Teori Agensi dan fraud pada bank umum swasta nasional mmemiliki
kaitan dimana kecurangan yang terjadi pada entitas perbankan ini merupakan
dampak yang mungkin muncul akibat adanya agency problem, yakni asimeri
informasi, dimana informasi yang dimiliki oleh agen digunakan unutk
mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain yang dapat
mengakibatkan kerugian bagi prinsipal maupun perusahaan.
2.1.1.2 Fraud
Selain itu menurut Black Law Dictionary (8th Ed), definisi fraud yaitu:
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/28/ DPNP tentang penerapan
strategi anti fraud bagi bank umum dijelaskan bahwa fraud adalah tindakan
penyimpangan atau pembiaran yang disengaja dilakukan untuk mengelabui,
menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di
lingkungan dan/atau menggunakan sarana bank sehingga mengakibatkan
bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku fraud
memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Berdasarkan definisi di atas, pengertian fraud adalah stindakan
illegal dalam bentuk kecurangan atau penipuan secara sengaja, yang
dilakukan dengan mengelabui, menipu, dan/atau memanipulasi unutk
memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok yang berdampak pada
kerugian orang lain.
Fraud Tree
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners
Fraud tree terdiri dari tiga cabang utama, yaitu corruption, asset
misappropriation, dan fraudulent statement.
a. Corruption
Berdasarkan fraud tree, korupsi terdiri dari empat komponen yakni,
conflict of interest atau benturan kepentingan, yang sering dijumpai dalam
berbagai bentuk diantaranya bisnis plat merah atau bisnis pejabat (penguasa)
dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan
Lembaga-lembaga pemerintah dan didunia bisnis sekalipun (Tuanakotta,
2014: 196). Bribery atau penyuapan merupaka hal yang paling sering
dijumpai dalam kehiduapn bisnis dan politik di Indonesia untuk memuluskan
rencana para pemegang kepentingan tersebut. Iillega; gratuities adalah
pemberian hadiah yang merupakan bentuk terselubung dari penyuapan
kepada pihak yang berkaitan dalam suatu bisnis dan kegiatan politik di
Indonesia. Dan yang selanjutnya adalah, economic extortion yang merupakan
bentuk ancaman terhadap rekanan dengan secara terselubung atau terbuka.
b. Asset Misappropriation
Asset misappropriation secara sederhana diartikan sebagai bentuk
penyalahgunaan/pencurian asset perusahaan atau pihak lain, namun dalam
istilah hukum diartikan, mengambil asset secara illegal (tidak sah atau
melawan hukum) yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang
untuk mengelola atau mengawasi asset tersebut, disebut menggelapkan
(Tuanakotta 2014:199).
Terdapat dua bentuk fraud dalam cabang asset misappropriation, yaitu
cash dan non-cash (ACFE 2014). Asset misappropriation dalam bentuk
penjarahan cash atau cash misappropriation dilakukan dalam tiga bentuk
yaitu skimming, larceny, dan fraudulent disbursement, sedangkan dalam
bentuk non-cash dilakukan dalam bentuk misuse dan larceny (Tuanakotta
2014). Pada cash misappropriation tindakan fraud bisa dilakukan saat uang
tersebut belum masuk ke perusahaan (skimming). Selain itu, jika uang
tersebut sudah masuk, fraud yang bisa dilakukan ialah dengan mencuri atau
pencurian (larceny). Arus uang yang masuk sudah terekam oleh sistem
akuntansi perusahaan, maka penjarahan uang melalui pengeluaran yang tidak
sah disebut (fraudulent disbursement) (Tuanakotta, 2014).
c. Fraudulent statement
Fraud ini berupa salah saji (misstatement baik overstatement maupun
understatement) yang terdiri dari dua ranting cabang yaitu financial dan non-
financial. Pada financial fraud tindakan yang terjadi dapat berupa penyajian
asset atau pendapatan yang lebih tinggi dari sebenarnya (Asset/revenue
overstatement) atau penyajian yang lebih rendah dari yang sebenarnya
(Asset/revenue understatement). Sedangkan untuk non financia fraudl
tindakan yang terjadi dapat nerupa penyampaian laporan non-keuangan yang
menyesatkan, laporan yang lebih bagus dari yang sebenarnya atau pemalsuan
atau pemutarbalikan keadaan yang biasanta laporan tersebut digunakan untuk
keperluan intern maupun ekstern perusahaan (Tuanakotta, 2014). Hal ini
merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh petinggi suatu entitas untuk
menutupi kondisi finansial yang sebenarnya dengan melakukan manipulasi
dalam penyajian laporan keuangannya untuk mendapatkan keuntungan.