Anda di halaman 1dari 11

Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika

Vol. 4, No. 1, Mei 2018


ISSN 2477-3514
e-ISSN 2614-0055

Judul : Dampak Perubahan Global terhadap Nilai-Nilai Budaya Lokal


dan Nasional (Kasus pada Masyarakat Bugis-Makasar)
Penulis : Subhan Widiansyah, Hamsah
Diterima : Januari 2018; disetujui April 2018
Halaman Artikel : 39-48
Dipublikasikan oleh : Jurusan Pendidikan Sosiologi FKIP Untirta
Laman Online : https://jurnal.untirta.ac.id/index.php/Hermeneutika

Hermeneutika: Jurnal Hermeneutika terbit dua kali


setahun pada edisi Mei dan November memuat
artikel dari sosiolog, guru sosiologi, peminat
sosiologi dan mahasiswa sosiologi.

Jurusan Pendidikan Sosiologi


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Dampak Perubahan Global terhadap Nilai-Nilai Budaya Lokal dan Nasional
(Kasus pada Masyarakat Bugis-Makasar)

Subhan Widiansyah, Hamsah


Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Universitas Azzahra Jakarta
subhanwidiansyah@untirta.ac.id

ABSTRAK

Dalam dekade terakhir abad ke-21 dengan arus globalisasi yang sangat cepat mengakibatkan berbagai
konteks budaya dalam tradisi di Indonesia mengalami pergeseran nilai-nilai budaya lama dan
menghadirkan nilai-nilai budaya baru, nilai-nilai budaya baru tersebut secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi kehidupan individu, masyarakat, lingkungan sosial maupun lingkungan tradisi,
baik dalam skala lokal khususnya konteks masyarakat Bugis Makasar secara mikro, maupun nasional
serta global. Tulisan ini bertujuan untuk merefleksi tentang hakikat nilai-nilai budaya lokal (kasus
Bugis-Makasar), nasional dan global serta langkah yang harus dilakukan terhadap arah perubahan nilai-
nilai budaya tersebut, agar kita dapat menselaraskan kebudayaan masing-masing daerah dalam kaitan
dengan perubahan zaman. Sehingga dalam dimensi aksiologi perubahan nilai-nilai budaya tersebut tetap
berjalan secara positif sebagaimana yang diharapkan.

Kata Kunci: perubahan nilai-nilai budaya lokal, nasional dan global, Bugis-Makasar

ABSTRACT

Complete information about the 21st with a very rapid flow of globalization Various cultures in tradition
in Indonesia Changes in old cultural values and new cultural values, new and indirect cultural values,
society, social or environmental environment tradition, both on a local scale and the Bugis people of
Makassar became micro and global. This paper is intended to reflect on the nature of local cultural
values (the Bugis-Makassar case), national and global as well as steps that must be taken towards the
direction of the culture, so that we can harmonize each other's sources in time. In economic dimensions.

Keywords: Local, national and global cultural values, Bugis-Makassar

merasa gengsi dan malu apabila masih


PENDAHULUAN mempertahankan dan menggunakan budaya
Seiring dengan perkembangan dan lokal atau budaya daerah. Umumnya
perubahan sosial yang mengakibatkan masyarakat lebih tertarik untuk
berbagai tradisi dan kebudayaan daerah menampilkan dan menggunakan berbagai
yang pada awalnya dipegang teguh, produk, kesenian dan budaya modern
dijunjung tinggi,di pelihara dan dijaga daripada budaya yang berasal dari
keberadaannya oleh setiap etnis, kini sudah daerahnya sendiri yang sesungguhnya
hampir punah dan luntur dalam kehidupan justru budaya daerah atau budaya lokalah
masyarakat. Pada dasarnya masyarakat

39
yang sangat sesuai dengan kepribadian beberapa nilai-nilai seiring dengan
daerahnya. perkembangan globalisasi.
Tanpa kita sadari bahwa budaya daerah
merupakan faktor utama terbentuknya Pengertian Nilai
kebudayaan nasional dan kebudayaan Nilai pada hakikatnya mengarahkan
daerah yang kita miliki merupakan sebuah perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi
kekayaan bangsa yang sangat bernilai tinggi ia tidak menghakimi apakah sebuah
dan perlu dijaga kelestarian dan perilaku tertentu itu salah atau benar. Nilai
keberadaanya oleh setiap individu di merupakan konsepsi abstrak dalam diri
masyarakat. Pada umumnya kita tidak manusia mengenai apa yang dianggap baik
menyadari bahwa sesungguhnya nilai-nilai dan apa yang dianggap buruk. Contohnya,
budaya merupakan ruh dan jati diri bangsa orang menganggap menolong bernilai baik,
yang merepresentasikan segala aspek sedangkan mencuri bernilai buruk. (Zuhro,
kehidupan yang berada di dalamnya. Oleh dkk 2005: 99).
karena itu, di tengan perubahan yang begitu Beberapa pendapat tentang pengertian
dahsyat agar kiranya eksistensi nilai-nilai nilai dapat diuraikan sebagai berikut:
budaya lokal tetap harus dilestarikan dan 1) Horton dan Hunt mengartikan nilai
dijadikan sebagai pedoman hidup dalam sebagai gagasan mengenai apakah suatu
menata kehidupan sosial bagi masyarakat pengalaman itu berarti atau tidak berarti.
Indonesia pada umumnya dan masyarakat (Narwoko dan Suyanto 2011:55).
Bugis-Makassar pada khususnya. 2) Robert M. Z. Lawang, Nilai adalah
Secara teori, budaya Bugis-Makassar gambaran mengenai apa yang
banyak mengandung nilai-nilai yang diinginkan, yang pantas, yang berharga,
menjadi petuah dan nasehat yang dan yang mempengaruhi perilaku orang
diturunkan secara turun temurun oleh nenek yang memiliki nilai itu. (Zuhro, dkk
moyang yang sampai hari ini masih 2005: 99).
dijunjung tinggi oleh sebagian masyarakat 3) Menurut Bambang Daroeso nilai adalah
Bugis-Makassar. Nilai-nilai tersebut telah suatu kualitas atau penghargaan terhadap
diwujudkan dalam pola tingkah laku sesuatu, yang menjadi dasar penentu
masyarakat Bugis-Makassar dalam tingkah laku seseorang. (Zuhro, dkk
kehidupan keseharian. Nilai-nilai budaya 2005: 99).
Bugis-Makassar yang dimaksud antara lain 4) Menurut Darji Darmodiharjo nilai
nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai adalah kualitas atau keadaan yang
kecendekiaan, nilai kepatutan nilai bermanfaat bagi manusia baik lahir
kejujuran, siri’ na pacce (Rahim, 1989). maupun batin. (Zuhro, dkk 2005: 99).
Sedang Sikki (1998) mengemukakan nilai- a. Macam-macam nilai
nilai budaya Bugis-Makassar sebagai Menurut Notonegoro, (Zuhro,dkk 2005:
berikut: nilai kesetiaan, nilai keberanian, 100) menyatakan ada empat macam nilai,
nilai kebijaksanaa, etos kerja, kegotong- yaitu :
royongan, keteguhan, solidaritas, persatuan, a) Nilai materil, yakni sesuatu yang
keselarasan, musyawarah. Dari sejumlah berguna bagi jasmani manusia.
nilai-nilai tersebut akan dipaparkan

40
b) Nilai vital, yakni sesuatu yang landasan bagi masyarakat untuk
berguna bagi manusia untuk dapat menentukan apa yang benar dan penting.
melaksanakan kegiatan.
c) Nilai kerohanian, yakni segala Budaya Lokal
sesuatu yang berguna bagi kebutuhan Dalam wacana kebudayaan, sulit untuk
rohani manusia. mendefinisikan dan memberikan batasan
d) Nilai religius (ketuhanan) yang terhadap budaya lokal atau kearifan lokal,
bersifat mutlak dan bersumber pada mengingat ini akan terkait teks dan konteks,
keyakinan manusia. namun secara etimologi dan keilmuan,
b. Ciri-ciri nilai tampaknya para pakar sudah berupaya
Untuk mengenal mengenai nilai sosial, merumuskan sebuah definisi terhadap local
berikut dikemukakan beberapa ciri tentang culture atau local wisdom ini. Misalnya
nilai sosial yang dikemukakan oleh Huky Superculture, adalah kebudayaan yang
(Zuhro, 2005: 100). berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:
a) Nilai merupakan konstruksi kebudayaan nasional; Culture, lebih
masyarakat yang tercipta melalui interaksi khusus, misalnya berdasarkan golongan
di antara para anggoto masyarakat. etnik, profesi, wilayah atau daerah. Contoh
b) Nilai sosial diimbaskan. Nilai dapat : Budaya Makassar, budaya Sunda dan lain-
diteruskan dan diimbaskan dari satu orang lain. Subculture, merupakan kebudyaan
atau kelompok keorang atau kelompok lain khusus dalam sebuah culture, namun
melalui berbagai macam proses sosial kebudayaan ini tidaklah bertentangan
seperti kontak sosial, komunikasi, interaksi dengan kebudayaan induknya. Contoh :
dan sebagainya. budaya gotong royong. Counter-culture,
c) Nilai dipelajari. Nilai diperoleh, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu
dicapai dan dijadikan milik diri dari proses merupakan bagian turunan dari culture,
belajar, yakni sosialisasi yang berlangsung namun counter-culture ini bertentangan
sejak masa kanak-kanak dalam keluarga. dengan kebudayaan induknya. Contoh :
d) Sistem-sistem nilai beragam bentuk budaya individualisme.
antara kebudayaan yang satu dengan Dilihat dari stuktur dan tingkatannya
kebudayaan yang lain, sesuai dengan budaya lokal berada pada tingat culture. Hal
penilaian yang diperlihatkan oleh setiap ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya
kebudayaan terhadap bentuk-bentuk yang ada di Indonesia dimana terdiri dari
kegiatan tertentu dalam masyarakat yang masyarakat yang bersifat majemuk dalam
bersangkutan. stuktur sosial, budaya (multikultural)
Berdasarkan uraian di atas maka nilai maupun ekonomi.
sosial dapat diartikan sebagai konsep Dalam penjelasannya, kebudayaan suku
abstrak mengenai segala sesuatu yang baik, bangsa adalah sama dengan budaya lokal
dicita-citakan, yang penting, dan yang atau budaya daerah. Sedangkan kebudayaan
berguna bagi kehidupan manusia menurut umum lokal adalah tergantung pada aspek
ukuran masyarakat dimana nilai tersebut ruang, biasanya ini bisa dianalisis pada
dijunjung tinggi. Nilai sosial merupakan ruang perkotaan dimana hadir berbagai
budaya lokal atau daerah yang dibawa oleh

41
setiap pendatang, namun ada budaya dimana suku Bugis mendiami beberapa
dominan yang berkembang yaitu misalnya kabupaten, diantaranya Bone, Soppeng,
budaya lokal yang ada di kota atau tempat Wajo dan Sidenreng Rappang. Sementara
tersebut. Sedangkan kebudayaan nasional suku Makassar mendiami beberapa
adalah akumulasi dari budaya-budaya kabupaten, yakni Makassar, Gowa, Takalar,
daerah. Jenneponto, Bantaeng, Selayar dan
Definisi budaya lokal di atas seirama Pangkep. Namun dalam pembicaraan
dengan pandangan Koentjaraningrat yang sehari-hari kedua suku yang besar yang
memandang budaya lokal terkait dengan bermukim di Sulawesi selatan (Bugis dan
istilah suku bangsa, dimana menurutnya, Makassar) lebih lazim disatukan dengan
suku bangsa sendiri adalah suatu golongan suku Bugis-Makassar (Khusnul, 2014:1)
manusia yang terikat oleh kesadaran dan Kebudayaan Bugis-Makassar adalah
identitas akan “kesatuan kebudayaan”. kebudayaan dari suku Bugis-Makassar yang
Dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri mendiami bagian terbesar dari jazirah
khasnya. selatan dari pulau Sulawesi Selatan
Kebudayaan lokal adalah melengkapi (Mattulada). Ada beberapa nilai-nilai
kebudayaan regional, dan kebudayaan budaya dari kebudayaan Bugis-Makassar
regional adalah bagian-bagian yang hakiki yang menjadi anutan dan pedoman hidup
dalam bentukan kebudayaan nasional bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam
(Judistira 2008:141). menjalani kehidupannya.
Dalam pengertian yang luas, (Judistira 1) Lempu (Kejujuran)
2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan Dalam perkataan bugis, jujur disebut
daerah bukan hanya terungkap dari bentuk lempu. Menurut arti logatnya lempu sama
dan pernyataan rasa keindahan melalui dengan lurus sebagai lawan dari bengkok.
kesenian belaka; tetapi termasuk segala Dalam berbagai konteks, adakalanya kata
bentuk, dan cara-cara berperilaku, ini juga berarti ikhlas, benar, baik atau adil.
bertindak, serta pola pikiran yang berada sehingga kata-kata lawannya adalah culas,
jauh dibelakang apa yang tampak tersebut. curang, justa, seleweng, khianat, buruk,
aniaya, tipu dan sebagainya. arti-arti yang
PEMBAHASAN dapat dipahami ketika ditemukan kata-kata
Nilai-nilai budaya mayarakat Bugis- lempu dalam ungkapan-ungkapan Bugis.
Makassar
Dengan arus globalisasi dengan
Sebelum kita membahas tentang nilai
perkembangan teknologi seperti hadirnya
budaya masyarakat Bugis-Makassar,
hanphone dalam kehiduan masyarakat
terlebih dahulu kita memperjelas tentang
khususnya bagi masyarakat Bugis-
masyarakat Bugis dan Makassar. Karena
Makassar membuat segala aktivitas menjadi
dalam banyak tulisan antara Bugis dan
mudah terutama dalam hal berkomunikasi.
Makassar adalah suatu kesatuan,
Akan tetapi, hadirnya teknologi tersebut
masyarakat Bugis adalah juga masyarakat
banyak memicu persoalan yang
Makassar. Padahal kenyataannya antara
menimbulkan berbagai dinamika sosial
Bugis dan Makassar itu berbeda. Suku
yang menghilangkan nilai-nilai
Bugis memiliki suku dan bahasa tersendiri,
lempu/kejujuran. Misalnya dalam suatu

42
rumah tangga, banyak diantara mereka yang pada hakikatnya mengatur agar segala
bermasalah dalam rumah tangga hanya sesuatu berada pada tempatnya, mengambil
karena persoalan komunikasi yang tidak sesuatu pada tempatnya, dan meletakkan
disertai dengan nilai-nilai lempu/kejujuran. sesuatu pada tempatnya, termasuk
2) Amaccangen (Kecendekiaan) perbuatan mappassitinaja. Nilai
Ungkapan-ungkapan lotara sering asitinajangen/kepatuhan ini erat kaitannya
meletakkan berpasangan nilai Amaccangen/ dengan nilai kemampuan jasmaniah dan
kecendikiaan dengan nilai kejujuran, karena rohaniah. Penyerahan atau penerimaan
keduanya saling melengkapi. sebagai sesuatu, apakah itu amanat atau tugas,
contoh ungkapan berikut ini: “Jangan haruslah didasarkan pada kepatuhan dan
sampai engkau ketiadaan kecendekiaan dan kemampuan.
kejujuran”. Adapun yang dinamakan Globalisasi sebagai arus penomena
cendekia yaitu ialah tidak ada yang sulit sosial yang menjalar kesemua aspek
dilaksanankan, tidak ada pembicaraan yang kehidupan masyarakat melalui media
sulit disambut dengan kata-kata yang baik sebagai alat transpormasi informasi.
dan lemah-lembut lagi percaya pada sesama Teknologi sebagai lokomotif perubahan
manusia. Yang dinamakan jujur adalah sosial yang menjadi senjata ampuh dalam
perbuatan baik, pikiran benar, tingkah laku narasi global yang menawarkan berbagai
sopan lagi takut kepada Tuhan. macam gaya hidup modern. Dengan kondisi
Dalam percakapan sehari-hari, orang tersebut penetrasi budaya modern terhadap
bugis mengartikan kata acca sama dengan warisan budaya lokal menjadi tidak
pandai atau pintar. Meskipun arti ini tidak terhindarkan karena konsep globalisasi
terlalu kena sebab pandai atau pintar dapat berorientasi pada perubahan sosial
dipahami, baik dalam arti positif maupun sedangkan nilai budaya lokal yang bersifat
negative. Padahal acca menurut lontara statis. sebagai contoh konsep nilai budaya
tidak netral, ia sudah diberi konotasi yang Assitinajang (kepantasan, kesederhanaan)
suadah pasti positif. Dalam hal ini, acca dalam pola hidup (pola konsumsi, mode
bukan pandai atau pintar tetapi cendekia pakaian) masyarakat Bugis-Makassar.
atau intelek. 4) Reso (Usaha)
Terungkap dalam ungkapan Bugis
Konsep ini menjadi strategi budaya
bahwa untuk mencapai suatu hal diperlukan
dalam membangun pandangan hidup
reso (usaha kerja keras). Dalam hal ini
generasi masyarakat Bugis-Makassar,
untuk mencapai suatu keberhasilan baik itu
sehingga hal tersebut menjadi sugesti yang
dalam meraih prestasi dalam pendidikan,
mesti mereka wujudkan.
menduduki suatu jabatan, memperoleh
3) Asitinajangen (Kepantasan)
kekayaan tentu dibutuhkan suatu reso
Kepatuhan, kelayakan, kepantasan
(usaha kerja keras) dan pantang untuk
adalah terjemahan dari kata Bugis
menyerah. Nilai-nilai reso (usaha kerja
asitinajangen. Kata ini berasal dari kata
keras) adalah pangkal untuk mencapai nilai-
tinaja yang berarti cocok, sesuai, pantas
nilai kearifan lainnya, misalnya dalam
atau patut. Lontara mengatakan: “duduki
mendapatkan nilai kecerdasan
kedudukanmu, tempati tempatmu”. Adat
(amaccangen), kekayaan (asugireng),

43
ketegasan dan lain-lain sebagainya itu pacce hanya bisa dirasakan oleh penganut
dibutuhkan reso (usaha kerja keras) budaya Bugis-Makassar.
(Rahim, 1985:165). Berdasarkan jenisnya Siri’ terbagi atas 2
yaitu:
Salah satu ungkapan filosofis bugis yang
Siri’ Ripakasiri’ terjadi apabila seorang
mengatakan “resopa temmangingngi na
dihina atau diperlakukan di luar batas
malomo naletei pammase dewata”, yang
kewajaran. Maka ia atau keluarganya harus
atinya hanya dengan kerja keras pantang
menegakkan siri’nya untuk mengembalikan
menyerah sehingga kita mudah
kehormatan yang telah dirampas, jika tidak
mendapatkan rahmat Ilahi. Ungkapan itu
ia akan disebut “mate siri” atau mati harkat
memberikan pelajaran bahwa untuk
dan martabatnya sebagai manusia. Siri’
memperolah keberhasilan, seseorang tidak
dalam makna ripaksiri’ merupakan
hanya cukup dengan berdo’a tetapi harus
manifestasi perbuatan untuk membela
kerja keras dan pantang menyerah
kehormatandemi tegaknya siri’ di mata
(makkareso).
masyarakat. Membuat orang Bugis malu
Dalam era sekarang ini dengan hadirnya
didepan umum, akan membangkitkan rasa
berbagai teknologi serba instan yang sangat
siri’ripakasiri’ dalam dirinya, dan ini
membantu dan memudahkan masyarakat
merupakan suatu penghinaan yang
dalam menjalankan roda kehidupannya,
dapatmenimbulkan perasaan yang membara
baik dalam urusan rumah tangga, pertanian,
dalam diri orang Bugis. Errington (Abidin,
pendidikan, kesehatan dan bahkan dalam
1999:201) mengemukakan bahwa untuk
hal yang berhubungan dengan spiritual
orang Bugis, tidak ada tujuan atau alasan
mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai reso
hidup lebih tinggi atau lebih penting
dalam kehidupan masyarakat. Seperti
daripada menjaga siri’nya dan kalau
halnya dalam dunia pendidikan, siswa
mereka tersinggung atau ripakasiri’
cenderung bermalas-malasan, menyontek
(dipermalukan) mereka lebih memilih mati
dan membuka buku pada saat ulangan, tidak
dengan perkelahian, untuk memulihkan
lagi mencatat pada saat proses pembelajara
siri’nya (menegakkan harga dirinya)
di kelas, itu semua terjadi bukan karena
daripada hidup tanpa siri’.
siswa tersebut bodoh akan tetapi karena
mereka tidak ada nilai reso (usaha kerja Siri’ Masiri’ yaitu pandangan hidup
keras) tertanan dalam dirinya untuk belajar. yang bermaksud untuk mempertahankan,
5) Siri’ na Pacce meningkatkan atau mencapai suatu prestasi
Siri’ Na Pacce merupakan salah satu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh
falsafah budaya Masyarakat Bugis- dan sekuat tenaga dengan mengerahkan
Makassar yang harus dijunjung tinggi. segala daya upaya demi siri’ itu sendiri.
Apabila siri’ na pacce tidak dimiliki Konsep Siri’ dalam manuskrip lontarak
seseorang, maka orang tersebut akan tidak ditemukan batasan yang baku, namun
melebihi tingkah laku binatang, sebab tidak demikian batasan umum tentang siri’
memiliki rasa malu, harga diri, dan disepakati oleh para ahli dalam seminar siri’
kepedulian sosial. Istilah siri’ na pacce yang dilaksanakan di Makassar pada tahun
sebagai sistem nilai budaya sangat abstrak 1977 sebagai berikut.
dan sulit untuk didefenisikan karena siri’ na

44
a. Siri’ dalam sistem budaya, adalah Bugis-Makassar dianggap “keluarga besar”
pranata pertahanan harga diri, kesusilaan dan dinyatakan sebagai “Masse’ di siri’
dan hukum serta agamasebagai salah satu (bersatu dalam satu siri’), mereka rela
nilai utama yang mempengaruhi dan berbuat apa saja untuk menolong orang
mewarnai alam pikiran, perasaandan yang terancam bencana sekalipun nyawa
kemauanmanusia. yang dipertaruhkan.
b. Siri’ dalam sistem sosial , adalah Dari aspek ontologi (wujud) budaya siri’
mendinamisasi keseimbangan eksistensi na pacce mempunyai hubungan yang
hubungan individu danmasyarakat untuk sangat kuat dengan pandangan islam dalam
menjaga keseimbangan kekerabatan kerangka spiritual, dimana kekuatan jiwa
c. Siri’ dalam sistem kepribadian dapat teraktualkan melalui penaklukan jiwa
adalah sebagai perwujudan konkret di atas tubuh.
dalam akal budi manusia yangmenjunjung Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung
tinggi kejujuran, keseimbangan untuk budaya siri’ na pacce terbagi 3 yaitu:
menjaga harkat dan martabat manusia. 1) Nilai Filosofis
Nilai filosofis siri’ na pacce adalah
Pacce berarti pedih yang secara harfiah
gambaran dari pandangan orang-orang
bermakna perasaan pedih dan perasaan
Bugis dan Makassar mengenai berbagai
perih yang dirasakan meresap dalam kalbu
persoalan kehidupan yang meliputi watak
seseorang karena melihat penderitaan orang
orang Bugis-Makassar yang optimis dan
lain. Pacce berfungsi sebagai alat
pemberani.
penggalangan persatuan, solidaritas,
2) Nilai Etis
kebersamaan, kesetiaan, rasa kesetiaan dan
Pada nilai-nilai etis siri’ na pacce
juga motivasi untuk berusaha sekalipun
terdapat nilai-nilai yang meliputi teguh
dalam keadaan yang sangat pelik dan
pendirian, setia, tahu diri, jujur, bijak,
berbahaya. Hal ini dapat dipahami dari
rendah hati, sopan, cinta dan empati.
salah satu ungkapan dalam bahasa Bugis
3) Nilai Estetis
yang dikutip oleh Abidin (1983:85)
Nilai estetis siri’ na pecce meliputi nilai
berbunyi“ Nare’ko de’na siri’mu,
estetis dalam non insani yang terdiri atas
engkamupatu esse’bauamu” (jika kalau tak
benda alam tak bernyawa, benda alam
ada lagi siri’mu, maka pasti masih ada rasa
nabati, benda alam hewani.
pedihmu dan kasih sayangmu). Ungkapan
Budaya siri’ na pacce merupakan
ini merupakan wujud persahabatan dan rasa
falsafah yang menjadi pedoman hidup bagi
pedih yang terpatri dalam kalbu ketika
masyarakat Bugis-Makassar dalam
melihat penderitaan oranglain, sehingga
menjalani kehidupannya. Budaya Siri na
menimbulkan iba hati yang sangat
Pacce telah ada sejak ratusan tahun yang
mendalam dan mendorong seseorang untuk
lalu serta merupakan budaya luhur nenek
membantu orang yang sedang menderita.
moyang yang di junjung tinggi dan masih
Misalnya, seorang pendatang yang tidak
bertahan sampai sekarang meskipun telah
dikenal ataupun sudah dikenal yang
banyak mengalami bias atau pergeseran
terancam berbahaya dan kemudian datang
makna seiring dengan arus perkembangan
memohon perlindungan, maka oleh orang
globaliasai dengan lahirnya berbagai

45
teknologi . Internalisasi nilai-nilai budaya 1) Perkembangan industri yang pesat
siri’ na pecce akan menempatkan pribadi- membuat penyediaan barang kebutuhan
pribadi menjadi manusia yang unggul, utuh, masyarakat khususnya masyarakat
dan tidak terpecah-pecah. Sebab, budaya Bugis-Makassar melimpah. Dengan
siri’ na pecce mengandung nilai-nilai yang begitu masyarakat mudah tertarik untuk
universal yang mengajarkan seseorang mengonsumsi barang dengan banyak
menghargai hakikat penciptaannya, pilihan yang ada sehingga
mengajarkan seseorang peduli terhadap mengakibatkan pola hidup yang
kesulitan hidup sesama manusia, tolong konsumtif.
menolong dan lain-lain. Dengan kata lain 2) Sikap Individualistik yang mulai
nilai-nilai kebudayaan yang terdapat dalam dirasakan oleh masyarakat Bugis-
suatu masyarakat tertentu mempunyai Makassar, di mana masyarakat merasa
peranan membentuk kepribadian manusia dimudahkan dengan teknologi maju
sebagai individu begitupun sebaliknya. membuat mereka merasa tidak lagi
Dampak Perubahan Global terhadap membutuhkan orang lain dalam
beraktivitasnya. Kadang mereka lupa
Masyarakat Bugis-Makassar
bahwa mereka adalah makhluk sosial.
Perubahan global dapat dirasakan oleh
3) Tidak semua budaya Barat baik dan
seluruh masyarakat di Indonesia khususnya
cocok diterapkan di Indonesia
masyarakat Bugis-Makassar yang
khususnya untuk masyarakat Bugis-
dicerminkan dalam wujud modernisasi
Makassar. Budaya negatif yang mulai
yang dapat membawa dampak positif dan
menggeser budaya asli adalah anak tidak
negatif.
lagi hormat kepada orang tua, kehidupan
Dampak Positif :
bebas remaja, dan lain-lain.
1) Adanya modernisasi dalam budaya
4) Terjadinya kesenjangan sosial yang
menyebabkan pergeseran nilai dan sikap
menyebabkan adanya jarak antara si
masyarakat yang semua irasional
kaya dan si miskin sehingga sangat
menjadi rasional khususnya masyarakat
mungkin bias merusak kebhinekaan dan
Bugis-Makassar.
ketunggalikaan Bangsa Indonesia pada
2) Dengan berkembangnya ilmu
umumnya dan nilai-nilai persaudaraan
pengetahuan dan teknologi masyarakat
masyarakat Bugis-Makassar pada
menjadi lebih mudah dalam beraktivitas
khususnya.
dan mendorong untuk berpikir lebih
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
maju.
bahwa perubahan global telah banyak
3) Tingkat Kehidupan yang lebih baik
merubah tatanan nilai dalam skala lokal
dengan dibukanya industri yang
maupun nasional, ada yang positif ada pula
memproduksi alat-alat komunikasi dan
yang negatif. Sekarang ini dengan hadirnya
transportasi yang canggih merupakan
berbagai teknologi telah banyak
salah satu usaha mengurangi
meluluhlantahkan nilai-nilai budaya lokal
penggangguran dan meningkatkan taraf
yang menjadi warisan nenek moyang secara
hidup masyarakat.
turun temurun, bukan hanya itu krisis
Dampak Negatif
kemanusiaan yang melanda dunia global

46
adalah merupakan wujud nyata dari efek Depan. Bandung : Lembaga Penelitian
yang ditimbulkannya terhadap berbagai UNPAD.
sektor kehidupan yang ada. Oleh karena itu, Khatimah, Khusnul. 2012. Pengalaman
di perlukan upaya dalam melakukan nilai sipakatu, sipakainge, sipakalebbi
counter terhadap hegemoni kekuatan besar dalam
tersebut sehingga dapat mencegah problem lingkungan forum komunitas mahasiswa
kehidupan yang berkepanjangan, mulai dari Bone-Yogyakarta. Skrispi
sektor domestik hingga sektor publik, mulai Lubis, Mochtar. 1985. Transformasi
dari lingkungan keluarga, sekolah, Budaya untuk Masa Depan. Inti Idayu
masyarakat luas sampai pada aspek nilai- Press
nilai budaya lokal (Bugis Makassar) agar Mannahao Idris Mustari, 2010. The Secret
tetap terjaga dan dijadikan sebagai of siri’ na pace. Makassar : Pustaka
pedoman hidup sebagaimana hakikatnya. Refleksi.
Murdiyatmoko, Janu. 2007. Memahami dan
DAFTAR PUSTAKA Mengkaji Maryarakat. Bandung :
Abdullah, Hamid. 1985. Manusia Bugis Grapindo Media Pratama.
Makassar. Jakarta: PT. Gunung Agung. Narwoko, Dwi dan Suyanto, Bagon. 2011.
Abdullah, Hamid.,1990. Reaktualisasi Etos Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan.
Budaya Manusia Bugis. Solo: Jakarta: Kencana.
Ramadhani. Rahim, Rahman. 1985. Nilai-nilai Utama
Abidin, Andi Zainal. 1983. Persepsi Orang Kebudayaan Bugis. Ujung Pandang :
Bugis, Makassar tentang Hukum, Lephas.
Negara dan Dunia Luar. Bandung: Sarjono, Agus R (editor).
Alumni. 1999. Pembebasan Budaya-Budaya
Abidin, Andi Zainal1999. Kapita Selecta Kita. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Kebudayaan Sulawesi Selatan. Pustaka Utama, Jakarta.
Makassar: Hasanuddin University Press. Sikki, Muhammad, dkk, 1998. Nilai dan
Anonim, 1979. Permainan Rakyat Suku manfaat Pappaseng dalam Sastra Bugis.
Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan. Jakarta: Pusat pembinaan dan
Ujung Pandang: Depdikbud Sulsel Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Garna, Judistira K.1996. Ilmu-Ilmu Sosial Zuhro, Dkk. 2005. Sosiologi Suatu Kajian
Dasar-Konsep-Posisi. Bandung: Kehidupan Masyarakat. Jakarta :
Universitas Pandjadjaran Yudistira.
Garna, Judistira K. 2008. Budaya Sunda
Melintasi Waktu Menantang Masa

47
48

Anda mungkin juga menyukai