Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

KMB DALAM SISTEM PERNAFASAN

OLEH
KELOMPOK 1

Ketua : Royan Adytia (1703277036)


Sekertaris : Sumilar Saena Rahman (1703277040)
Anggota : Agni rahmawati (1703277003)

Dian Ramdani (1703277009)


Elisa Permatasari (1703277011)
Erna Sahara (1703277013)

Gunawan ramadan (1703277018)


Ina Nurinayah (1703277020)

Irvan yahya (1703277021)


Linda Ekawanti (1703277024)
Puji Ayu (1703277030)

Reffi Nantia Khairunnisa (1703277031)


Resa Kurnia Nugraha (1703277033)
Rudi Haryadi (1703277037)

PROGRAM STUDI S1.KEPERAWATAN


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
2018
SKENARIO
Seorang laki laki usia 43 tahun dirawat di ruang 6 dengan keluhan sulit bernafas. Hasil
pemeriksaan pasien pernah mengalami pengobatan 6 bulan tapi sudah tuntas, tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 78x/menit, pernafasan 34x/menit, suhu 38,2. Hasil rontgen ditemukan
cairan, tes mantoux negatif, terdengar crackles. Pasien akan dilakukan CCT di ruang ok.

Step I
1. Tes Mantoux : Adalah alat untuk diagnostik yang dilakukan untuk pemeriksaan,
mendeteksi paparan kuman TB (Tuberculosis) pada tubuh seseorang.
2. Rontgen : Merupakan pemeriksaan penunjang untuk mengambil gambar bagian dalam dari
tubuh serta untuk menentukan jenis pengobatan yang akan di berikan.
3. Crackles : Adalah bunyi berlainan akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang
menutup. Terdengar selama inspirasi, karakeristik bunyi crackles seperti suara gesekan
terpotong dan seperti suara rambut yang di gesekan.
4. CTT : (Chest Torax Tube) Adalah tabung atau selang plastik fleksibel yang dimasukan
melalui dinding dada dan keruang pleura untuk menghilangkan udara, cairan atau nanah.
5. OK : (Operatie Kamer) yang merupakan istilah dari bahasa belanda yang mana mempunyai
arti ruang oprasi. Untuk memberikan sarana dan prasarana tindakan bedah.

Step II
1. Apa penyebab terjadinya penumpukan cairan pada pleura sehingga pasien mengalami
kesulitan dalam bernafas ?
2. Apakah suara crackles bisa mempengaruhi cepat lambatnya suatu pernafasan ?
3. Kenapa bisa terjadi peningkatan suhu tubuh ?
4. Apa yang menyebabkan orang sesak terdengar crackles ?
5. Apakah ada hubungan nya antara efusi pleura dengan TBC ?

Step III
1. Penyebab terjdinya penumpukan atau peningkatan cairan karena jumlah caira yang melebihi
volume, dapat di sebabkan oleh kecepatan produksi cairan di lapisan pleura yang melebihi
kecepatan penyerapan. Atau peningkatan cairan yang berlebih karena adalanya peradangan
tuberkulosis sehingga mempengaruhi jalan napas.
2. Suara crackles mempengaruhi cepat lambatnya pernafasan di karenakan adanya udara
melewati daerah yang lembab di bronchiolus penutupan jalan nafas kecil sehingga inilah
yang mempengaruhi lambatnya pernafasan.
3. Terjadinya peningkatan suhu tubuh bisa terjadi karena adanya proses inflamasi di dalam
paru – paru.
4. Karena akibat penundaan pembukaan kembali jalan nafas yang menutup. Sehingga timbul
lah suara seperti rambut yang di gesekan (crackles) penyebabnya udara melewati penutupan
jalan nafas kecil.
5. Efusi pleura merupakan penyakit sekunder dari TBC. Hal ini terjadi karena iritasi dari
selaput pleura yang menyebabkan gangguan permeabilitas membran sehingga menurunkan
tekanan onkotik yang menyebabkan cairan masuk ke dalam rongga pleura. Jadi efusi pleura
memang dapat berhubungan dengan penyakit tubekulosis.

Step IV

Tn. A

(43 thn)

 Mantoux
negatif
Infeksi
 Rontgen
Microbacterium
ditemukan
Tuberculosis
cairan

Sistem Pertahanan

Peningkatan Cairan pada Pleura

Suhu tubuh Menghalangi


naik proses difusi
oksigen

Metabolisme
naik
Suara Sesak
terdengar
Crakles

Demam

Step V
1. Mengetahui definisi efusi pleura
2. Mengetahui etiologi efusi pleura
3. Mengetahui klasifikasi efusi pleura
4. Mengetahui patofisiologi efusi pleura
5. Mengetahui pemeriksaan efusi pleura
Step VI
PATHWAY EFUSI PLEURA
1. Definisi efusi pleura

Efusi pleura didefinisikan Sebagai penimbunan cairan berlebihan dalam rongga


pleura. Hal itu dapat disebabkan oleh peningkatan terbentuknya cairan pleura dalam
interstisial paru, pleura parietalis atau rongga peritoneum atau oleh karena penurunan
pembuangan cairan pleura oleh limfatik pleura parietalis.1 Menurut World Health
Organization (WHO), efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam
jiwa. Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia (Lantu and Ali 2016).
Efusi pleura merupakan kondisi di mana terdapat akumulasi cairan berlebih pada
cavitas pleuralis yang disebabkan oleh meningkatnya produksi atau berkurangnya absorpsi
cairan pleura.1 Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe,
kadang juga disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis.2
Efusi pleura merupakan manifestasi dari banyak penyakit, mulai dari penyakit paru sampai
inflamasi sistemik atau malignansi (Dwianggita 2016).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan viseralis dapat berupa transudat
atau cairan eksudat dan merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain, jarang
merupakan penyakit primer, secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan
(5-15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanyafriksi. Efusi pleura merupakan akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi dan eksudasi permukaan pleura . Efusi pleura selalu abnormal
dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya (Puspita et al. 2017).
Efusi pleura adalah terbentuknya akumulasi cairan yang abnormal di dalam cavum
pleura yang terjadi karena adanya peningkatan produksi cairan ataupun karena adanya
penurunan absorbsi cairan. Efusi dapat ditimbulkan oleh berbagai macam sebab, antara lain
trauma, metabolik, kardiak, infeksi, defek genetik dan neoplasma. Cairan abnormal tersebut
dapat berupa cairan serous, darah, pus, cairan kilus, atau merupakan campuran dari darah
dan udara, disebut juga hemopneumothorax (Abdul, dkk 2016).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi
normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat berupa
transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung
cairan sebanyak 10- 20 m.l. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus atau
tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di Negara-negara barat,
efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan
pneumonia bakteri, sementara di. Negara-negara yang sedang berkembang, seperti
Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis (Bayu et al. 2017).
Efusi pleura adalah mengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, Proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.secara normal,ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi. (smeltzer C suzane,2002).
Efusi pleura merupakan penyakit saluran pernafasan.penyakit ini bukan merupakan suatu
disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam
jiwa penderita (WHO) menurut World Health Organization (Astuti 2015).
Penyakit Efusi Pleura merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya akumulasi
cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. WHO
memperkirakan bahwa 20% penduduk kota didunia pernah menghirup udara kotor akibat
emisi kendaraan bermotor,sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru
dan saluran pernafasan seperti “ Efusi Pleura” (Tobing and Widirahardjo 2011).

2. Etiologi efusi pleura


Etiologi dari efusi pleura sangat beragam dan setiap daerah memiliki perbedaan
penyebab efusi pleura yang paling sering ditemui. hasil penelitian Khan (2011) dan Tobing
(2011) yang menyatakan penyebab efusi pleura yang paling banyak ialah TB paru, yaitu
sebesar 32,5% dan 44,1%. Hasil penelitian Khan (2011) ditemukan penyebab efusi pleura
kedua terbanyak setelah TB paru ialah pneumonia (19%), diikuti oleh malignansi (15,5%)
dan gagal jantung (13%) (Dwianggita 2016).
Penyebab efusi, penyakit ganas menyumbang 41% dan tuberkulosis untuk 33% dari
100 kasus efusi pleura eksudatif, 2 pasien (2%) memiliki koeksistensi tuberkulosis dan
keganasan yang dianalisis dengan kelompok ganas. Parapneumoni efusi ditemukan hanya
6% kasus, penyebab lain gagal jantung kongestif 3%, komplikasi dari operasi by pass
koroner 2%, rheumatoid atritis 2%, erythematous lupus sistemik 1%, gagal ginjal kronis
1%, kolesistitis akut 1%, etiologi tidak diketahui8% (Puspita et al. 2017)

Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, Adanya


neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ
lain). Tubreculosis paru, infark paru, trauma, pneumonia, syndroma nefrotik, hipoalbumin
dan lain sebagainya (Astuti 2015).
Cairan pleura memiliki konsentrasi protein yang lebih rendah dari paru-paru dan
kelenjar getah bening perifer. Cairan pleura dapat menumpuk karena hal-hal berikut:2,10

a. Peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi mikrovaskular. Studi mengatakan bahwa


peningkatan tekanan pada pembuluh kapiler adalah pemicu penting dalam terjadinya
efusi pleura pada penderita gagal jantung.
b. Penurunan tekanan onkotik dalam sirkulasi mikrovaskular karena hipoalbuminemia
yang meningkatkan penumpukan cairan dalam rongga pleura.
c. Peningkatan tekanan negatif pada rongga pleura juga membuat meningkatnya
akumulasi cairan pada rongga pleura. Hal ini dapat terjadi pada ateletaksis
d. Peningkatan permeabilitas kapiler akibat mediator inflamasi. Hal tersebut
mengakibatkan lebih banyak protein dan cairan yang masuk dalam rongga pleura,
contohnya pada pneumonia.
e. Gangguan drainase limfatik dari permukaan pleura karena penyumbatan oleh tumor dan
fibrosis (Puspita et al. 2017).
Estimasi kejadian efusi pleura di Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 1,3 juta
kasus pertahun, dengan kasus efusi yang banyak disebabkan oleh gagal jantung kongestif,
malignansi, dan emboli paru. Prevalensinya di dunia dilaporkan sebanyak 320 kasus per
100.000 orang di negara industri, dengan distribusi etiologi berhubungan dengan
penyakitnya. Di Indonesia, tuberkulosis paru merupakan penyebab utama efusi pleura,
disusul oleh keganasan, Menurut Depkes RI, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari
penyakit infeksi saluran napas lainnya. Tingginya angka kejadian efusi pleura disebabkan
keterlambatan penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini (Lantu and Ali 2016).

Terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian efusi pleura pada penderita
gagaljantung kongestif periode Januari – Desember 2015 di mana didapatkan signifikansi
0,006 (p < 0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian dari GMJ Ginting (2015) di mana gagal
jantung kongestif adalah penyebab dari sepertiga efusi pleura dan merupakan penyebab
efusi pleura tersering. Begitu juga dengan penelitian dari Kinasewitz (1997) yang
mengatakan bahwa kejadian efusi pleura pada penyakit jantung disebabkan oleh karena
terdapatnya hipertensi vena pulmonal. Peningkatan tekanan vena pulmonal yang
mengakibatkan edema alveolar juga meningkatkan tekanan interstitial di daerah subpleural;
edema mengakibatkan kebocoran cairan dari permukaan pleura visceral, yang berkontribusi
terhadap meningkatnya tingkat akumulasi cairan (Abdul et al. 2016).
3. Klasifikasi efusi pleura

Efusi pleura secara umum diklasifikasikan sebagai transudat dan eksudat,


bergantung dari mekanisme terbentuknya serta profil kimia cairan efusi tersebut. Cairan
transudat dihasilkan dari ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik,
sementara eksudat dihasilkan oleh proses inflamasi pleura ataupun akibat berkurangnya
kemampuan drainase limfatik. Pada kasus-kasus tertentu, cairan pleura dapat memiliki
karakteristik kombinasi dari transudat dan eksudat (Abdul et al. 2016).

efusi pleura eksudatif lebih banyak ditemukan pada penelitian ini, yaitu sebanyak 73
(68,2%) pasien dibandingkan dengan efusi pleura transudatif (31,8%). Hal ini sesuai dengan
penelitian Khan (2011) yang mendapatkan hasil 79% dari 200 pasien efusi pleura memiliki
jenis cairan eksudatif. Jadi, efusi pleura banyak yang memiliki jenis cairan eksudatif karena
banyak efusi pleura yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
terjadi eksudasi cairan, protein, sel, dan komponen serum lainnya ke cavitas peluralis
(Dwianggita 2016).
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat. Efusi transudat terjadi karena
penyakit lain bukan primer paru seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma
nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis
konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior, emboli pulmonal,
atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks. Sedangkan pada efusi eksudat, terjadi bila
ada proses peradangan yang menyebabkan permabilitas kapiler pembuluh darah pleura
meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi
pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling
sering adalah akibat M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa.
Sebab lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, Eritematous), pleuritis
rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia,
dan akibat radiasi (Bayu et al. 2017).
Kejadian efusi pleura pada umumnya apabila bersifat transudat adalah gagal jantung
kemudian apabila bersifat eksudat adalah keganasan dan tuberkulosis (Puspita et al. 2017).

a. EfusiTuberkulosis
Efusi pleura didiagnosis sebagai tuberkulosis apabila terdapat 1 dari kriteria sebagai
berikut:
1) terdapat nekrosis perkijuan pada biopsi pleura
2) pewarnaan Ziehl-Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan pleura positif
3) Pada pemeriksaan histologi ditemukan granuloma tanpa nekrosis perkijuan dengan
pemeriksaan sputum BTApositif.
b. Efusi Para pneumoni Didefinisikan sebagai efusi pleura disertai demam dan batuk dan
terdapat efusi pleura bersifat eksudatif.
c. Efusi Maligna Efusi maligna didiagnosis dengan analisis sitologi atau histologi
terdapat Sel adenocarcinoma atau sel mesentelial.
d. Efusi Cardiac Efusi cardiac terdiagnosis apabila carian bersifat transudat serta terdapat
tanda klinis gagal jantung pada pasien.
e. Efusi sirosis hepatis Efusi sirosis terdiagnosis apabila cairan bersifat transudat serta
terdapat tanda klinis sirosis hepatis pada pasien.
f. Efusiuremik Efusi uremik terdiagnosis pada penderita dengan gagal ginjal dan ureum
tinggi, atau pada pasien dengan ureum tinggi tanpa penyebab yang jelas.
g. Efusi SLE (Systematic Lupus Eritematous) Efusi pada SLE adalah efusi yang terjadi
pada pasien penderita SLE dengan kultur bakteri negatif (Puspita et al. 2017).

4. Patofisiologi efusi pleura


Didalam rongga pleura teradapat ± 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh
permukaan pleura parietalis dan pleura visceralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura
parietalis karena adanya tekanan hidrostatis, tekanan koloid, dan daya tarik elastis. Sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura visceralis, sebagian kecil lainya
(1020 %) mengalir ke dalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan ini mencapai 1 liter
seharinya. Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut dengan efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat
inflamasi, perubahan tekanan osmotik, peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Atas
dasar kejadianya efusi dapat dibedakan atas eksudat dan transudat. Transudat misalnya
terjadi pada gagal jantung karena bendungan vena disertai dengan peningkatan tekanan
hidrostatik, dan sirosis hepatic karena tekanan osmotik koloid yang menurun. Eksudat dapat
disebabkan antara lain oleh keganasan dan infeksi. Penimbunan eksudat disebabakan oleh
peradangan suatu keganasan pleura, dan akibat peningkatan permeabilitas kapiler atau
gangguan absorbsi getah bening (Bayu et al. 2017).

5. Pemeriksaan efusi pleura


a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendignosis
efusi pleura yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk pasien dengan efusi pleura, salah
satunya ialah pemeriksaan foto toraks. Foto toraks atau sering disebut chest x-ray (CXR)
adalah suatu proyeksi radiografi dari toraks untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang
memengaruhi toraks, isi dan struktur didekatnya. Foto toraks menggunakan radiasi
terionisasi dalam bentuk x-ray. Foto toraks digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi
yang melibatkan dinding toraks, tulang toraks, dan struktur yang berada dalam kavitas
toraks termasuk paru-paru, jantung dan saluran/pembuluh besar (Lantu and Ali 2016)
b. City scan dada

City scan mengambarkan dengan jelas paru-paru dan cairan dan bisa menunjukan
adanyan pneumonia, Abses paru atau tumor.
c. USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya
sedikit, Sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Thoraxosentesis

Menyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui thoraxosentesis. pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yangdimasukan diantara sela iga kedalam rongga dada dibawah
mengaruh membiusan lokal.
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis. Torakosentesis
adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sel iga ke dalam
rongga dada di bawah pengaruh pembiusan lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX
garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi
lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru (Bayu et al. 2017).

e. Biopsi
Biopsi dilakukan jika dengan thoraxosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
Maka dilakukan biopsi dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.

f. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk menbantu menemukan sumber cairan yang
terkumpul (Astuti 2015).
REFERENSI
Abdul, Andika, Rahim Damanik, and Sukma Imawati. 2016. “JANTUNG KONGESTIF
BERDASARKAN FOTO THORAKS DI RSUP DR KARIADI TAHUN 2015.” Jurnal
Kedokteran Diponegoro 5(4):393–402.

Astuti, Neneng. 2015. “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA


PENYAKIT EFUSI FLEURA PADA PASIEN YANG DI RAWAT INAP DI RUMAH
SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN Neneng.” Jurnal Keperawatan
Flora VIII(2):62–70.
Bayu, Putu, Dian Tresna, Fakultas Kedokteran, and Universitas Udayana. 2017. “EFUSI
PLEURA MASIF : SEBUAH LAPORAN KASUS MASSIVE PLEURAL EFFUSION :
A CASE REPORT.” E-Journal Keperawatan 1–15.
Dwianggita, Priscilla. 2016. “Etiologi Efusi Pleura Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013.” Doaz Directory of Open Access
Journals 7(1):57–56.
Lantu, Melinda G. and Ramli Hadji Ali. 2016. “Gambaran Foto Toraks Pad Efusi Pleura Di
Bagian / SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof . Dr . R . D . Kandou Manado.” Jurnal E-
Clinic 4(November 2014):2014–16.
Puspita, Imelda, Tri Umiana Soleha, Gabriella Berta, Fakultas Kedokteran, and Universitas
Lampung. 2017. “Penyebab Efusi Pleura Di Kota Metro Pada Tahun 2015 Causes of
Pleural Effusion in Metro City in 2015.” E-Journal Keperawatan 4:25–32.
Tobing, elizabeth MS and Widirahardjo. 2011. “Karakteristik Penderita Efusi Pleura Di RSUP
H . Adam Malik Medan Tahun 2011 Characteristics of Patients with Pleural Effusion in
RSUP H . Adam Malik Medan 2011.” E-JURNAL FK USU 1(2):2011–14.

Anda mungkin juga menyukai