PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin “Cogitare” artinya berfikir.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Kognitif berarti segala sesuatu yang
berhubungan atau melibatkan kognisi , atau berdasarkan pengetahuan factual yang
empiris. Dalam istilah pendidikan kognitif didefinisikan sebagai suatu teori
diantara teori-teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman (Sutarto, 2017 : 1-2).
2
jasmaniah yaitu tangan. Akan tetapi, perilaku menggoreskan pena yang dilakukan
anak bukan semata-mata respon atas stimulus yang ada,melainkan yang lebih
penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Sehubungan dengan
hal ini, Piaget Seorang pakar psikologi kognitif terkemuka , menyimpulkan : ...
Children have a built-in desire to learn. Ungkapan ini bermakna bahwa semenjak
kelahirannya, setiap anak manusia memiliki kebutuhan yang melekat pada dirinya
sendiri untuk belajar (Muhibbin,2013 : 103-104).
Berikut beberapa gambaran umum tentang teori kognitif menurut para ahli:
1. Piaget
3
Pada tahap ini ( 2-7 tahun ) , seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh
hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra
sehingga ia belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan
menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
c. Tahap operasional konkret
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) seorang anak dapat
membuat kesimpulan dari sesuatu pada situasi nyata atau dengan
menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek
dari situasi nyata secara bersama-sama (misalnya antara bentuk dan
ukuran)
d. Tahap operasional formal
Pada tahap ini (11 tahun keatas) kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Pada tahap ini, kemampuan menalar secara
abstrak meningkat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara
deduktif. Pada tahap ini pula seseorang mampu mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama.
Umur yang dicantumkan dalam tahap tadi adalah hasil penelitian Piaget
dinegaranya. Meskipun demikian, umur yang dicantumkan diatas bisa kita
jadikan pedoman. Hal lain yang perlu diperhatikan seorang siswa SMK yang
sudah berada pada tahapa operasional formal sekalipun masih membutuhkan
benda-benda nyata pada saat belajar, terutama pada situasi yang masih baru.
4
sedikit dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak. Aktif dalam arti
bahwa siswa melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkret
(Thobroni, 2015: 81-82).
2. Jerome S. Bruner
Menurut pandangan bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan suatu
aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh
yang menggambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Ia menamai
teorinya ini dengan sebutan Free Discovery Learning. Berdasarkan teori ini,
siswa dibumbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum.
Misalnya, untuk memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal defenisi
kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran.
Dari contoh tersebutlah siswa dibimbing untuk mendefenisikan makna kejujuran
itu sendiri.
5
Menurut pandangan Bruner, teori belajar bersifat deskriptif, sedangkan teori
pembelajaran bersifat perspektif. Misalnya teori belajar memprediksi berapa usia
maksimum seorang anak untuk belajar penjumlah an. Sedangkan teori
pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan. Ia
juga berpandangan bahwa perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga
tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu sebagai berikut:
a. Tahap Enaktif
Dalam tahapan ini, materi pembelajaran yang bersifat abstrak
direpresentasikan atau diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
b. Tahap Ikonik
Dalam tahapan ini, materi pembelajaran yang bersifat abstrak dipelajari
siswa dengan menggunakan ikon, gambar, atau diagram yang
menggambarkan kegiatan nyata dengan benda-benda konkret
c. Tahap Simbolik
Dalam tahapan ini seseorang telah mampu memiliki ide-ide abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan
hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu
kesimpulan (discovery learning)(Thobroni, 2015: 81-82).
3. David P. Ausubel
6
Teori Ausubel ini terkait dengan sifat-sifat makna dan ia percaya bahwa
dunia luar (external world) akan memberikan makna terhjadap pembelajaran,
hanya jika berbagai konsep yang berasal dari dunia luar itu telah mampu diuah
menjadi kerangka isi (content of consciousness) oleh siswa. Makna diciptakan
melalui beberapa bentuk hubungan ekuivalen antara bahasa (symbol) dan
konteks mental, yang melibatkan dua proses:
Hal ini sangat bertolak belakang dengan proses belajar yang sering kita
temui, yaitu belajar hafalan (rote learning). Cara belajar dengan membeo ini
sangatlah jauh dari belajar bermakna. Adalah benar jika belajar hafalan ini
sangat tidak sesuai dengan bidang sains, terutama kimia, dimana materinya
bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah, melainkan suatu pengetahuan atau
materi yang saling berkaitan satu sama lain (Suyono dan Hariyanto, 2012: 100)
4. Roberet M. Gagne
Teori Robert Gagne tentang pembelajaran terdiri dari tiga prinsip, yaitu
syarat-syarat pembelajaran (conditions of learning), Sembilan peristiwa
pembelajaran (nine events of instructions), dan taksonomi hasil belajar
(taxonomy of learning outcomes).Dalam bukunya yang berjudul The Conditions
7
of Learniong, Gagne mengemukakan delapan macam tipe belajar yang
membentuk suatu hierarki belajar dari yang paling sederhana sampai dengan
yang paling rumit. Hierarki belajar ini berjumlah delapan, sering diterapkan
dalam pembelajaran tuntas (mastery learning) disamping taksonomi Bloom.
Berkaitan dengan proses pembelajaran meliputi delapan fase, yaitu: (a) motivasi,
(b) pemahaman, (c) pemerolehan, (d) penyimpanan, (e) pengingatan kembali, (f)
perelakuan, dan (g) generalisasi (h) umpan balik (Suyono dan Hariyanto, 2012:
92).
a) Guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang
mudah dalam proses berfikirnya.
b) Guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari
sederhana ke kompleks.
c) Guru menciptakan pembelajaran yang bermakna
d) Guru memerhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai
keberhasilan siswa.
2.3.1 Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai
berikut:
8
pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungan.
c) Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena
itu, guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas didalam
kelaas yang terdiri dari individu-individu kedalam bentuk kelompok-
kelompok kecil siswa dari pada aktivitas dalam bentuk klasikal.
d) Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan-gagasan tidak dapt dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupuin penalaran tidak dapt diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi (Thobroni, 2015: 84-85).
9
materi. Maksudnya, belajar itu merupakan proses aktif dengan cara mana siswa
mengkonstruk gagasan baru atau konsep baru berlandaskan pengetahuan awal
yang telah dimilikinya. Pembelajar memilih dan mengolah informasi,
membangun hipotesis, dan membuat keputusan yang berlangsung dalam struktur
kognitifnya.
10
materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Materi pelajaran
dikatakan bermakna secara potensial apabila materi tersebut logis dan relevan
dengan struktur kognitif siswa. Materi dikatakan logis apabila materi
tersebutkonsisten dengan apa yang telah diketahui oleh siswa dan dapat
dinyatakan dengan berbagai cara tanpa mengubah makna. Materi dikatakan
sesuai dengan kognitif siswa apabila sesuai dengan pengalaman, tingkat
perkembangan, intelegensi dan usia siswa. Kedua, siswa yang akan belajar harus
bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna (memiliki kesiapan dan minat
untuk belajar bermakna). Dari kedua syarat ini, tujuan siswa merupakan hal yang
sangat penting dalam belajar bermakna. Apabila siswa memiliki tujuan, dalam
arti memiliki kesiapan dan minat untuk belajar bermakna, maka akan dengan
mudah proses belejar bermakna dilaksanakan.
11
Dalam bukunya yang berjudul”The Conditionsof Learning” (1965), Gagne
mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang agar siap untuk belajar.
Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan ”nineevents of instruction” atau
sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/peristiwa ini merupakan
tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran.
Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar kesembilan
langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi siswa, maka
guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan. Dengan kata
lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi
mental siswa itu terus terjaga untuk kepentingan proses pembelajaran. Berikut
adalah kesembilan peristiwa pembelajaran yang dikemukakannya:
12
Bimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang membimbing
proses atau alur piker siswa. Bimbingan tidak dimaksudkan untuk
memberikan jawaban kepada siswa. Perlu diperhatikan bahwa bimbingan
tidak diberikan berlebihan karena bagi siswa yang cerdas akan dirasakan
meremehkan mereka.
6. Memperoleh unjuk siswa
Meminta siswa untuk menunjukan apa yang telah dipelajari. Ini
dimaksudkan untuk meyakini guru bahwa siswa telah menguasai materi
juga untuk menyakini siswa sendiri bahwa ia telah menguasai materi
dengan baik.
7. Memberikan umpan balik
Umpan balik perlu diberikan untuk memberi tahu siswa sejauh mana
kebenaran atau unjuk kerja yang dihasilkan.
8. Mengukur atau mengevaluasi hasil belajar
Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui pemberian tes atau
melakukan suatu tugas. Dalam masalah ini reabilitas dan validitas tes
yang diberikan dari hasil observasi guru perlu dipertimbangkan.
9. Memperkuat retensi (pemahaman) dan transfer belajar
Unsur lupa sangat mempengaruhi retensi. Retensi dapat ditingkatkan
dengan berkali-kali berlatih mengerjakan soal ataupun berdiskusi dengan
guru dan teman. Terjadinya transfer belajar sangat membantu siswa
dalam memahami materi pembelajaran (Suyono dan Haryanto, 2012: 92-
93)
BAB III
13
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam isitilah pendidikan kognitif didefinisikan sebagai suatu teori
diantara teori teori belajar yang memahami bahwa belajar merupakan
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi untuk memperoleh
pemahaman. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya Sciemata
(skema bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam
tahapan tahapan perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru
dalam mempresentasikan informasi secara mental. Menurut teori kognitif,
belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
2. Berikut beberapa gambaran umum tentang teori kognitif menurut para
ahli:
a. Menurut Piaget, salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat,
pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus
menerus dengan lingkungannya. Proses belajar sebenarnya terjadi
dalam 3 tahapan, yaitu asimiliasi, akomodasi dan equilibrasi
(penyeimbang).
b. Menurut Bruner, belajar adalah untuk mempertahankan dan
mentransformasikan informasi secara aktif. Proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menentukan suatu aturan ( termasuk konsep, teori,
defenisi, dan sebagainya) melalui contoh-contoh yang menggambarkan
(mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Ia menamai teorinya ini
dengan sebutan Free Discovery Learning.
c. Menurut Ausubel, belajar ialah ketika siswa mampu mengaitkan antara
pengetahuan yang baru dan pengetahuan yang sudah dipunyainya agar
terjadi suatu proses pembelajaran bermakna (meaningful learning).
d. Menurut Gagne, pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi,
untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil
belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi antara kondisi
internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah
keadaan dalm diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil
14
belajar dan proses kognitif yang terjadi dalm individu. Sedangkan
keadaan eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang
mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal
ini oleh Gagne disebut sebagai Sembilan peristiwa pembelajaran.
3. Desain pembelajaran kimia yang didasari teori kognitif sebagian besar
didasari oleh Sembilan peristiwa pembelajaran yang dikemukakan oleh
Gagne. Sembilan peristiwa pembelajaran oleh Gagne tersebut secara tidak
langsung juga telah menggambarkan langkah-langkah pembelajaran
menurut Gagne. Kesembilan peristiwa pembelajaran ialah:
a. Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian
b. Menyampaikan tujuan pembelajaran
c. Mengingat kembali konsep atau prinsip yang telah dipelajari yang
merupakan prasyarat
d. Menyampaikan materi pembelajaran
e. Memberikan bimbingan dalam belajar
f. Memperoleh unjuk siswa
g. Memberikan umpan balik
h. Mengukur atau menevaluasi hasil belajar
i. Memperkuat retensi (pemahaman) dan transfer belajar
3.2 Saran
15