1181002057
Background
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU No. 10 Tahun
1998). Indonesia sendiri memiliki dua jenis bank yaitu bank yang melaksanakan kegiatan
operasionalnya secara konvensional dan bank yang menjalankan kegiatan operasionalnya
berdasarkan prinsip syariah atau yang sering disebut dengan bank syariah.
Saat ini perkembangan bank umum syariah dan bank umum yang menyelenggarakan
usaha syariah sangat pesat, hal ini didorong pada peningkatan jumlah penduduk di
Indonesia yang mayoritas beragama islam sehingga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan bank syariah di Indonesia (Triwahyuningtyas dan Ismail, 2015).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat setelah disahkannya
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Falikhatun, 2012).
Selama periode tahun 2009 sampai dengan tahun 2016 Bank Umum Syariah (BUS), Unit
Usaha Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) terus mengalami
perkembangan. Dengan berkembangnya perbankan syariah maka semakin luas pula
jumlah jaringan kantor yang tersebar. Hal tersebut tentu akan meningkatkan pelayanan
perbankan syariah (Marheni, 2017).
Setiap kegiatan perbankan selalu berhubungan dengan risiko usaha, khususnya bank
Syariah. Meskipun bank Syariah menjalankan tugas-tugasnya berdasarkan prinsip-
prinsip Syariah namun hal itu tidak menjamin bank Syariah bebas dari tindakan
kecurangan (fraud) (Rahmayani dan rahmawaty, 2017). Menurut Koroy (2008)
kecurangan dalam laporan keuangan menyebabkan informasi yang ada pada laporan
keuangan menjadi tidak valid dan tidak sesuai dengan mekanisme laporan keuangan
yang telah ditentukan, dimana seharusnya audit dapat meyakinkan perusahaan bahwa
laporan keuangan terbebas dari salah saji (mistatement) yang material dan dapat
memberikan keyakinan atas akuntabilitas manajemen atas aktiva perusahaan.
Tidak ada jaminan Lembaga keuangan terbebas dari kemungkinan perilaku fraud
(Sula 2004). Nyatanya meskipun sebuah perbankan sudah berbasis Syariah masih saja
terjadi tindakan fraud pada bank Syariah. Beberapa kasus fraud yang terjadi di lembaga
Syariah. Seperti pada kasus dimana nasabah melaporkan bank Syariah, seperti yang
dialami oleh BRI Syariah dan Bank Mega Syariah, keduanya terkena kasus terkaita gadai
emas yang ada pada BRI Syariah dan Bank Mega Syariah (marheni, 2017). Lalu ditahun
selanjutnya terjadi fraud pada bank BJB Syariah, berdasarkan laporan Good Corporate
Governance (GCG) 2018 tercatat ada 4 kasus penyimpangan (internal fraud) yang
mempengaruhi kegiatan operasional bank dan kondisi keuangan secara signifikan pada
tahun 2018 yang mempengaruhi kondisi keuangan secara signifikan dengan dampak
penyimpangan atau kerugian lebih dari Rp 100 juta. Selain adanya internal fraud, pada
tahun 2018 bank BJB Syariah juga mengalami kondisi palampauan batas maksimum
penyaluran dana (BMPD).
Penelitian ini merupakan hasil replikasi dari penelitian Rafny (2016) yang berjudul
Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Fraud pada Bank Syariah Indonesia.
Perbedaan penelitain ini dengan penelitain sebelumnya dengan merubah variabel Islamic
corporate governance menjadi variabel good corporate governance (GCG). Perubahan
variabel Islamic corporate governance, menjadi good corporate governance dipilih
karena berdasarkan laporan GCG bank BJB Syariah mengungkapkan 4 kasus
penyimpangan (internal fraud) sehingga GCG bank merupakan unsur yang sangat
penting dalam operasional perbankan syariah itu sendiri. Oleh karena itu diduga good
corporate governance berpengaruh terhadap fraud. Berdasarkan latar belakang tersebut
maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Non-
performing financing, Good corporate governance, rasio efisiensi kegiatan
operasional, dan capital adequacy ratio terhadap fraud”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti
adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh Non performing financing (NPF) terhadap fraud?
2. Seberapa besar pengaruh Good corporate governance (GCG) terhadap fraud?
3. Seberapa besar pengaruh rasio efisiensi kegiatan operasional terhadap fraud?
4. Seberapa besar pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Fraud?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan dari
penulis adalah untuk menguji:
1. Pengaruh Non performing financing (NPF) terhadap fraud?
2. Pengaruh Good corporate governance (GCG) terhadap fraud?
3. Pengaruh Rasio efisiensi kegiatan operasional terhadap fraud?
4. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Fraud?
BAB 2
Concept
1. Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan teori agensi sebagai hal dasar yang digunakan
untuk memahami hubungan antara principle dan agent. Dalam hal ini hubungan keagenan
merupakan kontrak antara satu orang atau lebih yang mempekerjakan orang lain untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agen tersebut.
2. Fraud
Fraud dapat diartikan sebagai suatu kecurangan. Menurut the Institute of Internal Auditor
(2013) Fraud, yaitu: “Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust.
These acts are not dependent upon the threat of violence or physical force. Frauds are
perpetrated by parties and organizations to 12 obtain: money, property, or services; to avoid
payment or loss of services; or to secure personal or business advantage.” Yang dapat diartikan
sebagai perbuatan yang dicirikan dengan pangelabuan atau pelanggaran kepercayaan untuk
mendapatkan uang, aset, jasa atau mencegah pembayaran atau kerugian atau untuk menjamin
keuntungan / manfaat pribadi dan bisnis. Perbuatan ini tidak tergantung pada ancaman
kekerasan oleh pelaku terhadap orang lain (Priantara, 2013)
3. Tingkat Kesehatan Bank Syariah
Kesehatan keuangan bank dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan
kegiatan operasional perbankan secara normal seperti kemampuan menghimpun dana dari
masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, kemampuan mengelola dana,
kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain,
pemenuhan peraturan perbankan yang berlaku dan mampu memenuhi semua kewajiban
dengan baik dengan cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku
(Triandaru, 2006). Tingkat kesehatan bank di Indonesia yang diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 8/POJK.03/2014 mewajibkan bank umum syariah melakukan penilaian
tingkat kesehatan bank baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan cakupan
penialaian terhadap faktor-faktor profil risiko (risk profile), good corporate governance,
rentabilitas (earnings), dan permodalan (capital).
1. Penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan
kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank yang dilakukan
terhadap sepuluh risiko, yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko
Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, Risiko Reputasi, Risiko Imbal
Hasil, dan Risiko Investasi.
2. Penilaian faktor Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah merupakan
penilaian terhadap kualitas manajemen bank atas pelaksanaan lima prinsip Good Corporate
Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, profesional, dan
kewajaran.
3. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap kinerja rentabilitas,
sumber-sumber rentabilitas, dan stabilitas rentabilitas (sustainability earnings) Bank Umum
Syariah.
4. Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap tingkat kecukupan
permodalan dan pengelolaan permodalan Bank Umum Syariah.
Hipotesis
H1 = Non performing financing (NPF) berpengaruh positif terhadap fraud
H2 = Good corporate governance (GCG) berpengaruh positif terhadap fraud
BAB 3
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di
Bank Indonesia pada tahun 2017 sampai dengan 2019. Alasan penilitian ini memilih Bank
sebagai populasi penelitian karena menurut riset yang dilakukan oleh Association of Certified
Fraud Examiner (ACFE) (2012) bank menjadi salah satu industri yang menjadi korban fraud
paling banyak. Sedangkan pertimbangan untuk pemilihan bank umum syariah karena bank
umum syariah memiliki prinsip tersendiri dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Teknik pengambilan sample yang dilakukan menggunakan teknik sampling yang masuk
dalam kategori teknik non random sampling yaitu metode purposive sampling. Penentuan
sampel dari populasi penelitian didasarkan pada kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Sampel merupakan Bank Umum Syariah (BUS) yang terdaftar di Bank Indonesia
secara berturut-turut untuk periode 2017, 2018, dan 2019.
2. Bank Umum Syariah yang mempublikasikan laporan keuangan tahunan dalam
website BUS atau website resmi lainnya periode tahun 2017, 2018, dan 2019.
3. Bank Umum Syariah yang mempublikasikan laporan pelaksanaan Good Corporate
Governance dalam website BUS atau website resmi lainnya periode tahun 22017,
2018, dan 2019.
4. Mengungkapkan data-data yang berkaitan dengan variabel penelitian dan tersedia
dengan lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi selama periode
2017-2019.
Non-Performing Financing
(X1)
+
+
Rasio Efisiensi Kegiatan
Operasional
X3
+
Capital Adequacy Rasio
X4