Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH SUHU DAN WAKTU BAKING PADA PENCAPAN KAIN POLIESTER

DENGAN ZAT WARNA DISPERSI

PRAKTIKUM PENCAPAN II
LAPORAN

diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Praktikum Pencapan II dari dosen
pengampu Sukirman, S.ST., MIL.

Oleh:

Nama/ NPM : Dinda Ayu Larasati /18020026

Dwiky Bintang Priyambodo /18020028

Furizki Apriani Derahayu /18020037

Ira Maulidina Harahap /18020045

Group : 3K2

Kelompok :2

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL

POLITEKNIK STTT BANDUNG

2019/2020
I. Maksud
Melakukan proses pencapan pada kain polyester dengan zat warna
disperse dengan variasi waktu dan suhu baking.

II. Tujuan
Mengetahui pengaruh waktu dan suhu baking pada proses pencapan kain
poliester dengan zat warna dispersi untuk mendapatkan hasil optimum
berdasarkan evaluasi ketuaan warna, kerataan warna, ketajaman motif dan
handling kain hasil cap.

III. Teori Dasar


3.1. Pencapan
Pencapan adalah suatu proses untuk mewarnai bahan tekstil dengan
melekatkan zat warna pada kain secara tidak merata sesuai dengan motif
yang diinginkan. Motif yang akan diperoleh pada kain cap nantinya
harusnya dibuat dulu gambar pada kertas. Kemudian dari gambar ini
masing-masing warna dalam komponen gambar yang akan dijadikan motif
dipisahkan dalam kertas film.
Dari kertas film inilah motif dipindahkan ke screen, dimana dalam
screen ini bagian-bagian yang tidak ada gambarnya akan tertutup oleh zat
peka cahaya sedangkan untuk bagian-bagian yang merupakan gambar
akan berlubang dan dapat meneruskan pasta cap ke bahan yang akan
dicap.
Pada pencapan pelekatan zat warna pada kain lebih banyak secara
mekanis.Pada pencapan bermacam-macam golongan zat warna dapat
dipakai bersama-sama dalam satu kain dengan tidak saling mempengaruhi
warna aslinya.
Secara keseluruhan prosedur pencapan meliputi persiapan dan
tahapan proses sebagai berikut:
1. Persiapan kain
Persiapan kain, secara umum dilakukan seperti halnya pada
persiapan bahan tekstil untuk proses pencelupan, misalnya
pembakaran bulu, penghilangan kanji, pemasakan, pengelantangan,
merserisasi atau stabilitas dimensi.
2. Persiapan gambar
Persiapan gambar pada kertas kemudian ke kodatrace atau kertas
tembus cahaya yang akan dipindahkan ke kasa cap dengan cara
afdruk. Gambar dibuat pada kertas transparan/tembus cahaya (gambar
film) dengan tinta afdruk atau tinta bak sesuai dengan jumlah warna.
3. Persiapan kasa cap
Persiapan kasa cap adalah pekerjaan terhadap pasta cap sampai
dilakukan pemindahan gambar film (afdruk) ke kasa cap sehingga kasa
cap siap untuk digunakan pada proses pencapan.
4. Persiapan pasta cap
Pertama yang harus digunakan adalah memilih kesesuaian zat
warna terhadap jenis serat yang akan dicap. Selanjutnya adalah seleksi
terhadap kesesuaian jenis pengental, zat-zat pembantu, metoda
pencapan yang digunakan dan kondisi-kondisi pengeringan, fiksasi zat
warna serta kondisi setelah pencapan, misalnya pencucian.
Pasta cap dibuat dengan disesuaikan selain terhadap jenis
serat/kain juga terhadap jenis mesin yang akan digunakan, sifat
ketahanan warna yang diminta dan beberapa sifat hasil pencapan
lainnya yang digunakan. Resep pasta cap secara garis besar yaitu: zat
warna, zat pembantu pelarutan (misalnya urea), air, pengental
(misalnya tapioka), zat kimia untuk fiksasi zat warna, zat anti reduksi,
zat anti busa, minyak, pigmen putih dan zat pemutih optik.
Tingkat kekentalan/viskositas pasta cap tergantung beberapa
faktor, antara lain metoda proses pencapan, jenis dan struktur kain
yang akan dicap, kehalusan motif cap dan lain-lain.
5. Persiapan mesin
Persiapan mesin dan alat untuk pencapan adalah menyiapkan
mesin dan alat kelengkapannya agar dapat bekerja dengan
menghasilkan kain printing yang baik, lancar dan efisiensinya tinggi.
Persiapan mesin pencapan meliputi berbagai unit dari pembersihan,
penyetelan blanket, pengatur kecepatan blanket, screen, rakel,
kedudukan screen, pengatur tekanan, dan kemiringan rakel, pensuplai
pasta cap, pengendali sinkronisasi kecepatan pencapan dan
pengeringan dan lain-lain.
6. Proses pencapan
Pencapan adalah proses pewarnaan pada bahan tekstil secara
tidak merata menurut motif/gambar tertentu dengan hasil warna
diharapkan bersifat permanen. Proses pencapan dapat dilakukan
secara manual atau dengan mesin pencapan. Mesin pencapan yang
banyak digunakan adalah mesin pencapan kasa datar dan kasa putar.
7. Pengeringan
Proses pengeringan setelah kain dicap perlu untuk menghilangkan
kelembaban lapisan pasta cap sehingga mencegah blobor (bleeding)
warna dari motif dan diperoleh hasil cap dengan motif yang tajam.
Selain itu untuk memudahkan penanganan kain hasil cap untuk proses
fiksasi berikutnya.
Perencanaan perlu dilakukan dengan memperhatikan factor-faktor
antara lain: jenis kain, jenis pasta cap, tegangan kain, dan pencegahan
terhadap kusutnya kain selama pengeringan. Jenis-jenis pengeringan
yaitu:
- Pengeringan udara panas
Mesin ini dengan system udara panas temperaturnya 100 – 125
°C. Sumber panas berasal dari oli panas, uap panas.
- Pengering silinder
Mesin ini dengan temperatur 95 – 110 °C.
- Pengeringan di udara
Kain dikeringkan di ruangan terbuka secara sederhana, pada
temperature 27–30°C
8. Fiksasi zat warna
Proses fiksasi dimaksudkan agar zat warna yang terkandung
didalam lapisan pasta cap terfiksasi kedalam serat kain dengan
membentuk ikatan seperti gaya Van der Waals, ikatan hidrogen
maupun ikatan kovalen.
9. Pencucian
Proses pencucian setelah fiksasi zat warna dimaksudkan untuk
menghilangkan zat warna yang tidak terfiksasi, pengental dan zat-zat
kimia pembantu sehingga akan diperoleh hasil pewarnaan yang briliant,
mempunyai ketahanan luntur yang baik dan pegangan cap yang
lembut. Demikian pula akan memberikan hasil yang memuaskan pada
proses penyempurnaan berikutnya.
10. Pengeringan
Pengeringan kain setelah proses pencucian diperlukan untuk
dilakuakn proses selanjutnya, seperti penyempurnaan secara kimia dan
fisika untuk memperoleh sifat khusus lain.

3.2. Serat Poliester


Serat polyester dikembangkan oleh J.R . Whinfield dan J.T.
Dickson dari Calico Printers Association. Serat ini merupakan
pengembangan dari polyester yang telah ditemukan oleh Carothers.
I.C.I. di Inggris memproduksi serat polyester dengan nama Terylene
dan kemudian du Pont di Amerika pada tahun 1953, juga membuat
serat polyester berdasarkan patent dari Inggris dengan nama
Dacron.Serat polyester adalah serat sintetik yang terbentuk dari
molekul polimer polyester linier dengan susunan paling sedikit 85%
berat senyawa dari hidroksi alcohol dan asam terftalat.Poliester
atau yang dikenal dengan nama Terylene di Inggris ini dibuat dari
asam tereftalat dan etilena glikol. Etilena yang berasal dari
penguraian minyak tanah dioksidasi dengan udara, menjadi etilena
oksida yang kemudian dihidrasi menjadi etilena glikol. Asan
tereftalat dibuat dari pra-Xilena yang harus bebas dari isomer meta
dan orto. P-Xilena merupakan bagian dari destilasi minyak tanah
dan tidak dapat dipisahkan dari isomer meta dan orto dengan cara
destilasi.
Poliester termasuk ke dalam serat sintetik yang sangat pesat sekali
perkembanganya dan banyak digunakan untuk tekstil. Serat polyester
cepat sekali memperoleh perhatian konsumen oleh karena sifat mudah
penanganannya (ease of care), bersifat cuci pakai (wash and wear), tahan
kusut dan awet. Sifat-sifat pakaiannya lebih sempurna apabila dicampur
dengan serat wol atau kapas.
Serat polyester dibuat secara pemintalan leleh dari dua jenis
asam terftalat. Molekul-molekulnya besar dan kaku, sukar
dibengkokkan dan mudah kembali kebentuk semula setelah
berubah bentuknya. Filamen yang terjadi ditarik dalam keadaan
panas sampai lima kali panjang semula, kecuali filament yang kasar
ditarik dalam keadaan yang dingin. Jika hendak dibikin staple,
filamennya dibuat keriting kemudian dipotong-potong dalam
panjang tertentu.

Gambar 1 Reaksi Pembentukan Poliester


(Sumber: P. Sieprijono, S.Teks, dkk, Serat-serat Tekstil, 1973, hal
279)
Pencelupannya dapat dilakukan pada suhu dibawah 100°C
dengan dibantu zat penggelembung serat. Zat tersebut akan
memudahkan zat warna masuk kedalam serat.
Serat polyester asli (kecuali kodel 11) dipintal dari senyawa
homopolimer, yakni polimernya terdiri dari pengulangan unit-unit molekul
yang serupa atau dari satu jenis monomer. Tetapi sekarang ada pula yang
merupakan kopolimer yakni polimernya terdiri dari lebih satu jenis
monomer.
Sifat fisika
Poliester memiliki sifat yang khas, yakni dalam pengerjaan dengan larutan
kaudtik soda bagian kulitnya akan larut, sehingga diperoleh kain, benang
atau serat yang lebih tipis dengan tidak mengubah serat secara hebat.
Pengerjaanini membuat polyester mempunyai sifat pegangan seperti
sutera. Pada umumnya kehilangan berat sebesar 5% dianggap cukup baik.
1. Kekuatan dan mulur
Terylene mempunyai kekuatan 4.5 gram/denier sampai 7.5
gram/denier dan mulur 25% sampai 7.5% tergantung pada jenisnya.
Kekuatan dan mulur dalam keadaan basahnya hampir sama
dengan dalam keadaan kering. Kekuatan polyester dapat tinggi
disebabkan karena proses peregangan dingin pada waktu
pemintalannya akan menyebabkan terjadinya pengkristalan molekul
dengan baik, demikian pula berat molekulnya dapat tinggi.
2. Elastisitas
Poliester mempunyai elastisitas yang baik sehingga kain
polyester tahan kusut. Jika benang polyester ditarik dan kemudian
dilepaskan pemulihan yang terjadi dlam 1 menit adalah sebagai
berikut:
Penarikan 2%.................... pulih 97%
Penarikan 4%.................... pulih 90%
Penarikan 8%.................... pulih 80%
3. Moisture Regain
Dalam kondisi standard moisture regain polyester hanya
0.4%. Dalam RH 100% moisture regainnya hanya 0.6-0.8%
4. Modulus
Polyester mempunyai modulus yang tinggi. Pada pembeban
0.9 gram/denier polyester hanya mulur 1% dan pada pembeban
1.75 gram/denier hanya mulur 2%. Modulus yang tinggi
menyebabkan polyester pada tegangan kecil di dalam
penggulungan tidak akan mulur.
Sifat Kimia
Polyester tahan asam lemah meskipun pada suhu didih dan
tahan asam kuat dingin. Polyester tahan basa lemah tetapi kurang
tahan basa kuat. Poliester tahan zat oksidasi,alcohol,keton,sabun
dan zat-zat untuk pencucian kering. Demikian pula tahan terhadap
serangga, jamur dan bakteri, sedangkan terhadap sinar matahari
ketahanannya cukup baik. Poliester larut dalam meta-kresol panas,
trifluoroasetat-orto-khlorofenol, campuran 7 bagian berat
trikhlorofenol dan 10 bagian fenol dan campuran 2 bagian berat
tetrakhloroetena dan 3 bagian fenol.
1. Zat penggelembung
Polyester akan menggelembungkan dalam larutan 2% asam
benzoate asam salisilat, fenol dan meta-kresol dalam air, disperse
½% monokhlorobenzena, p-dikhlorobenzena, tetrahidronaftalena,
metilbenzoat dan metal salisilat dalam air, disperse 0.3% orto-fenil-
fenol dan para-fenifenol dalam air.
2. Titik leleh
Poliester meleleh diudara pada suhu 250°C dan tidak
menguning pada suhu tinggi.
3. Sifat biologi
Poliester tahan serangga, jamur dan bakteri.
4. Tahan sinar
Seperti serat tekstil lainnya, polyester juga berkurang
kekuatannya dalam penyinaran yang lama tetapi tahan sinarnya
masih cukup baik dibanding dengan serat lain. Dibalik kaca tahan
sinar polyester lebih baik dari kebanyakan serat.
5. Mengkeret
Benang terylena apabila direndam dalam air mendidih akan
mengkeret sampai 7% atau lebih.
6. Pembakaran.
Poliester meskipun dapat dibakar tetapi karena diikuti oleh
pelelehan yang kemudian akan terlepas jatuh, maka nyala api tidak
akan menjalar. Tetapi apabila dicampur dengan serat lain yang
membantu pembakaran, kain campuran tersebut akan terbakar.
7. Heat-set
Dimensi kain polyester dapat distabilkan dengan cara heat-
set. Heat-set dilikukan dengan cara mengerjakan kain dalam
dimensi yang telah diatur (biasanya dalam bentuk lebih) pada suhu
30-40°C lebih tinggi dari suhu penggunaan kain sehari-hari. Untuk
pakaian biasanya pada suhu 220-230°C.
3.3. Pencapan dengan Zat Warna Dispersi
Zat warna dispersi adalah zat warna yang kelarutannya dalam
air hanya sedikit, akan tetapi mudah didispersikan atau
disuspensikan dalam air, serta mempunyai daya substantivitas
terhadap serat-serat yang bersifat hidrofob.
Zat warna dispersi merupakan zat warna non iionik yang tidak
atau sedikit larut dalam air dan mempunyai molekul yang relatif
kecil, sederhana dan tidak mempunyai gugus pelarut. Oleh karena
itu zat warna dispersi sedikit larut dalam air dan sering digunakan
untuk mencelup serat-serat hidrofob seperti poliester.
Gambar 1. Jenis Zat Warna Dispersi Antrakuinon, Azo Dan
Difenilamina
Sifat-sifat umum zat warna disperse, baik sifat kimia maupun
sifat fisika merupakan factor penting dan erat hubungannya dengan
penggunaannya dalama proses pencelupan. Sifat – sifat umum zat
warna disperse untuk pencelupan polyester (tipe B, C, dan D)
adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai titik leleh sekitar 1500C dan kekritalinan yang tinggi.
2. Apabila digerus sampai halis dan didispersikan dengan zat
pendispersi dapat menghasilkan disperse yang yang stabil dalam
larutan pencelupan dengan ukuran partikel 0,5 – 0,2 mikron.
3. Mempunyai berat molekul yang relative rendah.
4. Mempunyai tingkat kejenuhan 30 – 200 mg/g dalam serat.
5. Relative tidak mengalami perubahan kimia selama proses
pencelupan berlangsung.
6. Pada dasarnya bersifat nonionic walaupun mengandung gugus
NH2, NHR dan -OH yang bersifat agak polar.
7. Kelarutan dalam air kecil sekali (kurang dari 30 mg/kg zat warna)
8. Ketahanan luntur warna hasil pencelupan terhadap keringat dan
pencucian sangat baik tetapi ketahanan sinarnya jelek.

3. 4 Golongan Zat Warna Dispersi


Berdasarkan ketahanan sublimasinya, zat warna dispersi dapat
digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Zat warna dispersi golongan A
Zat warna ini mempunyai berat molekul yang terkecil, tingkat
ketahanan sublimasinya rendah, tersublimasi penuh ( 90 - 100 % )
pada suhu sekitar 1300 C dan mempunyai sifat kerataannya yang
baik sekali. Zat warna golongan ini umumnya digunakan pada
pencelupan dengan menggunakan zat pengembang (carrier).
2. Zat warna dispersi golongan B
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang
sedang, tersublimasi penuh pada suhu sekitar 1500 C - 1700 C,
dan mempunyai sifat kerataan yang baik. Zat warna ini dapat
digunakan untuk mencelup serat poliester dengan menggunakan
bantuan zat pengembang dan pada pencelupan suhu tinggi dan
pemberian tekanan.
3. Zat warna dispersi golongan C
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang
tinggi, tersublimasi penuh pada suhu sekitar 1900C. zat warna ini
biasanya digunakan untuk mencelup poliester dengan
menggunakan metode suhu tinggi dan pemberian tekanan dan
metode termosol.
4. Zat warna dispersi golongan D
Zat warna ini memiliki sifat ketahannan sublimasi yang
tinggi, tersublimasi penuh pada suhu 2200 C. zat warna ini
biasanya digunakan untuk mencelup poliester dengan
menggunakan metode pada suhu tinggi dan metode termosol.
Untuk membedakan sifat pencelupan zat warna dispersi
terhadap serat poliester, maka zat warna dispersi digolongkan
berdasarkan ukuran berat molekulnya. Besar kecilnya berat molekul
zat warna dispersi sangat erat kaitanya dengan ketahanan
sublimasi zat warna. Semakin besar berat molekul yang dimiliki zat
warna dispersi, maka ketahanan sublimasinya semakin besar,
begitu pula sebaliknya.
3.5 Ikatan Zat Warna Dispersi Dengan Serat Poliester
Jenis ikatan yang terjadi antara gugus fungsional zat warna
dispersi dengan serat poliester ada 2 macam yaitu:
1) Ikatan Van der Walls
Zat warna dispersi dan serat merupakan senyawa hidrofob
dan bersifat non polar. Ikatan yang terjadi pada senyawa hidrofob
dan bersifat non polar ini ikatan fisika, yang berperan dalam
terbentuknya ikatan fisika adalah ikatan van der walls, yang terjadi
berdasarkan interaksi antara kedua molekul yang berbeda. Ikatan
yang besar terjadi pada ikatan van der walls pada zat warna
dispersi dan serat poliester adalah dispersi London.
2) Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen merupakan gaya dipol yang melibatkan
atom hidrogen dengan atom lain yang bersifat elektronegatif.
Kebanyakan zat warna dispersi tidak mengadakan ikatan hidrogen
dengan serat poliester karena zat warna dispersi dan serat poliester
bersifat nonpolar, hanya sebagian zat warna dispersi yang
mengadakan ikatan hidrogen dengan serat poliester yaitu zat warna
dispersi yang mempunyai donor proton seperti –OH atau NH2.
3.6 Alginat

Alginat adalah istilah umum untuk senyawa dalam bentuk


garam dan turunan asam alginat. Natrium alginat digambarkan
sebagai produk dari karbohidrat yang telah dipurifikasi, diekstraksi
dari alga laut coklat dengan garam alkali.
Garam Natrium dari asam alginat berwarna putih sampai
dengan kekuningan, berbentuk tepung atau serat, hampir tak
berbau dan berasa. Larut dalam air dan mengental (larutan
koloid), tidaklarut dalam alkohol dan larutan hidroalkoloid dengan
kandungan alkohollebih dari 30 %, dan tidak larut dalam
khloroform, eter dan asam dengan pH kurang dari 3
Alginat sukar larut dalam air jika kandungan air di dalam
senyawa yang berpenetrasi dengan alginat diperlukan untuk
hidrasinya. Keberadaan gula, pati atau protein dalam air akan
menurunkan laju hidrasi dan akan diperlukan waktu pencampuran
yang lebih lama. Kation garam monovalen (seperti NaCl) dengan
konsentrasi lebih dari 0.5 % juga mempengaruhi. Bahan-bahan ini
sebaiknya ditambahkan setelah alginat dihidrasikan dan
dilarutkan. Kehadiran kation polivalen dalam jumlah yang sedikit
saja akan menghalangi proses hidrasi dan jumlah besar akan
menyebabkan pengendapan

IV. Percobaan
4.1. Alat dan Bahan
Alat Bahan
 Cangkir plastic  Kain poliester
 Ember plastik  Zat warna disperse
 Mixer (Dianix Orange dan
 Neraca analitik Dianix/Samron Yellow

 Pipet ukur 4GSL)

 Gelas ukur  Zat pendispersi


(Setamol)
 Screen
 Urea
 Rakel
 Asam citric
 Hairdryer
 Pengental alginate
 Meja Cap
 Na2S2O4
 Batang Pengaduk
 NaOH
4.2. Diagram Alir

Persiapan alat,
bahan dan pasta cap

Pencapan

Pengeringan
100 oC, 3 menit

Baking
170˚C - 200˚C, 3 - 4
menit

Washing off

Proses RC
Na2S2O4 2 g/L
Na2CO3 2 g/L
Detergen 1 ml/L
Suhu 90˚C
Waktu 10 menit

Evaluasi:
- ketuaan warna
- kerataan warna
- ketajaman motif
- handling
4.3. Resep
 Resep Pasta Cap
Variasi
Resep
1 2 3
Zat warna g
20 – 40
Dispersi L
Pengental g
700
alginate 5 – 7 % L
g
Zat pendispersi 20
L
g
Urea 30 – 100
L
g
Asam sitrat 1–5
L
Suhu, waktu 160 oC, 3’ 170 oC, 3’ 180 oC, 3’

4.4. Perhitungan Resep (untuk setiap warna)


 Perhitungan Pasta Cap
40 gram
- Zat Warna Dispersi = x 75mL=3 gram
1000 mL
20 gram
- Zat Pendispersi = x 75mL=1,5 gram
1000 mL
100 gram
- Urea = x 75 mL=7,5 gram
1000 mL
1 gram
- Asam sitrat = x 75mL=0,075 gram
1000 mL
700 gram
- Pengental alginate 5% = x 75 mL=52,5 gram
1000 mL

4.5. Fungsi Zat


 Pengental Alginat : Untuk meningkatkan kekentalan pasta cap,
melekatkan zat warna pada bahan tekstil, memperoleh bahan yang rata
dan sebagai pengatur viskositas.
 Zat warna dispersi : Memberikan warna pada kain poliester.
 Pendispersi : Untuk mendispersikan zat warna dalam pasta cap.
 Urea : Sebagai zat higroskopis untuk mengatur kelembaban kain.
 Asam sitrat : sebagai pembentuk suasana asam pada pasta cap yang
akan digunakan.
 Teepol : berfungsi saat proses pencucian setelah proses pencapan
guna menghilangkan zat warna yang menempel di permukaan serat.
 Na2S2O4 : sebagai reduktor untuk cuci reduksi zat warna yang masih
menempel di permukaan saja.
 NaOH : berfungsi untuk mengaktifkan Natrium Hidrosulfat.
4.6. Prosedur Kerja
a. Pembuatan Pengental sintetik
1. Menimbang pengental alginat
2. Menambahkan sebagian air.
3. Mengaduk secara merata dengan menggunakan mixer sampai
pengental mengental.
b. Pembuatan Pasta Cap
1. Timbang pengental sintetik yang telah jadi sesuai dengan
kebutuhan.
2. Tambahkan zat pendispersi dan zat asam ke dalamnya dan diaduk
terus sampai semua bagian merata.
3. Memasukkan gliserin, asam asetat dan air sesuai kebutuhan.
c. Pencapan (print)
1. Kain yang akan dicap dipasang pada meja cap dengan posisi
terbuka sempurna dan konstan pada meja cap.
2. Meletakkan screen tepat berada pada bahan yang akan dicap.
3. Pasta cap ditaburkan pada bagian pinggir screen (tidak mengenai
motif).
4. Menahan screen agar tetap mengepres pada bahan, kemudian
dilakukan proses pencapan dengan cara memoles screen dengan
pasta cap menggunakan rakel.
5. Pada proses pencapan, penarikan rakel harus kuat dan menekan
ke bawah agar dapat mendorong zat warna masuk ke motif.
6. Screen kemudian dilepaskan ke atas.
7. Untuk screen berikutnya (warna berbeda), dipasang screen dengan
memposisikan motif, agar kedua motif dapat berimpit dengan tepat.
8. Melakukan proses pencapan seperti point di atas.
9. Setelah selesai, pasta cap dibiarkan pada kain hingga sedikit
mengering untuk kemudian mengangkatnya secara hati-hati.
10. Dilakukan proses pengeringan
11. Lakukan fiksasi zat warna pada suhu 160-180°C selama 2-4 menit
12. Cuci dingin lalu lakukan proses RC
13. Lakukan pencucian sabun lalu bilas hingga bersih dan keringkan
d. Pengujian kain hasil cap
1. Ketuaan warna
2. Kerataan warna
3. Ketajaman motif
4. Handling

V. Hasil Percobaan
(Terlampir)

VI. Evaluasi & Data Percobaan

Variasi Variasi Evaluasi

Suhu Waktu Ketuaan Kerataan Ketajaman Handling


Baking Baking Warna Warna Motif
160˚C 3 menit 1 1 100% Lembut
170˚C 3 menit 2 1 100% Lembut
180˚C 3 menit 3 1 100% Lembut
Keterangan Score Ketuaan Warna
- 1 = Muda
- 2 = Sedang
- 3 = Tua
Keterangan Score Kerataan Warna
- 1 = Rata
- 2 = Kurang Rata
Keterangan Score Handling
- 1 = Lemas
- 2 = Sedang
- 3 = Kaku

VII. Diskusi
Pencapan merupakan proses pemberian warna pada kain dengan
warna yang tidak merata membentuk motif yang diinginkan. Pencapan zat
warna dispersi ini sangat cocok ketika dilakukan dengan serat polieser
karena memiliki sifat hidrofob. Zat warna dispersi yang biasa digunakan
untuk proses pencapan adalah zat warna dispersi jenis azo, antrakuinon,
difenilamin, kumarin, atau kuinolin yang bersifat tidak larut dalam air
(terdispersi). Zat warna dispersi memiliki sifat yang tidak larut dalam air
sehingga harus ditambahkan zat pendispersi agar zat warna mudah
terdispersi dalam pasta cap. Zat warna dispersi yang digunakan pada
proses pencapan ini dalam bentuk bubuk, dimana dalam fasa ini memiliki
tingkat kemurnian 20-40%. Untuk mendapatkan pewarnaan yang baik,
maka diperlukan pengerjaan pada kondisi suhu yang tinggi sehingga dalam
proses fiksasinya berada pada suhu tinggi dengan adanya bantuan zat
pendispersi.
Serat poliester memiliki sifat hidrofob dan memiliki kristalin yang tinggi
serta zat warna yang terbentuk yaitu dalam fasa terdispersi. Fasa terdispersi
ini menunjukkan bahwa zat warna tidak larut didalam air ataupun dalam
pengentalnya itu sendiri hanya saja terdispersi menjadi intramonomolekuler.
Zat warna dalam bentuk agregat dan monomolekuler larut dalam jumlah
yang sangat sedikit tapi akan lebih mudah masuk kedalam bahan (serat
polyester), yaitu absorbsi pada pori-pori permukaan serat difusi dalam serat
dan terjadi ikatan saat fiksasi.
Proses pewarnaan zat warna dispersi pada serat poliester merupakan
distribusi zat warna yang bersifat padat kedalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur, yaitu zat warna merupakan zat padat yang larut dalam
medium serat (solid solution), ikatan yang terjadi antara serat polyester
dengan zat warna disperse adalah ikatan hidrofobik dan ikatan van der
waals. Gugus OH, -NH2, NHR dari zat warna sebagai pemberi (donor)
hydrogen. Sebagai pengikat dwi kutub (dipole) membentuk ikatan hydrogen
dengan karbonil C=O atau asetil –C-O-C-CH3= O dari serat.
Pada praktikum pencapan dengan zat warna disperse pada kain
polyester dilakukan variasi waktu baking dan suhu baking yaitu; 160 ºC
selama 3 menit; 170ºC selama 3 menit; dan 180ºC selama 3 menit untuk
mendapatkan hasil optimum berdasarkan ketuaan warna, kerataan warna,
ketajaman motif dan handling.
Dari evaluasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
Grafik Evaluasi Ketuaan Warna, Kerataan Warna, dan
Handling Pada Pencapan Poliester dengan Zat Warna
Dsipersi
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
160ºC, 3' 170ºC, 3' 180

Ketuaan Warna Handling

Diagram Batang Evaluasi Ketajaman Motif Pada


Pencapan Poliester dengan Zat Warna Dispersi
98.00%
97.00%
96.00% 170˚C, 2 menit
170˚C, 4 menit
95.00% 180˚C, 2 menit
94.00% 180˚C, 4 menit

93.00%
92.00%
91.00%
90.00%
Ketajaman Motif

Ditinjau dari diagram batang yang pertama, berdasarkan evaluasi


ketuaan warna, hasil cap optimum yang paling tua yaitu pada variasi suhu
baking 180˚C selama 3 menit. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu,
maka proses fiksasi semakin baik sehingga ketika dilakukan proses
washing off dan proses RC warna pada kain cap cenderung tahan
terhadap proses tersebut dan tidak luntur.
Berdasarkan evaluasi kerataan warna, semakin lama waktu baking dan
semakin tinggi suhu baking tidak mempengaruhi kerataan warna. Namun,
jika ditinjau secara visual, kain cap dengan variasi suhu baking 170˚C
selama 3 menit menunjukkan hasil cap yang paling rata. Kerataan hasil cap
bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti proses washing off atau
proses RC, juga dipengaruhi oleh tekanan perakelan yang berbeda
sehingga hasil pencapan kurang rata karena akan berpengaruh pada
ketebalan zat warna yang menempel pada serat, mungkin pula dipengaruhi
oleh kelarutan zat warna disperse dan zat pembantu lainnya dalam pasta
cap.
Berdasarkan evaluasi handling, variasi waktu dan suhu baking tidak
begitu mempengaruhi kekakuan kain. Faktor seperti proses washing off
yang kurang baik justru dapat membuat kain hasil cap lebih kaku karena
pasta cap yang mungkin tidak hilang secara menyeluruh.
Berdasarkan evaluasi ketajaman motif, variasi waktu dan suhu baking
tidak begitu mempengaruhi ketajaman motif. Ketajaman motif dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti penekanan dalam proses perakelan,
kekentalan pasta cap dan lainnya. Namun, jika ditinjau dari evaluasi, kain
cap dengan variasi suhu baking 170˚C selama 4 menit menunjukkan
ketajaman motif yang plaing tinggi dengan nilai 97,18%.

VIII. Kesimpulan
Semakin lama waktu baking dan semakin tinggi suhu baking
menunjukkan warna kain hasil cap yang paling tua dengan variasi optimum
suhu baking 180˚C selama 2 menit. Namun, waktu dan suhu baking tidak
begitu mempengaruhi kerataan warna, ketajaman motif dan handling kain
hasil cap.
IX. Daftar Pustaka
Lubis, A. (1998). Teknologi Pencapan Tekstil. Bandung: Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil.
Purwanti, d. (1978). Pedoman Praktikum Pencapan dan
Penyempurnaan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Sunarto. (2008). Teknologi Pencelupan dan Pencapan JILID 3 untuk
SMK. Jakarta: Direktorak Pembinaan Skeolah Menengah Kejuruan.
Suprapto, A. (t.thn.). Bahan Ajar Praktikum Pencapan. Bandung:
Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil.
Widayat, S. (1973). Serat-serat Tekstil. Bandung: Institut Teknologi
Tekstil.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
LAMPIRAN HASIL PENCAPAN

Anda mungkin juga menyukai