Anda di halaman 1dari 9

APLIKASI MANAJEMEN RISIKO BENCANA ALAM

DALAM PENATAAN RUANG KABUPATEN NABIRE


Ati Widiati
Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta

Abstract
th th
Earthquakes happened at 7.6 (February 6 , 2004) and 8.1 (November 26 , 2004)
scale of Richter in Nabire Regency had been implicating that risk management of
natural disaster are needed to complete the spatial planning arrangement. This
earthquakes had damaged infrastructures and changed the land use, the spatial
structure, and the social activities. This paper describes how the risk management
of natural disaster applicated as one of components in spatial planning in order to
prevent and minimize the dangerous, and also to minimize the risks and damaged
of natural disaster.

Kata kunci : Manajemen risiko bencana alam, penataan ruang, Kabupaten Nabire

1. PENDAHULUAN ruang maupun implementasi pembangunan fisik


wilayah, maka aplikasi manajemen risiko bencana
Peristiwa gempa bumi pada 6 Februari 2004 dan alam diharapkan dapat memberi manfaat berikut :
26 November 2004 lalu di Kabupaten Nabire, Mengantisipasi bahaya.
Provinsi Papua, merusak sebagian besar
a. Mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya.
infrastruktur, permukiman dan berbagai fasilitas
umum/sosial di daerah itu. Gempa bumi b. Mengurangi daya rusak suatu bahaya yang
berkekuatan 7,6 dan 8,1 Skala Richter itu tidak tidak dapat dihindarkan.
hanya merubah struktur dan pola pemanfaatan
ruang wilayah, tetapi juga telah berakibat pada 2. BAHAN DAN METODE
perubahan aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat setempat. Untuk mengaplikasikan manajemen risiko bencana
Hikmah di balik bencana alam di atas adalah alam ke dalam penyusunan RTRW, terlebih dahulu
bahwa dalam menyusun rencana tata ruang dilakukan analisis terhadap beberapa hal berikut
wilayah (RTRW), khususnya di wilayah rawan (Marsh, 1991) :
bencana alam, perlu dimasukkan komponen a. Analisis terhadap zona-zona yang termasuk
manajemen risiko bencana alam (risk management kategori kawasan rawan bencana alam
of natural disaster). Saat RTRW Kabupaten Nabire (gempa, tsunami, longsor, banjir), kategori
1999/2000-2009/2010 disusun beberapa tahun kawasan rentan bencana alam, dan kategori
lalu, komponen manajemen risiko bencana alam kawasan risiko bencana alam.
belum dipertimbangkan. Karena itu, perlu
dilakukan revisi terhadap RTRW Kabupaten Nabire b. Analisis terhadap rencana kawasan lindung,
kawasan budidaya, dan kawasan tertentu
tersebut. Di samping hikmah dari bencana alam,
untuk menentukan manajemen risiko bencana
langkah revisi itu juga memenuhi ketentuan
alam yang sesuai di tiap peruntukan lahan.
Undang-Undang Nomor. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang dan Keputusan Menteri c. Analisis terhadap rencana sistem transportasi,
Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor sistem komunikasi, dan sistem utilitas/fasilitas
327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam – terutama berkaitan dengan jalur evakuasi
Pedoman Bidang Penataan Ruang. dan komunikasi jika terjadi bencana alam.
Tulisan ini memaparkan tentang bagaimana
mengaplikasikan manajemen risiko bencana alam d. Pertimbangan terhadap berbagai teknologi
sebagai salah satu komponen analisis di dalam yang tersedia dalam kaitannya dengan
menyusun RTRW, dengan mengambil contoh pencegahan dan penanganan bencana alam.
kasus Kabupaten Nabire. Dengan dimasukkannya Seperti disebutkan pada butir pertama di atas,
komponen manajemen risiko bencana alam ke ada tiga kategori kawasan yang perlu mendapat
dalam arahan struktur dan alokasi pemanfaatan perhatian khusus dalam aplikasi manajemen risiko

___________________________________________________________________________________________________
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana ...............(Ati Widiati) 7
bencana alam. Pertama, kawasan rawan bencana terluar dan daerah tepi sungai di Distrik Wanggar,
alam, yaitu kawasan yang memiliki kemungkinan pantai terluar dan daerah tepi sungai Distrik Nabire
tinggi terkena bencana. Kawasan rawan bencana dan sebagian Distrik Napan.
gempa dapat dilihat dari data seismisitas, struktur Kawasan rawan longsor di Kabupaten Nabire
geologi, percepatan tanah puncak (peak ground meliputi kategori tingkat kerawanan sedang, kecil,
acceleration), sedangkan kawasan rawan bencana dan sangat kecil. Kawasan berkategori tingkat
longsor dan banjir dapat dilihat dari kemiringan kerawanan sedang meliputi sebagian besar Distrik
lereng, jenis tanah, curah hujan, dan sebagainya. Teluk Umar, sebagian besar Distrik Yaur, sebagian
Kedua, kawasan rentan bencana alam, yakni besar Distrik Wanggar, hampir seluruh wilayah
kawasan yang rentan bila terkena bencana, Distrik Uwapa, sebagian Distrik Makimi, sebagian
misalnya kawasan berkepadatan penduduk cukup Distrik Siriwo, sebagian Distrik Sukikai, sebagian
tinggi (tempat berkonsentrasi permukiman) dan Distrik Mapia, dan sebagian kecil Distrik Kamu.
kawasan yang memiliki fasilitas umum/ sosial dan
infrastruktur yang vital seperti bandara, pelabuhan, 3.2. Aplikasi Manajemen Risiko Bencana Alam
sekolah, rumah sakit, dan sebagainya. Dalam Penataan Ruang Kabupaten Nabire
Ketiga, kawasan risiko bencana alam, berupa
hasil tumpang tindih (overlay) dari kedua kategori Dalam penataan ruang, kondisi geologi memiliki
kawasan di atas. Misalnya, di kawasan rawan dua sisi untuk dipertimbangkan. Pertama, sebagai
bencana ada konsentrasi permukiman, fasilitas sumberdaya (georesources), seperti sumberdaya
umum/ sosial, serta berbagai infrastruktur vital. lahan, sumberdaya mineral, sumber-daya energi,
Secara umum, ada tiga fase yang harus dijalani dan sumberdaya air. Kedua, sebagai ancaman
dalam manajemen risiko bencana alam : bencana (geohazard), misalnya gempa bumi,
tsunami, letusan gunung berapi, banjir, dan
• Fase mitigasi. longsor. Banjir dan longsor bisa dicegah atau
• Fase preparedness. diminimasi, sedangkan gempa bumi, tsunami, dan
• Fase relief/rehabilitasi/rekonstruksi. letusan gunung berapi tidak dapat dihindari,
sehingga yang bisa dilakukan adalah meminimasi
kemungkinan risikonya. Risiko semakin besar jika
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
bencana menimpa kawasan berkerentanan tinggi.
3.1. Lokasi Kawasan Rawan Bencana Alam di Manajemen risiko bencana alam meliputi
Kabupaten Nabire segala upaya untuk mencegah bahaya,
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan
Kawasan rawan gempa yang perlu mendapat
mengurangi daya rusak dari bahaya yang tidak
perhatian lebih besar karena termasuk kategori
dapat dihindarkan. Mitigasi merupakan dasar/ fase
sangat rawan yaitu Distrik Napan, dataran pantai
awal manajemen situasi darurat bencana alam.
Distrik Makimi, bagian barat Distrik Sukikai, dan
Mitigasi dapat didefinisikan sebagai aksi
sebagian kecil Distrik Nabire. Kawasan berkategori
mengurangi/ menghilangkan risiko jangka panjang
rawan lainnya yang juga perlu diperhatikan adalah
bahaya bencana alam beserta akibatnya terhadap
seluruh Distrik Wanggar, sebagian besar Distrik
manusia dan harta benda (Karnawati, 2005).
Nabire, sebagian Distrik Napan, sebagian kecil
Berikut ini akan diuraikan aplikasi manajemen
Distrik Siriwo, sebagian Distrik Makimi, sebagian
risiko bencana alam secara umum dan spesifik.
Distrik Yaur, sebagian Distrik Uwapa, sebagian
Distrik Mapia, dan sebagian kecil Distrik Sukikai. A. Manajemen Risiko Bencana Secara Umum
Dikaitkan dengan konsentrasi penduduk,
Secara umum, manajemen risiko bencana alam
infrastruktur, jumlah dan sebaran fasilitas, dari
dapat dilaksanakan melalui beberapa cara berikut :
kawasan tersebut di atas ditemukan kawasan
risiko bencana gempa. Kawasan risiko gempa 1. Pengaturan pemanfaatan ruang (spasial)
sangat tinggi mencakup hampir seluruh Distrik
Nabire, sedangkan kawasan risiko gempa tinggi Pengaturan pemanfaatan ruang dapat dimulai
dengan pemetaan daerah rawan bencana,
meliputi sebagian besar Distrik Wanggar, sebagian
kemudian mengalokasikan pemanfaatan
Distrik Nabire, bagian timur Distrik Yaur (yang
ruang untuk pembangunan berintensitas
berbatasan dengan Distrik Wanggar), sebagian
tinggi ke luar area rawan bencana, sedangkan
Distrik Uwapa, dan sebagian kecil Distrik Mapia.
pemanfaatan ruang di daerah rawan bencana
Kawasan rawan bencana tsunami berlokasi di
diatur secara tepat dan optimal.
sepanjang pantai utara, mulai dari Distrik Teluk
Umar sampai Distrik Napan. Kawasan dengan 2. Keteknikan
kerentanan tinggi meliputi pantai terluar Distrik
Teluk Umar, pantai terluar Distrik Yaur, pantai Umumnya berupa rekayasa teknis terhadap
lahan, bangunan, dan infastruktur yang

___________________________________________________________________________________________________
8 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2008 Hlm. 7-15
disesuaikan dengan kondisi, keterbatasan, • Fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan
dan ancaman bencana. Misalnya konstruksi pengawasan yang aplikatif.
bangunan rumah tahan gempa.
• Tercukupinya ketersediaan sumberdaya
3. Peningkatan pendidikan dan pemberdayaan manusia, pembiayaan, dan perlengkapan.
masyarakat
Untuk mewujudkan kelembagaan manajemen
Mengingat permasalahan akibat bencana risiko bencana secara optimal, diperlukan
alam cukup rumit, bahkan seringkali menimpa kerja sama berbagai institusi. Berdasarkan
kawasan dengan kondisi masyarakat yang Peraturan Presiden Republik Indonesia
cukup rentan terhadap kemiskinan, kurangnya Nomor 83 Tahun 2005, telah dibentuk Badan
kewaspadaan, ketidakberdayaan, berlokasi Koordinasi Nasional Penanganan Bencana
jauh dari pusat pemerintahan dan sulitnya (Bakornas PB) pada level nasional, Satuan
aksesibilitas, maka dalam manajemen risiko Koordinasi Pelaksana (Satkorlak) PB di
bencana alam hal ini dapat diatasi melalui tingkat provinsi, dan Satuan Pelaksana
peningkatan pendidikan dan pemberdayaan (Satlak) PB di tingkat kota/kabupaten.
masyarakat untuk mengurangi tingkat
kerentanan dan keterisolasian mereka. Untuk Adapun keterlibatan berbagai instansi untuk
mewujudkannya, diperlukan elemen berikut : setiap fase dalam manajemen risiko bencana
alam dapat dilihat pada Tabel 1.
• Adanya tokoh penggerak masyarakat.
B. Manajemen Risiko Bencana Alam Secara
• Tersedianya konsep penanggulangan dan
Spesifik
penanganan bencana alam yang jelas.
B.1. Manajemen Risiko Gempa Bumi
• Adanya objek aktivitas masyarakat yang
jelas. Manajemen risiko gempa bumi dapat dilakukan
melalui beberapa cara di bawah ini (Asian Institute
• Kuatnya kohesivitas masyarakat setempat. of Technology, 2005; Dooley, 1996) :
• Bahasa komunikasi kerakyatan yang tepat 1. Pengaturan ruang :
berbasis pada kearifan budaya lokal.
• Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang aman
• Jaringan informasi yang setiap saat mudah dari gempa bumi, antara lain melalui
diakses. analisis jenis tanah dan struktur geologi.
4. Kelembagaan • Mengalokasikan perumahan dan fasilitas
Terkait dengan kelembagaan, ada beberapa umum yang vital (rumah sakit, sekolah,
hal yang harus dipenuhi, yaitu : pemadam kebakaran, dan sebagainya)
pada area yang aman dari gempa bumi.
• Struktur organisasi dan tata cara kerja
yang jelas.

Tabel 1. Matriks Keterlibatan Berbagai Pihak dalam Manajemen Risiko Bencana Alam

Fase Manajemen Bencana


Pihak Pelaksana Relief/Rehabilitasi/Rekonstruksi
Mitigasi Preparedness
Kejadian Bencana Pascabencana
BAKOSURTANAL X
BPPT X X X X
LAPAN X
BAKORNAS X X X
KIMPRASWIL X X
Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan X X X X
Pemerintah Daerah dan Masyarakat X X X X
Perguruan Tinggi X X X X
Organisasi Profesi X X

___________________________________________________________________________________________________
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana ...............(Ati Widiati) 9
Gambar 1. Arahan Pengaturan Ruang untuk Pengendalian Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Nabire

Arahan pengaturan ruang untuk pengendalian bangunan tahan gempa untuk sebagian
bencana gempa bumi di Kabupaten Nabire, Distrik Uwapa (Topo).
sebagaimana tampak pada Gambar 1,
meliputi hal-hal berikut (Pemerintah Daerah • Sebagian Distrik Sukikai dan sebagian
Kabupaten Nabire, 2005) : Distrik Kamu berupa kepadatan bangunan
sedang (KDB 20%-30%) : ketinggian
• Kepadatan bangunan sangat rendah bangunan sedang (dua lantai, tinggi
(KDB<10%) : ketinggian bangunan sangat maksimum 12 meter), konstruksi
rendah (satu lantai, tinggi maksimum enam bangunan tahan gempa.
meter), konstruksi bangunan tahan gempa
2. Pengembangan sistem informasi dan
tingkat tinggi untuk Distrik Nabire dan
keteknikan :
Makimi.
• Mengembangkan teknik konstruksi tahan
• Kepadatan bangunan rendah (KDB<20%):
gempa bumi untuk fasilitas umum maupun
ketinggian bangunan sangat rendah (satu
rumah penduduk, berupa penggunaan
lantai, tinggi maksimum enam meter),
bangunan dari kayu dan bahan ringan
konstruksi bangunan tahan gempa untuk
(lihat Gambar 2 dan Gambar 3 serta
Distrik Wanggar.
Lampiran).
• Kepadatan bangunan rendah (KDB<20%):
• Verifikasi kapabilitas bendungan dan
ketinggian bangunan sedang (dua lantai,
pekerjaan rekayasa untuk menahan
tinggi maksimum 12 meter), konstruksi
kekuatan gempa bumi.
bangunan tahan gempa untuk sebagian
Distrik Teluk Umar dan sebagian Distrik • Mengkaji ulang kesempurnaan bangunan
Yaur (Kwatisire). fasilitas penting (rumah sakit, sekolah,
instalasi komunikasi, dan sebagainya) dan
• Kepadatan bangunan rendah hingga
menyempurnakannya jika perlu.
sedang (KDB 20%-30%) : ketinggian
bangunan rendah (satu lantai, tinggi • Merencanakan alternatif cadangan air.
maksimum enam meter), konstruksi

___________________________________________________________________________________________________
10 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2008 Hlm. 1-15
• Menyiapkan sistem komunikasi emergensi ‫ ٭‬Pengenalan tempat yang aman dan
dan pesan-pesan kepada khalayak umum berbahaya di rumah/bangunan umum.
menyangkut keamanan mereka.
‫ ٭‬Tidak menyalakan korek api, lampu
listrik, dan kompor gas (mencegah
ledakan andai ada kebocoran gas).
‫ ٭‬Tindakan yang diperlukan di dalam
rumah/bangunan, seperti mengaitkan
benda berat di dalam rumah (misalnya
lemari), melepas hiasan dinding yang
besar dari dinding di dekat tempat tidur.
‫ ٭‬Menyiapkan helm, peluit, dan senter.
‫ ٭‬Menyiapkan jalur keluar darurat yang
aman.
‫ ٭‬Tidak berlari menuju tempat tinggi yang
berpotensi longsor, tidak berlindung di
bawah tiang, pohon besar dan menara,
menghindari tempat yang berbau gas.
‫ ٭‬Jika dekat laut, mengenali tempat tinggi
yang stabil dan aman dari kemungkinan
Sumber: Puslitbang Permukiman. tsunami yang mengiringi gempa.
Gambar 2. Kontruksi dan Persyaratan Bangunan 4. Kelembagaan :
Sederhana Tahan Gempa Bumi
• Menggunakan paket insentif untuk
memindahkan bangunan yang tidak/
kurang aman ke lokasi yang lebih aman.
• Memberi insentif pada masyarakat yang
memakai konstruksi bangunan yang lebih
aman, mendorong dan mengarahkan
pembangunan di area yang lebih aman
melalui pengawasan penggunaan lahan,
penerapan standar-standar dan undang-
undang bangunan, penerapan perpajakan
yang masuk akal, pinjaman, atau subsidi.
• Melatih tim-tim operasi SAR dan menjamin
Gambar 3. Contoh Rumah Sederhana Tahan cepat tersedianya peralatan deteksi.
Gempa Bumi • Melatih personil menghadapi trauma.
3. Peningkatan pendidikan dan pemberdayaan • Koordinasi dengan organisasi sukarela.
masyarakat :
B.2. Manajemen Risiko Tsunami
• Penyebaran informasi untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat, isinya mencakup: Manajemen risiko tsunami dapat dilakukan
penyebab gempa, tanda peringatannya; melalui beberapa hal di bawah ini (Asian Institute
risiko gempa, cara meminimasi kerentanan of Technology, 2005; Dooley, 1996) :
pribadi; serta yang harus dilakukan saat
1. Pengaturan ruang :
gempa, melalui latihan evakuasi, serta
penyebaran poster yang komunikatif • Mencegah pembangunan fasilitas umum di
dengan bahasa yang sederhana. zona-zona rawan bencana tsunami.
 Memperkenalkan teknik konstruksi yang • Mengidentifikasi daerah aman dan rute
sudah diperbaiki kepada masyarakat. evakuasi dengan meng-overlay-kan peta-
 Menyebarkan poster atau brosur kepada peta bahaya tsunami dan jaringan jalan.
masyarakat dengan bahasa yang mudah • Menyediakan fasilitas penyelamatan,
difahami, yang memuat informasi berikut : (vertikal dan horizontal) sesuai kondisi

___________________________________________________________________________________________________
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana ...............(Ati Widiati) 11
geografis. Untuk itu dapat digunakan bencana tsunami, perlu dibuat jalan baru dan
bangunan atau bukit penyelamatan disertai peningkatan jaringan jalan dari pantai utara
rute-rute evakuasi. Kabupaten Nabire (terutama Distrik Nabire,
Wanggar dan Napan) menuju Distrik Uwapa.
• Menyediakan zona penyangga (buffer
zone) untuk mengurangi energi gelombang 2. Sistem informasi dan keteknikan :
tsunami agar daya rusaknya menurun.
• Mengembangkan sistem peringatan dini
Misalnya 300-400 meter dari bibir pantai
(early warning system/ EWS). Warning
ke arah daratan diperuntukan bagi hutan
center (pusat peringatan) harus (1)
bakau (mangrove), lalu 600-700 meter dari
memberikan peringatan secepat mungkin
mangrove tersebut lebih ke arah daratan
setelah pembentukan tsunami potensial
lagi untuk tambak, selanjutnya 600 meter
terjadi, (2) tepat dalam menyampaikan
dari tambak itu untuk kampung nelayan,
pesan tentang tsunami dan mengurangi
dan baru setelah itu untuk kawasan
peringatan yang keliru, (3) dapat dipercaya
permukiman terbatas.
karena sistem bekerja terus menerus.
• Daerah yang berpotensi tergenang air,
• Memperkuat bangunan agar tahan dari
diperuntukan bagi taman/area olah raga.
terjangan gelombang/arus yang kuat.
Arahan pengaturan ruang untuk pengendalian Fondasi struktur dapat dikonstruksikan
bencana tsunami dapat lihat pada Gambar 4. menahan erosi dan penggerusan oleh
Tampak bahwa sebagian Distrik Uwapa di arus. Lantai dasar dibuat terbuka,
sebelah utara difungsikan sebagai zona sehingga mampu membiarkan air laut
evakuasi bencana tsunami. Adapun alokasi melintas guna mengurangi penggerusan
penggunaan lahan di Distrik Uwapa ini berupa arus pada fondasi. Generator cadangan
perkebunan, pertanian, dan tegalan. Untuk ditempatkan pada lantai yang tidak terkena
menuju Distrik Uwapa dengan lebih aman dan banjir. Benda-benda berat berbahaya
mudah, dalam rangka evakuasi saat terjadi (tanki) sebaiknya ditanamkan ke tanah.

Gambar 4. Arahan Pengaturan Ruang untuk Pengendalian Bencana Tsunami di Kabupaten Nabire

___________________________________________________________________________________________________
12 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2008 Hlm. 1-15
• Sistem transportasi dikonstruksikan dan Daerah rawan longsor tersebar hampir di
dimodifikasi untuk dapat memfasilitasi seluruh wilayah Kabupaten Nabire, yaitu di
evakuasi massal secara cepat. sebagian besar Distrik Teluk Umar,
sebagian besar Distrik Yaur, sebagian
• Menggunakan struktur penahan besar Distrik Wanggar, hampir seluruh
gelombang air laut, antara lain seperti wilayah Distrik Uwapa, sebagian Distrik
seawall, sea dikes, breakwaters, dan river Makimi, sebagian Distrik Siriwo, sebagian
gates untuk menahan atau mengurangi Distrik Sukikai, sebagian Distrik Mapia,
tekanan tsunami. dan sebagian kecil Distrik Kamu.
3. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat : • Mengarahkan pembangunan pada tanah
• Melangsungkan pendidikan umum tentang yang stabil. Daerah yang rawan longsor
tsunami, dengan mempertimbangkan diarahkan sebagai ruang terbuka hijau.
bahasa dan budaya lokal. • Mengatur vegetasi seperti berikut :
• Menjalankan skenario gladi evakuasi ‫ ٭‬Vegetasi lokal, dengan sifat berakar
tsunami. dalam, bertajuk ringan, cabangnya
• Untuk daerah yang tidak memiliki jaringan mudah tumbuh setelah dipangkas
komunikasi modern, penduduk setempat (lamtoro, pete), membatasi sawah dan
perlu diajarkan untuk mengenali tanda kolam pada daerah rawan longsor.
tsunami serta tindakan yang diperlukan. ‫ ٭‬Penanaman dalbergia sp (sonokeling,
Informasi yang perlu disampaikan : sono siso), gliricidae, dan kaliandra
‫٭‬ Getaran tanah yang menandakan pada daerah tebing.
terjadinya gempa bumi, dan tindakan ‫ ٭‬Penanaman swietenia macrophylla
untuk segera meninggalkan pantai atau swietenia microphylla (mahoni),
tanpa harus menunggu pengumuman albisia dan bambu pada kaki lereng.
peringatan tsunami.
‫ ٭‬Gully plug dengan bambu apus yang
‫ ٭‬Menjauhi sungai yang menuju ke laut. ditanam pada alur-alur erosi mengikuti
‫ ٭‬Beberapa tsunami didahului oleh kontur dengan jarak 0,3 x 0,3 meter.
penurunan muka air laut mendadak. 2. Keteknikan :
‫ ٭‬Jika berada di laut, dan peringatan • Melakukan perbaikan drainase tanah,
tsunami diumumkan untuk pelabuhan, seperti perbaikan sistem drainase,
jangan ke pelabuhan tapi mengarahkan hydroseeding, dan soil nailing. Penentuan
kapal ke perairan dalam dan kembali ke pilihan disesuaikan ketersediaan
pelabuhan setelah aman. anggaran.
4. Kelembagaan : • Melakukan pekerjaan struktural, seperti
Melakukan pendidikan bagi operator sistem rock netting, shotcrete, block pitching,
peringatan, manajer bencana alam, dan stone pitching, retaining wall, gabion wall,
pembuat kebijakan. dan installation of geotextile, sesuai
ketersediaan anggaran.
B.3. Manajemen Risiko Longsor 3. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat :
Manajemen risiko longsor meliputi (Asian
• Meningkatan kesiapan masyarakat melalui
Institute of Technology, 2005; Dooley, 1996;
pendidikan umum untuk memahami
Karnawati, 2005) :
penyebab dan dampak tanah longsor,
1. Pengaturan ruang : mengidentifikasi daerah yang tidak stabil,
menghindari bermukim di daerah tersebut.
• Identifikasi daerah rawan longsor, yaitu
area yang rawan getaran bumi dan gempa • Meningkatkan kesadaran masyarakat
bumi; area pegunungan, terutama dengan tentang aktivitas yang diperlukan/ dihindari
kemiringan lereng yang curam; area pada daerah rawan longsor melalui brosur/
dengan degradasi lahan yang parah; area poster, isinya antara lain :
yang tertutup butir-butir pasir yang lembut;
‫ ٭‬Tidak mendirikan bangunan di lereng
dan area dengan curah hujan tinggi.
rawan longsor, larangan penggalian/
penambangan di kaki lereng rawan

___________________________________________________________________________________________________
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana ...............(Ati Widiati) 13
longsor, tidak menebang pohon • Menyediakan rute evakuasi apabila banjir.
sembarangan, tidak membuat kolam
atau sawah di lereng rawan longsor. 2. Sistem informasi dan keteknikan :

‫ ٭‬Mewaspadai tumpukan tanah gembur • Melengkapi sistem peringatan dan deteksi/


dan lolos air (lempung, pasir, lempung peramalan banjir. Ada beberapa pilihan
pasiran, pasir lempungan) pada lereng, dari yang sederhana, yakni melibatkan
adanya lapisan tanah/batuan yang petugas/relawan pengamat curah hujan
miring ke arah luar lereng, munculnya dan batas air sungai, hingga yang canggih
rembesan air pada lereng, retakan dengan alat pengukur curah hujan dan
batuan pada lereng, retakan lempung model terkomputerisasi, misalnya ALERT
pada lereng/retakan pada bangunan (evaluasi lokal otomatis saat kejadian).
dan jalan pada saat dan setelah hujan. • Menggunakan radio, televisi, dan sirine
‫ ٭‬Himbauan bertindak saat ada tanda di untuk menyebarkan peringatan.
atas, seperti melapor pada aparat • Perlindungan vegetasi dari kebakaran dan
setempat, menutup retakan tanah dari penggembalaan yang terlalu banyak.
dengan lempung/ material kedap air,
mencegah air meresap kedalam lereng, • Relokasi elemen yang menyumbat jalan
mengatur drainase lereng, membuat banjir, termasuk pembersihan sedimen
parit supaya air hujan menjauhi lereng, dan puing-puing dari sungai.
menancapkan bambu-bambu yang
• Pembelokan banjir, meliputi tanggul dan
dilubangi kedua ujungnya ke dalam
bendungan. Karena tanggul/bendungan
lereng, dan bila rembesan/aliran air
cenderung jebol dan dapat dihancurkan
bercampur lumpur pada lereng makin
oleh gempa, maka harus direkayasa untuk
deras segera meninggalkan lereng.
mengantisipasi tingkat arus air maksimum.
4. Kelembagaan :
• Menggunakan rancangan bangunan tahan
• Mengontrol daerah rawan longsor yang banjir, misalnya menaikan lantai/ruangan
dikaitkan dengan peraturan konservasi, di atas batas banjir (konstruksi rumah
perbaikan sungai, kontrol erosi, perawatan panggung), bangunan dimundurkan dari
pertanian dan hutan. perairan, lahan yang mengelilingi
bangunan dilindungi dari erosi. Dasar
• Memonitor daerah rawan longsor, melalui sungai distabilkan dengan bangunan
observasi lapangan dan inklinometer (alat konstruksi dari batu atau vegetasi,
pengukur sudut), meteran getaran, dan terutama yang berada dekat jembatan.
dilengkapi media, sirine, atau sistem
informasi yang luas jangkauannya. Sistem • Peraturan tentang material bangunan yang
monitoring dan peringatan harus menghindari bangunan dari kayu dan yang
memastikan penduduk selalu waspada berkerangka ringan pada zona tertentu.
saat hujan deras dan air tanah meningkat.
• Pembangunan area yang ditinggikan atau
bangunan untuk penampungan jika
B.4. Manajemen Risiko Banjir
evakuasi tidak memungkinkan.
Manajemen resiko banjir meliputi (Asian
3. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat
Institute of Technology, 2005; Dooley, 1996) :
melalui program peningkatan kesadaran
1. Pengaturan ruang : umum, yang memuat substansi berikut :
• Memetakan daerah rawan banjir, • Penjelasan fungsi dataran banjir, lokasi
menghindarkan pembangunan dari daerah dataran banjir lokal, dan pola drainase.
rawan banjir (kecuali untuk taman/fasilitas
• Identifikasi bahaya banjir dan tanda-tanda
olah raga), dan dilanjutkan dengan kontrol
peringatan.
penggunaan lahan.
• Mendorong orang untuk membuat barang-
• Diversifikasi produk pertanian seperti
barang mereka tahan banjir dan menyusun
penanaman tanaman pangan yang tahan
rencana penyelamatan diri.
banjir atau menyesuaikan musim tanam.
• Penjelasan rencana evakuasi dan sistem
• Menghutankan kembali dan mengatur
peringatan, serta aktivitas pascabencana.
tanah endapan karena banjir.

___________________________________________________________________________________________________
14 Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 10 No. 1 April 2008 Hlm. 7-15
• Menumbuhkan tanggung jawab pribadi DAFTAR PUSTAKA
untuk mencegah banjir dalam praktik
kehidupan sehari-hari (praktik pertanian Asian Institute of Technology. 2005. Working
yang sesuai, pencegahan penggundulan Paper on AIT’s Response to the Earthquake
hutan, dan mengelola saluran drainase). and Tsunami in South and Southeast Asia, 25
Januari.
4. Kelembagaan :
Memberikan insentif (subsidi, potongan pajak, Dooley, James. 1996. Panduan Pelatihan Analisis
pinjaman) untuk mengarahkan pembangunan ke dan Pengelolaan Risiko, Terjemahan oleh
lokasi yang aman. Roma Chrysta Manurung, Pusat Studi
Lingkungan Hidup ITB, Bandung.
4. KESIMPULAN
Karnawati, Dwikorita. 2005. ”Geology for Regional
Di samping Kabupaten Nabire, masih banyak Development,” Modul Pelatihan Jabatan
daerah lain di Indonesia yang rawan, rentan, dan Fungsional Perencana Madya, Teknik Geologi
berisiko bencana alam. Untuk mengantisipasi dan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
menanggulangi dampak bencana alam tersebut,
maka komponen manajemen risiko bencana alam Marsh, William. 1991., Landscape Planning
perlu dimasukkan sebagai salah satu komponen Environmental Application, John Wiley & Sons
dalam penyusunan RTRW provinsi/kabupaten/kota Inc., New York.
tersebut. Jika komponen manajemen risiko
bencana alam belum dipertimbangkan dalam Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire. 1999.
penyusunan RTRW yang ada saat ini, maka perlu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
dilakukan revisi untuk mencegah bahaya, Nabire 1999/2000-2009/2010.
mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya, dan
mengurangi daya rusak dari suatu bahaya yang Pemerintah Daerah Kabupaten Nabire. 2006.
tidak dapat dihindarkan. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Nabire 2006-2016.

___________________________________________________________________________________________________
Aplikasi Manajemen Risiko Bencana ...............(Ati Widiati) 15

Anda mungkin juga menyukai