Anda di halaman 1dari 90

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

LAPORAN KHUSUS

PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA MENGGUNAKAN METODE JSA PEKERJAAN
ANGKAT BERAT DENGAN 1 ( SATU) KERAN
ANGKAT(CRANE) DI PT GUNANUSA
UTAMA FABRICATORS
BANTEN

Yuni Eko Saputro


R.0008139

PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
commit to user
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul : Penilaian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan


Kerja Menggunkan Metode JSA Pekerjaan angkat Berat Dengan 1 (Satu)
Keran Angkat (Crane) di PT Gunanusa Utama Fabricators Banten

Yuni Eko Saputro, NIM : R.0008139, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan


Penguji Tugas Akhir

Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja


Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

Pada Hari ………….Tanggal ………….. 20 …….

Pembimbing I Pembimbing II

Sumardiyono, SKM., M.Kes Tarwaka, PGDip.Sc., M.Erg


NIP. 19650706 198803 1 002 NIP. 19640929 198803 1019

Ketua Program
D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja FK UNS

Sumardiyono, SKM., M.Kes


NIP. 19650706 198803 1 002

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


MENGGUNKAN METODE JSA PEKERJAAN ANGKAT BERAT
DENGAN1 (SATU) KERANANGKAT (CRANE) DI PT GUNANUSA
UTAMA FABRICATORS BANTEN

Yuni Eko Saputro1, Sumardiyono2, dan Tarwaka3

Tujuan: Peralatan, manusia, serta lingkungan kerja mengandung potensi bahaya


yang tinggi sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadi
kecelakaan. Kecelakaan dapat terjadi karena adanya unsafe act dan unsafe
condition. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tentang gambaran penilaian
risiko keselamatan dan kesehatan kerja sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang


memberikan gambaran tentang pelaksanaan gambaran penilaian risiko
keselamatan dan kesehatan kerja. Kerangka pemikiran penelitian ini adalah
tempat kerja dimana didalamnya terdapat tenaga kerja, peralatan dan lingkungan
kerja, memiliki potensi dan faktor bahaya yang dapat berupa menimbulkan
kecelakaan kerja.

Hasil: Untuk mencegah terjadinya kecelakaan yakni dengan identifikasi bahaya,


penilaian risiko, dan melakukan pengendalian risiko keselamatan dan kesehatan
kerja. Hasil penilaian risiko ini kemudian akan dikomunikasikan sehingga
pekerjaan bisa dilakukan dengan aman. Data yang diperoleh kemudian dibahas
dengan membandingkan dengan Permenaker No. PER-05/MEN/1996 mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan OHSAS 18001: 2007.

Simpulan: Perusahaan telah melaksanakan penilaian risiko keselamatan dan


kesehatan kerja sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan pada pekerjaan
pengangkatan sesuai dengan Permenaker No. PER-05/MEN/1996 mengenai
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Occupational Safety
Health Assessment Series (OSHAS) 18001:2007. Saran yang diberikan adalah
supaya perusahaan selalu meninjau ulang setiap akan ada pekerjaan pengangkatan
berat.

Kata kunci: : Risiko, Penilaian, Pengendalian

1.
Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
2.
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3.
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan
dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta penyusunan laporan
tugas akhir dengan judul “Penilaian Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Menggunakan Metode JSA Pekerjaan Angkat Berat 1 (Satu) Keran Angkat
(Crane) Di PT Gunanusa Utama Fabricators Banten”.
Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Program
D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Di samping itu kerja praktek ini dilaksanakan untuk menambah
wawasan guna mengenal, mengetahui dan memahami mekanisme sehingga
mampu mengaplikasikan teori yang diperoleh.
Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah
dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. A.A Subiyanto, dr.,MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta sampai dengan Mei 2011.
2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. S.PD-KR-FINASIM selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
3. Bapak Putu Suriyasa, dr.,MS,PKK,Sp.Ok. selaku Ketua Program D.III
Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta sampai dengan Juni 2011.
4. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku Ketua Program D.III Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta.
5. Bapak Sumardiyono, SKM., M.Kes selaku pembimbing I.
6. Bapak Tarwaka, PGDip. Sc., M.Erg selaku pembimbing II.
7. M. Natsir selaku Corporate HSE Manager yang telah memberikan ijin untuk
melaksanakan kerja praktek dan memberikan pengarahan kepada penulis
selama melakukan kegiatan kerja praktek dan penelitian di PT. Gunanusa
Utama Fabricators.
8. Bapak T. Siswadi, dan Bapak Christopher Joseph selaku Project HSE
Manager yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan telah banyak
memberikan saran kepada penulis.
9. Semua karyawan HSE Departemen dan semua karyawan PT. Gunanusa
Utama Fabricators yang telah memberikan bimbingan bantuan kepada penulis.
10. Bapak, Ibu, Adik, dan Keluargaku yang tidak henti-hentinya memberikan do’a
dan kasih sayang kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan
kewajiban dengan baik.
11. Teman-teman Hiperkes dan Keselamatan Kerja Angkatan 2008 yang selalu
menjaga komunikasi dan memberi masukan untuk menyelesaikan penyusunan
laporan ini. commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12. Teman-teman kost wisma bagus yang memberikan doa dan dukungan serta
semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan
ini.
Semoga semua bantuan dan perhatian dari semua pihak mendapat rahmat dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat
kekurangan, untuk itu kami harapkan saran dan masukan yang bersifat
membangun dari semua pihak demi kemajuan kita bersama, dan semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Mei 2011


Penulis

Yuni Eko Saputro

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN........................................... iii

ABSTAK....................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

DAFTAR ISI................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL......................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR SINGKATAN .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................... 4

BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................... 6

A. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6

B. Kerangka Pemikiran................................................................. 35

BAB III. METODE PENELITIAN............................................................... 36

A. Metode Penelitian .................................................................... 36

B. Lokasi Penelitian...................................................................... 36
commitPenelitian
C. Objek dan Ruang Lingkup to user ...................................... 37

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Sumber Data............................................................................. 37

E. Teknik Pengumpulan Data....................................................... 38

F. Pelaksanaan .............................................................................. 38

G. Analisa Data ............................................................................. 40

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 41

A. Hasil Penelitian ........................................................................ 41

B. Pembahasan.............................................................................. 55

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 76

A. Simpulan .................................................................................. 76

B. Saran......................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 78

LAMPIRAN

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Teknik Penilaian Risiko ............................................ 26

Tabel 2. Kategori Kemungkinan Kejadian..................................................... 49

Tabel 3. Kategori Keparahan Kejadian .......................................................... 49

Tabel 4. Matrik Risiko ................................................................................... 51

Tabel 5. Risiko Awal...................................................................................... 53

Tabel 6. Risiko Akhir ..................................................................................... 72

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Teori Domino................................................................... 17

Gambar 2. Teori Gunung Es ......................................................................... 21

Gambar 3. Konsep ALARP........................................................................... 27

Gambar 4. Kerangka Pemikiran.................................................................... 35

Gambar 5. Proses Pengangkatan ................................................................... 42

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR SINGKATAN

ALARP : As Low As Reasonably Practicable


APD : Alat Pelindung Diri
COG : Central of gravity
HAZID : Hazard Identification
HSE : Health Safety and Environment
JSA : Job Safety Analysis
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
POB : Personal of Boat
PTG : PT. Gunanusa Utama Fabricators
SLC : Site Lifting Coordinator
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SMK3L : Sistem Manajemen Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
SWL : Safety Working Load
TBM : Toolbox Meeting

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Category Of Lifting

Lampiran 2. Lifting Assessment Flow Chart

Lampiran 3. Lifting Permit Flow Chart

Lampiran 4. Heavy Lifting & Transfering Work Permit

Lampiran 5. Health, Safety, and Environmental Hazard Identification

Lampiran 6 Risk/Impact Analysis Matrix

Lampiran 7 Psyco-social Matrix

Lampiran 8 Likelihood Of Occurence Criteria

Lampiran 9 Severity of Consequences Criteria

Lampiran 10 HIRADC form

Lampiran 11 Check List Of Readiness of Critical Lifting

Lampiran 12 Crane Inspection Report

Lampiran 13 Daily Check List of Crawler Crane

Lampiran 14 Rigging Register

Lampiran 15 Register and Inspection for Rigging and Lifting Equipment

Lampiran 16 Berita Acara Pengujian Beban

Lampiran 17 Contoh Sertifikat Peralatan angkat

Lampiran 18 Table Safe Working Loads for A Variation of Slinging Method

Lampiran 19 Color Code System for Lifting equipment

Lampiran 20 Standard Crane Signals


commit to user
Lampiran 21 Tagging System

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Lampiran 22 Crane Structure

Lampiran 23 Uraian Kegiatan Selama Magang

Lampiran 24 Surat Keterangan Magang

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program pembangunan di Indonesia telah membawa kemajuan pesat di

segala bidang kehidupan seperti sektor industri, jasa, pertambangan,

transportasi, dan lainnya. Namun dibalik kemajuan tersebut ada harga yang

harus dibayar masyarakat Indonesia, yaitu dampak negatif yang

ditimbulkannya salah satu diantaranya adalah bencana seperti kecelakaan,

pencemaran dan penyakit akibat kerja yang mengakibatkan ribuan orang

cidera setiap tahunnya (Ramli, 2010).

Dari data kepesertaan program JAMSOSTEK terjadi sekitar 90.000

kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian sangat besar baik korban

tewas, cedera maupun hilang produktivitas. Dari kompensasi yang dibayarkan

JAMSOSTEK sebesar Rp. 295 milyar selama tahun 2008, maka dengan

ekstrapolasi Indonesia menderita kerugian hilangnya produktivitas karena

aspek K3 setiap tahun sebesar Rp. 40 triliun. Hal ini mengindikasikan masih

rendahnya budaya K3 di tanah air. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

belum mendapat perhatian dan menjadi budaya di dunia usaha, dunia kerja,

dan masyarakat (Harjono, 2010).

Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan

ketentuan K3 yang berlaku. Bukan hal yang mudah untuk


commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

mengimplementasikan SMK3 pada kegiatan proyek konstruksi, karena

karakteristik kegiatan proyek konstruksi yang kompleks. Karakteristik

kegiatan konstruksi yaitu :

1. Memiliki masa kerja terbatas

2. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar

3. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar yang berpendidikan relatif rendah

4. Memiliki intensitas kerja yang tinggi

5. Bersifat multidisiplin dan multiskill

6. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan

kondisi

7. Memerlukan mobilisasi yang tinggi, seperti peralatan, material dan

tenaga kerja (Budianto, 2007).

Kecelakaan kerja tidak bisa dibiarkan saja, mengingat kerugian yang

akan ditimbulkan tidak hanya korban jiwa, tapi juga materi yang tidak sedikit

baik bagi pekerja dan pengusaha, tertundanya proses produksi, hingga

kerusakan lingkungan yang akhirnya berdampak bagi masyarakat luas.

Adanya persaingan pasar global menuntut sebuah industri konstruksi semakin

mengembangkan usahanya dengan meningkatkan sistem manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja.

PT. Gunanusa Utama Fabricators adalah perusahaan konstruksi yang

mengkhususkan pada konstruksi offshore Platform di bidang minyak dan gas,

pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan memiliki risiko kecelakaan kerja

sebagaimana pekerjaan konstruksi lainnya. Terlebih lagi pada proses produksi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

mulai dari penyediaan material sampai ke proses installing memerlukan

pekerjaan pengangkatan. Dari proses pengangkatan baik yang bersifat rutin

maupun non rutin memiliki risiko kecelakaan kerja yang tinggi dikarenakan

penggunanaan alat berat dan perangkat pengangkatan yang memiliki faktor

dan potensi bahaya. Untuk mengendalikan dan mencegah kecelakaan kerja,

PT. Gunanusa Utama Fabricators menerapkan usaha-usaha Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3). Usaha-usaha tersebut terbukti dari adanya proses

indentifikasi bahaya dan Job Safety Analysis (JSA) sebagai upaya untuk

memanajemen risiko yang ada pada aktivitas pengangkatan berat,

menentukan tingkat resiko serta mengendalikan bahaya tersebut guna

mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul dari

suatu aktivitas pengangkatan berat.

Manajemen risiko aktivitas pengangkatan berat akan mempermudah

dalam menginformasikan resiko dan bahaya yang ada dalam pekerjaan

pengangkatan berat, serta dapat digunakan untuk mengkaji atau mempelajari

ulang apabila terjadi kecelakan. Dengan adanya manajemen risiko

pengangkatan berat, tenaga kerja dapat bekerja secara aman dan efisien,

mengetahui bahaya yang ada dalam pekerjaan dan tindakan pengendalianya,

serta dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya

keselamatan dan kesehatan kerja. Sehingga berdasarkan latar belakang

masalah di atas maka penulis mengambil judul “Penilaian Risiko

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menggunakan Metode JSA

Pekerjaan angkat Berat Dengan 1 (Satu) Keran Angkat (Crane) di PT.

Gunanusa Utama Fabricators Banten ”


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas, didapatkan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan prosedur pengangkatan berat dengan

menggunakan 1 (satu) keran angkat (crane)?

2. Bagaimana penerapan penilaian risiko keselamatan dan kesehatan kerja

pengangkatan berat dengan menggunakan 1 (satu) keran angkat (crane)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari melaksanakan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan prosedur pengangkatan berat dengan

menggunakan 1 (satu) keran angkat (crane).

2. Untuk mengetahui penerapan manajemen risiko keselamatan dan

kesehatan kerja pengangkatan berat dengan menggunakan 1 (satu) keran

angkat (crane).

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Bagi Mahasiswa

Dapat menambah wawasan guna mengenal, mengetahui, dan

memahami penerapan penilaian risiko pengangkatan berat menggunakan

keran angkat (crane).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

2. Bagi Program D III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Untuk menambah kepustakaan tentang Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, khususnya mengenai penerapan penilaian risiko pengangkatan

berat menggunakan keran angkat (crane).

3. Bagi Perusahaan

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan yang

berarti bagi perusahaan dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi,

khususnya mengenai penerapan penilaian risiko pengangkatan berat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tempat Kerja

Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

Kerja pasal 1 ayat 1, yang dimaksud tempat kerja adalah tiap ruangan atau

lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja

bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu

usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk

tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya

yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat

kerja tersebut. Oleh karena pada tiap tempat kerja terdapat sumber bahaya

maka pemerintah mengatur keselamatan kerja baik di darat, di tanah, di

permukaan air, di dalam air, maupun di udara yang berada di wilayah

kekuasaan hukum Republik Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku dalam

tempat kerja, yang merupakan tempat-tempat :

a. Dibuat, dicoba, dipakai, atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,

perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat

menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan.

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,


commit to user
menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi.

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau

pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk

bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan

sebagainya atau dilakukan pekerjaan persiapan.

d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan

hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan,

lapangan kesehatan.

e. Dilakukan usaha pertambangan, dan pengolahan emas, perak, logam

atau bijih logam lainnya, batuan-batuan, gas, minyak atau mineral

lainnya baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar

perairan.

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia baik di daratan,

melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara.

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,

dok, stasiun atau gudang.

h. Dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam

air.

i. Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau

perairan.

j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau

yang rendah.

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut


commit to user
atau terpelanting.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

l. Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap,

uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.

n. Dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah.

o. Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar,

televisi atau telepon.

p. Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset

(penelitian) yang menggunakan alat tehnis.

q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau

disalurkan listrik, gas, minyak atau air.

r. Diputar filem, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi

lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.

2. Pengangkatan

Yang disebut dengan pengangkatan ialah kegiatan memindahkan

barang yang dilakukan dengan mesin pengangkat dari suatu tempat ke

tempat lain (Gunanusa Utama Fabricators, 2010).

Tujuan pengangkatan dapat bermacam-macam. Namun alasan

dilakukan pengangkatan amatlah jelas, yaitu ketidakmampuan manusia

untuk melakukan pengangkatan terhadap semua barang. Kalaupun dapat,

maka resiko bahaya yang ditanggung sangat besar.

a. Klasifikasi Pengangkatan

Untuk membantu proses Pengkajian Risiko, operasi pengangkatan

telah dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

1) Sederhana/Ringan

Kegiatan pengangkatan sederhana adalah pengangkatan yang

tidak sulit, yang melibatkan pemakaian alat mengangkat dasar (sling,

shackle, derek standar atau winch, unit pembawa kargo dan lain-

lain). Beban akan tergantung seterusnya pada pancing derek.

Beban sudah dikenali dan titik pengangkatanya bersertifikat.

Beban akan dibawa diatas lokasi tidak terlarang dan tidak peka yang

sudah biasa dilakukan oleh tim pelaksana pengangkatan.

Pengangkatan sederhana memerlukan rencana pengangkatan

tertulis atau pernyataan metode umum.

2) Rutin

Pengangkatan ini selalu berulang-ulang dan dilaksanakan oleh

tim secara teratur. Sebagai contoh adalah: menangani pipa, plat dan

laian-lain, atau membongkar muatan sebuah truk ke gudang atau

lapangan penyimpanan, membongkar kontainer dari kapal ke

pelabuhan. Pengangkatan rutin memerlukan pernyataan metode

umum dan pengkajian resiko yang mana sudah disusun kriteria yang

jelas dan keterbatasan.

Dokumen pendukung ini harus disimpan dalam arsip. Rencana

Umum harus ditinjau dalam rapat singkat Keselamatan Kerja,

bersama semua personal yang terlibat dalam pelaksanaan

pengangkatan, sebelum dikukan oleh Petugas Yard PTG yang

ditunjuk, personal pengangkatan yang berkompeten dan diawasi oleh


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

seorang yang kompeten. Harus diakui bahwa Pengangkatan Rutin

setiap saat dapat menjadi pengangkatan rumit sehubungan perubahan

di yard atau kondisi Lingkungan.

3) Sulit

Pengangkatan sulit sehubungan dengan kondisi beban atau

keterbatasan dalam lingkungan pengangkatan umum. Kategori

operasi pengangkatan ini tergantung pada kriteria sebagai berikut :

a) Bentuk yang abnormal atau ukuran fisik dari beban (akan

ditentukan oleh koordinator pengangkatan lapangan.

b) Pengangkatan yang memerlukan satu atau lebih derek atau

memindahkan beban diantara alat-alat pengangkat.

c) Pengangkatan yang memerlukan perpanjangan waktu

(perpanjangan dua atau lebih shift kerja normal).

Pengangkatan dalam kategori ini memerlukan sebuah

pernyataan metode tertulis sebagai tambahan kepada rencana

pengangkatan, pengkajian resiko dan persetujuan Koordinator

Pengangkatan dan Otoritas Teknik Pengangkatan

Rencana spesifik ini kemudian ditinjau dalam Rapat

Keselamatan Kerja Singkat (TBM), sebelum melakukan

pengangkatan yang diawasi oleh Koordinator Pengangkatan.

4) Rumit

Pengangkatan ini, mungkin salah satu dari 3 kategori diatas,

tetapi dengan tambahan bahaya sebagai contoh:


commit to user
a) Pengangkatan terhadap penyelam atau kegiatan dibawah laut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

b) Pengangkatan dimana rencana menunjukkan rute pilihan untuk

perjalanan beban diatas fasilitas produksi.

c) Pengangkatan disekitar lokasi tertutup atau sempit.

d) Pengangkatan beban yang sangat besar atau berat (akan

ditentukan oleh Koordinator Pengangkatan).

e) Pengangkatan orang.

Kategori pengangkatan ini memerlukan pernyataan metode

tertulis sebagai tambahan pada rencana pengangkatan, pengkajian

resiko dan persetujuan koordinator pengangkatan yard serta otoritas

teknik pengangkatan (Lifting Technical Authority).

3. Persyaratan Alat-Alat Angkat

Semua alat angkat harus mempunyai tanda-tanda dan alat alat angkat

yang dapat dipindahkan harus diberi kode warna yang jelas, membuktikan

alat tersebut masih dalam periode sertifikat yang berlaku.

Alat angkat dan alat bantu menangani pengangkatan secara mekanis

dapat dibagi kedalam enam jenis, yang menggambarkan tujuan berbeda,

metode sertifikasi ulang yang berbeda dan penanggung jawab area yang

berbeda. Keenam jenis tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Alat angkat yang dapat dipindahkan

Alat angkat yang dapat dipindahkan ditentukan sebagai alat angkat

yang bergerak dan merupakan alat tambahan untuk pemakaian yang

bersifat umum di yard. Sebagai contoh, termasuk shackles, chain

come-along, spreader bar, dull lifts dan lain-lain yang dipakai di yard.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

Kategori alat bantu angkat ini harus diinspeksi, diperiksa secara

seksama dan disertikasi ulang sesuai dengan jadwal inspeksi

perusahaan. Alat-alat angkat yang dapat dipindah-pindahkan ini dan

kelengkapanya akan dikeluarkan oleh bagian tali-temali (Rigging) dan

relevan untuk pengawasan alat angkat khusus dari yard.

b. Alat Angkat Tetap

Alat angkat tetap adalah yang dipasang secara permanen di yard

seperti Overhead Crane, Hoist, Trolley beams, Pad eyes, Davits,

Crown block and Draw works equipment, Casing racking arm, Tugger

winches, dan lain-lain.

Jadwal pemeliharaan catatan inspeksi dan pengujian harus

disimpan dan rencana pemeriksaan tertulis atau program pemeliharaan

yang dapat di audit yang sesuai, harus tersedia disetiap yard.

c. Tali Baja Pengikat (Transit Slings)

Tali baja pengikat adalah tali baja yang dipakai menangani kargo

yang umum dan pekerjaan angkutan. Alat angkat seperti itu hanya

boleh dipakai untuk menangani kargo, pemindahan kapal, dan tugas

pengangkutan dan tidak boleh dipakai untuk operasi pengangkatan

umum.

Sehubungan dengan pekerjaan khusus dan kondisi lingkungan

yang mana jenis alat ini akan mengalami goncangan beban, suasana

yang menimbulkan perkaratan, alat-alat tersebut harus dihancurkan dan

diganti setelah kembali dari lepas pantai atau setelah pengiriman kargo
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

ditujuan terakhirnya. Pengelolaan yang dapat dibuktikan dan ketaatan

kepada kebijaksanaan sekali pakai menjadi spesifakasi Fasilitas

d. Unit Pembawa Kargo

Ini ditentukan sebagai unit yang dapat diangkut untuk pemakaian

berulang-ulang dalam transportasi barang atau sejenis, penanganan

dilaut terbuka, ke dan dari antara instalasi tetap/mengambang dan kapal

dan fasilitas didaratan. Sebagai contoh unit Pembawa kargo adalah

Kontainer pengapalan, Kerangkeng angkat, Kerangkeng untuk limbah

dan lain-lain.

Semua Unit Pembwa Kargo harus diinspeksi secara teratur, diuji

dan memiliki certifikat yang masih berlaku sebelum dipergunakan

e. Peralatan Bergerak

Peralatan bergerak adalah alat beroda, atau memakai rel dan

bergerak sendiri, atau didisain khusus untuk dihubungkan pada atau

ditarik oleh kendaraan.

Kategori alat angkat ini termasuk tetapi tidak terbatas pada derek

yang bergerak dan forklift, Derek yang dipasang diatas truk, backhoe,

hydraulic excavator, loader memakai roda atau rantai.

f. Alat Pengangkat Orang

Alat Pengangkat orang adalah suatu alat angkat yang

dipergunakan untuk mengerek atau mengangkat orang secara mekanikal

keatas suatu permukaan. Mempergunakan alat pengangkat orang akan

menimbulkan perasaan takut, dan hanya dipergunakan jika tidak cara


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

lain yang lebih baik. Alat pengangkat orang memerlukan pengamanan

spesial dan akan dibuat khusus untuk pekerjaan mengangkat orang. Alat

( kerangkeng) untuk mengangkat orang hanya untuk mengangkat orang

dan tidak boleh dipakai untuk untuk mengangkat barang atau beban

lainya (Gunanusa Utama Fabricators, 2010).

4. Sumber Bahaya

Bahaya adalah keadaan atau situasi yang potensial dapat

menyebabkan kerugian seperti luka, sakit, kerusakan harta benda,

kerusakan lingkungan kerja, atau kombinasi seluruhnya (Pusat

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta, 2009).

Banyak sekali sumber energi sebagai sumber bahaya di suatu

lingkungan kerja sebagian diantaranya seperti : gravitasi, bising dan

getaran, kimia, listrik, mekanika, termal, tekanan, radiasi, dan

mikrobiologi. Sedangkan untuk jenis bahaya dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a. Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda

bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual

maupun dengan penggerak, misalnya mesin gerinda, bubut, potong

press, tempa, dan lain-lain.

b. Bahaya Fisis

Bahaya yang berasal dari faktor fisis antara lain: bising, tekanan,

getaran, suhu panas atau dingin, cahaya atau penerangan, dan radiasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

c. Bahaya Biologis

Bahaya biologis tersebar di lingkungan kerja yang bersumber dari

unsur biologis seperti flora dan fauna berasal dari aktivitas kerja.

d. Bahaya Kimia

Bahaya kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan

sifat dan kandungannya. Bahay yang dapat ditimbulkan oleh bahan-

bahan kimia antara lain : keracunan, iritasi, kebakaran, polusi dan

pencemaran lingkungan (Ramli, 2010).

e. Bahaya Listrik

Bahaya listrik berasal dari energi listrik.

5. Potensi Bahaya

Potensi bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja dapat

berasal dari berbagai kegiatan atau aktivitas dalam pelaksanaan operasi

atau juga berasak dari luar proses kerja. Identifikasi potensi bahaya di

tempat kerja yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja

antara lain disebabkan oleh berbagai faktor :

a. Kegagalan komponen, antara lain berasal dari :

1) Rancangan komponen pabrik termasuk peralatan/mesin dan tugas-

tugas yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemakai.

2) Kegagalan yang bersifat mekanis.

3) Kegagalan sistem pengendalian.

4) Kegagalan sistem pengaman yang disediakan.

5) Kegagalan opersional peralatan kerja yang digunakan, dan lain-lain,.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

b. Kondisi yang menyimpang dari suatu pekerjaan, yang biasa terjadi

akibat :

1) Kegagalan pengawasan atau monitoring.

2) Kegagalan manual suplai dari bahan baku.

3) Kegagalan pemakaian dari bahan baku.

4) Kegagalan dalam prosedur shut-down dan start-up.

5) Terjadinya pembentukan bahan sisa dan sampah yang berbahaya.

c. Keslahan manusia dan organisasi, seperti :

1) Kesalahan operator atau manusia.

2) Kesalahan sistem pengaman.

3) Kesalahan dalam mencampur bahan produksi berbahaya.

4) Kesalahan atau kekurangan dalam upaya perbaikan dan perawatan

alat.

5) Melakukan pekerjaan yang tidak sah atau tidak sesuai dengan

prosedur kerja aman.

d. Pengaruh kecelakaan dari luar, yaitu terjadinya kecelakaan dalam suatu

industri akibat kecelakaan lain yang terjadi di luar pabrik, seperti :

1) Kecelakaan pada waktu pengangkutan produk.

2) Kecelakaan pada stasiun pengisian bahan bakar.

3) Kecelakaan pada pabrik disekitarnya.

e. Kecelakaan akibat adanya sabotase, yang bisa dilakukan oleh orang luar

atau dalam pabrik, biasanya hal ini akan sulit diatasi atau dicegah,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

namun faktor ini frekuensinya sangat kecil dibandingkan dengan faktor

penyebab lainnya (Tarwaka, 2008).

6. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki

dan sering tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik

waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di

dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya.

Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang

kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi

lingkungan kerja yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan,

kebisingan, atau suhu yang melampai nilai amabang batas. Disamping itu,

kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan

di tempat kerja dan menangani alat atau material.

Rangkaian kartu domino di bawah ini menggambarkan hubungan

manajemen secara langsung dengan sebab dan akibat dari suatu kejadian

yang dapat menurunkan prestasi dari suatu kegiatan produksi.

Lack of Basic Immadiete


Inciden Loss
Control Casual Causes

Gambar. 1 Bagan Teori domino

(Sumber : Ramli, 2010)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

Untuk lebih detailnya, diagram alur tersebut dapat dijabarkan sebagai

berikut ini :

a. Kurangnya Sistem Pengendalian (Lack of Control)

Kurangnya kontrol merupakan urutan pertama menuju terjadinya

kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian. Kontrol merupakan

salah satu fungsi utama dari manajemen yaitu: Planning, Organizing,

Leading, dan Controling.

Tanpa manajemen pengendalian yang kuat, penyebab kecelakaan

dan rangkaian efek akan dimulai dan memicu faktor penyebab kerugian.

Kurangnya pengendalian dapat disebabkan karena faktor :

1) Program yang tidak memadai

2) Standar program yang tidak memadai.

3) Tidak memenuhi standar.

Domino pertama akan jatuh pada pihak manajemen yang tidak

mampu mengorganisasi, memimpin dan mengontrol pekerja dalam

memenuhi standar yang telah di tentukan.

b. Penyebab Dasar (Basic Cause)

Dari adanya kontrol yang tidak memadai akan menyebabkan

timbulnya peluang pada penyebab dasar dari kejadian yang

menyebabkan kerugian. Sebab dasar kecelakaan kerja di industri antara

lain meliputi faktor :

1) Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan

perusahaan dalam upaya penerapan K3 di perushaan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

2) Manusia atau pekerja.

3) Kondisi tempat kerja, saran kerja dan lingkungan kerja.

c. Penyebab Langsung (Immediate Cause)

Jika penyebab dasar terjadi, maka terbuka peluang untuk menjadi

tindakan dan kondisi tidak aman. Menurut Heinrich dalam Dasar-Dasar

K3 (2007), menyebutkan bahwa 88% kecelakaan diakibatkan oleh

tindakan yang tidak aman, 10% karena kondisi yang tidak aman dan 2%

disebabkan oleh faktor yang tidak disebutkan.

1) Tindakan tidak aman (Unsafe Act)

Tindakan tidak aman adalah pelanggaran terhadap cara kerja

yang aman yang mempunyai resiko terjadinya kecelakaan ,antara

lain :

a) Menjalankan sesuatu tanpa izin.

b) Gagal mengingat atau mengamankan.

c) Menjalankan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai.

d) Tidak menggunakan alat-alat keselamatan kerja.

e) Menggunakan peralatan dangan cara tidak benar.

f) Tidak menggunakan alat pelindung diri.

g) Cara memuat dan membongkar tidak benar.

h) Cara mengangkat yang tidak benar.

i) Posisi yang tidak betul.

j) Menggunakan peralatan yang rusak.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)

Adalah kondisi fisik yang berbahaya dan keadaan yang

berbahaya yang langsung membuka peluang terjadinya kecelakaan,

antara lain :

a) Pengaman atau pelindung yang tidak cukup.

b) Alat, peralatan atau bahan yang rusak.

c) Penyumbatan.

d) Sistem peringatan yang tidak memadai.

e) Bahaya kebakaran dan peledakan.

f) Kurang bersih.

g) Kondisi yang berbahaya seperti : debu, gas, uap.

h) Kebisingan yang berlebih.

i) Kurangnya ventilasi dan penerangan.

d. Kejadian (Incident)

Bila tindakan atau kondisi tidak aman tersebut tidak dilakukan

kontrol maka akan menyebabkan insiden. Insiden adalah kejadian yang

tidak di inginkan, dalam keadaan yang sedikit berbeda dapat

mengakibatkan bahaya fisik terhadap manusia, kerusakan harta benda

atau terganggunya suatu proses, atau bisa dikatakan bahwa insiden

adalah suatu kondisi yang dapat menyebabkan hampir terjadinya suatu

kerugian meskipun kondisi bahaya belum benar-benar terjadi. Insiden

dapat menyebabkan cidera fisik atau kerusakan benda digolongkan

sesuai dengan tipe-tipe kecelakaan yang terjadi, seperti: terjatuh,

terbentur, terpeleset, terperangkap, terkena listrik, panas, dingin,


commit to user
kebisingan dan bahaya lainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

e. Kerugian (Loss)

Apabila keseluruhan urutan di atas terjadi, maka akan

menyebabkan adanya kerugian terhadap manusia, harta benda dan akan

mempengaruhi produktifitas dan kualitas kerja.

Dengan kata lain, kecelakaan akan mengakibatkan cidera dan atau

mati, kerugian harta benda bahkan sangat mempengaruhi moral pekerja

termasuk keluarganya.

Biaya yang timbul sebagai akibat kecelakaan dapat digambarkan

seperti Gunung es yang kemudian sering disebut Teori Gunung Es yang

artinya biaya langsung sebagai bongkahan gunung es yang terlihat pada

pemukaan laut, sedang biaya tidak langsung yaitu bongkahan gunung es

yang berada dibawah permukaan laut yang jauh lebih besar.

Biaya langsung
$1
 Perawatan dokter
 Biaya kompensasi atau ganti rugi
Biaya tidak langsung (biaya yang tidak
terasumsi)
$ 5 to $ 50
 Kerusakan bangunan
 Kerusakan perawatan
 Kerusakan hasil produksi
 Gangguan dan keterlambatan
produksi
 Biaya untuk pemenuhan aturan
 Biaya peralatan untuk keadaan
darurat
 Biaya sewa peralatan
 Waktu untuk penyelidikan
Biaya lain (biaya tidak langsung)
$ 1 to $ 3
 Gaji selama tidak bekerja
Gambar 2. Teori Gunung Es  Biaya penggantian/pelatihan
 Overtime
(Sumber : Frank Elbert dalam  Waktu untuk investigasi
Suardi, 2005)  Penurunan hasil kerja yang
commit to user celaka sewaktu bekerja,
menurunya bisnis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

7. Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah suatu proses atau perencanaan identifikasi,

penilaian, dan prioritas risiko diikuti dengan koordinasi dan aplikasi

ekonomis sumber daya yang ada untuk mengurangi, memonitor, dan

mengendalikan probabilitas dan atau dampak dari severitas atau untuk

memaksimalkan realisasi peluang (ISO / IEC Guide 73:2009).

Bahaya adalah situasi fisik yang berpotensi menimbulkan manusia

cidera, kerusakan lingkungan, kerugian terhadap harta benda atau gedung,

atau gabungan dari sumber atau situasi dengan potensi yang merugikan

dalam hal manusia cidera atau gangguan kesehatan, kerusakan harta

benda, kerusakan lingkungan atau gabungan dari semuanya (Gunanusa

Utama Fabricators 2010).

Risiko adalah suatu tingkat kerugian atau kehilangan orang,

lingkungan, reputasi dan aset pribadi dari akibat hasil kemungkinan suatu

kejadian dan keparahan (Gunanusa Utama Fabricators 2010).

Penilaian resiko adalah suatu metode untuk mengidentifikasi bahaya

dan menilai risiko dengan menghubungkan pekerjaan khusus dan

menentukan kontrol, dan mengurangi tingkat resiko untuk meminimalkan

risiko yang dapat diterima (Gunanusa Utama Fabricators 2010).

Dalam tahap manajemen risiko mengacu pada Risk Management

Standart AS/NZS 4360, meliputi:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

a. Penentuan Konteks

Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah

menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat

luas dan bermacam aplikasinya salah satu diantaranya adalah

manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3 sendiri, juga

diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan misalnya

menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, higiene, industri, dan

lainnya.

b. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui

potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja.dengan mengetahui sifat

dan karakteristik bahaya, kita dapat lebih berhati-hati, waspada dan

melakukan langkah-langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan.

Sejalan dengan proses manajemen risiko, prosedur identifikasi bahaya

dan penilaian risiko harus mempertimbangkan :

1) Aktivitas rutin dan non rutin

2) Aktivitas dari semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja

termasuk kontraktor

3) Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya

4) Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang

dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

manusia yang berada dibawah perlindungan organisasi didalam

tempat kerja.

5) Bahaya yang ditimbulkan disekitar tempat kerja dari aktivitas yang

berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi.

6) Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, apakah yang

disediakan organisasi atau pihak lain.

7) Perubahan atau rencana perubahan dalam orgaisasi, kegiatan atau

material.

8) Modifikasi pada sistem manajemen K3, termasuk perubahan

sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktifitas.

Dalam metode identifikasi bahaya harus bersifat proaktif atau

prediktif sehingga diharapkan dapat menjangkau seluruh bahaya baik

yang nyata maupun yang bersifat potensional.

Selanjutnya dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang dapat

memberikan acuan untuk menentukan peringkat risiko serta prioritas

pengendaliannya misalnya menggunakan matrik risiko atau peringkat

risiko secara kualitatif maupun kuantitatif.

Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat

diklasifikasikan ata :

1) Teknik pasif

2) Teknik semi proaktif

3) Teknik proaktif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

c. Analisa Risiko

Analisa risiko adalah untuk menetukan besarnya suatu risiko yang

dicerminkan dari kemungkinan (likehood) dan keparahan

(consequences) yang ditimbulkan. Likehood yaitu kemungkinan

terjadinya suatu kecelakaan/kerugian ketika terpapar dengan suatu

bahaya. Dan Akibat (consequences) Yaitu tingkat keparahan/kerugian

yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/loss akibat bahaya yang

ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan dan

lainnya

Banyak teknik yang dapat digunakan untuk melakukan analisa

risiko baik kualitatif, semi maupun kuatitatif. Ada beberapa

pertimbangan dalam memilih teknik analisa risiko yang tepat, antara

lain :

1) Teknik yang digunakan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas atau

instalasi serta jenis bahaya yang ada dalam operasi.

2) Teknik tersebut dapat membantu dalam menentukan pilihan cara

pengendalian risiko.

3) Teknik tersebut dapat membantu membedakan tingkat bahaya secara

jelas sehingga memudahkandalam menentukan prioritas langkah

pengendaliannya.

4) Cara penerapannya terstruktur dan konsisten sehingga manajemen

risiko dapat berjalan berkesinambungan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Tabel 1. Perbandingan Teknik Penilaian Risiko

Teknik Jenis Keterangan


Kualitatif Risk Matrik  Biaya rendah
 Kemungkinan dan keparahan
ditunjukan dengan bentuk kata
(misalnya kecil-sedang-besar)
 Nilai risiko tidak menunjukan nilai
numerik
 Bersifat subjektif sehingga peluang
ketidak pastian tinggi
 Sesuai untuk fasilitas yang sederhana
 Mudah diaplikasikan
 Waktu yang diperlukan relatif cepat
 Dapat mencakup isu intangible seperti
citra atau aspek sosial.

Semi  Risk matrik  Ditunjukan dengan angka numerik


kuantitatif  Risk walaupun nilaina tidak absolut
monogram  Baik digunakan untuk risiko kumulatif
 Risk graph  Teknik lebih terstruktur
 Analisis  Memerlukan keahlian dibanding
lapis kualitatif
proteksi
(LOPA)

Kuantitatif  Falt tree  Memberikan nilai risiko yang bersifat


 Event tree numerik
 Quantitative  Berdasarkan perhitungan estimasi
risk konsekuensi dan tingkat kegagalan
assessment untuk kemungkinan
(QRA)  Dapat digunakan untuk aktifitas yang
 Analisa kompleks dan rinci
lapis  Sangat rinci dan teknis
proteksi  Perlu waktu, tenga dan keahlian lebih
(LOPA) tinggi
 QRA dapat ditunjukan dalam bentuk
kontur atau model
Sumber : Ramli, 2010

d. Evalusi Risiko

Evaluasi risiko dilakukan untuk mengetahui risiko dari bahaya


commit to user
yang ada dapat diterima atau tidak, hal ini merujuk pada kriteria risiko
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

yang berlaku atau ditetapkan oleh manajemen organisasi. Risiko yang

dapet diterima sering diistilahkan sebagai ALARP – As Low As

Reasonably Practicable, yaitu tingkat risiko terendah yang masuk akal

dan dapat dijalankan.

Kriteria risiko diperlukan sebagai landasan untuk memerlukan

pengendalian bahaya dan mengambil keputusan untuk menentukan

sistem pengaman yang akan digunakan. Pengendalian lebih jauh tidak

diperlukan jika biaya untuk menekan risiko sangat besar sehingga tidak

sebanding dengan manfaatnya.

Risiko Secara umum tidak Risiko tidak dapat


Tinggi Dapat diterima diterima, kecuali dalam
kondisi sangat khusus

Basic Safety Limit


ALARP or Tolerable Kurangi risiko sampai
batas yang dapat diterima

As Low As Reasonably
Predicable Sisa risiko dapat diterima,
hanya jika pengurangan
risiko lebih lanjut tidak
memungkinkan
Batas aman
Secara umum dapat Pengurangan risiko tidak
diterima diperlukan lebih lanjut
Risiko karena sumber daya yang
Rendah dikeluarkan tidak
sebanding dengan
penurunan risiko

Gambar 3. Konsep ALARP

(Sumber : Ramli 2010)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Untuk menentukan batas risiko yang dapat diterima (ALARP) tidak

mudah, namun memerlukan kajian mendalam dari berbagi aspek seperti

teknis, sosial, moral, lingkungan atau ekonomi. Risiko memang harus

ditekan, namun memiliki keterbatasan seperti faktor biaya, teknologi,

kepraktisan, kebiasaan, dan kemampuan dalam menjalankannya dengan

konsisten. Suatu risiko misalnya dapat ditekan dengan menggunakan

teknologi canggih untuk penyediaan pengaman, namun dampaknya

biaya akan meningkat sehingga tidak dapat diterima secara ke

ekonomian.

Risk control measures diidentifikasi dengan tepat dan dicatat pada

kolom “Minimize Risk By” pada form assessment. Risk control

measures akan:

1) Mengurangi pengaruh dari kemungkinan bahaya yang terjadi

2) Mengurangi tingkat keparahan akibat dari pengaruh bahaya, dan atau

3) Kedua hal tersebut diatas

Adapun yang termasuk potensial ke dalam perhitungan risk control

measures meliputi:

1) Pekerjaan

a) Menentukan bahwa semua tugas yang ada memang diperlukan

b) Memutuskan apakah bagian kritis yang ada dapat dilakukan

dengan cara yang berbeda

c) Mengkaji ulang waktu pelaksanaan yang lebih aman

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

d) Mengganti metode yang mengandung bahaya dengan metode

yang lebih aman

e) Memasukkan pengaruh bahaya

2) Karyawan yang terlibat

a) Apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan

pekerjaan tersebut, misalnya aturan yang berlaku, perintah kerja,

dan training?

b) Apa saja persyaratan untuk melakukan supervisi untuk pekerjaan

yang spesifik?

c) Apakah orang-orang tersebut berada dalam resiko dan

memerlukan proteksi khusus?

d) Bagaimana dengan pengurangan jumlah orang yang terpajan?

e) Pengurangan lama pajanan

f) Memastikan bahwa semua personel yang terlibat dalam pekerjaan

tersebut mendapatkan proteksi yang tepat.

3) Peralatan yang digunakan

Dapatkah potensi bahaya di hilangkan ataupun dikurangi?

4) Material yang digunakan

a) Adakah kemungkinan untuk menghilangkan atau mengganti

material yang digunakan?

b) Dapatkah potensi bahaya yang timbul dari material tersebut dapat

dikurangi?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

5) Lingkungan kerja

a) Adakah ancaman yang merugikan dari kondisi suhu di sekitar

tempat pelaksanaan pekerjaan?

b) Adakah kemungkinan dilakukan housekeeping yang baik selama

pekerjaan berlangsung?

c) Adakah kemungkinan munculnya interaksi yang merugikan

dengan pekerjaan lain?

d) Apakah hanya ada kemungkinan kecil bagi orang-orang yang

terlibat untuk membebaskan diri dari bahaya yang timbul?

e) Apakah kondisi yang tidak normal yang terjadi saat pekerjaan

berlangsung?

e. Pengendalian Risiko

Bila suatu risiko tidak dapat diterima maka harus dilakukan upaya

penegendalian risiko agar tidak menimbulkan kecelakaan/kerugian.

Bentuk Pendekatan yang paling sering dipakai dan yang dianjurkan

dalam perundangan dalam pengendalian kecelakaan adalah dengan

menggunakan hirarki pengendalian, yaitu menurut OHSAS 18001

memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk

bahaya K3 dengan pendekatan sebagai berikut :

1) Eliminasi

Eliminasi merupakan langkah menghilangkan sumbernya, jika

sumber bahaya dihilangkan maka risiko yang akan timbul dapat

dihindarkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

2) Substitusi

Subtitusi adalah teknis pengendalian bahaya dengan mengganti

alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih

aman atau lebih rendah bahayanya.

3) Pengendalian Teknis

Pengendalian teknis adalah pengendalian risiko dilakukan

melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan

pemasangan peralatan pengaman.

4) Administrasi

Pengendalian administratif dengan mengurangi atau

menghilangkan kandungan bahaya dengan memenuhi prosedur atau

instruksi. Pengendalian tersebut diantaranya adalah dengan mengatur

jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih

amanm rotasi atau pemeriksaan kesehatan.

5) Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri dikenakan oleh pekerja sebagai pelindung

terhadap bahaya. Dalam konsep K3, pengguanaan APD merupakan

piliha terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan.

Dalam melakukan pengendalian risiko kecelakaan ini, maka dapat

ditentukan jenis pengendalian tersebut dengan mempertimbangkan

tingkat paling atas dari hirarki pengendalian, jika tingkat atas tidak

dapat dipenuhi maka melakukan upaya tingkat pengendalian

selanjutnya, demikian seterusnya sehingga pengendalian risiko


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

kecelakaan dilakukan berdasarkan hirarki pengendalian. Akan tetapi

mungkin juga dapat dilakukan upaya-upaya gabungan dari

pengendalian tersebut untuk mencapai tingkat pengendalian risiko yang

diinginkan.

f. Komunikasi

Hasil penilaian dan pengendalian risiko harus dikomunikasikan

kepada semua pihak terkait baik internal maupun eksternal organisasi.

Memberikan informasi kepada pekerja mengenai risiko yang ada di

tempat kerja, Memberikan awarness kepada pekerja mengenai risiko

dan berperan aktif dalam identifikasi bahaya dan memastikan pekerja

memahami dan menerima strategi pengendalian yang ditetapkan.

Komunikasi yang digunakan dapat berupa edaran, petunjuk praktis,

forum komunikasi, buku panduan atau pedoman kerja. Komunikasi

harus mudah dipakai oleh semua pihak sehingga perlu dirancang sesuai

dengan sasaran yang diinginkan (Ramli, 2008).

g. Pemantuan dan Tinjauan Ulang

Proses pelaksanaan sistem manajemen K3 harus dipantau secara

berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa sistem berjalan

sesuai dengan rencana.

Pemantauan dapat dilakukan melalui observasi, laporan, atau rapt

pelaksanaan yang diadakan secara berkala untuk melihat progress

report kemajuan pelaksanaan K3 (Ramli, 2010).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Manajeman hazard merupakan suatu proses yang terus menerus

sepanjang waktu seperti halnya teknologi yang terus berkembang dan

berubah, sehingga dapat ditemukan pilihan sarana pengendalian risiko

yang tepat dengan perubahan teknologi. Disamping itu juga diperlukan

adanya konsultasi antara pengurus, pekerja dan perwakilan ahli K3

pada saat menentukan suatu pendekatan dengan metode yang akan

digunakan (Tarwaka, 2008).

8. Persyaratan Hukum

Untuk menghindari terjadinya suatu kecelakaan diperlukan suatu

unsur pengaturan terhadap seluruh unsur di perusahaan di perusahaan yang

terintregrasi oleh seluruh pihak perusahaan yang melibatkan keterkaitan

unsur tersebut dalam menimbulkan suatu kondisi dengan potensi yang

dapat menimbulkan kecelakaan. Pengaturan tersebut merupakan wujud

dari program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang harus menjadi

komitmen setiap perusahaan. Untuk mendorong agar perusahaan

menerapkan program K3 tersebut maka pemerintah mengeluarkan

Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pada bab

III pasal 3 mengenai syarat-syarat keselamatan kerja menyatakan bahwa

dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja,

antara lain :

(a) mencegah dan mengurangi kecelakaan.

(m) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat, lingkungan, cara

kerja dan prosedur kerja.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

(r) menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tingi.

Bab V tentang pembinaan, pasal 9 point 1.d bahwa pengurus wajib

menunjukkan dan menjelaskan pada pekerja tentang cara-cara dan sikap

yang aman dalam melaksanakan pekerjaan, serta point 3 mengenai

kewajiban manajemen untuk melakukan Pembinaan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja yang berlaku di tempat kerja.

Undang-undang tersebut ditambah dengan Peraturan Menteri Tenaga

Kerja RI, No. Per-05/ MEN/ 1996 tentang Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, point 2 tentang perencanaan yang

menyatakan bahwa identifikasi bahaya, penilaian resiko dari kegitan,

produksi barang dan jasa harus dipertimbangkan saat merumuskan rencana

kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang harus ditetapkan dan

dipelihara prosedurnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

B. Kerangka Pemikiran

Tempat Kerja

Sumber Bahaya

Faktor Potensi Bahaya

Manajemen Risiko
1. Identifikasi Bahaya
2. Analisa Risiko
3. Evaluasi Risiko
4. Pengendalian Risiko
5. Komunikasi dan Konsultasi
6. Monitor dan Review

Pekerjaan Aman Pekerjaan Tidak Aman

Benefit Loss

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriftif,

yaitu memberikan gambaran secara jelas yang terbatas pada usaha

mengungkapkan suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya sehingga

hanya merupakan penyikapan suatu fakta dan data yang diperoleh digunakan

sebagai bahan penulisan laporan.

Dalam laporan ini, penulis memaparkan hasil peninjauan, pengamatan

dan penilaian terhadap sistem manajemen risiko pengangkatan berat di PT.

Gunanusa Utama Fabricators Banten.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi perusahaan tempat penulis melaksanakan kegiatan kerja praktek

atau magang di PT. Gunanusa Utama Fabricators yang beralamatkan di Jalan

Raya Suralaya Desa Margasari Kecamatan Pulo-Ampel Kabupaten Serang-

Banten, telp: (0254) 5750088-5750306. Lokasi berbatasan langsung dengan laut.

Letak administratif lokasi kegiatan adalah sebagai berikut:

Desa : Margasari

Kecamatan : Pulo Ampel

Kabupaten : Serang
commit to user
Propinsi : Banten

36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

C. Obyek dan Ruang Lingkup Penelitian

Obyek penelitian ini adalah penilaian risiko pengangkatan berat yang

menggunakan 1 (satu) keran angkat (crane) di PT. Gunanusa Utama

Fabricators Banten.

Penilaian risiko digunakan sebagai langkah saringan untuk menetukan

tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian dan keparahan yang

ditimbulakan.

Angkat berat dalam penelitian ini adalah pekerjaan pengangkatan

material yang melebihi 30 ton, beban lebih dari 80% dari kapasitas

maksimum crane, material jika jatuh dan rusak untuk memesannya kembali

membutuhkan jangka waktu yang lama dan biaya yang mahal.

Keran angkat (crane) adalah alat yang dikontruksi atau dibuat khusus

untuk mengangkat naik dan menurunkan muatan.

D. Sumber Data

Dalam melaksanakan penelitian, penulis menggunakan data-data sebagai

berikut :

1. Data Primer

Data primer diperoleh dari melakukan observasi ke tempat kerja/

lapangan, wawancara dengan tenaga kerja serta diskusi dengan pihak-

pihak yang berkaitan dengan penilitian.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari data perusahaan serta literatur lain

sebagai sumber data dan Perpustakaan D III Hiperkes dan Keselamatan


commit to user
Kerja Universitas Sebelas Maret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi Lapangan

Observasi yang dilakukan adalah dengan pengamatan langsung

terhadap pekerjaan pengangkatan berat serta tindak lanjut dalam rangka

memperbaiki manjemen resiko pengangkatan berat di PT. Gunanusa

Utama Fabricators.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara melakukan tanya jawab dengan

pembimbing lapangan atau perusahaan maupun dengan orang–orang yang

berkompeten di bidang manajemen resiko dan di bidang pengangkatan

antara lain operator crane, dan rigger.

3. Studi Pustaka

Dilakukan dengan cara mempelajari dokumen–dokumen dan catatan–

catatan serta literatur–literatur yang ada di perusahaan yang berhubungan

dengan penelitian ini.

F. Pelaksanaan

1. Tahap Persiapan

Persiapan yang dilakukan sebelum magang adalah mengajukan

proposal permohonan magang di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja

di PT. Gunanusa Utama Fabricators Banten, di samping itu persiapan yang

dilakukan adalah mempelajari kepustakaan yang berhubungan dengan

manjemen risiko.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dimulai pada tanggal 15 Maret 2011 sampai

dengan tanggal 3 April 2011, adapun kegiatan selama melakukan

penelitian adalah sebagai berikut:

a. Melakukan diskusi dan pembahasan antara Safety Inspector Lifting

Gear dengan bekerja sama Yard facility dan operator crane untuk

mengetahui prosedur yang digunakan dalam kegiatan mengangkat atau

memindahakan barang .

b. Mengikuti inspeksi crane untuk mengetahui secara detail bagian-bagian

crane.

c. Melakukan review tentang Job Safety Analysis (JSA) atau HIRA yang

telah ada dengan melihat langsung di beberapa proses pengangkatan.

d. Melakukan observasi dan wawancara kepada para operator crane untuk

mengetahui kondisi dan karakteristik bahaya pada saat melakukan

pekerjaan yang berpotensi besar terhadap timbulnya kecelakaan kerja

dan penyakit akibat kerja.

e. Mengumpulkan data-data sekunder dari Departemen SHE berkaitan

dengan program pelaksanaan manajemen risiko pengangkatan berat.

3. Tahap Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh dari perusahaan dikumpulkan, dianalisa,

dibahas dan disusun sehingga dapat digunakan sebagai bahan penulisan

laporan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

G. Analisis Data

Hasil dari penilaian risiko pengangkatan berat akan dianalisa dan

dievaluasi menggunakan metode analisis risiko semi kuantitatif, yaitu

mendeskripsikan pekerjaan yang mempunyai risiko bahaya terhadap

keselamatan kerja, mengidentifikasi bahaya dengan teknik identifikasi

bahaya, penilaian resiko dan menetukan kontrol, analisis ini berdasarkan hasil

analisis konsekuensi dan analisis probabilitas.

Dari analisis tersebut akan diketahui tingkatan risiko dari masing-masing

pekerjaan. Penilaian risiko menggunakan acuan dari Hazid Risk Assessment

and JSA Prosedure UPD-GF-G1-SH-PR-9016 yang memuat Permenaker 05

tahun 1996 dan OSHAS 18001:2007.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tahapan Implementasi Aktifitas Pengangkatan Berat

Pada proses pengangkatan berat diawali dengan pembuatan prosedur

kerja aman yang meliputi :

a. Kalkulasi

1) Analisa beban material yang akan di angkat.

2) Tentukan titik berat atau central of gravity (COG) beban yang akan

diangkat dengan formula Statik Moment (dengan software

SAP2000).

3) menentukan titik angkat dan merencanakan akan menggunakan

berapa crane sesuai dengan capasitas alat angkat yang ada.

4) Menentukan peralatan angkat (lifting gear) yang sesuai dengan

beban yang muncul pada titik angkat.

b. Langkah demi langkah

Adalah langkah-langkah atau gambaran tentang lay out dan

pergerakan posisi crane mulai dari awal sampai dengan berakhirnya

aktifitas pengangkatan berat tersebut.

c. Cerita (Naration)

Adalah menceritakan tentang latar belakang, aktifitas, beban, serta

urutan proses yang harus dilakukan pada saat implementasi dalam

bentuk tulisan. commit to user

41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

d. Job Safety Analisys (JSA)

Adalah menuliskan bebagai aktifitas yang berpotensi

membahayakan selama aktifitas pengangkatan berat berlangsung serta

pencegahan apa yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi bahaya

tersebut.

e. Pendataan peralatan dan sertifikat

Adalah membuat check list equipment yang akan digunakan dalam

pelaksanaan pengangkatan berat dan melakukan pengecekan

kelapangan untuk memastikan peralatan tersebut ada (available) dan

disertifikasi.

Setelah prosedur kerja disetujui oleh pihak yang berwenang maka

pekerjaan pengangkatan berat siap untuk dieksekusi. Untuk lebih jelasnya

proses pengangkatan berat bisa dilihat pada gambar berikut :

1. Persiapan trek/jalur crane


Persiapan (Preparation) 2. Persiapan crane
3. Perisapan modul

Pelaksanaan/eksekusi Pra-pelaksanaan/pra-eksekusi

Pelaksanaan/Eksekusi

Selesai Pengangkatan

Gambar 5. Proses pengangkatan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

a. Persiapan

1) Persiapan jalur crane dengan cara melakukan pemadatan tanah,

pemasangan pelat (plate) jika diperlukan, dan menandai jalur atau

lintasan crane (termasuk didalamnya menandai posisi awal dan

posisi akhir crane).

2) Persiapan crane dengan cara mengecek kondisi crane yang akan

digunakan dan melakukan pemotongan boom jika diperlukan

berdasarkan prosedur pengangkatan berat yang dibuat.

3) Persiapan modul atau material dengan cara memasang padeyes atau

turnion, memasang perkuatan sesuai dengan analisa struktural yang

dibuat structural engineer, dan memasang tali di empat titik sudut

untuk mengukur ketinggian dan keseibangan modul jika modul

berbentuk deck.

b. Pelakasanaan/Eksekusi

1) Pra-Eksekusi (Pra-Pelaksanaan)

a) Mendistribusikan arm band untuk mengidentifikasi pekerja yang

merupakan team pengangkatan berat.

b) Melakukan medical check up khususnya untuk operator crane.

c) Memasang barikade line berdasarkan radius potensi bahaya yang

mungkin terjadi.

d) Pre-Job Meeting yang bertujuan untuk mensosilisasikan tentang

JSA, mensosialisasikan tentang tahapan-tahapan pelaksanaan

pengangkatan berat, dan berdoa bersama.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

e) Melakukan pengecekan terakhir terhadap modul yang akan

diangkat, dengan client.

2) Pelaksanaan pengangkatan

a) Pre-Lift max. 0.5 m dari posisi awal atau support. Kemudian cek

central of gravity (COG) modul dan diamkan sampai kira-kira 5

menit agar Modul stabil dan cek load indicator untuk

mengetahui aktual beban dan membandikangnya dengan beban

yang dihitung oleh structural engineer.

b) Melanjutkan pengangkatan sesuai dengan ketinggian yang di

rencanakan dalam prosedur. Operator crane harus fokus melihat

leveling dari modul dan mengontrol load indicator selama

aktifitas pengangkatan berlangsung.

c) Transferring modul sampai berada diatas posisi akhir.

Mengontrol kecepatan dari crane dan memastikan track crane

masih berda pada jalur yang diberi tanda. Memastikan elevasi

dari modul harus lebih tinggi 0.5 m dari elevasi posisi akhir, dan

menurunkan modul sampai posisi akhir .

c. Selesai Pengangkatan

Lifting gear siap untuk dilepaskan dari modul, setelah dipastikan

modul dalam keadaan yang benar-benar aman.

2. Penentuan Konteks

Dalam penentuan konteks ini oparasi pengangkatan yang lebih dari 30

ton PT. Gunanusa Utama Fabricators membuat suatu prosedur tentang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Lifting and Rigging Operation Procedure sebelum operasi pengangkatan

berlangsung. Prosedur ini dibuat sebagai pedoman dalam kegiatan lifting

dan rigging di area perusahaan dihadiri oleh construction coordinator dan

atau superitendent, rigging supervisor, lifting coordinator, dan safety yang

membahas tentang:

a. Peraturan tentang pengangkatan

b. Penanggung Jawab Proses pengangkatan

c. Persyaratan dan Regulasi Pengangkatan

d. Prosedur pengoperasian crane

e. Tahapan pekerjaan

f. Risiko yang mungkin terjadi dan tidakan pengendalianya.

3. Identifikasi Bahaya

Dalam proses identifikasi bahaya pada operasi pengangkatan berat,

diawali dengan melakukan pertemuan yang disebut Hazard Identification

(HAZID) dalam upaya pembuatan job safety analysis (JSA). Dalam

pertemuan HAZID diikuti oleh semua pihak yang berhubungan dengan

proses operasi pengangkatan, antara lain : superitendent lapangan, operator

keran angkat (crane), rigger, engineering, yang dimotori dan difasilitasi

oleh departemen HSE.

Dari proses HAZID pembuatan JSA ini muncul bahaya-bahya yang

mungkin atau bisa terjadi pada saat operasi pengangkatan berlangsung.

Bahaya yang mungkin atau bisa terjadi pada saat pengangkatan antara lain

:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

a. Tahap persiapan

1) Persiapan trek atau jalur crane

a) Crane terguling atau tanah amblas

b) Crane mengenai kable listrik atau tiang lampu

c) Personil tertabrak crane, walls, atau escafator.

d) Personil terjepit plat (plate)

2) Persiapan crane

a) Personil terpeleset saat melakukan inspeksi crane.

b) Personil tertabrak crane.

c) Personil terbentur bagian crane.

d) Peralatan angkat putus atau rusak.

e) Operator crane disengat serangga (lebah, semut), karena kondisi

kabin yang tidak bersih.

f) Crane rusak atau mati.

3) Persiapan modul

a) Personil terjepit peralatan angkat (sling, shackle).

b) Personil kejatuhan peralatan angkat (sling, shackle).

c) Beban mengalami perubahan bentuk

d) Keadaan cuaca (angin kencang)

b. Tahapan pengangkatan

1) Pra-pelaksanaan pengangkatan

a) Personil tidak fit.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

b) Kurangnya personil untuk membantu proses pengangkatan.

c) Personil tidak mempunyai sertifikat.

d) Personil tidak mengikuti pre-toolbox meeting.

2) Pelaksanaan pengangkatan

a) Beban jatuh mengenai pekerja

b) Beban jatuh mengenai peralatan kerja atau material

c) Sling terpuntir kemudian putus

d) Crane roboh

e) Boom crane menyangkut di platform atau scaffolding

f) Crane bergerak tidak terkendali

c. Tahapan selesai pengangkatan

1) Personil terjatuh dari ketinggian

2) Tejepit peralatan angkat (sling, shackle)

4. Penilaian risiko

Proses penilaian risiko dilakukan setelah kegiatan identifikasi

bahaya selesai, kemudian peserta pertemuan HAZID diminta untuk

memberikan tingkat risiko dari bahaya yang telah diketahui. Dalam

menentukan tingkat risiko diharapkan peserta memberikan tingkat yang

paling parah dari suatu bahaya tetapi masih dalam batas kewajaran.

Semua operasi pengangkatan harus menjalani penilaian risiko.

Prosedur operasi pengangkatan umum harus ditinjau ulang secara

berkala untuk memastikan bahwa penilaian risiko yang asli tetap

berlaku. Untuk semua operasi pengangkatan, tingkat risiko yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

diidentifikasi selama penilaian risiko akan menentukan tingkat

pengawasan yang diperlukan untuk operasi pengangkatan, dan

pengalaman yang diperlukan dari personel yang terlibat di lapangan.

Secara khusus, penilaian risiko harus mempertimbangkan untuk:

1) Pengendalian tempat kerja untuk memastikan pekerja tidak bekerja

di bawah beban digantung.

2) Pekerjaan memasang dan memisahkan beban yang diangkat

3) Kelebihan beban

4) Menjungkir balikkan atau memutar beban

5) Gangguan dalam komunikasi selama mengangkat (terutama pada

pengangkatan pada kondisi gelap)

6) Lingkungan dan lokasi (baik menangkat dan menurunkan beban)

7) Jarak bahaya

8) memburuknya kondisi aksesoris mengangkat, pengalaman,

kompetensi, dan pelatihan personil yang tersedia

9) cuaca

Penilaian risiko spesifik akan mempertimbangkan persyaratan

pekerja untuk melakukan pekerjaan yang aman dan untuk memastikan

komunikasi yang jelas antara semua anggota tim yang berpartisipasi

dalam operasi pengangkatan pada keadaan gelap.

Risiko yang terlibat dalam operasi pengangkatan perlu dievaluasi

seperti mengukur risiko yang sesuai dan mengonkontrol resiko dapat

diterapkan dalam suatu identifikasi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Untuk mencapai hal ini, penilaian risiko kualitatif dibuat dengan

mempertimbangkan:

1) bahaya / keparahan / konsekuensi

2) kemungkinan terjadi

PT. Gunanusa Utama Fabricators mempunyai cara pendekatan

dalam menggambarkan kemungkinan dan keparahan suatu risiko.

Berikut ini panduan dalam menentukan kategori kemungkinan kejadian

(likehood) dan keparahan yang dapat ditimbulkan (severity):

Tabel 2. Kategori Kemungkinan Kejadian


Probabilitas
( - (P) - (1  P  5)
1. Kemungkinan sangat kecil terjadi
- Tidak mengharapkan untuk terjadi
- Mungkin terjadi sekali dalam waktu tiga tahun
2. Kemungkinan Terjadi
- Potensi terjadi kecil
- Kejadian yang mungkin terjadi sekali atau tidak pernah
dalam satu tahun
( 3. Mungkin Terjadi
- Kejadian mungkin akan terjadi lebih dari sekali dalam satu
tahun
4. Kemungkinan Besar Terjadi
- Kejadian diperkirakan pasti terjadi lebih dari satu kali dalam
satu bulan.
5. Selalu Terjadi
- Kejadian akan sering terjadi (setiap hari)
(Sumber UPD-GF-G1-SH-PR-9016 PT. Gunanusa Utama Fabricators)

Tabel 3. Kategori Keparahan Kejadian


Keparahan - (S) - (1  S  5)
1. a. Cidera membutuhkan penanganan pertolongan pertama.
b. Tidak ada gangguan internal sosial maupun politik
c. Kerugian keuangan < US$ 2,500
d. Pencemaran lingkungan ringan ,pencemaran bersifat lokal

2. a. Cidera/ PAK memerlukan penanganan tenaga medis.


b. Efek bisa terjadicommit to user dalam.
diluar maupun

Bersambung...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Sambungan

Keparahan - (S) – (1  S  5)
c. Absen dalam bekerja dalam jangka waktu pendek untuk
memulihkan
d. Gangguan internal kecil sosial-politik, pelaporan ke
pengawasan yang berwenang
e. Kerugian keuangan > US$ 2,500< $ 10,000
f. Pencemaran lingkungan kecil, dampak sedikit atau diabaikan,
perbaikan diabaikan

3. a. cidera mengancam jiwa / efek kesehatan memerlukan


perawatan dirumah sakit, kerusakan tidak dapat diubah masih
tetap hidup, waktu absen lama bagian dari pemulihan.
b. Gangguan internal yang dapat meminta bantuan dari luar
untuk mengelola,melakukan diskusi kelompok, merugikan
keungan lokal atau humas
c. Penutupan pelayanan servis yang tidak perlu dan gangguan
suplai keperluan.
d. Kerugian keuangan > $ 10,000 < $ 50,000
e. Pencemaran dengan beberapapengaruh dilapangan dan
memerlukan pekerjaan pemulihan, mungkin memerlukan
bantuan dari luar untuk wajib mengisi, beberapa media lokal
tertarik.
f. Penipisan sumber alami.

4. a. Cidera utama efek kesehatan yang utama bagi kehidupan


beberapa orang, pemulihan jangka panjang dengan lengkap.
b. kematian
c. Gangguan internal yang serius dapat mempengaruhi bisnis
yang sedang berlangsung dan mensyaratkan pihak ketiga yang
membantu untuk mengelola. Bunga yang tinggi, merugikan
pemegang saham dan reaksi komisi, mungkin juga tuntutan
hukum.
d. Kerugian keuangan > $ 50,000 < $ 250,000
e. Pencemaran yang signifikan dengan dampak sampai luar
kantor dan butuh pekerjaan pemulihan. Diliput media lokal
dan mungkin regional.
f. Berhubungan dengan polusi dan melingkupi area

5. a. Cacat jasmani total atau beberapa kejadian berujung ke


kematian.
b. Penutupan terhadap perusahaan
c. Kerugian keuangan > $ 250,000 < $ 2,000,000
d. Polusi dalam keadaan besar yang mengganggu masyarakat
umum.
commit to user
(Sumber UPD-GF-G1-SH-PR-9016 PT. Gunanusa Utama Fabricators )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

Dari tabel diatas bisa menentukan besarnya risiko dengan cara

mengalikannya "efek bahaya x kemungkinan terjadi = Risiko". Matrik

risiko PT. Gunanusa utama Fabricators terdiri dari 2 dimensi yaitu

kemungkinan (probabilitas) dan keparahan (saveritas). Pewarnaaan

pada matrik menunjukkan kode bahaya yang didasarkan atas potensi

risiko yang timbul.

Tabel 4. Matrik Risiko

Probability

1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5

2 2 4 6 8 10
Severity

3 3 6 9 12 15

4 4 8 12 16 20

5 5 10 15 20 25

(Sumber : Gunanusa Utama Fabricators 2009)

Keterangan :

Rendah (Low) : tabel bewarna hijau (1-4)

Sedang (Medium) : tabel bewarna kuning (5-12)

Tinggi (High) : tabel bewarna merah (15-25)

Sehubungan dengan pengaruh keputusan peringkat bahaya dibantu

dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut:

1) Apakah efek bahaya (misalnya kebakaran potensi tinggi = atau

ledakan; rendah = luka kecil atau kerusakan peralatan)?


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

2) Apakah ini mempengaruhi pekerja (misalnya tinggi = karyawan

terbunuh atau menderita cedera serius; rendah = cedera kecil)?

3) Apakah jika mempengaruhi peralatan (misalnya tinggi = sebagian

kecil dari peralatan yang rusak sehingga shutdown produksi

berkepanjangan kemungkinan; rendah = minor peralatan kerusakan

yang tidak akan mempengaruhi produksi lanjutan dan tidak

menurunkan bahwa keselamatan yang sedang berlangsung operasi)?

4) Apa potensi bahaya (misalnya tinggi = kebakaran luas atau beracun

besar terutama jika suhu tinggi dan tekanan yang terlibat atau

peralatan tegangan tinggi; rendah = penyimpanan yang kecil, isolasi

yang baik, tekanan yang relatif rendah dan suhu)?

5) Berapa banyak orang yang bisa terluka (tinggi personal of boat

(POB) = misalnya total pada akhirnya risiko; rendah = hanya atau

dua orang yang terkena cedera ringan)?

6) Apakah efek bahaya dikenakan akan segera atau ada waktu tunda

melarikan diri memungkinkan (misalnya tinggi = kurang dari 1

menit untuk melarikan diri; rendah = lebih dari 30 minuts untuk

melarikan diri)?

Untuk menilai kemungkinan situasi yang tidak aman terjadi dalam

hal rendah tinggi, sedang, atau, pertanyaan-pertanyaan berikut harus

ditanyakan:

1) Apakah mungkin bahwa bahaya akan timbul hampir setiap kali

pekerjaan dilakukan (tinggi) sekali dalam 10 sampai 100

kali,dibawah 9 menengah) atau sekali dalam waktu kehidupan


commit to user
(rendah)?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

2) Jika kondisi tidak aman muncul, apakah pasti bahwa efeknya akan

terjadi (misalnya tinggi = hampir setiap kali; menengah = sekali

dalam 10 sampai 100 kali; rendah = sekali dalam 100 kali atau

lebih)?

3) Apakah karakterisasi dari tugas, orang yang melakukan atau

peralatan yang digunakan memungkinkan terjadi efek? (Misalnya

tinggi = tugas melibatkan personel yang melakukannya untuk

pertama kali; rendah = tugas melibatkan pesonnel yang telah

melakukan tugas sebelumnya)

Dari nilai perkalian antara peluang x keparahan maka didapatkan

tingkat risiko, berikut merupakan hasil analisa resiko bedasarkan

identifikasi bahya :

Tabel 5. Resiko Awal

No Jenis Pekerjaan Faktor dan Potensi Bahaya HE P R


1. Persiapan
a. Persiapan trek 1) Keran angkat (crane) H M H
atau jalur terguling atau tanah amblas
crane 2) Keran angkat (crane) H M M
mengenai kable listrik atau
tiang lampu
3) Personil tertabrak crane, H M H
walls, atau escafator
4) Personil terjepit plat (plate) M M M

b. Persiapan 1) Personil terpeleset saat M M M


crane melakukan inspeksi crane.
2) Personil tertabrak crane H L M
3) Personil terbentur bagian M M M
crane
4) Peralatan angkat putus atau H M H
rusak
5) Operator crane disengat M L M
serangga (lebah, semut),
commit
karenatokondisi
user kabin yang
Bersambung...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

Sambungan
No Jenis Pekerjaan Potensi dan Faktor Bahaya HE P R
tidak bersih

c. Persiapan 1) Personil terjepit peralatan M H H


modul angkat (sling, shackle)
2) Personil kejatuhan peralatan M M H
angkat (sling, shackle)
3) Beban mengalami perubahan H M H
bentuk
4) Keadaan cuaca (angin H M H
kencang)

2. Pengangkatan 1) Personil tidak fit. M M M


a. Pra-eksekusi 2) Kurangnya personil proses M M M
pengangkatan pengangkatan.
3) Personil tidak mempunyai H M H
sertifikat.
4) Personil tidak mengikuti pre- M M M
toolbox meeting.

b. Eksekusi 1) Beban jatuh mengenai H M H


pengangkatan pekerja
2) Beban jatuh mengenai H M H
peralatan kerja atau material
3) Beban yang diangkat H M H
mengenai personil yang
bekerja
4) Sling terpuntir kemudian H M H
putus
5) Crane roboh H M M
6) Boom crane menyangkut di M M M
platform atau scaffolding
7) Crane bergerak tidak H M M
terkendali
8) Personil kurang konsentrasi M M M

3. Setelah 1)Personil terjatuh H M H


pengangkatan 2)Tejepit peralatan angkat M M M
(sling, shackle)
Ket. : HE = Kategori Bahaya (H=Tinggi – M=Sedang – L = Rendah)

P = Peluang Bahaya (H= Tinggi – M= Sedang – L = Rendah)

R = Kategori Risiko (H= Tinggi – M= Sedang – L = Rendah)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

B. Pembahasan

1. Identifikasi Bahaya

Dari proses Hazard Identification (HAZID) pembuatan JSA ini muncul

bahaya-bahya yang mungkin atau bisa terjadi pada saat operasi

pengangkatan berlangsung. Bahaya yang mungkin atau bisa terjadi pada

saat pengangkatan antara lain :

a. Tahap persiapan

1) Persiapan trek atau jalur crane

a) Crane terguling atau tanah amblas

Pada saat pesiapan trek atau jalur crane saat melakukan

pengangkatan, ada bagian tanah yang kurang keras atau keadaan

tanah miring, sehingga menyebabkan keseimbangan crane tiddak

stabil. Hal ini bisa saja mengakibatkan crane terguling.

Upaya pencegahan guna mengurangi bahaya crane terguling

atau tanah amblas ialah dengan melakukan pemadatan tanah,

meratakan tanah agar tidak miring dan memberikan plat untuk

perlintasan crane.

b) Crane mengenai kabel listrik atau tiang lampu

Di area lapangan perusahaan terdapat kabel listrik dan tiang

lampu, dalam suatu pekerjaan pengangkatan bisa saja hal ini

menjadi potensi timbulnya bahaya. Kemungkinan yang

menyebabkan terjadinya bahaya ialah jika boom crane atau

material (bahan dasar besi) mengenai kabel listrik atau ting lampu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

dimana terdapat aliran listrik, maka bisa saja terjadi aliran listrik

ke crane.

Upaya pencegahan yang dilakukan guna meniadakan potensi

bahaya ini antara lain dengan memindahkan tiang listrik yang

berada dalam radius pergerakan crane, petugas pemberi signal

kepada operator crane (signal crane) selalu menjaga komunikasi,

dan pergerakan crane dilakukan dengan hati-hati.

c) Personil tertabrak forklip, walls, atau escafator.

Pada saat persiapan banyak orang yang melakukan aktivitas

guna menunjang pekerjaan pengangkatan. Namun tidak semua

pekerja yang terlibat dalam pekerjaan, sehingga pada saat walls

maupun escafator melakukan pemadatan atau perataan tanah

memungkinkan pekerja yang berada dibagian belakang alat berat

dan tidak melihatnya bisa saja tertabrak.

Usaha yang bisa dilakukan guna menghilangkan potensi

terjadinya bahaya tertabrak yaitu dengan memberikan baricade di

sekitar area pekerjaan, serta menjaga jumlah pekerja yang terlibat

di area tersebut.

d) Personil terjepit plat (plate)

Bahaya terjepit plat ini kemungkinan bisa terjadi pada saat

memberikan landasan pada jalur crane, plat yang lebar biasanya

diangkat menggunakan forklip dan pada saat menata plat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

memungkinkan pekerja terjepit plat baik pada tangan ataupun

kaki.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan yaitu menjaga jarak

pada saat melakukan penataan plat, tidak melintas di depan

forklip yang berjalan, serta menggunakan APD seperti saring

tangan dan sepatu safety.

2) Persiapan crane

a) Personil terpeleset saat melakukan inspeksi crane

Pada bagian mesin crane terdapat tumpahan oli atau bagian

crowler yang basah bisa saja membuat pekerja atau operator

crane terpeleset dan jatuh.

Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara tetap menjaga

lantai dibagian mesin tetap bersih tanpa tumpahan oli, bekerja

menggunakan sepatu safety yang masih alasnya masih bagus dan

tidak berjalan di atas crowler yang basah atau sedang berjalan.

b) Personil tertabrak crane

Pada saat crane menuju material yang akan diangkat, terdapat

pekerja di sekitar area pengangkatan melakukan pekerjaan sesuai

dengan tugasnya, kemungkinan yang bisa terjadi karena pada saat

crane berjalan miring menabrak pekerja.

Pencegahan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan

baricade di jalur crane, serta signal man yang harus bisa

memeberikan aba-aba yang sesuai dengan peraturan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

c) Personil terbentur bagian crane

Pada saat crane melakukan swing (berputar) operator tidak

mengetahui di bagian belakang crane ada pekerja atau tidak,

sehingga potensi bahaya terbentur kemungkinan terjadi.

Upaya pencegahan yaitu dengan memberikan baricade dan

petugas safety yang mengawasi pengangkatan harus memberikan

peringatan agar tidak berada di bawah crane.

d) Peralatan angkat putus atau rusak

Alat angkat bisa saja rusak yang mungkin diakibatkan

pemakaian yang melebihi safety working limit (SWL), tidak sesuai

peruntukannya, sudah terlalu sering digunakan, sudah mengalami

perenggangan, terjadi perubahan bentuk, terkontaminasi bahan

kimia, dan tidak memiliki sertifikat atau tidak terdapat kode

warnanya.

Upaya pencegahan yaitu dengan mengecek alat angkat dan

mencocokan dengan sertifikat, melihat ada tidaknya kode warna,

memilih alat angkat yang masih dalam keadaan bagus dan bersih,

dan menggunakan alat angkat sesuai dengan peruntukannya serta

di bawah SWL alat angkat.

e) Operator crane disengat serangga (lebah, semut, gangguan lalat),

karena kondisi kabin yang tidak bersih

Kemungkinan disengat lebah atau semut dikarenakan kondisi

kabin operator crane yang tidak bersih. Biasanya untuk jenis


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

crane yang sudah tua, ruang kabin tidak sebersih dan serapi

dibandingan dengan crane yang baru.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan yaitu dengan cara

membersihkan ruang kabin setiap akan digunakan, memberikan

pintu atau penutup pada ruang kabin, dan tidak membuang

sampang didalam kabin.

f) Crane rusak atau mati.

Crane yang digunakan untuk pekerjaan pengangkatan

menggunakan tenaga diesel, kemungkinan crane mati atau rusak

selalu ada. Kemungkinan yang menyebabkan crane mati saat

digunakan antara lain, solar habis, oli pelumas bocor, oli radiator

bocor, terjadi panas yang berlebih.

Pencegahan yang sudah dilakukan dalam upaya meniadakan

matinya mesin crane antara lain, mengecek keadaan mesin secara

yang dilakukan oleh mekanik, selalu mengontrol keadaan bahan

bakar dan oli. Melakukan perawatan dan servis yang teratur.

Sedangkan kemungkinan yang mendorong terjadinya

kerusakan pada crane antara lain, menyepelekan perawatan (kalah

karena dituntut progres pekerjaan), ada bagian yang rusak tapi

tidak langsung diperbaiki, mengoperasikan crane tidak sesuai

dengan buku petunjuk manual.

Hal ini dapat dicegah jika, operator crane mempunyai

tanggung jawab yang besar untuk senatiasa menjaga dan merawat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

crane, bekerjasma dengan bagian yard faccility untuk selalu

melakukan inspeksi terencana dan teratur, melakukan perbaikan

dini sebelum kerusakan semakin besar.

Dengan pencegahan tersebut maka crane diharapkan aman

untuk digunakan dan bisa mempercepat pekerjaan.

3) Persiapan modul

a) Personil terjepit peralatan angkat (sling, shackle)

Penggunaan alat angkat yang besar dan terbatasnya tempat

saat memasang alat angkat dengan modul, serta komunikasi yang

salah dengan operator crane memungkinkan bahaya terjepit.

Kemungkinan tersebut terjadi pada saat pemasangan alat angkat

di modul belum selesai semua tapi crane sudah mengalami

pergerakan.

Pencegahan yang tepat ialah dengan menganalisis bentuk

modul sebelum diangkat, memasang alat angkat dengan hati-hati,

menjaga komunikasi dengan personil lain dan pengawas

pengangkatan yang memberikan aba-aba kepada operator crane,

serta menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan

safety.

b) Personil kejatuhan peralatan angkat (sling, shackle)

Pada modul yang tinggi, pemasangan alat angkat berada

diatas modul yang tempat geraknya terbatas. Kemungkinan alat

angkat jatuh dan menimpa pekerja lain di bawahnya bisa terjadi.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

Pencegahan yang dilakukan yaitu dengan membagi tugas

masing-masing personil pada saat persiapan dan pemasangan alat

angkat, menjaga komunikasi dengan personil lain dan bekerja

dengan hati-hati untuk personil yang di atas modul.

c) Beban mengalami perubahan bentuk

Modul yang panjang dan tidak mempunyai rangka yang kuat

jika pada saat pengangkatan tidak menggunakan bantuan spreader

beams memungkinkan modul berubah bentuk dan mengakibatkan

modul tidak bisa digunakan.

Pencegahan yang dilakukan yaitu dengan memberikan

spreader beams diatas modul.

d) Keadaan cuaca (angin kencang)

Posisi yard yang berada di pinggir laut sangat mempengaruhi

kegiatan pengangkatan, terlebih jika angin yang berhembus

melebihi 20 knots. Jika angin melebihi 20 knots kegiatan

pengangkatan di hentikan agar tidak menggulingkan crane.

Pencegahan hanya bisa dilakukan dengan memantau

kecepatan angin melalui manometer yang ada disalah satu crane.

b. Tahapan pengangkatan

1) Pra-pelaksanaan pengangkatan

a) Personil tidak fit

Kondisi kesehatan personil sebelum pada saat melakukan

pengangkatan sangat mempengaruhi proses pengangkatan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

Personil yang kurang tidur, kurang minum, pusing, dan belum

sarapan bisa saja membuat personil pinsan saat pengangkatan

berlangsung pada kondisi panas terik.

Upaya pencegahan yang dilakukan dengan melakukan tes

kesehatan sebelum pengangkatan oleh tenaga medis, memberikan

tambahan air minum di area pengangkatan, serta memastikan

semua pekerja dalam keadaan fit.

b) Kurangnya personil untuk membantu proses pengangkatan

Kemungkinan kekurangan personil pengangkatan bisa saja

terjadi, karena perhitungan yang salah pada tahap perencanan

pengangkatan. Hal ini bisa menyebabkan pekerjaan tidak bisa

berjalan dengan lancar.

Upaya pencegahan bisa dilakukan dengan memberi cadangan

personil pada saat perencanaan, membagi tugas masing-masing

personil pada saat pengangkatan, serta mendata siapa saja personil

yang terlibat saat pengangkatan.

c) Personil tidak mempunyai sertifikat

Kemungkinan terdapat personil yang tidak mempunyai

sertifikat dalam satu regu saat pengangkatan bisa saja terjadi,

karena pada saat diperlukan personil untuk mendukung proses

pengangkatan kekurangan personil.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan ialah dengan mendata

personil yang mempunyai sertifikat untuk terlibat dalam proses


commit to user
pengangkatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

d) Personil tidak mengikuti pre-toolbox meeting

Pre-toolbox meeting sangat penting dilakukan sebelum

kegiatn pengangkatan berlangsung, kemungkinan personil tidak

mengikuti dikarenakan pada saat berlangsung personil pergi ke

kamar kecil, malas dengan alasan sudah biasa ikut.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan ialah menindak tegas

untuk personil yang tidak mengukuti pre-toolbox meeting, dan

supervisor rigger harus bisa memimpin personil dengan baik.

2) Pelaksanaan pengangkatan

a) Beban jatuh mengenai pekerja

Kemungkinan beban jatuh dan mengenai pekerja antara lain :

(1) Pemasangan alat angkat yang tidak pas.

(2) Berat modul melebihi SWL alat angkat.

(3) Modul miring atau berputar karena pada saat pemasangan alat

angkat tidak pada titik berat beban.

(4) Menaikkan modul dengan cepat sehingga terjadi hentakan.

(5) Saat modul diangkat ada pekerja yang melintas di bawahnya.

(6) Alat angkat yang digunakan tidak bersertifikat dan tidak

teradapat kode warna.

Upaya pencegahan beban jatuh yang bisa dilakukan antara

lain :

(1) Menggunakan alat angkat yang terdapat kode warna dan

sertifikatnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

(2) Menggunakan alat angkat yang sesuai dengan bentuk dan berat

modul.

(3) Menentukan COG agar modul tidak berputar.

(4) Menaikan beban dengan pelan-pelan.

(5) Area pengangkatan diberi barricade agar tidak ada orang yang

berkepentingan lalu lalang di area pengangkatan.

b) Beban jatuh mengenai peralatan kerja atau material

Kemungkinan beban jatuh dan mengenai pekerja antara lain :

(1) Pemasangan alat angkat yang tidak pas.

(2) Berat modul melebihi SWL alat angkat.

(3) Modul miring atau berputar karena pada saat pemasangan alat

angkat tidak pada titik berat beban.

(4) Menaikkan modul dengan cepat sehingga terjadi hentakan.

(5) Terdapat material di bawah area pengangkatan.

(6) Alat angkat yang digunakan tidak bersertifikat dan tidak

teradapat kode warna.

(7) Terjadi perpanjangan alat angkat.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :

(1) Menggunakan alat angkat yang terdapat kode warna dan

sertifikatnya.

(2) Menggunakan alat angkat yang sesuai dengan bentuk dan berat

modul.

(3) Menentukan COG agar modul tidak berputar.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

(4) Menaikan beban dengan pelan-pelan.

(6) Memindahkan material yang berada di sekitar area

pengangkatan.

c) Sling terpuntir kemudian putus

Kemungkinan yang menyebabkan sling terputir karena beban

saat diangkat tidak pada posisi pusat titik beban, sehingga

menyebabkan hooke melakukan putaran yang menyebabkan sling

ikut berputar.

Pencegahan yang bisa dilakukan dengan menetukan pusat

titik beban, sehingga pada saat beban diangkat akan seimbang.

d) Crane roboh

Kemungkinan crane mengalami roboh antara lain, keadaan

tanah yang labil, posisi crane miring, dan angin kencang.

Pencegahan yang bisa dilakukan yaitu dengan menempatkan

posisi crane yang aman dan pada tanah atau plat yang sudah

memenuhi standar, serta tidak melakukan pengangkatan jika

angin melebihi 20 knots.

e) Boom crane menyangkut di scaffolding

Kemungkinan boom crane membentur atau menyangkut pada

scaffolding karena operator crane yang tidak bisa secara jelas

melihat ujung boom pada saat menaikan modul.

Pencegahan yang bisa dilakukan ialah dengan menjaga

komunikasi antara signal man dan operator crane menggunaka n


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

radio pada saat ujung boom sudah tidak bisa dilihat secara

langsung oleh operator crane.

f) Crane bergerak tidak terkendali

Kemungkinan penyebab crane bergerak tidak terkendali

antara lain, boom crane boom crane yang terlalu panjang,

besarnya kemiringan boom crane yang berpengaruh pada

kekuatan angkat crane, serta angin yang kencang melebihi 20

knots.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan ialah mengatur

panjang boom sesuai dengan rencana yang telah disetujui,

operator crane memastikan kemiringan boom crane sesuai dengan

load indicator, serta selalu memantau kecepatan angin pada

monitor yang ada di dalam crane.

c. Tahapan selesai pengangkatan

1) Personil terjatuh dari ketinggian

Kemungkinan personil terjatuh pada saat pelepasan alat-alat

angkat pada modul yang sudah diletakkan pada posisi sesuai

dengan rencana antara lain, landasan kerja yang terbatas, tidak

terdapat pegangan, personil yang tidak menggunakan full body

harnes, personil terlalu banyak.

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan ialah dengan

memakai full body harnes pada saat melepas alat-alat angkat pada

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

modul, membatasi personil yang bekerja di atas modul, serta

mengikuti prosedur kerja aman.

2) Tejepit peralatan angkat (sling, shackle)

Kemungkinan personil terjepit alat angkat ialah pada saat

melakukan pelepasan alat angkat pada modul, hal ini bisa terjadi

karena pada saat melakukan pelepasan dan belum selesai

melepaskan alat angkat operator crane sudah melakukan

penarikan sling.

Upaya pencegahan bisa dilakukan yaitu menjga komunikasi

dan tidak mengizinkan operator crane untuk menggerakan crane.

2. Analisa Risiko

Dari penilaian risiko yang sudah dilakukan maka dihasilkan tingkat

risiko tinggi (high) sebesar 46% dan untuk tingkat risiko sedang (medium)

sebesar 54%, sedangkan untuk tingkat risiko rendah (low) tidak ada.

Evaluasi risiko dilakukan karena risiko awal dari proses penilaian

risiko dirasa tidak dapat diterima atau tingkat risiko masih medium dan

high. Sehingga risiko awal harus dilakukan pengendalian risiko untuk

menekan tingkat risiko sampai risikonya dapat diterima atau risiko

terendah yang masuk akal dan dapat dijalankan.

Dari hasil identifikasi bahaya pekerjaan pengangkatan berat (Heavy

Lifting) diketahui bahwa potensi bahaya yang ada, tingkat risikonya harus

dilakukan pengendalian agar risiko bisa diterima sehingga pekerjaan dirasa

aman untuk dikerjakan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68

5. Evaluasi Risiko dan Action Plan

Evaluasi risiko dilakukan untuk mengetahui risiko dari bahaya yang

ada dapat diterima (ALARP) atau tidak. Selain menggunakan ALARP

pendekatan yang digunakan yaitu dengan menggunkan 3 (tiga) kategori

risiko :

a. Secara Umum dapat diterima (Acceptable)

Kategori ini tidak terdapat pada hasil penilain risiko pekerjaan

angkat berat karena kategori ini mensyaratkan risiko yang dapat

diterima harus dalam skala Low (L).

b. Dapat ditolerir

Dari hasil penilaian risiko pekerjaan angkat berat diketahui 48%

dari total risiko merupakan tingkat risiko yang dapat ditolerir yaitu pada

skala Medium (M).

c. Tidak dapat diterima (Unacceptable)

Kategori ini menggolongkan pada tingkat bahaya yang sangat

tinggi yang bearti kegiatan pekerjaan tidak boleh dilakukan sebelum

melakukan pengendalian risiko terlebih dahulu. Prosentase kategori ini

sebesar 52 % dari total risiko yang ditandai dengan High (H).

6. Pengendalian Risiko

Hasil penilaian akhir yang merupakan analisis menyeluruh terhadap

pekerjaan yang akan dilaksanakan dicatat ke dalam kolom Overall Risk.

Kolom Overall Risk dapat dikatakan merupakan kesimpulan akhir risk

assessment yang telah dilakukan. Jika pada kolom tersebut masih


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

ditemukan terdapat kata tinggi (high), maka pekerjaan tersebut tidak dapat

dilaksanakan sampai benar-benar diubah menjadi rendah (Low). Demikian

juga jika masih terdapat kata sedang (Medium), maka harus dilakukan

pengkajian ulang oleh Manager Site untuk menentukan diterapkannya risk

control measures tambahan yang dapat diterapkan sehingga didapatkan

hasil akhir menjadi rendah (Low). Selanjutnya form pengukuran resiko

yang telah dilengkapi tersebut disertakan ke dalam ijin kerja dan

digunakan sebagai basis informasi pada tahap sebelum diskusi pelaksanaan

pekerjaan. Alur ijin kerja bisa dilihat pada lampiran 3.

Proses pengendalian resiko terhadap bahaya yang ada harus

mempertimbangkan hirarki pengendalian mulai dari eliminasi, subtitusi,

pengendalian teknis, administrasi, dan terkhir penyediaan alat pelindung

diri yang harus digunakan oleh pekerja yang berhubungan dengan

pekerjaan pengangkatan. Berikut merupakan perwujudan pengendalian

risiko :

a. Eliminasi

Tahapan ini tidak bisa diterapkan pada pekerjaan pengangkatan

berat, karena pengangkatan harus dilakukan.

b. Substitusi

Pekerjaan pengangkatan berat tidak bisa digantikan dengan

pekrjaan yang lain, sehingga tahapan ini tidak bisa diterapkan pada

pekerjaan berat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70

c. Pengendalaian Teknis

Tahapan pengendalaian teknis pada pekerjaan pengangkatan berat

diawali dengan pembuatan prosedur kerja aman pengangkatan berat.

Pada prosedur kerja aman dijelaskan hal-hal yang bisa mengurangi

risiko yang timbul akibat bahaya, antar lain :

1) Membuat gambar (layout) proses pengangkatan.

2) Memilih crane yang kapasitas angkatnya sesuai berat beban.

3) Penempatan crane di tanah yang rata.

4) Memastikan bahwa kekerasan tanah untuk landasan crane memenuhi

standar, jika tidak di beri landasan seperti plat besi.

5) Memindahakan material yang berada di area radius kran (crane).

6) Memindahkan material yang mengganggu akses pada saat kran

(crane) berjalan.

7) Berat beban atau material tidak melebihi safety working load (SWL).

8) Cek dan lakukan pengendalian crane, seperti panjang Boom, jarak

crane, yang sesuai dengan rencana pengangkatan yang telah

disetujui.

9) Kontrol pergerakan crane saat pengangkatan.

10) Memasang Baricade agar hanya orang yang berkepentingan saja

yang berada di area pengangkatan.

11) Memberi tanda untuk sebagai lintasan crane.

12) Kondisi kabin operator crane dalam keadaan bersih.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71

13) Dalam proses pengangkatan harus dimonitor secara bersama, antara

lain Lifting Coordinator, Engineering, dan Fabrication (Supervisor

Rigger).

d. Administrasi

Dalam tahapan administrasi ini antara lain :

1) Melengkapi ijin kerja pengangkatan yang telah disetujui.

2) Kran (crane) harus mempunyai sertifikat dan terdapat kode

warnanya yang sesuai dengan sistem kode warna.

3) Peralatan angkat (lifting gear) harus bersertifikat dan diberi kode

warna yang sesuai dengan sistem kode warna.

4) Sebelum melakukan pengangkatan crane sudah diinspeksi terlebih

dahulu atau sudah mengisi data inspeksi harian.

5) Gunakan Peralatan angkat (lifting gear) sesuai dengan prosedur.

6) Mengganti peralatan pengangkatan (lifting gear) yang sesuai

dengan jenis material yang akan diangkat.

7) Mengganti crane yang kapasitasnya sesuai dengan berat beban.

8) Menggunakan peralatan pengangkatan (lifting gear) yang

kapsitasnya sesuai dengan berat beban.

9) Melengkapi dokumen material yang akan diangkat.

10) Operator Kran (crane) dan rigger harus mempunyai sertifikat dan

masih berlaku.

11) Operator Kran (crane) harus dilengkapi dengan radio dan frekuensi

diatur sama dengan rigger.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

12) Ada 1 orang rigger yang bertanggung jawab memberikan sinyal

kepada operator crane.

13) Menentukan jumlah personil beserta tugas masing-masing.

14) Tidak boleh bekerja jika kecepatan angin diatas 20 knots.

e. Penyediaan APD

Penyediaan alat pelindung diri wajib dilakukan sebelum pekerjaan

dimulai. Rigger harus memakai alat pelindung diri seperti helm safety,

sepatu safety, kaos tangan safety, kacamata safety, full body harnes.

Pengendalian risiko yang baik akan menekan tingkat risiko. ini

dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 6. Risiko Akhir

No Jenis Pekerjaan Faktor dan Potensi Bahaya HE P R


1. Persiapan
a. Persiapan trek 5) Keran angkat (crane) L L L
atau jalur terguling atau tanah amblas
crane 6) Keran angkat (crane) L L L
mengenai kable listrik atau
tiang lampu L L L
7) Personil tertabrak crane,
walls, atau escafator L L L
8) Personil terjepit plat (plate)

b.Persiapan 1) Personil terpeleset saat L L L


crane melakukan inspeksi crane.
2) Personil tertabrak crane L L L
3) Personil terbentur bagian L L L
crane
4) Peralatan angkat putus atau L L L
rusak
5) Operator crane disengat L L L
serangga (lebah, semut),
karena kondisi kabin yang
tidak bersih
commit to user

Bersambung...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

Sambungan

No Jenis Pekerjaan Faktor dan Potensi Bahaya HE P R


c. Persiapan 1) Personil terjepit peralatan L L L
modul angkat (sling, shackle)
2) Personil kejatuhan peralatan L L L
angkat (sling, shackle)
3) Beban mengalami L L L
perubahan bentuk
4) Keadaan cuaca (angin L L L
kencang)

2. Pengangkatan
a. Pra-eksekusi 1) Personil tidak fit. L L L
pengangkatan 2) Kurangnya personil proses L L L
pengangkatan.
3) Personil tidak mempunyai L L L
sertifikat.
4) Personil tidak mengikuti L L L
pre-toolbox meeting.

b.Eksekusi 1) Beban jatuh mengenai L L L


pengangkatan pekerja
2) Beban jatuh mengenai L L L
peralatan kerja atau material
3) Beban yang diangkat L L L
mengenai personil yang
bekerja
4) Sling terpuntir kemudian L L L
putus
5) Crane roboh L L L
6) Boom crane menyangkut di L L L
platform atau scaffolding
7) Crane bergerak tidak L L L
terkendali
8) Personil kurang konsentrasi L L L

3. Setelah 1) Personil terjatuh L L L


pengangkatan 2) Tejepit peralatan angkat L L L
(sling, shackle)
Ket. : HE = Kategori Bahaya (H=Tinggi – M=Sedang – L = Rendah)

P = Peluang Bahaya (H= Tinggi – M= Sedang – L = Rendah)

R = Kategori Risiko (H= Tinggi – M= Sedang – L = Rendah)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

7. Komunikasi

Setelah proses pengendalian risiko selesai dengan hasil risiko akhir

berupa Low dan dirasa dapat diterima, dan prosedur kerja operasi

pengangkatan disepakati peserta HAZID dan disetujui oleh pihak client

langkah selanjutnya yaitu menyampaikan dan mensosialisasikan tentang

isi prosedur kerja operasi pengangkatan tersebut ke semua personil yang

berhubungan dengan proses pengangkatan. Proses distribusi prosedur

operasi pengangkatan dimulai dari document control. Document control

bertanggung jawab terhadap sosialisasi prosedur. Untuk memastikan

prosedur kerja yang aman sudah diketahui oleh personil yang akan

melakukan pengangkatan, petugas safety akan melakukan pemeriksaan

dengan cara melakukan pre-toolbox meeting sebelum dilakukan pekerjaan.

Pekerjaan belum bisa dilakukan sebelum ada ijin kerja ijin kerja yang

sudah ditanda tangani oleh pihak yang berkaitan (client).

Dalam ijin kerja harus dilampirkan juga JSA yang sudah dilakukan

pengendalian risiko. sehingga diharapkan semua personil mengerti dan

memahami tentang bahaya pekerjaan yang akan dilakukan sehingga

nantinya bekerja sesuai dengan prosedur.

8. Pemantauan dan Tinjauan Ulang

Setelah sebuah prosedur kerja aman yang sudah di setujui oleh client

maka prosedur tersebut akan dimpan oleh departemen safety yang nantinya

akan dilakukan pemantauan dan tinjauan berkala. Di dalam suatu prosedur

terdapat sebuah JSA disusun pada membuat suatu prosedur. JSA ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

biasanya bersifat umum, maka untuk pekerjaan yang berbeda harus

melakukan tinajuan ulang apakah JSA yanng sudah ini masih berlaku dan

cocok untuk pekerjaan baru atau harus ada revisi. Jika diperlukan revisi

dan memerlukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko maka harus

dilakukan HAZID lagi guna membuat JSA.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi dan data yang diperoleh, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Perusahaan sudah memiliki prosedur tentang Lifting and Rigging

Operation Procedure berisikan tentang pengertian pengangkatan,

peraturan tentang pengangkatan, penanggung jawab proses pengangkatan,

persyaratan dan regulasi pengangkatan, prosedur pengoperasian crane,

tahap pengerjaan dan risiko yang mungkin terjadi dan tindakan

pengendaliannya dalam bentuk JSA.

2. Dalam melakukan manajemen risiko, perusahaan mengacu pada UPD-GF-

G1-SH-PR-9016 Hazid Risk Assessment and JSA Prosedure yang

mengacu Permenaker No. Per-05/ MEN/ 1996 dan OSHAS 18001:2007.

Pada manajemen risiko pengangkatan berat melalui tahapan identifikasi

bahaya, analisa risiko, evaluasi risiko, pengendalian risiko, komunikasi

dan konsultasi dan monitor dan riview JSA.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada maka dapat disarankan sebagai

berikut :
commit to user

76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

1. Perlu dilakukan peninjauan ulang JSA pengangkatan berat setiap akan

dilakukan pekerjaan angkat berat.

2. Sebaiknya proses ijin kerja dalam pengangkatan berat dilakukan secara

benar dan telah diselesaikan satu hari sebelumnya. Dan dalam pekerjaan

pengangkatan berat proses pengangkatan sesuai dengan prosedur yang

sudah disepakati dan disetujui.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai