Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desain pembelajaran merupakan praktik pembuatan alat dan isi atau


materi pembelajaran agar proses belajar berlangsung seefektif mungkin. Proses
dimaksud secara garis besar meliputi penentuan kebutuhan belajar siswa.
Menentukan tujuan pembelajaran, dan menciptakan kegiatan atau (intervensi)
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Idealnya proses yang dimaksud
didasarkan atas teori belajar yang valid. Hasil pembelajaran dapat berupa
perubahan perilaku siswa secara langsung atau tidak langsung dapat diamati dan
diukur.
Pengembangan desain pembelajaran sebagai bidang garapan didasarkan
atas berbagai teori. Pertama-tama, karena yang didesain itu adalah pembelajaran,
maka “Fondasi atau Landasan Teori Utama adalah Teori Belajar”. Teori belajar
adalah teori yang menjelaskan atau mendeskripsikan bagaimana proses belajar
berlangsung pada diri seseorang. Karena sifatnya yang hanya menjelaskan maka
teori belajar disebut sebagai teori yang bersifat deskriptif. Salah satu teori belajar
adalah teori kognitivisme. Menurut psikologi kognitif,proses belajar merupakan
perpaduan antara faktor internal yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal
diluar diri siswa.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan teori kognitif?

1.2.2 Bagaimana pandangan para ahli terhadap teori kognitif?

1.2.3 Bagaimana teori kognitif mendasari desain pembelajaran kimia ?

1.3 Tujuan Masalah

1.3.1 Dapat mengetahui makna teori kognitif

1.3.2 Untuk mengetahui pandangan para ahli terhadap teori kognitif

1.3.3 Untuk mengetahui desain pembelajaran kimia berdasarkan teori kognitif

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori kognitif

Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin “Cogitare” artinya berfikir.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Kognitif berarti segala sesuatu yang
berhubungan atau melibatkan kognisi , atau berdasarkan pengetahuan factual yang
empiris. Dalam istilah pendidikan kognitif didefinisikan sebagai suatu teori
diantara teori-teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman (Sutarto, 2017 : 1-2).

Teori kognitif dikembangakan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss


yang hidup tahun 1896-1990. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam
psikolog perkembangan dan berpengaruh dalam perkembangan konsep
kecerdasan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya Sciemata (skema
bagaimana seseorang mempersepsikan lingkungannya) dalam tahapan tahapan
perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam
mempresentasikan informasi secara mental.

Menurut teori kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.


Belajar tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi
dasar teori ini adalah setiap orang mempunyai pengalaman dan pengetahuan
dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur
kognitif. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik apabila materi
pelajaran yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimiliki oleh siswa.
(Thobroni,2015 : 79)

Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa


mental, bukan peristiwa behavioral (Bersifat jasmaniah) meskipun hal hal yang
bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir peristiwa belajar siswa.
Misalkan, seorang anak yang sedang menulis tentu menggunakan perangkat

2
jasmaniah yaitu tangan. Akan tetapi, perilaku menggoreskan pena yang dilakukan
anak bukan semata-mata respon atas stimulus yang ada,melainkan yang lebih
penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Sehubungan dengan
hal ini, Piaget Seorang pakar psikologi kognitif terkemuka , menyimpulkan : ...
Children have a built-in desire to learn. Ungkapan ini bermakna bahwa semenjak
kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat pada dirinya
sendiri untuk belajar (Muhibbin,2013 : 103-104).

2.2 Pandangan para ahli terhadap teori kognitif

Berikut beberapa gambaran umum tentang teori kognitif menurut para ahli:

1. Piaget

Menurut Piaget, salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,


pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus menerus
dengan lingkungannya. Proses belajar sebenarnya terjadi dalam 3 tahapan, yaitu
asimiliasi, akomodasi dan equilibrasi (penyeimbang).

a. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengitegrasian) informasi baru


kestruktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
b. Proses akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru.
c. Proses equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi.

Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahapan


perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Tahapan tersebut dibagi menjadi 4
tahap, yaitu tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap operasional
konkrit dan tahap operasional formal.

a. Tahap Sensori Motor


Pada tahap sensori motor (0-2 tahun), Seorang anak belajar
mengembangkan dan mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi
rangkaian perbuatan yang bermakna.
b. Tahap pra operasional

3
Pada tahap ini ( 2-7 tahun ) , seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh
hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra
sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan
menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
c. Tahap operasional konkret
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) seorang anak dapat
membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek
dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya antara bentuk dan
ukuran)
d. Tahap operasional formal
Pada tahap ini (11 tahun keatas) kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara
abstrak meningkat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara
deduktif. Pada tahap ini pula seseorang mampu mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama.

Umur yang dicantumkan dalam tahap tadi adalah hasil penelitian Piaget
dinegaranya. Meskipun demikian, umur yang dicantumkan diatas bisa kita
jadikan pedoman. Hal lain yang perlu diperhatikan seorang siswa SMK yang
sudah berada pada tahapa operasional formal sekalipun masih membutuhkan
benda-benda nyata pada saat belajar, terutama pada situasi yang masih baru.

Piaget juga mengemukakan bahwa selain disebabkan oleh proses asimilasi


dan akumudasi, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi oleh
kematangan dari otak sitem saraf anak, interaksi anak dengan objek-objek
disekitarnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam menghubungkan
pengalamannya dengan kerangka kognitifnya (pengalaman logico-mathemathic),
dan interaksi anak disekitarnya. Berdasarkan hal-hal yang dapat
mengembangkan kemampuan kognitif seseorang diatas, para penguikut Piaget
dinyatakan pentingnya kegiatan dalam proses belajar. Mereka meyakini bahwa
pengalaman belajar aktif cenderung meningkatkan perkembangan kognitif,
sedangkan pengalaman belajar pasif cenderung mempunyai akibat yang lebih

4
sedikit dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak. Aktif dalam arti
bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkret
(Thobroni, 2015: 81-82).

2. Jerome S. Bruner

Bruner (1966) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli


psikologi belajar kognitif. Yang mengakui belajar adalah untuk mempertahankan
dan mentransformasikan informasi secara aktif. Sebagai tokoh kognitivisme
belajar bukanlah hanya pembentukan tingkah laku yang diperoleh karena
pengulangan hubungan S-R dan adanya reward dan reinforcement tetapi
merupakan fungsi pengalaman-pengalaman perseptual dan proses kognitif yang
mencakup ingatan, retensi, lupa, pengolahan informasi, dan sebagainya. Dari
pernyataan diatas, disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan
disengaja yang bertujuan mencapai suatu kecakapan, kepandaian, atau
kemahiran baru yang dapat digunakan dalam kehidupan, tidak seorangpun
membantah bahwa sepanjang hidupnya manusia tidak akan pernah berhenti
belajar, setiap menghadapi situasi baru, ia selalu mempelajarinya “agar dapat
bereaksi secara baik” terhadap kondisi yang dihadapinya (Zulfikar, 2010: 58-
59).

Menurut pandangan bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan suatu
aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh
yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Ia menamai
teorinya ini dengan sebutan Free Discovery Learning. Berdasarkan teori ini,
siswa dibumbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Misalnya, untuk memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal defenisi
kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran.
Dari contoh tersebutlah siswa dibimbing untuk mendefenisikan makna kejujuran
itu sendiri.

Selain itu, Bruneer mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang


menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif dikelas.

5
Menurut pandangan Bruner, teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori
pembelajaran bersifat perspektif. Misalnya teori belajar memprediksi berapa usia
maksimum seorang anak untuk belajar penjumlah an. Sedangkan teori
pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan. Ia
juga berpandangan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Enaktif
Dalam tahapan ini, materi pembelajaran yang bersifat abstrak
direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
b. Tahap Ikonik
Dalam tahapan ini, materi pembelajaran yang bersifat abstrak dipelajari
siswa dengan menggunakan ikon, gambar, atau diagram yang
menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret
c. Tahap Simbolik
Dalam tahapan ini seseorang telah mampu memiliki ide-ide abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (discovery learning)(Thobroni, 2015: 81-82).

3. David P. Ausubel

Menurut pandangan Ausubel, belajar ialah ketika siswa mampu mengaitkan


antara pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah dipunyainya agar
terjadi suatu proses pembelajaran bermakna. Karenanya Ausubel menyatakan “If
I had to reduce all of educational psycology to just one principle, I would say
this: The most important single factor influencing learning is what the learner
already knows. Ascertain this and teachhim accordingly.” Jelaslah bahwa
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan bermakna atau
tidaknya suatu proses pembelajaran (Thobroni, 2015: 81-82).

6
Teori Ausubel ini terkait dengan sifat-sifat makna dan ia percaya bahwa
dunia luar (external world) akan memberikan makna terhjadap pembelajaran,
hanya jika berbagai konsep yang berasal dari dunia luar itu telah mampu diuah
menjadi kerangka isi (content of consciousness) oleh siswa. Makna diciptakan
melalui beberapa bentuk hubungan ekuivalen antara bahasa (symbol) dan
konteks mental, yang melibatkan dua proses:

a. Persepsi, yang ditimbulkan melalui pembelajaran verbal yang bermakna


b. Penemuan, yang terlibat dalam pembentukan konsep dan pemecahan
masalah.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan proses belajar yang sering kita
temui, yaitu belajar hafalan (rote learning). Cara belajar dengan membeo ini
sangatlah jauh dari belajar bermakna. Adalah benar jika belajar hafalan ini
sangat tidak sesuai dengan bidang sains, terutama kimia, dimana materinya
bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah, melainkan suatu pengetahuan atau
materi yang saling berkaitan satu sama lain (Suyono dan Hariyanto, 2012: 100)

4. Roberet M. Gagne

Dalam pandanganmya, Gagne menggabungkan ide-ide behaviorisme dan


kognitivisme dalam pembelajaran. Menurutnya dalam pembelajaran terjadi
proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran
dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara
kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah
keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan
proses kognitif yang terjadi dalm individu. Sedangkan keadaan eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran. Kondisi eksternal ini oleh Gagne disebut sebagai Sembilan
peristiwa pembelajaran.

Teori Robert Gagne tentang pembelajaran terdiri dari tiga prinsip, yaitu
syarat-syarat pembelajaran (conditions of learning), Sembilan peristiwa
pembelajaran (nine events of instructions), dan taksonomi hasil belajar
(taxonomy of learning outcomes).Dalam bukunya yang berjudul The Conditions

7
of Learniong, Gagne mengemukakan delapan macam tipe belajar yang
membentuk suatu hierarki belajar dari yang paling sederhana sampai dengan
yang paling rumit. Hierarki belajar ini berjumlah delapan, sering diterapkan
dalam pembelajaran tuntas (mastery learning) disamping taksonomi Bloom.
Berkaitan dengan proses pembelajaran meliputi delapan fase, yaitu: (a) motivasi,
(b) pemahaman, (c) pemerolehan, (d) penyimpanan, (e) pengingatan kembali, (f)
perelakuan, dan (g) generalisasi (h) umpan balik (Suyono dan Hariyanto, 2012:
92).

2.3 Desain Pembelajaran Kimia yang Didasari Teori Kognitif

Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

a) Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang
mudah dalam proses berfikirnya.
b) Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks.
c) Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna
d) Guru memerhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.

2.3.1 Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai
berikut:

a) Memusatkan perhatian kepada cara berfikir atau proses mental anak,


tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang
digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-
pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memerhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap
pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan
tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud.
b) Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa

8
pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungan.
c) Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena
itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas didalam
kelaas yang terdiri dari individu-individu kedalam bentuk kelompok-
kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal.
d) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan-gagasan tidak dapt dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupuin penalaran tidak dapt diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi (Thobroni, 2015: 84-85).

2.3.2 Jerome S. Bruner menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan,


yaitu sebagai berikut:

Menurut Clabaugh (Suyono dan Hariyanto, 2012: 89-90). Tujuan pokok


pendidikan menurut bruner adalah bahwa guru harus memandu para siswanya
sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan
karena diajari melalui memorasi hafalan (rote memorization). Informasi-
informasi baru dipahami siswa dengan cara mengklasifikasikannya berlandaskan
pengetahuan terdahulu yang telah dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi
antara pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan
reorganisasi dari struktur kognitif, yang kemudian menciptakan makna dan
mengizinkan individu memahami secara mendalam informasi baru yang
diberikan.

Penekanannya adalah pada pandangan bahwa mengetahui itu suatu proses


dan bukan suatu produk. Dalam kaitan dengan fase-fase proses belajar, Bruner,
berpendapat bahwa proses belajar meliputi, (i) fase penerimaan
informasi/penerimaan materi, (ii) fase transformasi, dan (iii) fase penilaian

9
materi. Maksudnya, belajar itu merupakan proses aktif dengan cara mana siswa
mengkonstruk gagasan baru atau konsep baru berlandaskan pengetahuan awal
yang telah dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah informasi,
membangun hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur
kognitifnya.

Menurut Budiningsih (Suyono dan Hariyanto, 2012: 91) langkah-langkah


pembelajaran menurut Bruner, dirumuskan sebagai berikut:

(1) menentukan tujuan pembelajaran;


(2) melakukan identifikasi karakteristik siswa, entry behavior;
(3) memilih materi pelajaran;
(4) menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif;
(5) mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa:
(6) mengatur topic-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke
tahap simbolik;
(7) melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

2.3.3 David P. Ausubel menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan,


yaitu sebagai berikut:

Ratna W. Dahar (Sutarto, 2017: 15) mengemukakan bahwa Ausubel


mengklasifikasikan belajar kedalam dua dimensi. Dimensi pertama,
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa,
melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua, menyangkut cara
bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang
ada. Ketika dua dimensi ini dapat berlangsung dengan baik, saat itu juga proses
belajar bermakna sedang berlangsung.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar bermakna, yaitu


struktur kognitif yang ada, stabiliotas, dan kejelasan pengetahuan. Disamping
itu, ada persyaratan yang harus dipenuhi dalam belajar bermakna yaitu: pertama,

10
materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Materi pelajaran
dikatakan bermakna secara potensial apabila materi tersebut logis dan relevan
dengan struktur kognitif siswa. Materi dikatakan logis apabila materi
tersebutkonsisten dengan apa yang telah diketahui oleh siswa dan dapat
dinyatakan dengan berbagai cara tanpa mengubah makna. Materi dikatakan
sesuai dengan kognitif siswa apabila sesuai dengan pengalaman, tingkat
perkembangan, intelegensi dan usia siswa. Kedua, siswa yang akan belajar harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna (memiliki kesiapan dan minat
untuk belajar bermakna). Dari kedua syarat ini, tujuan siswa merupakan hal yang
sangat penting dalam belajar bermakna. Apabila siswa memiliki tujuan, dalam
arti memiliki kesiapan dan minat untuk belajar bermakna, maka akan dengan
mudah proses belejar bermakna dilaksanakan.

Agar pembelajaran menjadi bermakna, ada beberapa hal yang harus


dilakukan oleh guru yaitu:

a) Pengaturan awal (advance organizer). Pengaturan awal ini bertujuan untuk


mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan menolong siswa
mengaitkan dengan materi yang telah dipelajari.
b) Diferensial progresif, yaitu pengembangan dan elaborasi konsep-konsep
yang tersubmisi. Cara paling baik adalah bila unsur-unsur yang paling
umum dan iklusif diperkenalkan terlebih dahulu, kemudian diberikan hal
hal yang lebih mendetail. Hal ini misalnya, dapat dilakukan peta konsep.
c) Belajar superordinate, yaitu proses belajar yang merangsang terjadinya
perubahan struktur kognitif kea rah difensiasi sehingga menemukan hal-
hal yang baru.
d) Penyesuaian integrative, yaitu membandingkan , mempertentangkan dan
menghubungkan konsep baru dengan konsep sebelumnya, atau dengan
konsep-konsep yang lebih tinggi lainya.

2.3.4. Robert M. Gagne menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan,


yaitu sebagai berikut:

11
Dalam bukunya yang berjudul”The Conditionsof Learning” (1965), Gagne
mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang agar siap untuk belajar.
Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan ”nineevents of instruction” atau
sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/peristiwa ini merupakan
tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran.
Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar kesembilan
langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi siswa, maka
guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata
lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi
mental siswa itu terus terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran. Berikut
adalah kesembilan peristiwa pembelajaran yang dikemukakannya:

1. Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian


Pada awal pembelajaran guru perlu menimbulkan minat dan memusatkan
perhatian siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan mengemukakan sesuatu
yang baru, aneh, atau kompleks.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran
Hal ini dilakukan pada agar siswa mengerti apa yang diharapkan pada
dirinya.
3. Mengingat kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari yang
merupakan prasyarat
Banyak pengetahuan baru yang merupakan kombinasi, dari konsep,
prinsip, atau informasi yang sebelumnya telah dipelajari. Siswa perlu
mengingat kembali hal-hal tersebut untuk dapat mempelajari materi baru
dengan baik.
4. Menyampaikan materi pembelajaran
Dalam menyampaikan uraian materi pokok digunakan contoh.
Penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau bagian yang penting bisa
secara verbal atau menggunakan “features” misalnya warna, melingkari,
atau menggaris bawahi.
5. Memberikan bimbingan dalam belajar

12
Bimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang membimbing
proses atau alur piker siswa. Bimbingan tidak dimaksudkan untuk
memberikan jawaban kepada siswa. Perlu diperhatikan bahwa bimbingan
tidak diberikan berlebihan karena bagi siswa yang cerdas akan dirasakan
meremehkan mereka.
6. Memperoleh unjuk siswa
Meminta siswa untuk menunjukan apa yang telah dipelajari. Ini
dimaksudkan untuk meyakini guru bahwa siswa telah menguasai materi
juga untuk menyakini siswa sendiri bahwa ia telah menguasai materi
dengan baik.
7. Memberikan umpan balik
Umpan balik perlu diberikan untuk memberi tahu siswa sejauh mana
kebenaran atau unjuk kerja yang dihasilkan.
8. Mengukur atau mengevaluasi hasil belajar
Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui pemberian tes atau
melakukan suatu tugas. Dalam masalah ini reabilitas dan validitas tes
yang diberikan dari hasil observasi guru perlu dipertimbangkan.
9. Memperkuat retensi (pemahaman) dan transfer belajar
Unsur lupa sangat mempengaruhi retensi. Retensi dapat ditingkatkan
dengan berkali-kali berlatih mengerjakan soal ataupun berdiskusi dengan
guru dan teman. Terjadinya transfer belajar sangat membantu siswa
dalam memahami materi pembelajaran (Suyono dan Haryanto, 2012: 92-
93)

BAB III

13
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Dalam isitilah pendidikan kognitif didefinisikan sebagai suatu teori
diantara teori teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya Sciemata
(skema bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam
tahapan tahapan perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru
dalam mempresentasikan informasi secara mental. Menurut teori kognitif,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
2. Berikut beberapa gambaran umum tentang teori kognitif menurut para
ahli:
a. Menurut Piaget, salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,
pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus
menerus dengan lingkungannya. Proses belajar sebenarnya terjadi
dalam 3 tahapan, yaitu asimiliasi, akomodasi dan equilibrasi
(penyeimbang).
b. Menurut Bruner, belajar adalah untuk mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif. Proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menentukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori,
defenisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan
(mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Ia menamai teorinya ini
dengan sebutan Free Discovery Learning.
c. Menurut Ausubel, belajar ialah ketika siswa mampu mengaitkan antara
pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah dipunyainya agar
terjadi suatu proses pembelajaran bermakna (meaningful learning).
d. Menurut Gagne, pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,
untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi
internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah
keadaan dalm diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil

14
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalm individu. Sedangkan
keadaan eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal
ini oleh Gagne disebut sebagai Sembilan peristiwa pembelajaran.
3. Desain pembelajaran kimia yang didasari teori kognitif sebagian besar
didasari oleh Sembilan peristiwa pembelajaran yang dikemukakan oleh
Gagne. Sembilan peristiwa pembelajaran oleh Gagne tersebut secara tidak
langsung juga telah menggambarkan langkah-langkah pembelajaran
menurut Gagne. Kesembilan peristiwa pembelajaran ialah:
a. Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Mengingat kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari yang
merupakan prasyarat
d. Menyampaikan materi pembelajaran
e. Memberikan bimbingan dalam belajar
f. Memperoleh unjuk siswa
g. Memberikan umpan balik
h. Mengukur atau menevaluasi hasil belajar
i. Memperkuat retensi (pemahaman) dan transfer belajar

3.2 Saran

Hendaknya pengetahuan tentang teori kognitivisme perlu dikaji secara


mendalam oleh para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Hal ini dikarenakan teori kognitivisme ini merupakan
landasan bagi para guru untuk mendesain pembelajaran. Terlebih lagi pada mata
pelajaran kimia, dimana semua materi yang ada saling terkait satu sama lain.
Tanpa pengetahuan tentang teori kognitivisme, guru akan mengalami kesulitan
dalam membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya
kualitas proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas.

15

Anda mungkin juga menyukai