Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Eksistensi merupakan suatu keberadaan, dalam filsafat antara
eksistensi dengan eksistensialisme memiliki makna yang berbeda. Keduanya
saling bersangkutan antara satu sama lain. Menurut pengertiannya pun terjadi
banyak perbedaan pendapat antara para filsuf satu dengan filsuf yang lainnya.
Namun keduanya masih bersangkutan dengan keberadaan itu sendiri.
Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara
berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-benda
yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di samping
lainnya tanpa hubungan. Namun di samping itu semua manusia berada
bersama-sama dengan sesama manusia. Maka untuk membedakan antara
benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia
“bereksistensi”.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, pembahasan
mengenai materi filsafat eksistensialisme, terutama pemikiran eksistensialisme
oleh Gabriel Marcel. Hal tersebut akan dibahas lebih dalam pada makalah ini.
Diharapkan para pembaca mampu mendapat pengetahuan dan paham
mengenai filsafat eksistensialisme dari apa yang ditulis oleh penulis dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat eksistensialisme?
2. Siapakah Gabriel Marcel itu?
3. Apa saja pokok-pokok pemikiran eksistensialisme Gabriel Marcel?
4. Apa perbedaan antara “aku” dan mempunyai?
5. Apa perbedaan antara problem dan misteri?
6. Apa pandangan Gabriel Marcel mengenai tubuh?

1
7. Apakah hubungan dengan orang lain sebagai kehadiran?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian filsafat eksistensialisme.
2. Mengetahui biografi tokoh filsafat eksistensialisme Gabriel Marcel.
3. Mengetahui pokok-pokok pemikiran dari filsafat eksistensialisme Gabriel
Marcel.
4. Mengetahui perbedaan antara “aku” dan mempunyai.
5. Mengetahui perbedaan antara problem dan misteri.
6. Mengetahui pandangan Gabriel Marcel mengenai tubuh.
7. Mengetahui tentang hubungan orang lain sebagai kehadiran.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Eksistensialisme
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang fahamnya berpusat pada
manusia atau individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas
tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak
benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana
yang tidak benar, tetapi seorang eksis-tensialis sadar bahwa kebenaran bersifat
relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar.
Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat,
khususnya tradisi filsafat Barat. Eksistensialis mempersoalkan keberadaan
manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan utama
yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu soal kebebasan.
Apakah kebebasan itu? Bagaimanakah manusia yang bebas itu? Dan sesuai
dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-
mentah bentuk determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri.

3
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Eksistensialisme


Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, bahkan kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-
sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Kata dasar
eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin, ex yang
berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri
dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri,
manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi.
Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana,
sein artinya berada). Dari uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan yaitu cara
berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam
jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi
dirinya, jadi ia tidak pernah selesai.
Yang dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti
arti katanya, yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai
tema sentral. Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang
menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama.
Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya
tidak sama.
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang fahamnya berpusat pada
manusia atau individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas.

4
Eksistensialis mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu
dihadirkan lewat kebebasan.

B. Biografi Gabriel H. Marcel


Gabriel Honoré Marcel (1889-1973) adalah seorang filsuf, yang
sekaligus menjadi seorang kritikus drama, penulis naskah, dan musisi. Ia
dilahirkan di Paris dari seorang ibu penganut Yahudi, dan ayah penganut
Katolik. Namun ia baru masuk Katolik secara sungguh-sungguh pada tahun
1929 setelah melakukan petualangan rohani cukup lama. Filsafatnya sering
disebut dengan istilah “Eksistensialisme Kristen”. Ia sendiri menolak sebutan
itu karena dirinya memang menolak sistematisasi dalam filsafat. Sebutan yang
paling ia terima adalah “neo- sokratisme” karena ia menganggap bahwa
sebutan tersebut sesuai dengan orang yang senantiasa mencari dan bertanya-
tanya (Bertens, 2001: 64).
Marcel mulai belajar filsafat di Lycée Carnot. Kemudian ia
melanjutkan studinya di Universitas Sorbonne dimana di sana berkembang
pesat dua aliran yang saling mendominasi yakni positivisme dan idealisme.
Waktu itu Marcel sendiri berada di pihak idealisme. Namun kelak ia tidak lagi
menganut aliran ini tetapi ia justru memberi andil besar dalam gerakan
eksistensialisme. Marcel menyelesaikan pendidikan sarjana filsafatnya pada
tahun 1910. Ia menjadi salah seorang filsuf yang berpengaruh di Perancis
karena pemikirannya yang lebih banyak menitikberatkan pada keadaan
manusia dan eksistensinya. Pemahaman filsafatnya dimulai dari situasi penuh
misteri dan harapan yang dimiliki manusia.
Gabriel Marcel adalah seorang eksistensialis, meskipun pada mulanya
beberapa orang mengatakan bahwa ia adalah seorang idealis. Pemikirannya
mempunyai kedekatan dengan kaum eksistensial seperti Kierkegaard dan
Jaspers, walaupun terdapat beberapa perbedaan pemikiran diantara mereka.

5
Dibandingkan dengan Kierkegaard, perbedaan pemikiran Marcel terletak pada
terlibat atau tidaknya agama dalam pemikiran tentang manusia. Marcel tidak
terlalu melibatkan agam secara mendalam dalam analisis pemikirannya,
sementara Kierkegaard dalam pandangan eksistensialisnya melihat manusia
dengan dihadapkan dengan Tuhan. Bagi Marcel, subjektivitas kebenaran itu
adalah persoalan penjelmaan kebenaran itu dalam kehidupan individu.
Kebenaran yang objektif (termasuk di dalamnya adalah kebenaran agama)
harus mendarah daging dalam setiap individu. Kebenaran ini akan
mempengaruhi individu dalam memaknai hidup dan mati.
Metodologi filosofis yang dikembangkan oleh Marcel adalah unik,
meskipun dalam beberapa hal menunjukkan kemiripan dengan metode
eksistensialisme dan fenomenologi. Marcel menegaskan bahwa filsafat harus
dimulai dengan pengalaman kongkret, dan bukannya abstraksi. Oleh
karenanya ia membuat contoh-contoh kongkret bagi ide-ide filosofis yang
sedang ia selidiki. Pengalaman kongkret tersebut kemudian ia tarik ke tataran
pemikiran, untuk kemudian diterapkan kembali pada pengalaman-pengalaman
yang kongkret. Metodenya, dengan demikian bisa dirangkum sebagai metode
yang “working…up from life to thought and then down from thought to life
again, so that [one] may try to throw more light upon life” (Marcel, 1951: 41).
Pemikiran Gabriel Marcel bertolak dari pemahaman manusia dan
kehidupannya. Ia menyatakan bahwa di dunia ini manusia tidaklah hidup
sendiri tetapi bersama membentuk sosialitasnya. Manusia dalam menghadapi
sosialitasnya, memiliki “kebebasan” yang bersifat “otonom”. Manusia dengan
otonomi yang dimiliki ini dapat membuat pilihan atau menentukan keputusan
atas alternatif pilihan yang ada. Di samping itu, manusia harus terbuka pada
orang lain. Jika otonomi melekat pada seseorang maka seseorang yang lain
juga memiliki otonomi juga. Ini yang harus diatur dalam kehidupan bersama.
C. Ide-ide Pokok Pemikiran Gabriel Marcel
Ada dua hal pemikiran Marcel yang harus kita ketahui. Pertama
adalah adanya pemikiran yang memisahkan antara subyek dan obyek dan
melihat benda dari luar sebagai obyek untuk menyelidikan ilmiah. Cara seperti

6
ini adalah suatu usaha pikiran manusia untuk dapat memasuki bidang wujud.
Kedua, adalah perbedaan antara mempunyai dan ada. Menurut Marcel,
eksistensi manusia itu bukan terletak pada bahwa ia ada tetapi lebih tertuju
pada kehendak yang dapat menerobos baik adanya maupun yang bukan
adanya. Eksistensi itu bergerak dalam dua kutub yaitu diantara tidak berada
dengan berada.
D. Perbedaan “Aku” dan Mempunyai Menurut Gabriel Marcel
Bagi Marcel kata "mempunyai" atau "memiliki" memiliki dua makna,
yang pertama memiliki secara otomatis dalam diri sendiri, dan yang kedua
adalah memiliki dalam arti di luar diri. Dan secara tahapannya, "Ada" baru
"mempunyai", bukan "mempunyai" kemudian "Ada". Relasi di antara dua
makna itu tampak dalam tiga aspek relasinya; ekslusivitas yaitu "milik saya
pribadi" bukan orang lain, yang kedua adalah memelihara agar tidak hilang
"apa yang kita miliki" itu, dan yang ketiga adalah adanya kuasa atas "apa yang
kita miliki". Dalam hubungan antara pemilik dan yang memiliki itu tidak bisa
dipisahkan.
E. Perbedaan Antara Problem dan Misteri
Gabriel Marcel mempertanyakan “siapakah aku?” dengan melakukan
pembandingan cara kerja pengetahuan ilmiah dengan filsafat. Pengetahuan
ilmiah menurutnya melakukan upaya penyelidikan sampai taraf permukaan
luar saja. Marcel menyebutnya sebagai avoir (mempunyai), dan tidak sampai
menyentuh subtansi, etre (ada). Ilmu pengetahuan hanya akan melihat objek
penyelidikannya dari satu sudut pandang saja untuk mencapai kebenaran
objektif, dengan membuat jarak dan memberi tempat subjek di luar
wilayahnya. Persoalan yang timbul dari penyelidikan yang dilakukan
pengetahuan ilmiah adalah ketika dijumpai ketidakcocokan hubungan antara
fenomena-fenomena yang ada dengan pengertian rasional. Situasi ini oleh
Marcel disebut sebagai problem. Banyak problem yang sudah dapat
diselesaikan tetapi masih ada problem yang belum dapat diselesaikan dan
belum ditemukan solusinya. Bidang-bidang ilmu telah berupaya untuk

7
memberi konstribusi pemecahan atas problem di dunia ini, namun tidak
seluruh problem itu dapat dipecahkan.
Berfilsafat merupakan kegiatan untuk menyingkap rahasia-rahasia
terdalam yang termuat dalam diri-ku sebagai orang yang bereksistensi.
Manusia dengan berfilsafat tidak akan melakukan pembuktian intelektual
melainkan menemukan pilihan bermakna dan kesaksian yang mencipta.
“Bermakna” terwujud ketika situasi-situasi fundamental-ku melibatkan
seluruh eksistensi-ku sehingga memenuhi budi dan pikiran untuk mencapai
kemungkinan yang optimal. Pertanyaannya, mengapa ini tidak dapat
dibuktikan secara objektif?
Menurut Marcel, hal itu terjadi karena diri menghadapi ada (etre),
tahap yang paling dalam, yang tidak dapat dicapai oleh pengetahuan ilmiah.
Di sinilah problem-problem seperti yang terjadi dalam pengetahuan ilmiah
tidak muncul, tetapi justru yang ada adalah mistery. Mistery ini tidak dapat
diselami begitu saja seperti hal nya pengetahuan ilmiah mampu melakukan
pengamatan terhadap problem-problem di tingkat permukaan. Hubungan
antara kesadaran dan ada, hubungan ‘aku’ dan tubuhku, ‘aku’ dan
kehidupanku, ‘aku’ dan yang lain, serta ‘aku’ dan Tuhan adalah misteri-
misteri yang tak terselami. Bagi Marcel, mistery ini tidak membutuhkan
pemecahan atau dihilangkan.
Mistery ini mengundang diri untuk menyelami melalui perenungan,
diliputi rasa keheranan, dan cinta kasih. Bedanya dengan penyelidikan ilmiah,
mistery ini tidak akan didapatkan kejelasan intelektual, namun dengan
menyelami misteri ini diri akan dapat memperkaya secara eksistensial.
Manusia melalui filsafat akan dapat memilih sikap dan arah yang
bermakna. Filsafat Gabriel Marcel terletak pada pertimbangan memilih.
Pilihannya juga didasari oleh alternatif pilihan pemikiran para filsuf yang
sebelumnya, melakukan eklektif, menimbang. Kekhasan Marcel adalah
penolakannya terhadap pemikiran yang ekstrem kemudian ia akan mengambil
jalan tengah. Ia karena kekritisannya tidak memilih jalan yang ekstrem karena
dianggap sebagai pilihan yang tidak bermakna. Pilihan ekstrem menurut

8
Marcel (Bertens, 1991: 162) tidak memahami dan mempertimbangkan aspek-
aspek yang berperan yang sesungguhnya bermakna.
Pada kesimpulannya, Marcel tidak dapat menjelaskan cinta kasih yang
sebenarnya (true love), karena tidak ada kriteria tentang itu. Inilah alasan
Marcel membedakan antara problem dan mistery. Problem biasanya dijawab
oleh pengetahuan ilmiah dengan penyelidikannya yang menuju pada
kebenaran objektif dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Problem akan memberi
jarak antara aku dan di luarku. Problem seperti mengeluarkanku, sementara
mistery adalah wilayah filsafat yang tidak dapat diamati seperti pengetahuan
ilmiah mengamati objek, karena mistery menyatu dalam diri-ku. Aku dan
segalanya tentangku, badan, dan jiwaku, hidupku, kebahagiaanku, matiku, dan
Tuhanku, adalah mistery dalam diriku yang tidak dapat dilepaskan satu persatu
seperti aku dan bajuku.
F. Pandangan Mengenai Tubuh Menurut Gabriel Marcel
Refleksi Gabriel Marcel atas tubuh pada dasarnya merupakan reaksi
atas dominasi teknologi yang menjadikan tubuh hanya sebagai masalah. Apa
artinya? Artinya adalah bahwa bagi Marcel hal ini menjadikan persoalan
tubuh seolah-olah dapat dipecahkan secara teknis seperti sebuah alat yang
dapat diperbaiki jika rusak. Tubuh bukanlah semata sebuah masalah. Tubuh
juga mengandung misteri di mana hanya refleksi yang mendalam dapat
mengungkapkan apa artinya tubuh. Dan ini dilakukan dengan merefleksikan
apa arti pengalaman dalam hidup manusia. Kata Marcel, “Jika refleksi
pertama berusaha memisahkan aspek-aspek pengalaman, maka refleksi yang
kedua berusaha menyatukannya kembali”. Menurut Marcel, sebuah
pengalaman di mana seseorang terlibat di dalamnya tidaklah dapat diamati
dari satu aspek saja melainkan melalui kesatuan aspek dari pengalaman
tersebut seseorang dapat memiliki pandangan mengenai identitas dirinya. Dan
untuk tujuan ini, Marcel mengarahkan perhatiannya pada refleksi mengenai
tubuh. Mengapa tubuh? Karena tubuh mengandung ambiguitas di dalamnya,
yakni masalah dan misteri.

9
Pemikiran filosofis bertumpu pada kegiatan refleksinya. Kegiatan
refleksi memiliki akarnya dalam kehidupan sehari-hari. Misal, aku hendak
mengambil jam di sakuku. Ternyata jam itu tidak ada. Aku kemudian sadar
dan kemudian melakukan refleksi atas apa yang telah kulakukan. Apa yang
paling penting dari peristiwa ini? Menurut Marcel, ini berarti aku melakukan
refleksi pada sesuatu yang bernilai, yang nyata. Selain itu, yang melakukan
refleksi ini adalah aku. Tidak seorang pun dapat menggantikan tempatku.
Tapi, bagaimana kita memahami kodrat relasi antara refleksi dan diriku? Pada
poin inilah menurut Marcel refleksi filosofis itu terjadi.
Refleksi filosofis mempertanyakan posisiku, mempertanyakan myself.
Marcel mengakui bahwa hidup ini terkadang mempunyai pusat di luar dirinya.
Apa artinya pusat di sini? Pusat di sini bisa orang yang dicintai, bisa berupa
kegiatan, dan lain sebagainya. Tapi, ketika melakukan refleksi, manusia
menyadari bahwa itulah saat di mana hidup mewujudkan dirinya sendiri,
dalam cara adanya, dalam identitasnya sebagai demikian.
Menurut Marcel, terdapat dua bentuk refleksi, yakni refleksi pertama
(Primary Reflection) dan refleksi kedua (Secondary Reflection). Refleksi
pertama memaksudkan sebuah analisa atas pengalaman yang diuraikan ke
dalam unsur-unsur konstitutifnya. Sementara, refleksi kedua bermaksud
menyatukannya sebagaimana yang dikatakannya, “We can say that where
primary reflection tends to dissolve the unity of experience which is first put
before it, the function of secondary reflection is essentially recuperative: it
reconquers that unity”. Apa yang hendak dikerjakan Marcel dalam dua bentuk
berpikir ini? Yang hendak dikerjakan Marcel adalah memahami makna
dari the self, realitas the self.
Menurut Marcel, terdapat karakter definitif untuk mengaitkan the
self dengan somebody. Apa itu? Jawabannya adalah “That it is in relation to
myself as subject  that these definite characteristics of my particular
individuality are felt to be, and acknowledged to be, contingent”. Kita
memang dapat bertanya, “Apakah aku ada?”. Tapi, pertanyaan ini
mengidentikkan aku dengan benda, ‘that’. Aku (the self) bukanlah objek.

10
Malahan, eksistensi itu sendiri bukanlah sebuah predikat sebagaimana dalam
pemikiran Kant. Relasi apa yang dapat menyatakan bahwa aku memiliki
tubuhku? Menurut Marcel, relasi ini adalah pengalaman. Pengalamanlah yang
membuat aku merasakan tubuhku dan mengalaminya. Dan hanya kematian
yang memisahkan self dari tubuh. Dengan ini, Marcel menyatakan tubuhku
sebagai ada yang berinkarnasi. Marcel kemudian dapat berkata, “My body is
my body just in so far as I do not consider it in this detached fashion, do not
put a gap between myself and it. To put this point in another way, my body is
mine in so far as for me my body is not an object but, rather, I am my body”.

G. Hubungan Orang Lain sebagai Kehadiran Menurut Gabriel Marcel


Menurut Gabriel H. Marcel, misteri “Ada“ tidak tampak dengan cara
yang semestinya kalau tidak diselidiki dari sudut intersubjektivi- tas, dalam
arti relasi antarmanusia. Sebagaimana ciri khas pandangan eksistensialis,
“Ada“ selalu berarti “Ada Bersamanya“. Oleh karenanya, untuk memahami
pemikiran Marcel mengenai intersubjektivitas tersebut perlu dipahami satu
konsep dalam pemikiran Marcel, yaitu “kehadiran“ (presense). Kata “hadir”
dalam relasi intersubjektivitas di sini tidak berarti berada di tempat yang sama.
Saya bisa saja berada dengan banyak orang lain dalam satu ruangan yang
sama, tetapi itu belum berarti bahwa saya “hadir“ bagi mereka atau mereka
bagi saya. Dua orang baru hadir yang satu bagi yang lain, bila mereka
mengarah- kan diri yang satu kepada yang lain dengan cara yang sama sekali
ber- lainan dari cara mereka menghadapi objek-objek. Kehadiran hanya dapat
diwujudkan jika “Aku“ berjumpa dengan “Engkau“ (Marcel, 1951: 76).
Marcel membedakan relasi “Aku–Engkau” dengan relasi “Aku–Ia“.
Relasi “Aku–Ia“ adalah relasi yang menempatkan orang lain dalam aspek-
aspek fungsionalnya, sedangkan relasi “Aku–Engkau“ adalah relasi yang
menempatkan sesama sebagai sesama.
Makna kehidupanku dan orang lain dicari dalam upaya untuk
berjumpa dan berpartisipasi. “Aku” dan orang lain merupakan suatu imbauan

11
akan kesediaan satu bagi yang lain. “Aku” dan orang lain sangat
membutuhkan untuk menjadi diri masing-masing. Kehadiran ini direalisasikan
secara istimewa dalam cinta, kemudian mencapai taraf “kita”, sebuah relasi
antarindividu yang tidak menghilangkan keindividuannya dan mengakui
subjektivitasnya. Timbullah communion atau kebersamaan yang sungguh-
sungguh komunikatif. Communion ini boleh dianggap sebagai “Kehadiran“
dalam bentuk yang paling sempurna, dan di sini peralihan dari eksistensi ke “
Ada “ sudah selesai (Bertens, 2001: 76).
“Kepercayaan” dan “cinta kasih” satu dengan yang lain sangat
dibutuhkan untuk mengikat diri dan yang lain (engangement) dan
menciptakan perjumpaan yang eksistensial bukan sekadar fungsional. Ini yang
disebut Marcel sebagai “Personalisme” (Bertens, 1991: 165). Personalisme
rawan resiko, misalnya kepercayaan yang dikecewakan, yang kemudian
menjadi akibat atas hilangnya cinta kasih. Cinta kasih ini dapat diwujudkan
dalam relasi perkawinan, orang tua-anak, dan sebaliknya.

12
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Eksistensialisme adalah suatu gerakan protes dalam filsafat modern.
Istilah eksistensialisme bukan memberikan suatu sistem filsafat secara khusus
karena ada sejumlah perbedaan-perbedaan yang besar antara bermacam-
macam filsafat yang dikelompok sebagai filsafat eksitensialisme.
Filsafat eksistensialisme memandang manusia sebagai terbuka.
Artinya manusia adalah realitas yang belum selesai yang yang masih harus
dibentuk filsafat eksistensialisme memberikan tekanan pada pengalaman
konkrit, pengalaman yang eksistensial.
Marcel mengusahakan suatu fenomenologi tentang “Mempunyai”. Ia
membedakan “Mempunyai” dalam arti milik. Berarti kepunyaan kita memiliki
batas waktu tertentu dan tidak bergantung pada si pemilik. Sedangkan di sini
ada subjek yang mempunyai dan ada yang dipunyai. Dengan demikian
“Mempunyai” selalu berartu juga sebagai suatu kemampuan untuk. Namun
yang menjadi aneh adalah terkadang orang yang mempunyai terkadang

13
dikuasai oleh milik seperti si kaya dan harta miliknya. Maka tapal batas antara
“Ada” dan “Mempunyai” mulai kabur.
Problem merupakan masalah yang datang dari luar kepada saya.
Problem mempunyai konotasi objektif. Artinya saya sendiri tidak terlibat.
Problem dapat ditemukan dalam pada taraf pemikiran logis, tematis dan
teknis. Sementara misteri tidak pernah dirasuki secara objektif kepada saya.
Misteri ada dalam diri saya atau bahkan lebih tepat saya sendiri termasuk
misteri itu. Suatu misteri melibatkan saya sendiri. Misteri tidak bisa
dipecahkan. Pemikiran tidak bisa melenyapkan suatu misteri sebab misteri
melampaui kemampuan pemikiran.
Menurut Marcel, tubuhku bagi “Aku” bukan objek. Sebab antara
“Aku” dan tubuhku tidak ada struktur subjek dan objek. Dengan demikian
“Aku” dan tubuhku bukan dua hal yang berbeda. Serta tubuh “Aku” bukanlah
alat sebab jika “Aku” menganggap tubuhku sebagai objek maka “Aku” akan
terkait dengan rupa-rupa masalah dimana tidak ada jalan keluarnya. Dengan
demikian tubuh adalah “alat yang absolut” tandas Marcel.
Menurut Marcel “Ada” selalu berarti ada bersama. Kata kunci untuk
melukiskan hubungan antara manusia dengan sesama ialah Kehadiran. Hadir
dalam konteks ini tidak berarti berada di te tampat yang sama. Kehadiran ini
direalisasikan dalam cinta. Dengan demikian Aku-Engkau mencapai taraf
Kita. Dalam pengalaman cinta terkadang juga “Aku” mengikat diri dan tetap
setia. Kesetian ini oleh Marcel disebut kesetian kreatif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. (2000). Filsafat manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Dagun, Save M. (1990). Filsafat eksistensialisme. Jakarta: Rineka Cipta.

Maharani, S. D. (2012). Pandangan Gabriel Marcel tentang manusia dalam


konteks peristiwa bencana alam. Jurnal Filsafat, 22(2), 1–16.

Wikandaru, R. (2018). Ontologi terorisme dalam perspektif filsafat


eksistensialisme Gabriel H. Marcel. Jurnal Filsafat, 24(1), 79–93.
https://doi.org/10.22146/jf.34760

15
LEMBAR PARTISIPASI

No Prosentas
Nama Anggota NIM Jabaran Tugas
. e

Pengertian Filsafat
Eksistensialisme, Perbedaan “Aku”
1. Alphindo M. Firdaus 15000118120021 33.33%
dan Mempunyai, Ide-ide Pokok
Pemikiran Gabriel Marcel.

Biografi Gabriel Marcel, Hubungan


2. Annisa Rahma 15000118130113 33.33% Orang Lain dengan Kehadiran,
Kesimpulan.

16
Bab II: Tinjauan Pustaka –
Eksistensialisme, Perbedaan
3. RA. Virandra Kirana 15000118130125 33,33% Problem dan Misteri, Pandangan
Mengenai Tubuh Menurut Gabriel
Marcel.

17

Anda mungkin juga menyukai