1.7 Penatalaksanaan medis........................................................................17
2.1.8 Pemeriksaan penunjang.......................................................................17
2.2 Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan Open Pneumotorax.........................19
BAB III PENUTUP.........................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................45
3. Saran.............................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di rongga pleura. Udara di


rongga pleura terjadi secara spontan atau dari trauma. Pada pasien dengan trauma
dada, biasanya akibat laserasi pada parenkim paru, pohon trakeo bronkial, atau
kerongkongan. Status klinis pasien tergantung pada tingkat kebocoran udara dan
ukuran luka. Jumlah udara atau gas yang terperangkap di ruang intrapleural
menentukan derajat kolaps paru. Pneumotoraks adalah adanya udara di rongga
pleura, antara lapisan dalam dan pleura paru. Ruang potensial ini biasanya tidak
memiliki udara dan cairan. Frekuensi pneumotoraks spontankira-kira 1% dari
kelahiran hidup dan hanya 10% dari bayi ini yang menunjukkan tanda-tanda
gangguan pernapasan. Diperkirakan 15-20% pneumotoraks bilateral (Diwakar,
2013). Faktor utama penyebab penyakit yang menyerang usia produktif tersebut
adalah pola hidup yang tidak seimbang, jarang berolahraga, dan adanya
peningkatan konsumsi rokok di kalangan muda. Salah satu penyakit yang sering
menyerang adalah penyakit paru. Sehingga diperlukan suatu bentuk rehabilitasi
yang dapat memulihkan kondisi kesehatan agar dapat melanjutkan hidup menjadi
lebih baik. Salah satu organ vital manusia adalah paru-paru.

Banyak penyakit paru-patu yang menjadi salah satu penyebab utama


kematian seseorang, salah satunya adalah pneumothorax. Pneumothorax adalah
adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax dapat terjadi secara spontan
atau karena trauma (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax
disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat
inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkan cardio respiratory distress dan
cardiac arrest. Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya

4
dinding dada. Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau
menegang (Tension Pneumothorax). Penanganan pada kasus pneumothorax ini
adalah dengan tindakan pemasangan Water Seal Drainage (WSD) untuk tetap
mempertahankan tekanan negatif dari cavum pleura sehingga pengembangan paru
sempurna . Pemasangan WSD akan menimbulkan problematika fisioterapi, yaitu
adanya perubahan pada mekanika pernafasan atau alat-alat gerak pernafasan, dan
juga akan menyebabkan penurunan toleransi aktivitas.
Penanganan fisioterapi untuk menangani imapirement diatas adalah dengan
(1) breathing exercise, yang ditujukan untuk meningkatkan oksigenasi serta
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan dan daya tahan otot pernafasan, (2)
deep breathin g exercise atau bisa disebut juga Thoracic Expansion Exercise
(TEE). TEE adalah latihan nafas dalam yang menekankan pada fase inspirasi.
Inspirasi bisa dengan penahanan nafas selama 3 detik pada waktu inspirasi
sebelum dilakukan ekspirasi. Thoracic Expansion Exercise (TEE) dapat digabung
dengan teknik clapping atauvibrasi. Teknik ini bermanfaaat untuk membantu
proses pembersihan mukus. Menurut penelitian yang dilakukan Tucker dan
Jenskins bahwa efek teknik thoracic expansion exercise adalah untuk
meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pergerakkan dari sekresi bronchial,
(3) latihan gerak aktif, untuk menjaga mobilitas anggota gerak atas.
Membahas mengenai pentingnya pembelajaran pada topic ini maka untuk
mempermudah pemahamannya akan dipaparkan mengenai open pneumothorax
serta teori asuhan keperawatan pada open pneumothorax.

5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori pada open pneumotorax?
2. Bagaimana tinjauan teori asuhan keperawatan pada open
pneumothorax?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan teori pada open pneumotorax
2. Untuk mengetahui tinjauan teori asuhan keperawatan pada open
pneumothorax

6
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP DASAR TEORI


2.1.1 PENGERTIAN
Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara yang
terperangkap di rongga pleura akibat robeknya pleura visceral, dapat
terjadi spontan atau karena trauma, yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses
pengembangan paru (American College of Surgeons Commite on
Trauma, 2005, Willimas, 2013).
Pneumotoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus
toraks. Dapat pula terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut
dengan barotrauma, atau robekan pleura mediastinal yang disebut
dengan trauma trakheobronkhial. Klasifikasi pneumotoraks menurut
persentase pneumotoraks, kecil bila pneumotoraks <20 %, sedang bila
pneumotoraks 20 % - 40 % dan besar bila pneumotoraks >40 %.
Klasifiasi pneumotoraks dibagi menjadi simple pneumotoraks,
tension pneumotoraks, dan open pneumotoraks.
1. Simple Peumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005)
simple pneumotorak adalah pneumotoraks yang tidak disertai
peningkatan tekanan intratoraks yang progresif. Adapun
Manifestasi klinis yang dijumpai :
a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total
b. Tidak dijumpai mediastinal shift
c. Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,
d. Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada
daerah yang terkena.

7
e. Dijumpai kolaps paru pada daerah yang terkena.
f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran
radiolusen atau gambaran lebih hitam pada daerah yang
terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura line.
g. Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi
atau pemasangan selang intra pleural+ WSD.

2. Tension pneumotoraks
(American College of Surgeons Commite on Trauma,
2005)Tension pneumotoraks adalah pneumotoraks yang disertai
peningkatan tekanan intra toraks yang semakin lama semakin
bertambah atau progresif. Pada tension pneumotoraks ditemukan
mekanisme ventil atau udara dapat masuk dengan mudah, tetapi
tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang dijumpai:
a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga
terjadi kolaps total paru, mediastinal shift atau pendorongan
mediastinum ke kontralateral, deviasi trachea, hipotensi &
respiratory distress berat.
b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan
cepat, takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis
meningkat, pergerakan dinding dada yang asimetris. Tension
pneumotoraks merupakan keadaan life-threatening, maka
tidak perlu dilakukan pemeriksaan foto toraks.
Penatalaksanaan tension pneumotoraks berupa dekompresi segera
dengan needle insertionpada sela iga II linea mid-klavikula pada
daerah yang terkena. Sehingga tercapai perubahan keadaan menjadi
suatu simple pneumotoraks dan dilanjutkan dengan pemasangan
Torakostomi+ WSD.

8
3. Open Pneumothorax

(American College of Surgeons Commite on Trauma, 2005)


terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga udara
dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan intra
toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai
sucking-wound.
Open pneumotoraks adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
terdapatnya hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang
merupakan bagian dari luar. Perubahan tekanan ini sesuai dengan
perubahan tekanan gerakan pernapasan, pada saat inspirasi tekanan
menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan menjadi positif.
Open pneumotoraks adalah adanya trauma tembus pada dinding
dada dimana udara yang masuk diruang pleura lebih banyak berasal dari
paru-paru yang rusak dari pada defek dinding dada. Jika dinding dada
cukup lebar udara dapat masuk dan keluar dari ruang pleura pada setiap
pernafasan sehingga mnyebabkan paru didalamnya kolaps.
Open pneumotoraks merupakan adanya lubang pada dinding dada
yang cukup besar untuk memungkinkan udara mengalir dengan bebas dan
masuk ke luar rongga toraks bersama setiap upaya pernafasan. (Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.1 edisi 8)
Penatalaksanaan open pneumotoraks :

9
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme
ventil.
c. Pasang plester 3 posisi.
d. Torakostomi+ WSD.
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ
intra toraks lain.
f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.
Pada pneumotoraks kecil (<20 %), gejala minimal dan tidak ada
respiratory distress, serangan yang pertama kali, sikap kita adalah
observasi dan penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada
respiratory distress atau pada observasi nampak progresif foto toraks,
atau adanya tension pneumothorax, dilakukan tindakan bedah dengan
pemasangan torakostomi + WSD untuk pengembangan paru dan
mengatasi gagal nafas.
Tindakan torakotomi dilakukan bila:
a. Kebocoran paru yang masif sehingga paru tak dapat mengembang
(bullae / fistel bron kopleura).
b. Pneumotoraks berulang.
c. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).
d. Pneumotoraks bilateral.
e. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah
terpencil)
f. Teknik bedah
Pendekatan melalui torakotomi anterior, torakotomi posterolateral dan
sternotomi mediana, selanjutnya dilakuka n reseksi bleb, bulektonomi,
subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video
Assisted Thoracoscopic surgery (VATS), dilakukan reseksi bleb, aberasi
pleura dan pleurektonomi.

10
2.1.2 ANATOMI FISIOLOGI
1. AMATOMI
1) Dinding thorax
Dinding thorax terdiri atas kulit, fascia, saraf, otot, dan tulang.
Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada
osteokartilaginous yang melindungi jantung, paru-paru, dan
beberapa organ rongga abdomen. Kerangka thorax terdiri dari
vertebra thoracica dan discus entervertebralis, kostae dan cartilago
costalis, serta sternum. Beberapa otot pernapasan yang melekat
pada dinding dada antara lain:
a) Otot-otot respirasi : M. intercostalis externus, M. levator costae, M.
serratus posterior superior dan M. scalenus
b) Otot ekspirasi : M. intercostalis internus, M. transversus thoracis,
M. serratus posterior inferior, M. subcostalis

2) Traktus respiratorius
Traktus respiratorius dibedakan menjadi dua yaitu traktus
respiratorius bagian atas dan bagian bawah. Traktus respiratorius
bagian atas terdiri dari cavum nasi, nasofaring, hingga orofaring.
Sementara itu, traktus respiratorius bagian bawah terdiri atas laring,

11
trachea, broncus (primaries, sekundus dan tertius), bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus. Paru- paru
kanan terdiri atas tiga lobus (anterior, superior, inferior) sementara
paru-paru kiri terdiri atas du lobus (superor dan inverior). Masing-
masing paru diliputi oleh kantung pleura yang terdiri dari dua
selaput serosa yang  disebut pleura, yaitu pleura parietalis dan
visceralis. Pleura visceralis meliputi paru-paru termasuk
permukaannya dalam visuran sementara pleura parietalis melekat
pada dinding thorax, mediastinum dan diafragma. Kavum pleura
merupakan ruang potensial antara kedua lapis pleura dan berisi
sedikit cairan pleura yang berfungsi melumasi permukaan pleura
sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan tersebut pada saat
pernapasan.

2. FISOLOGI
Proses inspirasi terjadi bila tekanan paru lebih kecil dari
tekanan atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya
diperbesar. Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran
rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi akibat dua factor yaitu
factor thoraca dan abdominal. Faktor thoraca (gerakan otot-otot
pernapasan pada dinding dada) akan memperbesar rongga dada
kearah tranversal dan anterior superior sedangkan factor abdominal
(kontraksi diafragma) akan memperbesar ventrikel rongga dada.
Akibat membesarnya rongga dada dan tekanan negative pada
cavum pleura paru-paru menjaidi terhisap sehingga mengembang dan
volumenya membesar, tekanan intrapulmoner menurun. Oleh karena
itu udara yang kaya O2 akan bergerak dari lingkungan luar ke
alveolus. Di alveolus O2 akan berdifusi masuk ke kapiler sementara
CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus. Sebaliknya proses

12
ekspirasi terjadi bbila tekanan intra pulmonal lebih besar dari tekanan
atmosfir . kerja otot-otot respirasi dan relaksasi diaphragm akan
mengakibatkan rongga dada kemballi keukuran semula sehingga
tekanan pada cavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-
paru. Akibatnya tekanan intra pulmoner akan meningkat sehingga
udara yang kaya CO2 akan keluar dari paru-paru ke atmosfir.

2.1.3 ETIOLOGI
Open pneumotoraks disebabkan oleh trauma tembus dada.
Berdasarkan kecepatannya, trauma tembus dada dapat dikelompokkan
menjadi 2 berdasarkan kecepatannya, yaitu :
1) Luka tusuk
Umumnya dianggap kecepatan rendah karena senjata (benda
yang menusuk atau mengenai dada) menghancurkan area kecil di
sekitar luka. Kebanyakan luka tusuk disebabkan oleh tusukan pisau.
Namun, selain itu pada kasus kecelakaan yang mengakibatkan
perlukaan dada, dapat juga terjadi ujung iga yang patah (fraktur iga)
mengarah ke dalam sehingga merobek pleura parientalis  dan
viseralis sehingga dapat mengakibatkan open pneumotoraks
2) Luka tembak
Luka tembak pada dada dapat dikelompokkan sebagai
kecepatan rendah, sedang, atau tinggi. Faktor yang menentukan
kecepatan dan mengakibatkan keluasan kerusakan termasuk jarak
darimana senjata ditembakkan, kaliber senjata, dan konstruksi serta
ukuran peluru. Peluru yang mengenai dada dapat menembus dada
sehingga memungkinkan udara mengalir bebas keluar dan masuk
rongga toraks.

13
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Pada manusia normal tekanan dalam rongga pleura adalah
negatif. Tekanan negatif disebabkan karena kecenderungan paru untuk
kolaps (elastic recoil) dan dinding dada yang cenderung mengembang.
Bilamana terjadi hubungan antara alveol atau ruang udara intrapulmoner
lainnya (kavitas, bulla) dengan rongga pleura oleh sebab apapun, maka
udara akan mengalir dari alveoli ke rongga pleura sampai terjadi
keseimbangan tekanan atau hubungan tersebut tertutup. Serupa dengan
mekanisme di atas, maka bila ada hubungan antara udara luar dengan
rongga pleura melalui dinding dada, udara akan masuk ke rongga pleura
sampai  perbedaan tekanan menghilang atau hubungan menutup.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada dasarnya adalah akibat dari :

1) Kegagalan ventilasi
2) Kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar.
3) Kegagalan sirkulasi karena perubahan hemodinamik. Ketiga faktor
diatas dapat menyebabkanhipoksia.

2.1.5 MANIFESTASI KLINIK


Gejala-gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah
udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps (mengempis).Gejalanya bisa berupa: Nyeri dada
tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk.
1) Sesak nafas
2) Dada terasa sempit
3) Mudah lelah
4) Denyut jantung yang cepat

14
5) Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau
tidur.Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. Hidung tampak kemerahan
b. Cemas, stres, tegang
c. Tekanan darah rendah (hipotensi).

15
2.1.6 PATHWAY
Adanya luka tusuk / tembak

Open Pneumothorak / terbukanya pneumothorak

Trauma dada penetrasi

Luka
terbuka
Membuka ruang intra pleural
ke dalam tekanan atmosfer
Nyeri akut

Udara terisap ke dalam ruang


Intra pleural

Peningkatan tekanan intrapleural

Resiko
infeksi Paru menjadi kolaps
Klien dan
keluarga sering Inservasi Penurunan ekspansi paru
bertanya - WSD
tanya

Sesak nafas
Kurang Mobilitas
informasi terbatas
Pola nafas tidak efektif

Ansietas Gangguan
mobilitas
fisik

16
2.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIK
Pneumotoraks terbuka membutuhkan intervensi kedaruratan.
Menghentikan aliran udara yang melewati lubang pada dinding dada
merupakan tindakan menyelamatkan jiwa. Pada situasi darurat tersebut,
apa saja dapat digunakan untuk mentup luka dada misalnya handuk,
sapu tangan, atau punggung tangan. Jika sadar, pasien diinstruksikan
untuk menghirup dan mengejan dengan glotis tertutup. Aksi ini
membantu mengembangkan kembali paru dan mengeluarkan udara dari
toraks. Di rumah sakit, lubang ditutup dengan kassa yang dibasahi
dengan petrolium. Balutan tekan dipasang dan diamankan dengan lilitan
melingkar. Biasanya, selang dada yang dihubungkan dengan drainase
water-seal (WSD) dipasang untuk memungkinkan udara dan cairan
mengalir. Anti biotik biasanya diresepkan untuk melawan infeksi akibat
kontaminasi.

2.1.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. FotoThoraxs
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2. Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi atau
gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin normal atau
menurun ;saturasi O2 bisa menurun.
3. Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.

17
4. Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumotoraks antara lain adalah
pneumomediastinum dan emfisema subkutis. Pneumomediastinum dapat
terjadi melalui tiga tahap yang umum disebut dengan efek Macklin. Urutan
kejadiannya adalah terjadinya ruptur alveolar kemudian terjadi diseksi
sepanjang seubung bronkovaskuler menuju daerah hilus dan akhirnya udara
mencapai mediastinum. Pneumomediastinum jarang menyebabkan komplikasi
klinis yang signifikan. Tetapi pada beberapa kasus, tension
pneumomediastinum dapat menyebabkan peningkatan tekanan mediastinum
sehingga terjadi penekanan langsung terhadap jantung atau menurunkan aliran
darah balik sehingga terjadi penurunan curah jantung. Pneumomediastinum
dapat berkembang menjadi emfiesema subkutis. Apabila udara pada subkutan
dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi kompresi jalan napas dan
jantung.

18
2.2 TINJAUAN TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan
yang mana dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, serta
analisa data yang menghasilkan suatu masalah keperawatan yang
dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, dan
review catatan sebelumnya. Pengkajian dalam keperawatan gawat
darurat dilakukan dengan primary survey dan secondary survey. Proses
pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status
kseeshatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik,
akurat, dan berkesinambungan. (Khumairoh, 2013).
1) Pengkajian Umum
Klien tampak sakit berat, ditandai dengan wajah pucat, nafas
sesak.
2) Pengkajian AVPU (Kesadaran)
Untuk menentukan tingkat kesadaran klien dapat digunakan
perhitungan Glassglow Coma Scale (GCS). Untuk klien dengan
gangguan tension pneumothoraks, biasanya kesadaranya
menurun.Dapat juga dinilai melalui cara berikut :
a) A = Alert
Penderita sadar dan mengenali keberadaan dan
lingkungannya.
b) V = Verbal
Penderita hanya menjawab/bereaksi bila dipanggil atau
mendengar suara.
c) P = Pain

19
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang
diberikan oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada
tulang dada.
d) U = Unrespon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang
diberikan oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak
bereaksi terhadap suara atau sama sekali tidak bereaksi pada
rangsang nyeri.
3) Triage
Mengancam jiwa, akan mati tanpa tindakan dan
evaluasi segera. Harus didahulukan à langsung ditangani. Area
resusitasi. Waktu tunggu 0 menit. Maka dapat digolongkan P1
(Emergency).
4) Pengkajian Primer
a. Airway
Tindakan pertama kali yang dilakukan adalah
memeriksa responsivitas pasien dengan mengajak pasien
berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya
gangguan/sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat
berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka. Yang
perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
a) Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat
berbicara atau bernafas dengan bebas?

b) Tanda-tanda terjadinya obtruksi jalan nafas pada


pasien, seperti :

1) Adanya snoring atau gargling


2) Stridor atau suara nafas tidak normal

20
3) Agitasi (hipoksia)
4) Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical
chest movements

5) Sianosis
c) Lihat dan dengar bukti adanya masalah pada saluran
nafas bagian atas potensial penyebab obtruksi, seperti
muntahan dan perdarahan.
d) Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan
nafas pasien terbuka.

e) Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu


pada pasien yang beriso untuk mengalami cedera tulang
belakang.

f) Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan


nafas pasien sesuai indikasi :

1) Chin lift / jaw thrust


2) Lakukan suction
3) Oropharyngeal airway / nasopharyngeal airway,
laryngeal mask airway

4) Lakukan intubasi
b. Breathing
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai
kepatenan jalan nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada
pasien antara lain :

a) Look, listen, dan feel : lakukan penilaian terhadap


ventilasi dan oksigenasi pasien.
1) Inspeksi dari tingkat pernafasan sangat penting.
Apakah ada tanda-tanda sianosis, penetrating

21
injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.

2) Palpasi untuk menilai adanya pergeseran trakea,


fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema

3) Auskultasi untuk menilai adanya suara abnormal


pada dada.

b) Observasi prgerakan dinding dada pasien.


c) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien, kaji
lebih lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan
pasien.

Pada pasien dengan flail chest biasanya akan mengalami


sesak nafas yang berat karena ketika inspirasi atau ekpirasi
akan merasakan nyeri sehingga pasien akan mengalami
pernafasan paradoksal / takut untuk bernafas dan bisa terjadi
gagal nafas. Selain itu biasanya pergerakan dada pada pasien
flail chest akan asimetris akibat dari raktur segmen iga
sehingga dinding dada bergerak ke dalam ketika inspirasi dan
akan mengembang ketika ekspirasi. Ketika di palpasi dinding
dada pasien akan ditemukan krepitasi.

c. Circulation
Pengkajian circulation dilakukan untuk melihat ada atau
tidak tanda syok atau perdarahan pada pasien. Hipovolomia
adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis
syok didasarkan pada temuan klinis : hipotensi, takikardia,
hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary
refill , dan penurunan produksi urin. Langkah-langkah dalam
pengkajian status sirkulasi pasien, antara lain :

a) Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan

22
b) Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan
dengan memberikan penekanan secara langsung.

c) Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi


atau hipoksia.

d. Disability
Dilakukan suatu pemeriksaan neurologis yang cepat.
Pemeriksaan neurologis ini terdiri dari pemeriksaan tingkat
kesadaran pasien, ukuran dan respon pupil, tanda-tanda
lateralisasi, dan tingkat cedera korda spinalis. Pengkajian
disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a) Alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
b) Vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak dapat dimengerti.
c) Respon to pain, harus dinilai keempat tungkai jika
ektremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon.
d) Unrespond, jika pasien tidak merespon baik itu stimulus
nyeri.

e. Exposure
Merupakan bagian akhir dari primary survey, pasien harus
dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa cedera pada
pasien. Jika pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang
belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada
punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan ekternal. Setelah semua pemeriksaan

23
telah selesai dilakuakn, tutup pasien dengan selimut hangat
dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang.

5) Pengkajian Skunder/ secondary survey


1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan sesak seringkali datang mendadak dan semakin lama
semakin berat, nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat
dan tertekan, terasa lebih nyeri pada gerakan pernafasan.
Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang mengenai
rongga dada seperti peluruh yang menembus rongga dada dan paru,
ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara dan terjadi
tekanan di dada yang mendadak menyebabkan tekanan dalam paru
meningkat, kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma
tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus
pleura.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit TB paru,
PPOM, kanker dan tumor metastase ke pleura.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga perlu ditanyakan apakan pernah keluarga klien pernah
menderita penyakit yang sama.
4. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya, serta bagaimana prilaku klien pada tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya
5. Pemeriksaan Fisik (Doengoes, M.E. 2000)
a. Sistem Pernapasan :

24
Sesak napas? Nyeri, batuk-batuk.? Terdapat retraksi
klavikula/dada? Pengambangan paru tidak simetris? Fremitus
menurun dibandingkan dengan sisi yang lain? Pada perkusi
ditemukan adanya suara sonor / hipersonor / timpani,
hematotraks (redup)? Pada asukultasi suara nafas menurun,
bising napas yang berkurang / menghilang? Pekak dengan
batas seperti garis miring / tidak jelas? Dispnea dengan
aktivitas ataupun istirahat? Gerakan dada tidak sama waktu
bernapas.
b. Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk?
Takhikardia, lemah, Pucat, Hb turun / normal, Hipotensi atau
hipertensi.
c. Sistem Persyarafan :
Kaji 12 saraf cranial klien
1. Nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan
daya penciuman dan anosmia bilateral.
2. Nervus II (Optikus): memperlihatkan gejala berupa
penurunan gejala penglihatan.
3. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan
Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan
penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti
perintah, anisokor.
4. Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya
anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma
kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat
menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial,

25
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa
pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
5. Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya
berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan
tubuh.
6. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus
XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita
akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut.
Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada
nervus vagus, yang menyebabkan kompresi
spasmodik dan diafragma
7. Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah
jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal
ini menyebabkan adanya kesulitan menelan. .
d. Sistem Perkemihan.
Kaji ada dan tidak adanya nya oliguri merupakan tanda pre
shock dan kaji ada tidaknya kelainan pada system perkemihan.
e. Sistem Pencernaan :
Akibat sesak napas klien mungkin akan mengalami mual
muntah dan penurunan nafsu makan dan berat badan.
f. Sistem Muskuloskeletal – Integumen
Kemampuan sendi terbatas? Ada luka bekas tusukan benda
tajam atau tidak? Terdapat kelemahan atau tidak ada? Kulit
pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi subkutan.
g. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme? Kelemahan.
h. Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan.
i. Spiritual
Kaji adanya ansietas, gelisah, bingung, pingsan

26
c. Tertiyeri Survey
1. Foto Rontgen Gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen
kasus hidropneumotoraks antara lain:
a) Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang
kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-
kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi
berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
b) Paru yang mengalami kolaps hanya tampak sepertimassa
radio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan
inimenunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan.
c) Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan
ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah
paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks
ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
d) Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan sebagai berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam
pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks.
Hal ini terjadi apabila pecahnya fistel mengarah
mendekati hilus, sehingga udara yang dihasilkan akan
terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga
hitam dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan
kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya
terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak

27
menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di
sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang mudah
ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat
tersebut, bahkan sampai ke daerah dada depan dan
belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura,
maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar
di atas diafragma Foto Rontegen pneumotoraks (PA),
bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan
bagian paru yang kolaps.
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan.
Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara signifikan
meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-Scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan terhadap
respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan open
pneumotoraks, SDKI :
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru
yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan

28
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidaknyamanan
4. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi mengenai
inservasi WSD
5. Resiko infeksi berhubungan dengan presedur infasit

29
2.3 ntervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan Keperawatan
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan tindakan 1. Kaji frekuensi, 1. Kecepatan
efektif keperawatan selama 1x…… kedalaman biasannya
berhubungan menit diharapkan pola nafas pernafasan dan meningkat.
dengan kembali efektif dengan ekspansi dada. Dospneadan terjadi
deformitas kriteria hasil : 2. Auskultasi peningkatan kerja
tulang dada 1. Mendemonstrasikan bunyi nafas dan napas.
batuk efektif dan suara catan adanya 2. Bunyi napas
nafas bersih, tidak ada bunyi mengi. menurun/tidak ada
sianosis dan dyspneu 3. Anjurkan pasien bila jalan napas
2. Menunjukan jalan nafas melakukan obstruksi sekunder
yang paten (klien tidak nafas dalam. 3. Dapat
merasa tercekik, irama 4. Kolaborasi meningkatkan pola
nafas, frekuensi pemberian nafas
pernafasaan dalam batas tambahan 4. Memaksimalkan
normal) oksigen. bernapas dengan
3. Tanda – tanda vital meningkatkan
dalam rentang normal. masukan oksigen.

30
TD : 110 – 120/70
mmHg
Suhu : 36,5 – 37,5 C
Nadi : 80 – 90
kali/menit
Respirasi : 20
kali/menit.

2 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan 1. Pengkajian yang


berhubungan keperawatan …x…. jam pengkajian optimal akan
dengan agen diharapkan nyeri pasien berkurang, nyeri secara memberikan data
cedera fisik hilang, teratasi dengan kriteria komprehensif yang objektif untuk
hasil: termasuk mencegah
lokasi, kemungkinan
1. Mampu mengontrol nyeri
karakteristik, komplikasi dan
(tahu penyebab nyeri,
lokasi, mengetahui factor
mampu menggunakan
frekuensi, penyebab nyeri
teknik non farmakologi
kualitas, dan 2. Pendekatan dengan
untuk mengurangi nyeri)
factor menggunakan
2. Mampu mengenali nyeri
presipitasi relaksasi dan distraksi
(skala, intensitas,

31
frekuensi, dan tanda-tanda 2. Ajarkan telah menunjukkan
nyeri) tentang keefektifan dalam
3. Melaporkan bahwa nyeri teknik non mengurangi nyeri dan
berkurang dengan farmakologi mampu mengalihkan
menggunakan menejemen (teknik perhatian terhadap
nyeri distraksi dan nyeri
relaksasi) 3. Istirahat dapat
merelaksasi semua
jaringan dan akan
meningkatkan
kenyamanan

4. Analgetik dapat
memblok lintasan
3. Berikan
nyeri, sehingga nyeri
kesempatan
akan berkurang
waktu
istirahat bila
terasa nyeri
dan berikan
posisi yang

32
nyaman
4. Kolaborasi
dengan
dokter dalam
pemberian
analgetik

3 Hambatan Setelah diberikan tindakan 1. Berikan 1. Untuk


mobilitas fisik keperawatan 1x…….. sebanyak mempertahankan rasa
berhubungan diharapkan hambatan mungkin otonomi
dengan mobilitas fisik dapat teratasi kebebasan 2. Meningkatkan
ketidaknyaman dengan kriteria hasil : bergerak dan kemampuan / tolak
an 1. Pasien meningkatkan dorong ukur dari
dalam aktivitas fisik aktivitas pertumbuhan
2. Pasien mengerti tujuan normal 3. Mungkin untuk
dari peningkatan 2. Ajarkan dan menurunkan perasaan
mobilitas bantu pasien immobilisasi
3. Pasien dapat dalam proses 4. Mencegah terjadinya
memperagakan perpindahan kontraktur dan
penggunaan alat yang aman. meningkatkan

33
3. Ubah posisi kekuatan otot.
ditempat 5. Lebih mudah
tidur menentukan
4. Ajarkan dan pendidikan kesehatan
dukung yang tepat.
pasien dalam
latihan ROM
aktit / pasif
untuk
mempertahan
kan atau
meningkatka
n kekuatan
atau
ketahanan
otot
5. Kaji
kebutuhan
pasien akan
pendidikan

34
kesehatan
4 Ansietas Setelah diberikan tindakan 1. Bina hubungan 1. Hubungan saling
berhubungan keperawatan 1x ….. saling percaya percaya adalah dasar
dengan kurang diharapkan ansietas antara perawat- hubungan terpadu yang
informasi berkurang dengan kriteria pasien mendukung klien
mengenai hasil : 2. Pahami rasa dalam mengatasi
inservasi WSD 1. Pasien mampu takut/ ansietas perasaan cemas.
mengidentifikasi dan pasien 2. perasaan adalah nyata
mengungkapkan gejala 3. Kaji tingkat dan membantu pasien
cemas ansietas dan untuk terbuka sehingga
diskusikan
2. Pasien dapat dapat mendiskusikan
penyebab bila
mengindentifikasi, dan menghadapinya
mungkin
mengungkapkan dan 3. Identifikasi masalah
4. Temani atau atur
menunjukan teknik spesifik akan
supaya ada
untuk mengontrol cemas meningkatkan
seseorang
3. Tanda – tanda vital kemampuan individu
bersama pasien
dalam batas normal: untuk menghadapinya
sesuai indikasi.
TD : 110 – 120/70 dengan lebih realistis.
5. Ka kaji ulang
mmHg 4. dukungan yang terus
keadaan umum
Suhu : 36,5 – 37,5 C menerus mungkin

35
Nadi : 80 – 90 pasien dan TTV membantu pasien
kali/menit 6. Berikan waktu mengurangi ansietas/
Respirasi : 20 pasien untuk rasa takut ke tingkat
kali/menit. mengungkapkan yang dapat diatasi.
4. Postur tubuh, ekspresi masalahnya dan 5. Sebagai indikator awal
wajah, Bahasa tubuh, dorongan dalam menentukan
dan tingkat aktivitas ekspresi yang intervensi berikutnya
menunjukan bebas, misalnya 6. Agar pasien merasa
berkurangnya rasa marah, diterima
takut, ragu
kecemasan 7. Dapat mengurangi rasa
7. Berikan
cemas pasien akan
penjelasan pada
penyakitnya
pasien tentang
8. Ketidaktahuan dan
penyakitnya
kurangnya pemahaman
8. Jelaskan semua
dapat menyebabkan
prosedur dan
timbulnya ansietas
pengobatan
9. Mengurangi kecemasan
9. Diskusikan
pasien
perilaku koping
alternatif dan

36
tehnik
pemecahan
masalah
5 Risiko Infeksi Setelah diberikan tindakan Wound Care Wound Care
berhubungan keperawatan 1x…… 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
dengan diharapkan tidak terjadi karakteristik, keadaan luka dan
presedur infasit infeksi dengan kriteria hasil warna, perkembangannya
: ukuran, 2. Normal salin
1. Pasien bebas dari tanda cairan dan merupakan cairan
dan gejala infeksi bau luka isotonis yang sesuai
2. Pasien dapat 2. Bersihkan dengan cairan di
mendeskripsikan luka dengan tubuh
proses penularan normal salin 3. Agar tidak terjadi
penyakit,faktor yang 3. Rawat luka infeksi dan terpapar
mempengaruhi dengan oleh kuman atau
penularan serta konsep steril bakteri
penatalaksanaanya 4. Ajarkan klien 4. Memandirikan pasien
3. Pasien dapat dan keluarga dan keluarga.
menunjukan untuk 5. Agar keluarga pasien
kemampuan untuk melakukan mengetahui tanda dan

37
mencegah timbul perawatan gejala dari infeksi
infeksi luka 6. Pemberian antibiotic
4. Jumlah leukosit dalam 5. Berikan untuk mencegah
batas normal ( 4500- penjelasan timbulnya infeksi
10.000 sel/mm3) kepada klien
dan keluarga Infection Control
mengenai 1. Meminimalkan risiko
tanda dan infeksi
gejala dari 2. meminimalkan
infeksi patogen yang ada di
6. Kolaborasi sekeliling pasien
pemberian mengurangi mikroba bakteri
antibiotic yang dapat menyebabkan
infeksi
Infection Control
1. Bersihkan
lingkungan
setelah
dipakai klien
lain

38
2. Instruksikan
pengunjung
untuk
mencuci
tangan saat
berkunjung
dan setelah
berkunjung
3. Gunakan
sabun anti
mikroba
untuk cuci
tangan
4. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
tindakan
keperawatan
5. Gunakan
universal

39
precaution
dan gunakan
sarung tangan
selma kontak
dengan kulit
yang tidak
utuh
6. Berikan
terapi
antibiotik bila
perlu
7. Observasi
dan laporkan
tanda dan
gejal infeksi
seperti
kemerahan,
panas, nyeri,
tumor
8. Kaji

40
temperatur
tiap 4 jam
9. Catat dan
laporkan
hasil
laboratorium,
WBC
10. Ajarkan
keluarga
bagaimana
mencegah
infeksi

41
42
1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan
oleh perawat dan pasien (Riyadi, 2010).Implementasi keperawatan adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada
pasien, teknik komunikais, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
dalam hak-hak pasien dan perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan
ada tiga tindakan yaitu, tindakan mandiri, delegatif, dan tindakan kolaborasi.
2.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah
dilakukan intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi keperawatan adalah
kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan
dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan
(Manurung, 2011). Perumusan evaluasi meliputi empat komponen yang
dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien),
objektif (data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.

43
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Open Pneumotoraks merupakan pneumotoraks yang ter jadi akibat 
terdapat hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan
bagian dari luar. Tekanan intra pleura sama dengan  tekanan barometer atau
sama dengan  udara luar sedangkan  tekanan intra pleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan gerakan pernapasan,
pada saat inspirasi tekanan menjadi negative dan pada saat ekspirasi tekanan
menjadi positif. . Untuk dapat memberikan terapi  yang tepat pada
penderita Open Pneumotoraks pemahaman mengenai patofisiologinya adalah
sangat penting.

3.2 SARAN
Untuk menangani kasus gawat darurat dengan masalah Open Pneumotoraks
Hal yang perlu dilakukan adalah :
1) Tekankan tindakan pertolongan untuk mengatasi masalah pernapasan yang
dialami.
2) Kita perlu memperhatikan linkungan sekitar demi keamanan dan
kenyaman penolong dan korban.
3) Prioritaskan ke-3 hal penting yaitu system kardi, pulmoner, dan serebral
yang mana jika tidak ditangani segera dalam waktu 4-6 menit maka akan
menyebabkan kematian biologis.
4) Jangan cepat menyerah apabila tindakannya yang kita berikan belum
mencapai hasil yang kita inginkan. Tetap monitor dan berikan tindakan
untuk membantu menyelamatkan nyawa korban.
5) Jangan lupa proteksi diri untuk menghindari penularan penyakit.

44
DAFTAR PUSTAKA

Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berfikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika

Manurung, Santa. (2011) . Keperawatan Profesional, Jakarta: Tim

Pokja, T. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: PPNI

PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan

Suddarth. Volume 1. Edisi 8. Dialih bahasakan oleh Andry. Jakarta: EGC

Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan


Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu

45

Anda mungkin juga menyukai