Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
1. 1 Latar Belakang..................................................................................................4
1. 2 Rumusan Masalah............................................................................................4
1. 3 Tujuan Penulisan..............................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
2. 1 Definisi...............................................................................................................6
2. 2 Etiologi...............................................................................................................6
2. 3 Faktor Risiko.....................................................................................................6
2. 4 Manifestasi Klinis.............................................................................................7
2. 5 Staging................................................................................................................8
2. 6 Patofisiologi.......................................................................................................9
2. 7 Komplikasi.......................................................................................................11
2. 8 Penatalaksanaan Medis..................................................................................11
2. 9 Asuhan Keperawatan.....................................................................................12
2.9.1 Pengkajian.................................................................................................12
2.9.2 Diagnosis Keperawatan.............................................................................15
2.9.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................17
BAB III...........................................................................................................................32
PENUTUP......................................................................................................................32
3. 1 Kesimpulan......................................................................................................32
3. 2 Saran................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Osteomyelitis adalah penyakit infeksi yang mengenai tulang.
Osteomyelitis berdasarkan temuan histopatologinya dapat dikategorikan menjadi
akut dan kronis. Osteomyelitis akut sering diasosiasikan dengan perubahan
inflamasi pada tulang yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan gejala
terjadi dalam waktu 2 minggu setelah infeksi. Pada osteomyelitis kronis,
nekrosis tulang dapat terjadi hingga 6 minggu pasca infeksi. (Schmitt, S. K,
2017).
1. 2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi penyakit Osteomyelitis?


2. Bagaimana etiologi penyakit Osteomyelitis?
3. Bagaimana faktor risiko penyakit Osteomyelitis?
4. Bagaimana manifestasi klinis penyakit Osteomyelitis?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit Osteomyelitis?
6. Bagaimana komplikasi penyakit Osteomyelitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis penyakit Osteomyelitis?
8. Bagaimana asuhan keperawatan penyakit Osteomyelitis?

1. 3 Tujuan Penulisan

1. Mengidentifikasi definisi penyakit Osteomyelitis


2. Mengidentifikasi etiologi penyakit Osteomyelitis
3. Mengidentifikasi faktor risiko penyakit Osteomyelitis
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis penyakit Osteomyelitis
5. Mengidentifikasi patofisiologi penyakit Osteomyelitis
6. Mengidentifikasi komplikasi penyakit Osteomyelitis
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan medis penyakit Osteomyelitis
8. Mengidentifikasi asuhan keperawatan penyakit Osteomyelitis

1
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Anatomi Fisiologi Tulang


Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh
untuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang sebagai alat gerak pasif karena
hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan
penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa tulang. Tubuh kita memiliki 206
tulang yang membentuk rangka. Salah satu bagian terpenting dari sistem rangka
adalah tulang belakang. Fungsi dari sistem skeletal/rangka adalah:
a. Penyangga berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen- ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ. Membentuk kerangka yang berfungsi untuk
menyangga tubuh dan otot-otot yang melekat pada tulang.
b. Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
atau hemopoesis.
c. Produksi sel darah (red marrow).
d. Pelindung yaitu membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak, serta memproteksi organ-organ internal dari trauma mekanis.
e. Penggerak yaitu dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
Berdasarkan struktur tulang, tulang terdiri dari sel hidup yang
tersebar diantara material tidak hidup (matriks). Matriks tersusun atas
osteoblas (sel pembentuk tulang). Sedangkan osteoblas membuat dan
mensekresi protein kolagen dan garam mineral. Jika pembentukan tulang
baru dibutuhkan, osteoblas baru akan dibentuk. Jika tulang telah
dibentuk, osteoblas akan berubah menjadi osteosit (sel tulang dewasa).
Sel tulang yang telah mati akan dirusak oleh osteoklas (sel perusakan
tulang).

2
1. Klasifikasi Tulang
Jaringan tulang berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat
fisiknya dibedakan menjadi tulang rawan dan tulang sejati.
a. Tulang rawan
Tulang Rawan (kartilago) terdiri dari 3 macam yaitu a)
Tulang rawan hyalin, bersifat kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulang pipa; b) Tulang rawan fibrosa yaitu memperdalam rongga
dari cawan-cawan (tulang panggul) dan rongga glenoid dari
scapula; c) Tulang rawan elastik yaitu terdapat dalam daun
telinga, epiglottis, dan faring.
Proses pembentukan tulang telah bermula sejak umur
embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Pada rangka
manusia, rangka yang pertama kali terbentuk adalah tulang rawan
(kartilago) yang berasal dari jaringan mesenkim. Kemudian akan
terbentuk osteoblas atau sel-sel pembentuk tulang. Osteoblas ini
akan mengisi rongga-rongga tulang rawan. Sel-sel tulang
dibentuk terutama dari arah dalam keluar, atau proses
pembentukannya konsentris. Setiap satuan-satuan sel tulang
mengelilingi suatu pembuluh darah dan saraf membentuk suatu
sistem yang disebut sistem Havers. Disekeliling sel-sel tulang
terbentuk senyawa protein yang akan menjadi matriks tulang.
Kelak di dalam senyawa protein ini terdapat pula kapur dan
fosfor sehingga matriks tulang akan mengeras. Proses ini disebut
osifikasi.

3
b. Tulang Sejati
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai
sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Secara mikroskopis tulang terdiri dari beberapa komponen
berikut ini. a) Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf,
pembuluh darah, aliran limfe). b) Lamella (lempeng tulang yang
tersusun konsentris). c) Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di
antara lempengan-lempengan yang mengandung sel tulang). d)
Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi
makanan sampai ke osteon). (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2017)

2. Sendi
Dimana satu tulang bertemu tulang lainnya adalah sebuah sendi.
Ada tiga jenis sendi:
 Mereka yang memungkinkan pergerakan bebas (yaitu diarthrosis)
 Mereka yang tetap (yaitu sinartrosis)
 Orang yang mengizinkan pergerakan terbatas (amphiarthroses).
Sendi diklasifikasikan sebagai berikut:
 Synostotic
 Cartilaginous
 Fibrous

4
 Synovial.
Sendi sinovial adalah yang paling umum dalam sistem MSK dan
yang utama diintervensi oleh praktisi perawatan kesehatan. Sendi
sinovial memungkinkan pergerakan bebas. Permukaan tulang (ujung
tulang) ditutupi oleh tulang rawan artikular dan dihubungkan oleh
ligamen. Ada berbagai jenis sendi sinovial termasuk:
 Sendi pivotal (yaitu sendi antara radius humerus dan ulna)
 Sendi bola dan soket (yaitu sendi pinggul)
 Sendi engsel (yaitu sendi interphalangeal jari-jari).

Ada ruang di antara permukaan tulang, yang memungkinkan


pergerakan satu tulang ke tulang lainnya. Cairan sinovial yang ada di
dalam sendi memberikan nutrisi untuk tulang rawan artikular dan
pelumasan untuk permukaan sendi. Sepanjang hidup, sendi sinovial
mengalami keausan akibat tekanan yang diberikan padanya. Kerusakan
biasanya terlihat pada tulang rawan di ujung satu tulang di mana ujung
tulang lainnya bergesekan dengannya; ketika ini terjadi dapat
menyebabkan proses peradangan, yang dapat menyebabkan rasa sakit
dan kehilangan gerakan. (Lewis, 2014)

5
2. 2 Definisi
Osteomielitis adalah infeksi parah pada tulang, sumsum tulang, dan
jaringan lunak di sekitarnya (Lewis, 2014). Osteomielitis merupakan infeksi
tulang piogenik yang dapat bersifat akut (berlangsung kurang dari 4 minggu)
atau kronis (berlangsung lebih dari 4 minggu). Infeksi tersebut menyebabkan
nekrosis jaringan, kerusakan struktur tulang, dan dekalsifikasi. Meskipun
umumnya tetap terlokalisasi, osteomielitis dapat menyebar melalui tulang ke
sumsum, korteks, dan periosteum. Pada osteomielitis akut, bakteri atau jamur
dibawa melalui darah dari tempat infeksi lain atau masuk ke tulang melalui kulit
setelah pembedahan atau trauma. Sedangkan Osteomielitis kronis, yang jarang
terjadi, ditandai dengan drainase saluran sinus dan lesi metastasis (Burghardt,
2012).

6
2. 3 Etiologi
Patogen memasuki tulang dengan beberapa cara. Cedera pada tubuh
memungkinkan mikroba penyebab akses langsung ke jaringan tulang. Fraktur
terbuka adalah contoh dari proses tersebut. Infeksi yang dimulai di bagian lain
tubuh dapat berpindah ke tulang. Misalnya, pasien dengan penggantian pinggul
total dapat mengalami osteomielitis dari infeksi saluran kemih. Patogen paling
umum yang menyebabkan osteomielitis adalah Staphylococcus aureus.
Penyebab osteomielitis meliputi metastasis (Burghardt, 2012) :
1. Cedera traumatis
2. Infeksi akut yang berasal dari tempat lain di tubuh
3. Organisme, seperti Staphylococcus aureus (paling umum), Streptococcus
pyogenes, Pneumococcus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli,
dan Proteus vulgaris
4. Jamur atau virus.
2. 4 Epidemiologi
Epidemiologi osteomyelitis secara akurat sulit didapatkan karena angka
epidemiologi definitif tidak ada. Angka morbiditas osteomyelitis semakin
meningkat saat ini, karena teknologi pemeriksaan penunjang yang semakin baik.
Belum terdapat angka insiden osteomyelitis secara global. Sebuah studi di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa angka kejadian osteomyelitis mencapai
21,8 kasus per 100.000 orang per tahun. Lebih sering ditemukan pada laki-laki,
dan meningkat seiring dengan usia karena penyakit komorbid seperti diabetes
mellitus atau gangguan vaskuler perifer lainnya. Insiden  osteomyelitis
meningkat dari tahun ke tahun, dari 11,4 kasus per 100.000 orang pertahun pada
tahun 1969-1979 menjadi 24,4 kasus per 100.000 orang per tahun padat tahun
2000-2009. Studi ini juga mengemukakan bahwa angka insiden osteomyelitis
setelah prosedur pembedahan dan trauma berkisar antara 1-55%. (Kremers,
M.H., et al)

7
2. 5 Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko adalah:
1. Diabetes yang tidak terkontrol secara memadai
2. Hemodialisis
3. Penggunaan obat melalui IV
4. Kondisi apapun yang menurunkan suplai darah ke tulang
5. Infeksi kulit jangka panjang.
6. Sirkulasi darah yang buruk (arteriosklerosis). Faktor risiko sirkulasi
darah yang buruk, yang meliputi tekanan darah tinggi, merokok,
kolesterol darah tinggi dan diabetes.
7. Kekurangan sistem kekebalan.
8. Sendi prostetik.
9. Anemia sel sabit.

8
2. 6 Manifestasi Klinis
Osteomielitis akut mengacu pada infeksi awal atau infeksi yang
berlangsung kurang dari 1 bulan. Manifestasi klinis dari osteomielitis akut
bersifat lokal dan sistemik. Bila infeksi ditularkan melalui darah, onsetnya
biasanya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis dan laboratorium
sepsis (misalnya, menggigil, demam tinggi, nadi cepat, malaise umum). Gejala
sistemik pada awalnya mungkin menutupi tanda-tanda lokal. Manifestasi lokal
termasuk nyeri tulang konstan yang tidak berkurang dengan istirahat yang
memburuk dengan aktivitas; bengkak, nyeri tekan, dan hangat di tempat infeksi;
dan gerakan terbatas dari bagian yang terpengaruh. Area yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak, dan sangat lembut. Pasien mungkin menggambarkan nyeri
berdenyut yang konstan yang meningkat dengan gerakan sebagai akibat dari
tekanan bahan purulen pengumpul (yaitu, nanah). Tanda-tanda selanjutnya
termasuk drainase dari saluran sinus kutaneus atau lokasi fraktur. Osteomielitis
kronis mengacu pada infeksi tulang yang berlangsung selama lebih dari 1 bulan
atau infeksi yang gagal merespons pada terapi antibiotik awal. Osteomielitis
kronis adalah masalah yang terus-menerus dan persisten (akibat dari pengobatan
akut yang tidak adekuat) atau proses eksaserbasi dan remisi. Tanda-tanda
sistemik dapat berkurang, dengan tanda-tanda lokal infeksi yang lebih umum,
termasuk nyeri tulang terus-menerus dan bengkak serta rasa hangat di tempat
infeksi. Seiring waktu, jaringan granulasi berubah menjadi jaringan parut.
Jaringan parut avaskular ini menyediakan tempat yang ideal untuk pertumbuhan
mikroorganisme lanjutan yang tidak dapat ditembus oleh antibiotik (Lewis,
2014).

9
2. 7 Staging
1. Stadium 1: Osteomielitis Meduler
Osteomielitis meduler menunjukkan infeksi yang terbatas pada
permukaan intrameduler tulang. Osteomielitis hematogen dan batang
intrameduler yang terinfeksi adalah contoh dari jenis anatomi ini.
2. Stadium 2: Osteomielitis Superfisial
Osteomielitis superfisial adalah infeksi tulang terfokus yang
benar-benar berdekatan; itu terjadi ketika permukaan tulang nekrotik
terinfeksi yang terpapar terletak di dasar luka jaringan lunak.
3. Stadium 3: Osteomielitis Lokal
Osteomielitis lokal biasanya ditandai dengan ketebalan penuh,
sekuestrasi kortikal yang dapat diangkat melalui pembedahan tanpa
mengganggu stabilitas tulang.
4. Stadium 4: Osteomielitis Difus
Osteomielitis difus adalah proses menyeluruh yang biasanya
memerlukan reseksi tulang sela untuk menghentikan proses penyakit.
Osteomielitis difus termasuk infeksi dengan hilangnya stabilitas tulang
baik sebelum atau setelah operasi debridemen. (Calhoun, J., Manring, M.
M., & Shirtliff, M, 2019)

10
2. 8 Patofisiologi
Tulang biasanya tahan terhadap infeksi. Namun, ketika mikroorganisme
masuk ke dalam tulang secara hematogen, dari struktur sekitarnya atau dari
inokulasi langsung yang berhubungan dengan pembedahan atau trauma,
osteomielitis dapat terjadi. Infeksi tulang dapat terjadi akibat pengobatan trauma,
yang memungkinkan patogen memasuki tulang dan berkembang biak di jaringan
yang mengalami trauma. Ketika infeksi tulang berlanjut selama berbulan-bulan,
infeksi yang dihasilakan disebut sebagai osteomielitis kronis dan mungkin
bersifat polimikroba. Meskipun semua tulang dapat mengalami infeksi, yang
paling sering terkena adalah ektremitas bawah. Osteomielitis bisa akut, subakut,
atau kronis, tergantung dari durasinya.
Faktor penting dalam patogenesis osteomielitis meliputi :
 Virulensi organisme yang menginfeksi

 Penyakit yang mendasari

 Status kekebalan

 Jenis, lokasi, dan vaskularisasi tulang (Kishner, Hart, Nixon, & Laborde,
2020).

11
Pathway

12
13
2. 9 Komplikasi
Komplikasi osteomielitis mungkin termasuk:
1. Kematian tulang (osteonekrosis). Infeksi pada tulang dapat menghambat
sirkulasi darah di dalam tulang, yang menyebabkan kematian tulang.
Area di mana tulang telah mati perlu diangkat melalui pembedahan agar
antibiotik menjadi efektif.
2. Artritis septik. Terkadang, infeksi di dalam tulang bisa menyebar ke
sendi di dekatnya.
3. Pertumbuhan terganggu. Pertumbuhan normal pada tulang atau
persendian pada anak-anak dapat terpengaruh jika osteomielitis terjadi di
daerah yang lebih lunak, yang disebut lempeng pertumbuhan, di kedua
ujung tulang panjang lengan dan kaki.
4. Kanker kulit. Jika osteomielitis menyebabkan luka terbuka yang
mengeluarkan nanah, kulit di sekitarnya berisiko lebih tinggi terkena
kanker sel skuamosa. (Mayo Clinic, 2018)

14
2. 10 Penatalaksanaan Medis
Prinsip penatalaksanaan osteomieltis yaitu : a) istirahat dan pemberian
analgetik untuk menghilangkan nyeri, b) pemberian cairan intravena dan kalau
perlu transfuse darah, c) istirahat local dengan pemasangan bidai atau traksi, d)
pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab dan e) drainase bedah.
Tujuan terapi adalah untuk mengontrol dan menghentikan preses infeksi,
manajemen nyeri, dan pencegahan komplikasi imobilitas. Tulang yang sakit
harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Lakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa
kali per hari untuk meningkatkan aliran darah. Perawat harus terus mendorong
klien untuk melakukan ROM, latihan isotonic dan isometric untuk menjaga
kekuatan otot dan fleksibilitas sendi. Juga perlu diajarkan teknik relaksasi, untuk
mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan kilen.
Pemberian antibiotic sesuai dosis, waktu, dan order sangat penting untuk
mencapai kadar antibiotic dalam darah yang adekuat, antibiotic parenteral harus
diberikan sesuai dosis yanitu selama enam minggu. Sebelum pemberian
antibiotic, sebaiknya dilakukan kutur darah dan kultur abses untuk mengetahui
organisme penyebab. Bila infeksi tampak terkontrol, antibiotic dapat diberikan
per oral dan di berikan selama tiga bulan. Untuk meningkatkan absorbs
antibiotio oral, jagan diminum bersama makanan.
Sequestrektomi, dengan pengangkatan involukrum secekupnya dapat
dilakukan. Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya
dapat terjadi proses penyembuhan yang permanen. Luka ditutup rapat atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat juga dipasang drainase untuk mengontrol hematoma dan
mengangkat debris. Irigasi larutan salin normal dapat diberikan selama 7-8 hari
(Lukman & Ningsih, 2013)

15
2. 11 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
mengumpulkan data dari beberapa sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001).
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan
osteomielitis meliputi :
a. Identifikasi Klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status
perkawinan, agama, suku, bangsa, pendidikan, bahasa
yang digunakan, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Keperawatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,
atau infeksi lainnya, (bakteri pneumonia, sinusitis, kulit
atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa
lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah klien terdapat pengembangan, adanya
nyeri dan demam.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya dalam keluarga yang menderita penyakit
keturunan
e. Riwayat Psikososial
Adanya ditemukan depres marah ataupun stress
f. Kebiasaan Sehari-hari
 Pola nutrisi : anoreksia, mual, muntah
 Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi
 Pola aktivitas : pola kebiasaan

16
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
1. B1 (Breathing): pada inspeksi, didapatkan bahwa klien
osteomielitis tidak mengalami kelainan pernafasan. Pada
palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan suara nafas
tambahan
2. B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung.
Palpasi menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Pada Auskultasi didapatkan suara S1 dan S2 tunggal,
tidak ada murmur
3. B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
4. B4 ( Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna,
jumlah, karakteristik, dan berat jenis. Biasanya
osteomielitis tidak mengalami kelainan pada sistem ini.
5. B5 (Bowel ) : inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris,
tidak ada hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba.
Perkusi, suara timpani, ada pantulan gelombnag cairan.
Auskultasi, peristaltik usus normal (20x/ menit ).
Inguinial-genitalia- anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran linfe, tidak ada kesulitan defeksi. Pola nutrisi
dan metabolisme: klien osteomielitis harus mengomsumsi
nutrisi melebihi kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium,
zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap
nutrisi klien dapat membantu proses penyembuhan infeksi
tulang. Evaluasi terhadap nutrisi klien dapat membatu
menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dan nutrisi yang tidak adekuat,
terutama kalsium dan protein. Masalah nyeri pada
osteomislistis menyebabkan klien kadang mual atau
muntah sehingga pemenuhan nutrisi berkurang. Pola

17
eliminasi : tidak ada gangguan eliminasi, terapi tetap perlu
di kaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses. Pada
pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekaan, waarna , bau,
dan jumlah urine.
6. B6 (Bone) . adanya osteomielistis hematogen akut akan
ditemukan gangguan pergerakan sandi karena
pembegkakan sendi akan menganggu fungsi metorik
klien. Kerusakan integritas jaringan kulit karena adanya
luka disertai oengeluaran pus atau cairan bening berbau
khas.
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Imanging

Osteomielitis dapat terdeteksi melalui


pemeriksaan x-ray, dimana didapatkan adanya destruksi
tulang, reaksi periosteum, pembengkakan jaringan lunak,
dan pembentukan sequester. Pada kasus subakut bisa
didapatkan adanya lesi berbatas tegas, bulat, bersifat
radiolusen berupa kavitas dengan diameter berukuran 1 –
2 cm. Kavitas dapat dikelilingi oleh sklerosis (abses
Brodie).
Ultrasonography berguna untuk melihat adanya
edema periosteum dan kumpulan cairan di permukaan
tulang.

18
MRI merupakan modalitas pencitraan yang sangat
baik untuk mendeteksi kondisi infeksi awal, yaitu adanya
edema pada metafisis tulang, pembengkakan jaringan
lunak, dan pembentukan pus. Pada kondisi infeksi awal,
didapatkan abnormalitas pada sumsum tulang berupa
gambaran penurunan intensitas pada T1weighted image
dan peningkatan intensitas pada T2 weighted image.
CT scan baik untuk melihat ekstensi dari
sequester, destruksi tulang, asal dari sinus, sehingga
berguna dalam persiapan tindakan bedah untuk
memprediksi seberapa banyak tulang sehat yang tersisa
dan menentuka perlu tidaknya pemasangan implant untuk
memperkuat tulang post operasi, CT scan kurang baik
untuk pemeriksaan osteomielitis post pemasanangan
prostesis dan implan karena gambaran yang kurang jelas
akibat mekanisme scattered
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
radionuklir (bone scan), biasanya ditujukan terutama
untuk osteomielitis yang bersifat multifokal,dengan
sensitivitas lebih dari 98% dan spesifisitas mencapai lebih
dari 70%. Pada pemeriksaan bone scan dapat terlihat
adanya peningkatan uptake yang biasanya dapat
disimpulkan adanya inflamasi. Peningkatan uptake ini
tidak hanya terjadi pada proses inflamasi, namun dapat
terjadi juga pada lempeng epifisis sebagai lempeng
pertumbuhan sehingga sukar untuk membedakan proses
inflamasi dan fisiologis dari epifisis itu sendiri

b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kasus akut seperti osteomielitis hematogenik
akut pada anak, dapat terjadi kenaikan jumlah leukosit,

19
namun leukosit dapat ditemukan normal pada bayi dan
orang tua. Pada osteomielitis juga dapat ditemukan
peningkatan dari ESR dan CRP. Namun perlu diingat
baikbaik, bahwa peningkatan dari leukosit, ESR, dan CRP
tidak hanya terjadi pada kasus osteomielitis, sehingga
ketiga pemeriksaan tersebut bersifat tidak spesifik. Pada
osteomielitis hematogenik subakut, hitung leukosit dan
kultur darah dapat menunjukkan hasil yang normal,
terjadi peningkatan ESR secara minimal.
Kultur darah untuk mencari penyebab hanya
dalam 50% kasus. Sebaiknya dilakukan sebelum
pemberian antibiotika atau 48 jam sesudah antibiotika
dihentikan. Hal ini terutama berguna untuk kasus
osteomielitis hematogenik akut.
c. Histopatologi
Mikroorganisme penyebab osteomielitis dapat
diketahui dengan melakukan pemeriksaan kultur dan
histopatologi yang berasal dari tulang yang terkena.
Biopsi dan kultur untuk osteomielitis harus mencakup
tulang yang terkena, dan tidak melalui daerah sinus atau
ulkus karena rawan terkontaminasi bakteri flora normal
kulit. Hal ini juga berlaku untuk luka neuropati pada kaki
osteomielitis.
Pada sebagian jaringan dilakukan pemeriksaan
pewarnaan gram dan Ziehl Nielssen untuk memberikan
hasil yang lebih cepat dan menyingkirkan penyebab
mycobacterium . Pemeriksaan kultur yang dilakukan
adalah pemeriksaan aerob dan anaerob, dan bila tidak
ditemukan koloni kuman tumbuh, pemeriksaan
dilanjutkan dengan kultur mycobacterium dan fungus
yang membutuhkan waktu lebih lama.

20
Pada kasus akut, didapatkan sel-sel inflamasi akut,
edema, kongesti vaskular, dan trombosis pembuluh darah.
Pada kasus lanjut dapat ditemukan tulang nekrotik,
jaringan granulasi, sel PMN leukosit, macrofag, dan
osteoklas. Sequestrum terbentuk bila tulang mati terpisah
komplit dari tulang hidup disekitarnya. Pada kasus kronik,
dapat ditemukan sel limfosit, histiosit, dan sel plasma.
Bila dari pemeriksaan histopatologi didapatkan
hasil neutrofil lebih dari 6 per lapang pandang besar,
mengindikasikan positif terjadinya proses infeksi.
Pewarnaan Ziehl Nelssen dan penemuan sel polidatia
Langhans pada pemeriksaan histopatologi merujuk pada
mycobacterium sehingga terapi segera dapat
dilaksanakan tanpa menunggu hasil kultur. Pada
kecurigaan infeksi pada implan, biopsi harus dilakukan
pada beberapa tempat untuk memastikan representasi dari
jaringan yang diambil. Minimal dilakukan 3 biopsi dari
jaringan periprostesis dan dilakukan pemeriksaan kultur.

2. 12 Diagnosis Keperawatan
Berikut urutan prioritas diagnosis keperawatan :
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada jaringan sekitar
oleh abses
2. Hipertermia berhubungan dengan respon inflamasi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi
tulang
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi bermetatis
ke permukaan kulit
5. Risiko decubitus berhubungan dengan tirah baring

21
2.9.1 Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA OUTCOME INTERVENSI
1. Nyeri akut b.d penekanan pada jaringan Setelah dilakukan intervensi selama …x 24 jam Manajemen Nyeri
sekitar oleh abses control terhadap nyeri mengalami peningkatan Aktivitas – aktivitas :
(Domain 12. Kelas 1. Kode diagnosis dengan kriteria hasil sebagai berikut : Observasi :
00132)
Definisi : pengalaman sensori dan 1. Mampu mengenali kapan dan factor 1. Lakukan pengkajian nyeri

emosional tidak menyenangkan penyebab nyeri terjadi komprehensif yang meliputi lokasi,

berkaitan dengan kerusakan jaringan 2. Mampu menggunakan tindakan karakteristik, onset/durasi,

actual atau potensial, atau yang pengurangan nyeri tanpa analgesic frekuensi, kualitas, intwnsitas atau

digambarkan sebagai kerusakan 3. Mampu menggunakan tindakan beratnya nyeri dan factor pencetus

(International Association for the Study pengurangan nyeri dengan analgesic 2. Gali bersama pasien factor- factor

of Pain); awitan yang tiba – tiba atau yang direkomendasikan yang dapat menurunkan atau

lambat dengan intensitas ringan hingga memperberat nyeri

berat, dengan berakhirnya dapat


Terapi :
diantisipasi atau diprediksi, dengan
durasi kurang dari 3 bulan 1. Pilih dan implementasikan tindakan
yang beragam (misalnya
Batasan Karakteristik : farmakolgi, non-farmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi
 Perilaku distraksi
penurunan nyeri sesuai kebutuhan
 Bukti nyeri dengan

22
menggunakan standar daftar Edukasi :
periksa nyeri untuk pasien yang
tidak dapat mengungkapkannya 1. Ajarkan prinsip – prinsip
manajemen nyeri
 Ekspresi wajah nyeri
2. Berikan informasi mengenai nyeri ,
 Laporan tentang perilaku nyeri/
seperti penyebab nyeri, berapa lama
perubahan aktivitas
nyeri akan dirasakan, dan antisipasi
dari ketidaknyamanan yang terjadi
Faktor yang Berhubungan :
Kolaborasi :
 Agen cedera biologis
1. Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan terkait
pengurangan nyeri
2. Hipertermia b.d respon inflamasi Setelah dilakukan intervesi selama …x 24 jam Perawatan Demam
(Domain 11.kelas 6. Kode diagnosis didapatkan peningkatan kesehatan berupa Aktivitas
00007) termoregulasi menjadi normal dengan kriteria Observasi :
Definisi : suhu inti tubuh diatas kisaran hasil sebagai berikut :
normal diurnal karena kegagalan 1. Pantau suhu dan tanda – tanda vital

termoregulasi. 1. Tidak merasa menggigil saat cuaca lainnya

Batasan Karakteristik : dingin 2. Pantau komplikasi – komplikasi


2. Pasien tidak mengalami hipertermia yang berhubungan dengan demam
 Takikardia 3. Denyut nadi radial menjadi normal serta tanda dan gejala kondisi

23
penyebab demam
 Kulit terasa hangat
Terapi :

1. Dorong konsumsi cairan


2. Berikan obat atau cairan IV
( misalnya, antipiretik, agen
antibakteri, dan agen anti
menggigil)

Kolaborasi :

1. Pastikan tanda lain dari infeksi yang


terpantau pada orang tua, karena
hanya menunjukkan demam ringan
atau tidak demam sama sekali
karena infeksi
3. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan Setelah dilakukan intervensi selama …x24 jam Peningkatan Mekanika Tubuh
fungsi tulang terjadi perbaikan pergerakan dengan kriteria Aktivitas :
(Domain 4.kelas 2. Kode diagnosis hasil sebagai berikut : Observasi
00085)
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan 1. Terjadi keseimbangan pergerakan tubuh 1. Kaji pemahaman pasien mengenai

fisik atau satu atau lebih ekstremitas klien mekanika tubuh dan latihan

secara mandiri dan terarah (misalnya, mendemostrasikan

24
2. Terdapat perbaikan cara berjalan klien
Batasan Karakteristik : 3. Mampu bergerak dengan mudah kembali teknik melakukan aktivitas/
latihan yang benar)
 Penurunan rentan gerak
Terapi
 Kesulitan membolak balik
posisi
1. Bantu pasien untuk melakukan
latihan fleksi dan melakukan
aktivitas pemanasan sebelum
memulai pekerjaan

Edukasi

1. Edukasi pasien tentang pentingnya


postur tubuh yang benar untuk
mencegah kelelahan, ketegangan
atau injuri
2. Instruksikan pasien untuk
menggerakkan kaki terlebih dahulu
kemudian badan ketika memulai
berjalan dari posisi berdiri

4. Kerusakan Integritas kulit b.d infeksi Setelah dilakukan perawatan selama … x 24 Pengecekan Kulit

25
yang bermetastatis ke permukaan kulit jam terjadi perbaikan integritas jaringan : kulit Aktivitas – aktivitas
(Domain 11. Kelas 2. Kode diagnosis & membrane mukosa dengan kriteria hasil: Observasi
00046)
Definisi : Kerusakan pada epidermis 1. Terjadi perbaikan suhu kulit 1. Periksa kulit dan selaput lendir

dan/ atau dermis 2. Integritas kulit membaik terkait dengan adanya kemerahan,


3. Tidak ada lesi pada kulit kehangatan ekstrim, edema, atau

Batasan Karakteristik : drainase


2. Monitor infeksi, terutama dari
 Nyeri akut daerah edema
 Gangguan integritas kulit
Terapi
 Area panas local
 Kemerahan 1. Lakukan langkah – langkah untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
(misalnya, melapisi kasur,
menjadwalkan reposisi)

Edukasi

1. Ajarkan anggota keluarga/pemberi


asuhan mengenai tanda – tanda
kerusakan kulit, dengan tepat
5. Risiko dekubitus b.d tirah baring Setelah dilakukan intervensi selama … x 24 jam Perawatan Tirah Baring
(Domain 11.Kelas 2.Kode diagnosis terjadi perbaikan integritas jaringan: kulit dan Aktivitas – Aktivitas

26
00249) membrane mukosa dengan kriteria hasil : Observasi :
Definisi : Rentan terhadap cedera local
pada kulit dan/atau jaringan 1. Suhu kulit menjadi normal 1. Monitor kondisi kulit

dibawahnya, biasanya diatas penonjolan 2. Tidak terjadi keringat 2. Monitor komplikasi dari tirah

tulang sebagai akibat tekanan, atau 3. Integritas kulit membaik baring (misalnya, kehilangan tonus

tekanan dengan kombinasi gesekan 4. Tidak terjadi pengelupasan kulit otot, nyeri punggung, konstipasi,
5. Tidak terjadi nekrosis peningkatan stress, depresi,

Batasan Karakteristik : kebingungan, perubahan siklus


tidur, infeksi saluran kemih,
 Penurunan mobilitas kesuitan dalam berkemih,
 Hipertermia pneumonia)

 Dehidrasi
Terapi
 Kulit kering

1. Posisikan sesuai body alignment


yang tepat
2. Aplikasikan papan untuk kaki di
tempat tidur pasien
3. Balikkan pasien yang tidak dapat
dimobilisasi paling tidak setiap 2
jam, sesuai dengan jadwal yang
spesifik
4. Bantu menjaga kebersihan

27
(misalnya, dengan menggunakan
deodorant atau parfum)

Edukasi

1. Ajarkan latihan di tempat tidur,


dengan cara yang tepat

28
BAB III

PENUTUP
3. 1 Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi parah pada tulang, sumsum tulang,
dan jaringan lunak di sekitarnya (Lewis, 2014). Osteomielitis merupakan
infeksi tulang piogenik yang dapat bersifat akut (berlangsung kurang
dari 4 minggu) atau kronis (berlangsung lebih dari 4 minggu). Infeksi
tersebut menyebabkan nekrosis jaringan, kerusakan struktur tulang, dan
dekalsifikasi. Meskipun umumnya tetap terlokalisasi, osteomielitis dapat
menyebar melalui tulang ke sumsum, korteks, dan periosteum. Pada
osteomielitis akut, bakteri atau jamur dibawa melalui darah dari tempat
infeksi lain atau masuk ke tulang melalui kulit setelah pembedahan atau
trauma. Sedangkan Osteomielitis kronis, yang jarang terjadi, ditandai
dengan drainase saluran sinus dan lesi metastasis (Burghardt, 2012).
3. 2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu,
diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik yang membangun
agar kami dapat memperbaiki makalah kami yang akan datang. Dari
makalah ini, semoga bisa menambah wawasan para pembaca dengan
informasi yang telah kami sajikan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Burghardt, J. (2012). Medical Surgical Nursing Made Incridibly Easy ! Philadelphia :

Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins.

Bulechek, G., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing Interventions

Classification (NIC), 6th Indonesian edition. Indonesia: Elsevier Inc.

Calhoun, J., Manring, M. M., & Shirtliff, M. (2019). Osteomyelitis of the Long Bones.

Seminars in Plastic Surgery, 23(02), 059–072. doi:10.1055/s-0029-1214158 

Dirksen, Lewis. (2014). Ninth Edition Medical Surgical Nursing Assessment and

Management of Clinical Problems. Canada: Elsevier.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2017). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi

dan klasifikasi 2018-2020, ed. 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kremers, M.H., et al., Trends in the Epidemiology of Osteomyelitis: A Population-

Based Study, 1969 to 2009. The Journal of Bone and Joint Surgery, 2015.

97(10): p. 837-845.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Anatomi dan Fisiologi. Retrieved

from http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-

content/uploads/2017/11/DAFTAR-ISI-DAN-ANATOMI-FISIOLOGI.pdf

(diakses 10 oktober 2020)

Lukman, & Ningsih, N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Lewis, S. e. (2014). Medical Surgical Nursing Ninth edition. Missouri : Elsevier Mosby

30
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes

Classification (NOC), 5th Indonesian edition. Indonesia: Elsevier Inc.

Mayo Clinic. (2018). Osteomyelitis symtomp and causes. Retrieved from

https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/osteomyelitis/symptoms-

causes/syc-20375913 (diakses 11 oktober 2020)

Smeltzer, S. e. (2010). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical Surgical Nursing .

Philadelphia : Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins .

Schmitt, S.K. Osteomyelitis. Infectious Disease Clinics of North America, 2017. 31,

325-338 DOI: https://doi.org/10.1016/j.idc.2017.01.010.

William, L. S., & Hopper, P. D. (2014). Understanding medical surgical nursing fifth

edition. Philadelphia: F.A Davis Company .

31

Anda mungkin juga menyukai