Anda di halaman 1dari 12

WO Week 4 – FMS 3

Emmanuela Wilhelmina Mokalu – 01071200116 : (1a-c)

1. Mechanism of water balance


a. Describe the role of antidiuretic hormone (ADH) in renal
water regulation and its action in response to changes in
serum osmolality
Peran antidiuretic hormone (ADH) pada renal water regulation
merupakan bentuk kompensasi dari tubuh ketika serum osmolality
tinggi (darahnya pekat). Peningkatan osmolalitas plasma merangsang
osmoreseptor di hipotalamus yang memicu pelepasan ADH/vasopresin
dari post pituitary. Vasopresin mencapai membran basolateral sel
tubulus prinsipal yang melapisi distal tubules dan choligentesmelalui
sistem sirkulasi. Di sini hormon ADH mengikat reseptor V2. Pengikatan
ADH dengan reseptor V2-nya, yang merupakan reseptor bergandeng
protein G, mengaktifkan sistem caraka kedua AMP siklik (cAMP) di
dalam sel tubulus. Pengikatan ini akhirnya meningkatkan
permeabilitas membran luminal yang berlawanan terhadap H20
dengan mendorong penyisipan akuaporin (khususnya AQP-2) di
membran ini dengan eksositosis. Tanpa akuaporin ini, membran
luminal bersifat impermeabel terhadap H 20. Setelah masuk ke dalam
sel tubulus dari filtrat melalui saluran air luminal yang diatur oleh
vasopresin, H20 secara pasif meninggalkan sel menuruni gradien
osmotik menembus membran basolateral untuk masuk ke interstitial
fluid.Akuaporin di membran basolateral distal tubules dan choligentes
(AQP-3 dan AQP-4) selalu ada dan terbuka, sehingga membran ini
selalu permeabel terhadap H20. Dengan memungkinkan lebih banyak
H20 merembes dari lumen ke dalam sel tubulus, saluran-saluran
luminal yang diatur oleh vasopresin ini meningkatkan reabsorpsi H 20
dari filtrat ke dalam cairan interstisium. Respons tubulus terhadap
vasopresin bersifat berjenjang: semakin banyak terdapat vasopresin,
semakin banyak saluran air luminal disisipkan, dan semakin besar
permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H 20. Namun,
meningkatnya saluran air membranluminal tidak permanen. Saluran
diambil kembali ketika sekresi vasopresin berkurang dan aktivitas
cAMP juga berkurang. Karena itu, permeabilitas H 20 berkurang ketika
sekresi vasopresin berkurang. Saluran H 20 ini disimpan di dalam
vesikel internal, siap untuk disisipkan kembali pada membran luminal
ketika sekresi vasopresin meningkat lagi. Perpindahan AQP-2 ke dalam
dan keluar membran luminal di bawah kontrol vasopresin
menyediakan cara untuk mengontrol permeabilitas H20 secara cepat di
distal tubules dan choligentes, bergantung pada kebutuhan tubuh
sesaat.
Vasopresin memengaruhi permeabilitas H 20 hanya di tubulus
distal dan duktus koligentes. Hormon ini tidak memiliki pengaruh pada
80% H20 yang difiltrasi yang direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus
proksimal dan ansa Henle. Pars asenden ansa Henle selalu
impermeabel terhadap H20, bahkan dengan keberadaan vasopresin.
b. Understand osmolality and describe its effect on water
movement between the intracellular fluid (ICF) and
extracellular fluid (ECF)
Intracellular fluid merupakan fluid yang terdapat di dalam sel-
sel tubuh, sedangkan extracellular fluid merupakan fluid di luar sel-sel
tubuh. ECF terdiri dari 2 komponen yaitu plasma (bagian fluid dari
darah) dan interstitial fluid (fluid yang mengelilingi sel).
Kadar air dari ICF dan ECF dikontrol oleh perbedaan tekanan
osmotik yang melintasi plasma membran sel yang sangat permeabel
terhadap air tetapi, osmolalitas antara keduanya harus
sama.Sebaliknya, air akan berpindah dari osmolalitas rendah ke
osmolalitas tinggi hingga kesetimbangan yang baru tercapai.
Pengaturan jumlah air dalam tubuh sangatpenting. Jika asupan air
meningkat, maka urin pun akan meningkat. Jika air hilang akibat
olahraga atau penurunan asupan air, maka urin yang keluar akan
menurun. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keseimbangan air
adalah tekanan osmotik (konsentrasi zat terlarut) yang menentukan
arah penggerak gaya dan jumlah osmosis. Terdapat dua penghalang
yang memisahkan ICF yaitu interstisial fluid dan plasma. Membran
seluler/plasma memisahkan ICF dari interstisial fluid disekitarnya.
Dinding pembuluh darah memisahkan cairan interstisial dari plasma.
Tubuh berada dalam keseimbangan cairan ketika jumlah air dan zat
terlarut yang dibutuhkan ada dan proporsional dengan benar di antara
kompartemen. Zat anorganik yang terdisosiasi menjadi ion dalam
larutan disebut elektrolit. Proses filtrasi, reabsorpsi, difusi, dan
osmosis semua pertukaran air dan zat terlarut secara terus menerus di
antara kompartemen

c. Describe the factor that determines the osmolality of serum


and urine
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan pada osmolality
dari serumadalah phototherapy, laju pernapasan yang meningkat,
demam, muntah, diare, blood loss, dan juga burns. Ketika seseorang
melakukan phototherapy, maka orang tersebut akan terus-menerus
terpapar oleh panas yang menyebabkan cairan di dalam tubuh untuk
menguap dan mengganggu osmolalitas. Selain itu juga osmolalitas
tubuh dapat terganggu ketika laju pernapasan meningkat. Hal tersebut
disebabkan karenasaat laju pernapasan kita meningkat,maka kita akan
kesulitan untuk minum karena kita akan mementingkan pernapasan
kita terlebih dahulu. Oleh sebab itu, konsumsi air kita berkurang dan
mengganggu osmolalitas. Hal yang sama juga terjadi saat kita demam,
muntah, diare, mengalami blood loss dan juga burns. Tubuh kita akan
kekurangan fluid sehingga osmolalitas tubuh akan berubah.

Patriana Yossy – 01071200027 : (1d-2a)


Siti Nur Kholis – 01071200105 : (2b-2d)
2. b. Describe the role of the lungs, plasma buffering systems in an
acid load. (hal 654)

Fungsi paru-paru, pengangkutan CO2 dan keseimbangan asam basa


Jumlah CO2 yang konstan dalam darah, penting untuk keseimbangan asam-
basa normal, mencerminkan keseimbangan antara yang diproduksi sebagai hasil
metabolisme sel jaringan dan yang dikeluarkan oleh paru-paru dalam udara
ekspirasi.
→ Dengan memvariasikan tingkat pengeluaran karbondioksida, paru-paru
mengatur kandungan karbon dioksida dalam darah. Karbon dioksida berdifusi
keluar dari sel jaringan ke darah kapiler sekitarnya. Sebagian kecil larut dalam
plasma darah dan diangkut ke paru-paru tanpa perubahan.
→ Tetapi sebagian besar berdifusi menjadi sel darah merah di mana ia bergabung
dengan air untuk membentuk asam karbonat. Asam berdisosiasi dengan produksi
ion hidrogen dan bikarbonat. Ion hidrogen bergabung dengan hemoglobin
terdeoksigenasi (hemoglobin bertindak sebagai penyangga disini), mencegah
penurunan pH sel yang berbahaya, dan bikarbonat berdifusi sepanjang gradien
konsentrasi dari sel darah merah ke plasma. Jadi sebagian besar karbon dioksida
yang diproduksi di jaringan diangkut ke paru-paru sebagai bikarbonat dalam plasma
darah. Di alveoli di paru-paru prosesnya terbalik. Ion hidrogen dipindahkan dari
hemoglobin karena ia mengambil oksigen dari udara inspirasi. Ion hidrogen
sekarang disangga oleh bikarbonat yang berdifusi dari plasma kembali ke sel darah
merah, dan asam karbonat terbentuk. Ketika konsentrasinya meningkat, ia diubah
menjadi air dan karbon dioksida. Akhirnya, karbon dioksida berdifusi ke bawah
gradien konsentrasi dari sel darah merah ke alveoli untuk ekskresi di udara
kadaluarsa. Kemoreseptor pernapasan di batang otak merespon perubahan
konsentrasi karbondioksida dalam darah, menyebabkan peningkatan ventilasi
(pernafasan) jika konsentrasi karbondioksida meningkat dan penurunan ventilasi
jika karbondioksida turun.

Sumber:
https://acutecaretesting.org/en/articles/an-introduction-to-acidbase-
balance-in-healthand-disease

2.c. Describe the interaction between pH, hydrogen ion,


bicarbonate and pCO2 (Henderson-Hasselbach). (652)

pH = pkA + log10 [basa konjugasi] / [asam lemah]

Hubungan yang dikenal dengan persamaan Henderson-Hasselbalch ini


menunjukkan bahwa pH diatur oleh rasio konsentrasi basa (HCO3–) terhadap
konsentrasi asam (H2CO3).

1. Dalam keadaan normal, rasio antara [HCO3-] dan [CO2] di CES adalah 20:1; yaitu
terdapat 20 kali lebih banyak HCO3- daripada CO2. Kita memasukkan rasio ini ke
dalam rumus kita:

pH = pK 1 log[HCO32]/[CO2] 5 6.1 1 log 20/1


Log 20 adalah 1,3. Karena itu, pH = 6,1 + 1,3 = 7,4, yaitu pH normal plasma.
2. Jika rasio [HCO3-] terhadap [CO2] meningkat melebihi 20/1, pH meningkat.
Dengan demikian, baik peningkatan [HCO3-] maupun penurunan [CO,], keduanya
akan meningkatkan rasio [HCO3]/[CO2] jika komponen lain tidak berubah,
menggeser keseimbangan asam basa ke sisi basa.

3. Sebaliknya, ketika rasio [HCO3-]/[CO2] berkurang di bawah 20/1, pH turun


menuju ke sisi asam. Hal ini dapat terjadi jika [HCO3-] menurun atau [CO2]
meningkat sementara komponen lain tidak berubah. Saat ion hidrogen ditambahkan
ke buffer bikarbonat:
H+ + HCO3– H2CO3
bikarbonat (basa) dikonsumsi (konsentrasi menurun) dan asam karbonat diproduksi
(konsentrasi meningkat). Jika ion hidrogen terus ditambahkan, semua bikarbonat
pada akhirnya akan dikonsumsi (diubah menjadi asam karbonat) dan tidak akan ada
efek penyangga - pH kemudian akan turun tajam jika lebih banyak asam
ditambahkan.

Namun, jika asam karbonat dapat terus menerus dihilangkan dari sistem dan
bikarbonat terus menerus dibuat ulang, maka kapasitas penyangga dan oleh karena
itu pH dapat dipertahankan meskipun ion hidrogen terus ditambahkan.

Sumber :
https://acutecaretesting.org/en/articles/an-introduction-to-acidbase-
balance-in-healthand-disease
https://chem.libretexts.org/Ancillary_Materials/Reference/Organic_Ch
emistry_Glossary/Henderson-Hasselbach_Equation

2.d. Explain the renal mechanism of H+ secretion, NH4 secretion.

Proses sekresi H+ dimulai di sel tubulus dengan CO2 dari beberapa sumber :
1. CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus dari plasma atau cairan tubulus
2. atau CO2 di produksi secara metabolik di dalam sel tubulus.

Untuk menyekresikan H+, suatu pengangkut dependen energi di membran luminal


kemudian membawa H+ keluar sel menuju lumen tubulus.

Mekanisme sekresi H+ ginjal di tubulus proksimalis.


Di tubulus proksimalis, H+ disekresi oleh transpor aktif primer melalui pompa H+
ATPase dan juga oleh transpor aktif sekunder melalui antiporter Na+-H+. Antiporter
memindahkan Na+ yang berasal dari filtrat glomerolus dengan arah yang
berlawanan dengan sekresi H+ dan reabsorpsi Na+ saling terkait secara parsial di
tubulus proksimalis.

Mekanisme sekresi H+ ginjal di tubulus distal dan koligentes.


Terdapat sel prinsipal dan sel interkalasi yang terletak di tubulus distal dan
koligentes. Sel sel ini berperan penting dalam keseimbangan Na+ dan K+ dibawah
pengaruh aldosteron. Sel interkalasi yang tersebar di antara sel prinsipal berperan
dalam pengaturan halus keseimbangan asam basa. Terdapat dua jenis sel interkalasi,
Tipe A (yang lebih banyak) dan Tipe B.

1. Sel interkalasi tipe A merupakan sel penyekresi H+, pereabsorpsi HCO3-, dan
pereabsorpsi K+. Mereka menyekresi H+ secara aktif ke dalam lumen tubulus
melalui dua jenis mekanisme transpor aktif primer: Pompa H+ ATPase dan pompa
K+-H+ATPase. Pompa K+-H+ ATPase menyekresi H+ sebagai pertukaran terhadap
penyerapan K+. HCO3- dihasilkan dalam proses pembentukan H+ dari CO2
dibawah pengaruh karbonat anhidrase yang memasuki darah (direabsorpsi) sebagai
pertukaran terhadap Cl- pada membran basolateral melalui antiporter CI--HCO3-.

2. Sel interkalasi tipe B merupakan sel penyekresi K+, penyekresi HCO3-, dan
reabsorpsi H+, aksinya berlawanan dengan sel Tipe A. Berkebalikan dengan sel A,
pompa H+ ATPase dan pompa K+-H + ATPase aktif berlokasi di membran
basolateral dan antiporter CI--HCO3- terletak pada membran luminal. Dalam hal
ini, ketika H+ dan HCO3- dihasilkan dari hidrasi CO2 di bawah pengaruh karbonat
anhidrase, HCO3- bergerak ke dalam lumen tubulus (disekresi) sebagai pertukaran
terhadap Cl-, dan H+ direabsorpsi menuju plasma sebagai pertukaran terhadap
menembus membran basolateral. Sel interkalasi Tipe A lebih aktif dibandingkan sel
interkalasi Tipe B dalam situasi normal, dan aktivitasnya bahkan meningkat selama
asidosis. Sel interkalasi Tipe B menjadi lebih aktif selama alkalosis.

Mekansime sistem ginjal dalam sekresi NH4

Jika terdapat asidosis, sel-sel tubulus menyekresi amonia (NH3) ke dalam cairan
tubulus segera setelah dapar fosfat urine normal tersaturasi. NH3 ini memungkinkan
ginjal terus mensekresi ion H+ tambahan karena NH3 berikatan dengan H+ bebas di
cairan tubulus untuk membentuk ion amonium (NH4+) sebagai berikut:

NH3 + H+ → NH4+

Membran tubulus tidak terlalu permeabel bagi NH4+ sehingga ion amonium tetap
berada di cairan tubulus dan keluar di urine, masing-masing membawa satu H+
bersamanya. Karena itu, NH3 yang disekresikan selama asidosis mendapat
kelebihan H+ di cairan tubulus sehingga dapat disekresikan H+ dalam jumlah besar
sebelum pH urine turun di bawah ambang pembatas 4,5. Jika tidak terdapat sekresi
NH3, tingkat sekresi H+ akan dibatasi oleh berapapun kapasitas dapar fosfat yang
kebetulan ada yang berasal dari kelebihan fosfat yang dikonsumsi daripada yang
dibutuhkan.

Sumber :
Sherwood, Lauralee. (2013). Human physiology : from cells to systems. Belmont, CA
:Brooks/Cole, Cengage Learning

Maghfirah Puspa Bhara Umar - 01071200124 : (2e-2g)

2e.      Describe central mechanism that respond to changes in serum pH.


( Jelaskan mekanisme sentral yang merespons perubahan pH serum.)
Studi eksperimental telah menunjukkan bahwa kemoreseptor sentral paling sensitif
secara langsung terhadap perubahan pH cairan ekstraseluler di sekitarnya, yang
mengingat lokasi anatomisnya berarti CSF. Namun, sawar darah otak relatif tidak
dapat ditembus oleh ion hidrogen dan bikarbonat; akibatnya, kemoreseptor sentral
tidak dapat merespon dengan cepat perubahan pH darah. Meskipun pH darah tidak
terkait erat dengan pH CSF, tekanan parsial karbon dioksida arteri menunjukkan
hubungan erat dengan pH CSF melalui mekanisme penting. CO2 terlarut dalam
darah arteri dapat dengan mudah berdifusi melalui sawar darah otak ke CSF di mana
ia diubah oleh karbonat anhidrase menjadi asam karbonat (H2CO3).
Asam Karbonat secara spontan melepaskan ion hidrogen bebas yang mengurangi pH
CSF. Akibatnya, perubahan tekanan parsial arteri CO2 secara tidak langsung
memodulasi pH CSF melalui difusi CO2 dan konversi menjadi asam karbonat. Ketika
karbon dioksida arteri meningkat di atas normal, pH CSF menurun dan
kemoreseptor pusat mengirimkan rangsangan di atas laju basalnya. Sebaliknya,
ketika karbon dioksida arteri menurun di bawah normal, pH CSF meningkat dan
kemoreseptor pusat mengurangi aktivitasnya di bawah laju basalnya.
Mekanisme Sensitivitas Kemoreseptor Sentral terhadap Tekanan CO2 Arteri
Kemoreseptor sentral tidak secara langsung mendeteksi tekanan CO2 arteri.
Sebaliknya, mereka mendeteksi penurunan pH CSF. Kedua nilai ini terhubung
karena CO2 arteri berdifusi melewati sawar darah otak, ke CSF, dan diubah oleh
karbonat anhidrase menjadi asam karbonat yang pada gilirannya menurunkan pH
CSF.

 
 
2f.       Interpret the result of blood gases. (Interpretasikan hasil gas
darah.)

Analisis gas darah adalah alat diagnostik yang umum digunakan untuk
mengevaluasi tekanan parsial gas dalam darah dan kandungan asam-basa.
Pemahaman dan penggunaan analisis gas darah memungkinkan penyedia
untuk menafsirkan gangguan pernapasan, peredaran darah, dan metabolisme.

Komponen ABG:
pH = mengukur keseimbangan asam-basa darah
PaO2 = mengukur tekanan parsial oksigen dalam darah arteri
PaCO2 = mengukur tekanan parsial karbondioksida dalam darah arteri
HCO3 = konsentrasi bikarbonat yang dihitung dalam darah arteri
Kelebihan / kekurangan basa = menghitung kelebihan atau kekurangan basa
relatif dalam darah arteri
SaO2 = saturasi oksigen arteri yang dihitung kecuali jika diperoleh ko-
oksimetri, dalam hal ini diukur
Normal ABG values
pH = 7.40 (7.35 - 7.45)
PaCO2 = 40 (35 - 45) mmHg
PaO2 = 80 - 100 mmHg
HCO3 = 22 - 26 m eq/L
O2 saturation = 95 - 100%
Base Excess = + or -2

Bila dibawah normal disebut acidosis, bila diatas normal disebut Alkolisis.
- CO2 yg meningkat akan menurunkan pH dan sebaliknya, CO2 yang rendah
akan menaikan PH
- HCO3 adalah komponen metabolik yang berhubungan dengan pH. Jika
HCO3 rendah maka akan menurunkan pH, HCO3 yang meningkat akan
menaikan pH. Jika CO2 yang menyebabkan acidosis ( penurunan pH) maka
ada penurunan sistem pernafasan, kemudian jika HCO3 yang menyebabkan
acidosis (penurunan pH) maka ada penurunan sistem metabolik. Begitupun
sebaliknya pada alkolisis
- Bila ada penurunan pO2 dan O2 maka akan terjadi hypoxemia

Tujuan dalam pengambilan darah arteri


1. Mengetahui apakah paru paru dapat delivery oksigen ke dalam sirkulasi
darah, Dan apakah efisien mengeluarkan CO2 dari sirkulasi darah
2. Untuk mengetahui apakah paru paru dan ginjal memiliki hubungan
interaksi yang baik untuk menyeimbangi PH darah yang normal
(seimbang asam-basa?

2g.      Calculate the anion gap and describe its clinical utility. (Hitung
anion gap dan jelaskan kegunaan klinisnya.)
Konsentrasi anion dan kation dalam plasma harus sama besar untuk menjaga
kenetralan listrik. Oleh karena itu. tidak ada ''anion gap" yang sebenarnya dalam
plasma. Walaupun demikian, hanya kation dan anion tertentu yang diukur secara
rutin dalam laboratorium klinik. Kation yang normalnya diukur adalah Na+ . dan
anion biasanya CI- dan HCO3-. Anion gap" (yang hanyalah konsep diagnostik)
merupakan perbedaan antara anion yang tidak terukur dan kation yang tidak
terukur, dan diperkirakan sebagai: 
Anion gap plasma = [Na+ ] - [HCO3 - ] - [Cl- ] = 144 - 24 - 108 = 12 mEq/L
 Anion gap akan meningkat bila anion yang tidak terukur meningkat atau bila kation
yang tidak terukur menurun. Kation tidak terukur yang paling penting meliputi
kalsium. magnesium, dan kalium
 sedangkan anion tidak terukur yang penting adalah albumin, fosfat, sulfat, dan
anion organik lainnya. Biasanya anion tidak terukur melebihi kation tidak terukur
dan anion gapnya berkisar antara 8 dan 16 mEq. Anion gap plasma digunakan
terutama dalam mendiagnosis berbagai penyebab asidosis metabolik. Pada asidosis
metabolik, HCO3 plasma menurun. Bila konsentrasi natrium plasma tidak berubah,
konsentrasi anion (baik CI- atau suatu anion tidak terukur) harus meningkat untuk
mempertahankan kenetralan listrik. Bila Cl- plasma meningkat sebanding dengan
penurunan HCO3 plasma, anion gap akan tetap normal. Keadaan ini sering disebut
sebagai asidosis metabolik hiperkloremik. Bila penurunan HCO3- plasma tidak
disertai dengan peningkatan Cl-, harus ada peningkatan kadar anion tidak terukur
dan juga peningkatan anion gap yang dihitung. Asidosis metabolik yang disebabkan
oleh kelebihan asam non-volatil (selain HCl), seperti asam laktat atau asam keton,
terkait dengan peningkatan anion gap plasma karena penurunan HCO3- tidak
disertai dengan peningkatan CI- yang sebanding. Beberapa contoh asidosis
metabolik yang terkait dengan anion gap yang normal atau meningkat ditunjukkan
dalam Tabel 30-4. Dengan menghitung anion gap, kita dapat mempersempit
beberapa penyebab asidosis metabolik.

 
 
Jessica Caroline Harli – 01071200178 : (3a-3d)

Anda mungkin juga menyukai