Kearifan lokal
Kearifan lokal adalah salah satu kekayaan Khazah bangsa Indonesia. 1 contoh yang dapat
dikemukakan dalam konteks merekat hubungan an-naba Ika antar umat beragama adalah
budaya yang ada di Sumatera Utara. Adanya sistem kekerabatan yang bertumpu pada konsep
dalihan natolu yang menegaskan bahwa semua orang dalam satu kampung berada dalam satu
ikatan kekerabatan yang besar terdiri dari hula-hula di Tapanuli Utara atau murah di Tapanuli
Selatan, dongan tubu di Tapanuli Utara atau kahanggi di Selatan dan Boru di utara cara atau
anak boru di Selatan. Orang yang semula bukan anak bata pun akan terkait dengan dalihon na
tolu, demikian juga dengan orang tidak terikat hubungan perkawinan namun diterima sebagai
orang Batak dengan syarat-syarat tertentu.
Berdasarkan telaahan di atas maka salah satu yang harus dimasyarakatkan dan digalakkan
untuk merajut kerukunan di Indonesia adalah menghidupkan kembali kearifan lokal yang
mampu merajut pluralitas keyakinan anggota primordial nya untuk hidup di dalam kedamaian
dan harmonis.
Sebagai seorang muslim kita tentu menginginkan Islam benar-benar menjadi wujud rahmatan lil
alamin orang Kristiani juga berkehendak menjadi agama Nasrani sebagai penyebar kasih kawan-
kawan kita yang beragama Hindu dan Budha turut bertujuan merealisasikan kedamaian bagi
segala makhluk itu artinya komponen bangsa ini menginginkan nilai-nilai kedamaian dan
kerukunan tumbuh di negeri ini inilah harapan umum dari para pemeluk agama di negeri ini.
paling tidak itulah yang kita lihat dalam sejumlah dialog-dialog keagamaan yang ada. Namun
demikian, riak-riak perpecahan dan benturan serta konflik agama masih tetap mengancam
masyarakat agama di Indonesia.
Tawaran-tawaran dan program-program yang telah disebutkan diatas diyakini akan efektif
menjaga harmoni antara umat beragama. Namun, harmonitas itu masih akan mendapat cobaan
dari dua perubahan besar dunia yaitu demokratisasi dan globalisasi. demokrasi yang
menjadikan negara dan pemimpinnya kehilangan absolutnya dan beralih kepada keabsolutan
rakyat akan mempertajam kompetensi rakyat ( golongan) mencari pengaruh dan kekuasaan.
Oleh sebab itu, persaingan kuantitas, penguasaan ekonomi dan politik menjadi kompetensi
yang siap meruncing harmoni masyarakat.
Globalisasi dan pengaruh negara-negara adidaya seperti Amerika dan Eropa sebenarnya adalah
bisa mengancam terhadap kerukunan budaya dan peradaban negara-negara yang memiliki
identitas tradisional sendiri. Indonesia tidak bisa lagi mendefinisikan HAM dengan penafsiran
promodial masyarakat Nusantara, tetapi HAM adalah apa yang didefinisikan PBB dan negara-
negara adidaya. PBB bisa saja menangkap pemimpin sebuah negara seperti Sudan karena dinilai
melanggar HAM. Tetapi bisa saja kasus seperti Israel yang membumihanguskan Gaza dan
membunuh anak-anak dan para wanita serta menyiramkan zat pospor berbahaya tidak dapat
diadili. Demikian pula kasus Amerika yang mendirikan penjara Guantanamo dengan penyiksaan
dan penghinaan agama yang dianut tawanan tidak dapat dianggap melanggar HAM. Oleh sebab
itu, banyak diantara juru misi yang mengabaikan kesepakatan-kesepakatan nasional dan
melanggar undang-undang untuk menjalani target-target misinya. Dua masalah ini merupakan
problema baru yang segera harus disadari para pemimpin negara ini dan masyarakat agama di
Indonesia untuk dapat diantisipasi. Jika semua persoalan ini semakin mengkristal tentunya akan
muncul pula kekuatan tak terkendali dari pemeluk agama lain yang radikal. Namun demikian,
sebagai umat beragama kita memiliki harapan yang besar akan kedamaian dan persatuan
Indonesia.