Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Obyek Pendidikan
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu : Drs. Rofi’i, M.Ag

Disusun Oleh :
Siswandi
1901110119
Wahyu Andhika Chandra
1901111164

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TAHUN 2020 M/1442 H

i
Kata Pengantar

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah “Obyek Pendidikan”
tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi.

Dengan membuat tugas ini diharapkan Mahasiswa mampu untuk lebih mengenal
tentang obyek pendidikan yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Rofi’i, M.Ag. selaku dosen
mata kuliah Tafsir Tarbawi yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat
menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang dibahas.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir . Semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palangkaraya, 18 November 2020

Tim Penulis

ii
Daftar Isi
Hlm
COVER..........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Tafsir Asy-Syu’ara 214...........................................................................................3


B. Tafsir At-Taubah 256..............................................................................................4
C. Tafsir An-Nisa 170..................................................................................................6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus
membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Hewan juga belajar tetapi lebih
ditentukan oleh instingnya, sedangkan manusia hidup dengan menggunakan akal
yang dimilikinya untuk berperilaku. Pada hakikatnya pendidikan adalah suatu
usaha untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, yang didapat dari pendidikan
formal maupun non formal.
Ilmu pengetahuan muncul karena adanya pengalaman manusia ketika ia
mendapatkan pengetahuan tertentu melalui proses yang khusus. Kemampuan
berpikir atau daya nalar manusialah yang menyebabkannya mampu
mengembangkan pengetahuan. Salah satu syarat pokok suatu ilmu yakni harus
memiliki objek tertentu yang mana objek tersebut dijadikan sasaran penelitian dari
ilmu pengetahuan. Ilmu pendidikan juga tentunya memiliki karakter atau sifat
yang menjadi ciri dari ilmu pendidikan itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan tentunya terdapat sebuah subyek, obyek dan sarana-
sarana lain yang sekiranya dapat membantu terselenggaranya sebuah pendidikan.
Subyek pendidikan adalah orang ataupun kelompok yang bertanggung jawab
dalam memberikan pendidikan, sehingga materi yang di ajarkan atau disampaikan
dapat dipahami oleh obyek pendidikan. Sedangkan obyek pendidikan adalah
orang atau kelompok yang menerima pendidikan tersebut, sehingga materi yang
diajarkan atau disampaikan dapat dipahami oleh obyek pendidikan. Allah Swt
telah memerintahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, di dalam ayat-ayat yang jelas
ini, agar dia memberi peringatan kepada keluarga dan sanak kerabatnya kemudian
kepada seluruh umat manusia agar tidak seorangpun yang berprasangka jelek
kepada nabi, keluarga dan sanak kerabatnya. Al-Qur’an merupakan kitab suci
umat Islam di seluruh dunia. Bukan hanya sekedar kumpulan lembaran-lembaran
yang di baca dan mendapatkan pahala dengan membacanya. Namun lebih dari itu,

1
AlQur’an merupakan mukjizat yang abadi sampai akhir nanti, bahkan AlQur’an
memberikan hujjah dan sebagai penolong di hari perhitungan amal kelak. Di
dalam Al-Qur’an terdapat kandungan pengetahuan yang tiada tara. Baik yang
tersurat ataupun yang masih tersirat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tafsiran surat Asy-Syu’araa Ayat 214 ?
2. Bagaimana tafsiran surat At-Taubah ayat 122 ?
3. Bagaimana tafsiran surat An-Nisaa ayat 170 ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tafsiran surat Asy-Syu’araa Ayat 214.
2. Untuk mengetahui tafsiran surat At-Taubah ayat 122.
3. Untuk mengetahui tafsiran surat An-Nisaa ayat 170.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Surat Asy-Syu’araa Ayat 214.


ِ
َ َ‫َو أَنْ ذ ْر َع ِش َري ت‬
َ‫ك ا أْل َ ْق َر بِ ني‬
Artinya : dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, (QS.
Asy –Syu’araa : 214)
Dalam tafsir Quraish Syihab dijelaskan peringatkanlah keluarga dekatmu akan
azab akibat kemusyrikan dan kemaksiatan. Kemudian peringatkanlah mereka
yang hubungan keluarganya lebih jauh, dan begitu seterusnya Sesuai dengan ayat
sebelumnya (QS. At Tahrim: 6) bahwa terdapat perintah langsung dengan fi’il
amar (berilah peringatan). Namun perbedaannya adalah tentang objeknya, dimana
dalam ayat ini adalah kerabat-kerabat ( ٍ‫ ( األقسبي‬mereka adalah Bani Hasyim dan
Bani Muthalib, lalu Nabi saw memberikan peringatan kepada mereka secara
terang-terangan. Demikianlah menurut keterangan hadis yang telah dikemukakan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim., namun hal ini bukan berarti khusus untuk
Nabi SAW saja kepada Bani Hasyim dan Muthallib, tetapi juga untuk seluruh
umat Islam. Sebab sesuai kaidah ushul fiqh: ”...dengan umumnya lafadz, bukan
dengan khususnya sebab”.
Dilihat dari munasabah ayat, selanjutnya terdapat ayat ke-215 yang artinya :
”Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang yang mengikutimu, yaitu
orang-orang yang beriman” (QS. Asy-Syu’araa: 215). Jadi perintah ini juga
berlaku untuk seluruh umat Islam. Asbab nuzul ayat ini, Ketika ayat ini turun
Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Bani Abdul Muthalib, demi Allah aku tidak
pernah menemukan sesuatu yang lebih baik di seluruh bangsa Arab dari apa yang
kubawa untukmu. Aku datang kepadamu untuk kebaikan di dunia dan akhirat.
Allah telah menyuruhku mengajakmu kepada-Nya.

3
Maka, siapakah di antara kamu yang bersedia membantuku dalam urusan ini
untuk menjadi saudaraku dan washiku serta khalifahku?” Mereka semua tidak
bersedia kecuali Ali bin Abi Thalib. Di antara hadirin beliaulah yang paling muda.
Ali berdiri seraya berkata: “Aku ya, Rasulullah Nabi. Aku (bersedia menjadi)
wazirmu dalam urusan ini”. Lalu Rasulullah SAW memegang bahu Ali seraya
bersabda: “Sesungguhnya Ali ini adalah saudaraku serta khalifahku terhadap
kalian. Oleh karena itu, dengarkanlah dan taatilah ia.” Mereka tertawa terbahak-
bahak sambil berkata kepada Abu Thalib: “Kamu disuruh mendengar dan
mentaati anakmu”. Umat Islam adalah saudara bagi yang lain, maka harus saling
mendidik dan menasehati.
Sebagaimana sabda Nabi SAW: “ Dari Jarir Ibn Abdillah ra. Berkata: Saya
bersumpah setia kepada Rosululloh SAW untuk mendirikan sholat, menunaikan
zakat, dan menasehati kepada setiap muslim”. (HR. Bukhory-Muslim). Maka
kerabat-kerabat kita terdekat merupakan juga objek dakwah dan tarbiyah. Ayat ini
diturunkan pada awal kedatangan Islam ketika Nabi Muhammad mulai
melaksanakan dakwahnya. Beliau mula-mula diperintahkan alloh agar menyeru
keluarganya yang terdekat. Setelah itu secarab berangsur-angsur menyeru
masyarakat sekitarnya, dan akhirnya kepada seluruh manusia. Di sini jelas,
perintah menjadikan keluarga terdekat terlebih dahulu dalam arti sebagai objek
pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh
manusia.

B. Tafsir Surat At-Taubah Ayat 122.

ٌ‫ َف لَ ْو اَل نَ َف َر ِم ْن ُك ِّل فِ ْر قَ ٍة ِم ْن ُه ْم طَ ائِ َف ة‬Kۚ ً‫ون لِ َي ْن ِف ُر وا َك افَّ ة‬


َ ُ‫ان الْ ُم ْؤ ِم ن‬
َ ‫َو َم ا َك‬

َ ‫ين َو لِ ُي ْن ِذ ُر وا َق ْو َم ُه ْم إِ ذَ ا َر َج عُ وا إِ لَ ْي ِه ْم لَ َع لَّ ُه ْم حَيْ َذ ُر‬


‫ون‬ ِّ ‫لِ يَ َت َف َّق ُه وا يِف‬
ِ ‫الد‬

Artinya: ” Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

4
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. “

Tafsir Surat At Taubah ayat 122 ini disarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi
Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar dan Tafsir Al Munir.

ً‫َو َما َكا َن الْ ُم ْؤ ِمنُو َن لَِيْن ِفُروا َكافَّة‬

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).

Secara khusus, ayat ini terkait dengan sariyah, yakni ekspedisi perang yang
dikirim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab ketika ada perintah agar
sebagian tinggal untuk memperdalam agama di masa itu, maksudnya adalah
belajar kepada Rasulullah.

Namun apabila Rasulullah mengirimkan sariyah, beliau tidak membolehkan


mereka langsung berangkat tanpa seizinnya. Apabila mereka sudah berangkat, lalu
turun ayat-ayat Al Quran kepada Rasulullah, maka beliau membacakannya kepada
sahabat-sahabat yang tinggal bersamanya. Ketika pasukan sariyah itu kembali,
maka sahabat yang tinggal bersama Nabi mengajarkan ayat itu kepada mereka.

Qatadah juga mengatakan hal senada. Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi


wasallam mengirim pasukan, Allah memerintahkan kepada kaum muslimin agar
pergi berperang tetapi sebagian mereka harus tinggal bersama Rasulullah untuk
memperdalam pengetahuan agama. S

edangkan sebagian yang lain menyeru kaumnya dan memperingatkan mereka dari
azab Allah yang telah menimpa umat sebelumnya.

‫فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُك ِّل فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن‬

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.

5
Ayat ini menunjukkan betapa pentingnya menuntut ilmu. Secara khusus adalah
ilmu agama. Tafaqquh fid din. Apabila terjadi peperangan atau jihad yang
statusnya fardhu kifayah, maka tidak sepatutnya semua orang pergi ke medan
perang. Harus ada yang konsentrasi menuntut ilmu, tafaqquh fiddin.

Dan ayat ini mengisyaratkan, tiap golongan atau kabilah harus ada wakil
(representasi) yang belajar ilmu agama sehingga penyebaran ilmu bisa merata.

Ibnu Katsir menjelaskan, mereka yang tidak berangkat berperang itu dimaksudkan
agar belajar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika pasukan telah
kembali, maka mereka yang belajar mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah
menurunkan ayat-ayat Al Qur’an kepada Rasulullah dan telah kami pelajari.”
Mereka kemudian mengajari pasukan itu.

َ‫َولِيُ ْن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم إِ َذا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون‬

dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

“Ujung ayat ini memberikan ketegasan kewajiban ahli ilmu, yakni memberikan
peringatan kepada kaumnya bila mereka pulang kepada kaum itu, agar kaum itu
berhati-hati,”

C. Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 170


ِ َ‫ول بِ ا حْل ِّق ِم ن ر بِّ ُك م ف‬
Kۚ ‫آم نُ وا َخ ْي ًر ا لَ ُك ْم‬ ْ َ ْ َ ُ ‫الر ُس‬ َّ ‫اس قَ ْد َج اءَ ُك ُم‬ ُ َّ‫يَ ا أَ يُّ َه ا الن‬
ِ ِ ‫الس م او‬ ِ ِ ِ ِ
ً ‫ان اللَّ هُ َع ل‬
‫يم ا‬ َ ‫ َو َك‬Kۚ ‫ض‬ِ ‫ات َو ا أْل َ ْر‬ َ َ َّ ‫َو إ ْن تَ ْك ُف ُر وا فَ إ َّن ل لَّ ه َم ا يِف‬
‫يم ا‬ ِ
ً ‫َح ك‬
Artinya: ”Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu
kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu,
Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak
merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi
itu adalah kepunyaan Allah dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”

6
Allah yang mempunyai segala yang di langit dan di bumi tentu saja tidak
berkehendak kepada siapapun karena itu tentu saja kekafiranmu tidak akan
mendatangkan kerugian sedikitpun kepada-Nya.

TAFSIR IBNU KATSIR

ّ ‫يــأيّهـاالناس قد جآءكم الرسول بالح‬.


‫ق من ربّكم فامنوا خيرا لكم‬

“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) Itu kepada


kalian dengan(membawa) kebenaran dari tuhan kalian, itulah yang lebih baik
bagi kalian.”

Telah datang Nabi Muhammad SAW, kepada kalian dengan membawa


hidayah, agama yang hak, berimanlah kalian kepada apa yang didatangkannya
kepada kalian dan ikutilah dia, niscaya hal itu baik bagi kalian.

ّ ‫وإن تكـــفروا‬.
‫فإن لـله ما في السمــوتواألرض‬

“Dan jika kalian kafir, (maka kekafiran itu tdak merugikan sedikitpun kepada
Allah), karena sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah
kepunyaan Allah.”

Dengan kata lain, Dia tidak memerlukan kalian dan iman kalian, dan Dia
tidak terkena mudarat karena kekafiran kalian. Perihalnya sama dengan
makna ayat lain, yaitu:

ّ ‫وقال موسى إن تكفرواانتم ومن في الرص جميعا‬.


‫فإن هللا لغني حميـد‬

“Dan Musa berkata: Jika kalian dan orang-orang yang ada di bumi semuanya
kafir, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.s.
Ibrahim:8)

‫وكا ن هللا عليما‬.

“Dan adalah Allah Maha Mengetahui.”

7
Terhadap orang yang berhak memperoleh hidayah dari kalian, maka Dia
memberinya hidayah, dan terhadap orang yang berhak mendapat kesesatan,
lalu Dia menyesatkannya.

‫حكيــما‬.

“Lagi Maha Bijaksana.”

Yaitu dalam semua ucapan, perbuatan, syariat, dan takdirNya.

TAFSIR AL-JALALAIN

ِّ ‫يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَ ْد َجا َء ُك ُم ال َّرسُو ُل بِ ْال َح‬


ِ ‫ق ِم ْن َربِّ ُك ْم فَآ ِمنُوا خَ ْيرًا لَ ُك ْم َوإِ ْن تَ ْكفُرُوا فَإ ِ َّن هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َما َوا‬
‫ت‬
‫ض َو َكانَ هَّللا ُ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬
ِ ْ‫َواألر‬

(Hai manusia) maksudnya warga Mekah (sesungguhnya telah datang


kepadamu rasul) yakni Muhammad saw. (membawa kebenaran dari
Tuhanmu, maka berimanlah kamu) kepadanya (dan usahakanlah yang terbaik
bagi kamu) dari apa yang melingkungimu (Dan jika kamu kafir) kepadanya
(maka bagi-Nya apa yang di langit dan yang di bumi) baik sebagai milik
maupun sebagai makhluk dan hamba hingga tidaklah merugikan kepada-Nya
kekafiranmu itu (Dan Allah Maha Mengetahui) terhadap makhluk-Nya (lagi
Maha Bijaksana) mengenai perbuatan-Nya terhadap mereka.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pada uraian tersebut kita dapat memahami kandungan atau tafsir
dari surat-surat dan ayat-ayat yang telah diuraikan diatas yang dimana
kandunganya mencangkup semua kajian tentang kajian objek pendidikan, dimana
kita diperintahkan untuk mencari ilmu seluas-luasnya atau sebanyak
mungkin.karena Setiap ilmu pengetahuan berguna dan dapat mencerdaskan
kehidupan kita dan tidak bertentangan dengan norma-norma agama, wajib
dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan
menciptakan kehidupan yang baik, Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk
mencapai tujuan tersebut.
perintah menjadikan keluarga terdekat terlebih dahulu dalam arti sebagai objek
pendidikan yang utama. Baru kemudian kerabat jauh dan akhirnya seluruh
manusia. Maka tidak sepatutnya seluruh kaum muslimin pergi berperang (jihad),
namun harus ada juga yang harus belajar dan mengajar. Sebab proses tarbiyah
sangat penting bagi kukuhnya Islam. Semua perintah itu ada dalam Al-Qur’an
untuk kita sebagai umat islam dalam menjalankan semuar perintah Allah untuk
kita belajar dan mencari ilmu pengetahuan dengan seluas luasnya menurut syari’at
islam.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Katsir, Abul Fida Ismail. 2000. Tafsir Ibnu Katsir(Terjemah), Bandung:
Sinar Baru Al-Gensindo.

Imam Ibnu Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, Tafsir al-Qur'aani


al-'Adziimi (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), jilid 4

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2001

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 

10

Anda mungkin juga menyukai