Anda di halaman 1dari 6

AKULTURASI DALAM ARSITEKTUR LASEM SERTA

RELEVANSINYA DENGAN KEBERLANJUTAN KAWASAN


LASEM

Juan Winy Putra, Gregorius Sri Wuryanto


Prodi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana
Jl. Dr. WahidinSudirohusodo 5-25 Yogyakarta 55224
Email : juanwiny@yahoo.co.id

Abstrak

Sejarah Lasem telah membuktikan bahwa kerukunan telah terjadi di antara suku bangsa yang
berbeda yang tinggal di Lasem, khususnya suku bangsa Tionghoa dan suku bangsa Jawa. Proses
kerukunan ini diperkirakan telah terjadi sejak kedatangan Bi Nang Un ke Desa Soditan pada
sekitar tahun 1470. Bukti sejarah tentang kerukunan di Lasem direpresentasikan oleh keberadaan
akulturasi gaya arsitektur baik di rumah Jawa maupun di rumah Tionghoa. Proses timbal balik
antara sikap menerima dan saling mempengaruhi terjadi di antara budaya lokal maupun budaya
lainnya. Representasi nilai toleransi dan akulturasi yang tercermin pada gaya-gaya arsitektur di
Lasem dipertimbangkan memiliki relevansi dengan keberlanjutan Lasem. Pertimbangan ini
diambil seandainya arsitektur dianggap merepresentasikan nilai dan karakter dari penghuninya.
Dengan demikian, konsekuensinya adalah rasa toleransi dan rasa memiliki menjadi factor
signifikan yang mendorong terjadinya proses keberlanjutan.

Kata kunci : toleransi, akulturasi, elemen arsitektur, keberlanjutan

Title: Aculturation in Architecture of Lasem and Its Relevance in Lasem Area Sustainability

Abstract
The history of Lasem has proved that harmonious life has been happened among the different
tribes who live in Lasem, especially Javanese and Chinese. This harmonization process has
predicable happened since the arrival of Bi Nang Un to Soditan village in circa 1470. The
historical evidence of the harmonious life in Lasem is represented by the existence of acculturation
style in architecture elements both in Javanese buildings and Chinese buildings. The reciprocal
process of accepting and influencing has been happened among the local cultures and the other
ones. The representation of tolerance and acculturation value expressed architecture styles in
Lasem is being considered having relevance with the sustainability of Lasem. It is in case of that
architecture represents its inhabitants’ values and characters. As consequence, the senses of
tolerance and belonging become significant factors which stimulate the process of sustainability.

Kerwords : tolerance, aculturation, elements of architecture, sustainability

Pendahuluan masyarakat keturunan Tionghoa dan


Lasem merupakan sebuah kota yang memiliki bangunan-bangunan yang
terletak di pesisir Utara pulau Jawa, bergaya arsitektur khas Tionghoa.
yaitu di kabupaten Rembang, provinsi Sekilas Lasem terlihat seperti daerah
Jawa Tengah. Lasem merupakan yang memiliki pecinan lainnya. Namun
sebuah daerah yang di dalamnya yang membedakan Lasem dari kota-
terdapat kawasan Pecinan Besar, yaitu kota dan daerah lainnya adalah, Lasem
Pecinan yang ditinggali oleh menyimpan sejarah tentang toleransi
dan akulturasi antar suku dan umat

235
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
ENERGI EFFICIENT FOR SUSTAINABLE LIVING, November 2017, 235-240
beragama selama berabad-abad dengan proses keberlanjutan kawasan
lamanya. Sejarah toleransi di Lasem Lasem?
dimulai ketika utusan dinasti Ming
yang bernama Bi Nang Un yang Tujuan
pertama kali datang ke pulau jawa Penelitian ini memiliki tujuan untuk
pada tahun 1413, berlanjut ke mengetahui relevansi akulturasi dalam
masuknya Islam dan pesantren oleh arsitektur Lasem dengan Lasem
sunan Bonang pada tahun 1588, masa sebagai kawasan berkelanjutan.
perang Kuning pada tahun 1740, masa
kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, Metode
reformasi pada tahun 1998, hingga saat Penelitian ini menggunakan metode
ini (Aziz, 2014). Induktif-fenomenologi. Peneliti
Toleransi dan akulturasi dalam terlebih dahulu mempelajari dan
masyarakat Lasem tercermin pula memaparkan fenomena yang terjadi di
melalui arsitekturnya. Beberapa Lasem ,yaitu mengenai akulturasi dan
penelitian mengungkap bahwa di toleransi yang ada dalam arsitektur di
dalam arsitektur hunian di Lasem telah Lasem. Peneliti kemudian
terjadi akulturasi yang membuktikan menganalisis hubungannya dengan apa
budaya lokal menerima dan mampu yang terjadi dalam kehidupan
hidup berdampingan dengan budaya masyarakat Lasem. Dan terakhir
pendatang. Arsitektur yang menjadi dilakukan analisis menggunakan teori-
tanda terjadinya interaksi antara teori yang sudah ada untuk
budaya Tionghoa dengan budaya menemukan kaitannya degan
pesisir Utara Jawa disebut Arsitektur kebelanjutan kawasan Lasem.
Hibrid. Masyarakat keturunan
Tionghoa yang tinggal di Lasem dan
Hasil dan Pembahasan
hidup bersama warga suku Jawa di
Fenomena Akulturasi dan Toleransi
Lasem juga cukup mempengaruhi
pada Arsitektur Lasem
kehidupan warga suku Jawa di Lasem.
Interaksi budaya Jawa dengan
Warga suku Jawa sebagai bentuk
Tionghoa di Lasem diperkirakan sudah
penerimaannya, memasukan unsur-
terjadi sejak tahun 1413, yaitu pada
unsur tetangganya, warga keturunan
ketika utusan dinasti Ming dari
Tionghoa, sebagai bagian dari dirinya
Tiongkok yang bernama Bi Nang Un
yang terimplementasi melalui
pertama kali datang ke Lasem. Bi
arsitektur rumah tinggal mereka.
Nang Un dan rombongannya yang
(Fauzy, 2012). Fenomena ini dapat
masuk melalui sungai Babagan
menjadi sebuah potensi bagi
kemudian bermukim di daerah Soditan.
keberlanjutan kawasan ini dalam segi
Kemudian seiring berjalannya waktu,
sosial, terlebih lagi bagi persatuan
sesuai dengan kebijakan pemerintah
negara Indonesia, dalam mewujudkan
Belanda pada tahun 1744 pusat
sila ke-3 Pancasila di Indonesia di
permukiman Tionghoa dipindah ke sisi
tengah terpaan isu-isu SARA yang
Barat sungai, sehingga perkampungan
dimanfaatkan untuk kepentingan
orang keturunan Tionghoa mulai
pribadi.
tersebar di beberapa desa seperti
Penelitian ini didasari oleh sebuah
Gedongmulyo, Babagan dan
pertanyaan penelitian yaitu :
Karangturi (Aziz, 2014). Menetapnya
Bagaimana relevansi antara akulturasi
warga keturunan Tionghoa
dalam gaya arsitektur di Lasem
mempengaruhi keadaan sosial

236
Putra, Akulturasi dalam Arsitektur Lasem

masyarakat keturunan suku Jawa yang Dalam penelitiannya, Fauzy (2012)


menetap di Lasem, sehingga membuktikan bahwa telah terjadi
masyarakat keturunan suku Jawa akulturasi di dalam arsitektur Lasem.
secara otomatis mengeluarkan respon Sebagai studi kasus diambil salah satu
terhadap keberadaan warga keturunan rumah tinggal milik seorang warga
Tionghoa yang menetap di Lasem. bernama bapak Sukari di desa
Sumbergirang yang merupakan warga
keturunan Jawa. Berikut merupakan
tabel mengenai percampuran budaya
dan pengaruh budaya Tionghoa yang
terjadi di rumah bapak Sukari .

Tabel 1. Unsur-unsur yang tetap bertahan


(unsur budaya Jawa) dan unsur
yang berubah (pengaruh unsur
budaya Cina) pada arsitektur
rumah tinggal bapak Sukari di
kampung Sumber Girang, Lasem
No. Unsur Unsur yang Unsur yang
Gambar 1. Peta kawasan Lasem Arsitektur Bertahan Berubah
Sumber : Untar Tourism Studio, 2015 (Jawa (Unsur Jawa) (Unsur Cina)
Pesisiran)
1 Bentuk Atap Pola atap perisai -
2 Pola Ruang - Sirkulasi
samping rumah
(area services)
3 Struktur Penggunaan Sistem tumpuan
Konstruksi struktur dan konstruksi atap
konstruksi kayu dan dinding
pada seluruh pemikul
bangunan.
Sambungan
konstruksi kayu
dengan
menggunakan pen.
4 Ornamen - Penggunaan
(Non- bentuk ornamen
struktural) kayu pada
railing teras
Gambar 2. Batas permukiman Tionghoa depan
dengan permukiman Non-Tionghoa desa 5 Elemen - Dudukan pada
Karangturi; Tionghoa, Non-Tionghoa (Non- sisi kiri dan
Struktural) kanan teras
Sumber : Juan Winy Putra, 2017 depan
6 Batas Lahan - Batas lahan
menjadi salah
Namun respon yang dikeluarkan oleh satu karakter
arsitektur Cina
warga keturunan Jawa terhadap warga Sumber : Fauzy, 2012
keturunan Tionghoa yang menetap di
Lasem bukan respon menolak, tetapi
Menurut Fauzy (2012), akulturasi yang
respon menerima dan bertoleransi. Hal
terjadi pada rumah tinggal bapak
ini dibuktikan melalui catatan sejarah
Sukari yang merupakan seorang
Perang Kuning pada tahun 1740 di
keturunan Jawa terjadi pada elemen
mana warga keturunan Jawa bekerja
arsitektural seperti bentuk dan
sama dengan warga Tionghoa dan para
ornamen. Arsitektur Tiongkok
Kyai dari Pesantren Lasem untuk
memberi pengaruh pada bentuk fisik
melawan penjajah belanda, dan pada
dari elemen-elemen arsitektur rumah
tahun 1998 ketika terjadi kesepakatan
tinggal seperti adanya dudukan pada
Lasem milik bersama saat di tempat
sisi teras dan pemberian batas lahan
lain di Indonesia terjadi kerusuhan
yang khas arsitektur Tionghoa.
rasial.

237
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
ENERGI EFFICIENT FOR SUSTAINABLE LIVING, November 2017, 235-240
Sementara untuk tipe kegiatan dan
ruang-ruang di dalam rumanya tetap
dengan kebudayaan turun temurun
suku Jawa.

Gambar 6. Ornamen Lung-Lungan pada


gerbang rumah Tionghoa
Sumber :Juan Winy Putra, 2017

Gambar 3. Rumah bapak Sukari


Sumber : Fauzy, 2012

Gambar 7. Ornamen Lung-lungan khas


Jawa
Sumber : Cahyandari, 2012

Gambar di atas menunjukan fenomena


akulturasi yang terjadi pada arsitektur
Gambar 4. Rumah bapak Sukari bangunan milik warga keturunan
Sumber : Fauzy, 2012 Tionghoa dengan budaya Jawa. Contoh
pada rumah Opa-Oma yang merupakan
salah satu bangunan tertua di Lasem,
pembangunnya tidak memaksakan
untuk menggunakan dinding bata
sebagai tembok rumahnya, melainkan
menyesuaikan dengan konteks
bangunan Jawa dan ketersediaan
material lokal yaitu kayu. Di beberapa
bangunan rumah juga ditemukan
terdapatnya ornamen Lung-Lungan
Gambar 5. Rumah Opa Oma
Sumber : Stevanie,2017
khas arsitektur Jawa pada gerbangnya.
Ornamen Lung-Lungan ini
Akulturasi dan interaksi kedua budaya menggambarkan tanaman menjalar
tidak hanya terjadi pada tempat tinggal dengan daun, bunga dan buah
milik warga keturunan Jawa, namun (Cahyandari, 2012).
juga pada rumah-rumah milik warga Selain akulturasi dengan budaya Jawa
keturunan Tionghoa. Peneliti pada arsitekturnya, peneliti juga
menangkap beberapa fenomena menemukan adanya akulturasi dengan
akulturasi yang terdapat pada arstektur budaya lainnya, seperti Eropa dan
bangunan warga keturunan Tionghoa. Arab. Sebagai contoh pada Rumah
Kuning terdapat ornamen-ornamen

238
Putra, Akulturasi dalam Arsitektur Lasem

khas Eropa yang merupakan pengaruh masyarakat Lasem dan kehidupan


kolonial Belanda pada kolom dan atap. penghuninya. Arsitektur menjadi
Penemuan lainnya pada salah satu representasi dari apa yang terjadi dari
poskamling terdapat ornamen tulisan kehidupan sosial masyarakat.
dengan bahasa Cina dan Arab. Masuk ke dalam pembahasan
Poskamling in berada di dekat sebuah mengenai sosial dan kawasan
pesantrendi Lasem. Ornamen ini berkelanjutan, Siagian dalam Aziz
merupakan salah satu bentuk akulturasi (2014) mengatakan bahwa toleran
dengan kebudayaan Arab dan ajaran merupakan sikap saling memikul
Islam yang masuk melalui pesantren. walau pekerjaan tersebut tidak disukai
dan memberi tempat kepada orang lain
meskipun kedua belah pihak tidak
sependapat. Fenomena yang terjadi di
Lasem dapat disimpulkan merupakan
sebuah sikap toleran satu kelompok
dengan kelompok yang lainnya,
dengan mengijinkan budaya milik
orang lain menjadi bagian dari dirinya.
Warga keturunan Jawa di Lasem
memberikan tempat bagi kebudayaan
Gambar 8. Rumah Kuning warga keturunan Tionghoa untuk
Sumber : Stevanie, 2012 hidup di Lasem, dan sebaliknya warga
keturunann Tionghoa juga memberi
ruang bagi kebudayaan Jawa untuk
masuk dan bertumbuh bersama dengan
kebudayaannya. Sejarah dan
kehidupan masyarakat yang toleran
seperti inilah yang menjadi potensi dari
Lasem untuk terus bertahan, bahkan
dapat menjadi contoh dan
berkontribusi juga bagi persatuan
bangsa. Meskipun masyarakat
Gambar 9. Poskamling
Sumber : Stevanie, 2012 Indonesia, khususnya di Lasem,
berbeda-beda dari segi agama, ras
Relevansi dengan Kawasan maupun budaya, namun harus terus
Berkelanjutan Lasem diingatkan bahwa kita adalah satu.
Mangunwijaya (1995) dalam bukunya Sesuatu yang mengingatkan seperti ini
wastu citra menjelaskan bahwa harus dijadikan faktor perekat integrasi
arsitektur merupakan sebuah cerminan bangsa (Hamengkubuwana, 2007).
dari jiwa dan cita-cita penggunanya. Dari pernyataan ini peneliti
Dengan kata lain arsitektur menyimpulkan bahwa aspek
mencerminkan apa yang menjadi isi berkelanjutan suatu kawasan perlu
hati dan pemikiran sang pembangun dibangun dari dalam faktor penghuni
serta cara pandangnya mengenai itu sendiri, yaitu masyarakat, melalui
sekitarnya. Oleh karena itu, fenomena rasa persatuan antar penghuninya. Dari
akulturasi yang terjadi pada arsitektur penghuni yang mendukung kawasan
bangunan-bangunan di Lasem sangat berkelanjutan, terciptalah kegiatan atau
berkaitan dengan aspek sosial aktivitas yang juga mendukung

239
PROSIDING SEMINAR NASIONAL
ENERGI EFFICIENT FOR SUSTAINABLE LIVING, November 2017, 235-240
keberlanjutan suatu kawasan. Apabila dapat terwujud, yaitu persatuan
persatuan dalam penghuni sudah Indonesia.
terbentuk maka yang diperjuangkan
adalah kepentingan bersama dalam Daftar Pustaka
suatu kawasan, sehingga terciptalah Aziz, Munawar. 2014. Lasem,
keberlanjutan suatu kawasan dan KotaTiongkok Kecil: Interaksi
bukan perpecahan.Adanya prasangka, Tionghoa, Arab, dan Jawa dalam
diskriminasi dan perasaan superioritas Silang Budaya Pesisiran.
akan menimbulkan perpecahan yang Yogyakarta: Ombak.
berlawanan dengan tujuan Mangunwijaya, Y. B. 1995. Wastu
keberlanjutan suatu kawasan terlebih Citra. Jakarta: Gramedia Pustaka
suatu bangsa (Mustain dkk, 2013). Utama
Suatu bangsa dapat berjalan apabila Mustain, dkk. 2013. SEGREGASI
terus diingatkan bahwa masyarakatnya ETNO-RELIGIUS: Upaya
adalah satu. Di Lasem, perasaan Resolusi Konflik dan
bersatu antar penghuni ini telah Pembangunan Perdamaian.
terbentuk, dan sangat mendukung bagi Mataram: Walisongo
keberlanjutan kawasan Lasem. Untuk Sultan Hamengkubuwana X. 2007.
mencapai tujuan ini diperlukan adanya Merajut Kembali Keindonesiaan
loyalitas, yaitu sikap mau berbaur dan Kita. Jakarta: Gramedia Pustaka
mengutamakan kepentingan bersama Utama
tanpa adanya perasaan superioritas.

Kesimpulan
Salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap aspek berkelanjutan suatu
kawasan adalah faktor penghuni. Rasa
persatuan dari penghuni suatu kawasan
dapat dikatakan secara tidak langsung
menjamin keberlanjutan suatu
kawasan. Rasa persatuan terbentuk dari
adanya keterbukaan dan kemauan
untuk menerima perbedaan, serta
mengutamakan kepentingan bersama.
Di Lasem telah terbentuk toleransi dan
penerimaan yang terwujud juga
melalui akulturasi pada arsitekturnya.
Akulturasi pada arsitektur Lasem
mencerminkan sikap terbuka dan
saling memiliki dari penduduk Lasem.
Hal ini menjadi pendukung yang
sangat besar bagi aspek berkelanjutan
kawasan Lasem. Lebih dari itu, Lasem
juga berpotensi menjadi contoh bagi
daerah lain di Indonesia, mengingatkan
daerah indonesia lainnya tentang
persatuan agar sila ketiga Pancasila

240

Anda mungkin juga menyukai