Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Ibu menyusui dapat diartikan sebagai proses pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi,
dimana bayi memiliki refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan ASI. Menyusui
merupakan proses alamiah yang keberhasilannya tidak diperlukan alat-alat khusus untuk
mengukurnya dan pemeberian ASI tidak memerlukan biaya yang mahal namun membutuhkan
kesabaran, waktu, dan pengetahuan tentang menyusui serta dukungan dari lingkungan keluarga
terutama suami, Pemberian ASI eksklusif pada ibu muda membutuhkan perhatian khusus
dikarenakan cakupannya yang cenderung rendah dari pada ibu dewasa sehingga peran suami dan
keluarga sangat diperlukan untuk mendukung suksesnya pemberian ASI eksklusif [17].
ASI adalah makanan terbaik untuk bayi karena merupakan makanan alamiah yang
sempurna, mudah dicerna oleh bayi dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi
untuk pertumbuhan, kekebalan dan mencegah berbagai penyakit serta untuk kecerdasan bayi,
aman dan terjamin kebersihannya karena langsung diberikan kepada bayi agar terhindar dari
gangguan pencernaan seperti diare, muntah dan sebagainya [13]. ASI mampu memenuhi nutrisi
yang dibutuhkan oleh tubuh bayi selama 6 bulan pertama. ASI merupakan makanan pertama bagi
bayi yang nutrisinya sangat kompleks. Manfaat pentingnya memberikan ASI eksklusif dapat
melindungi bayi dari sindrom kematian bayi mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death
Syndrome) [9]. Selain itu pemberian ASI sangat bermanfaat bagi ibu dan bayi. Manfaat bagi ibu
antara lain mengurangi resiko perdarahan, ibu yang menyusui memiliki resiko lebih rendah
terhadap kanker Rahim dan kanker payudara, dan dapat mempercepat kondisi ibu untuk kembali
ke masa pra-kehamilan. Manfaat memberikan ASI eksklusif untuk bayi antara lain mengurangi
resiko infeksi lambung-usus, sembelit dan alergi pada bayi, meningkatkan antibodi pada bayi
sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit (Nurjanah, 2013).
Kejadian yang sering terjadi pada hari pertama menyusui adalah sulitnya ASI keluar, hal
ini membuat ibu berpikir bahwa bayi mereka tidak akan cukup ASI sehingga ibu sering
mengambil langkah berhenti menyusui dan menggantinya dengan susu formula. Disamping itu
ada juga ibu yang merasa takut dan menghindar menyusui, akibatnya akan terjadi bendungan
ASI karena akan mengurangi isapan bayi pada payudara, maka jumlah ASI yang dikeluarkan
sedikit sedangkan dinegara berkembang banyak ibu merasa cemas dan menggunakan jadwal
dalam pemberian ASI yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan bayi [9]. Ibu menyusui harus
memperhatikan beberapa hal yang meningkatkan kualitas dan jumlah volume ASI yang
dimilikinya. Ada beberapa saran yang perlu diperhatikan para ibu yang sedang memberikan ASI
pada bayi, yaitu mengkonsumsi sayur sayuran, buah buahan yang dapat meningkatkan volume
ASI. Jumlah ASI sedikit bisa diatasi ibu dengan mengkonsumsi sayur katuk, labu siam, kacang
panjang, dan jantung pisang. Dampak dari ASI yang tidak lancar membuat ibu berpikir bahwa
bayi mereka tidak akan mendapat cukup ASI sehingga ibu sering mengambil langkah berhenti
menyusui dan menggantinya dengan susu formula [19].
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2016 masih menunjukkan rata-rata angka
pemberian ASI eksklusif di dunia baru berkisar 38%. Di Indonesia meskipun sejumlah besar
perempuan (96%) menyusui anak merekan dalam kehidupan mereka, hanya 42% dari bayi yang
berusia di bawah 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif. Pada saat anak-anak mendekati ulang
tahunnya ke dua, hanya 55% yang masih diberi ASI. Jika dibandingkan dengan target WHO
yang mencapai 50% maka angka tersebut masihlah jauh dari target. Berdasarkan data yang
dikumpulkan International Baby Food Action Network (IBFAN) 2014, Indonesia menduduki
peringkat ke tiga terbawah dari 51 negara di dunia yang mengikuti penilaian status kebijakan dan
program pemberian makan bayi dan anak (InfantYoung Child Feeding). Hal ini menunjukkan,
pemberian ASI sebagai makanan pertama bayi masih kurang. Padahal, penurunan gizi anak
hingga menyebabkan anak bergizi kurang hingga buruk dan tumbuh pendek dengan pemberian
ASI eksklusif dan MPASI yang benar. Rendahnya cakupan ASI eksklusif disebabkan oleh
beberapa factor seperti kurangnya pengetahuan tentang pemberian ASI apalagi pada ibu
postpartum yang belum mempunyai pengalaman, aktivitas ibu yang menghambat seperti ibu
bekerja, kurangnya dukungan keluarga, dan kurangnya dukungan dari tenaga kesehatan
(Septikasari, 2018).
Cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2016 yang mengacu pada
target renstra pada tahun 2016 yang sebesar 42% maka secara nasional cakupan pemberian ASI
eksklusif pada bayi usia kurang dari enam bulan sebesar 54,0% telah mencapai target
(Kemenkes, 2016). Meskipun telah mencapai target renstra masih banyak ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Kita tahu bahwa Pemberian ASI eksklusif merupakan
investasi terbaik bagi kesehatan dan kecerdasan anak.(Depkes, 2015). Masalah yang akan timbul
dari ibu menyusui adalah produksi ASI yang tidak maksimal,salah satu diantaranya adalah
asupan gizi yang rendah sehingga banyak bayi yang kebutuhan nutrisinya kurang karena ibu
tidak dapat memberikan ASI maksimal yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi (Wahyuni,
2012).Pada laporan kinerja Institusi Kinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dari hasil
pengukuran persentase cakupan ASI eksklusif sudah mencapai target dimana jumlah cakupan
ASI eksklusif 55,0% telah mencapai target 54,0% (Kemenkes,2016).
Persiapan peningkatan pemberian ASI dapat dilakukan dengan cara tingkatkan frekuensi
menyusui atau memompa atau memerah, ibu harus dalam keadaan rileks, kondisi ibu menyusui
sangat menentukan keberhasilan ASI eksklusif, selain itu ada perawatan komplementer
menggunakan bahan alami yaitu daun katuk. Katuk merupakan tumbuhan multi khasiat tapi juga
memiliki efek samping sebagai mana dikemukakan oleh Prof Urif Santoso, 2013 adalah Sebagai
pelancar ASI (air susu ibu), katuk sangat berperan dalam menunjang program pemerintah. ASI
memang diakui mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan susu formula. Dengan
kelebihan itu, maka seorang bayi yang menerima ASI dalam jumlah dan waktu yang cukup akan
mempunyai perkembangan fisik dan mental yang lebih baik serta mempunyai daya tahan
terhadap penyakit yang lebih baik. Saat ini, telah diproduksi kapsul katuk komersial yang
berkhasiat sebagai pelancar ASI Pada industri jamu, katuk juga telah dikenal sebagai salah satu
bahan dalam ramuan jamu pelancar ASI. (Urif Santoso 2013).
Daun katuk memiliki kandungan zat besi yang tinggi dan kaya vitamin (A, B1, dan C),
protein lemak, dan mineral. Daun katuk juga mengandung tanin, saponin, flavonoid, dan alkaloid
papaverine, sehingga sangat potensial untuk menjadi bahan obat tradisional. Salah satu manfaat
daun katuk yang paling banyak dikenal adalah untuk melancarkan ASI. Senyawa dalam daun
katuk yang berperan untuk melancarkan ASI adalah asam seskuiterna (Santoso, 2008).
Kandungan dan manfaatnya katuk mengandung senyawa steroid dan senyawa polifenol
yang berkhasiat sebagai anti piretik dan laktagog, juga tanaman katuk ini dapat meningkatkan
produksi ASI. Hal ini diduga berdasarkan efek hormonal dari kandungan kimia sterol yang
bersifat estrogenic. Daun katuk kaya protein, kalium, posfor, zat besi, vitamin A,B1 dan vitamin
C. Dalam 100 gr daun katuk juga terkandung 239 mg vitamin C, suddah jauh lebih cukup untuk
memenuhi kebutuhan ibu menyusui. Daun katuk baik untuk memperlancar ASI karena
mengandung asam seskuiterna. Penelitian Sa’roni, Tonni Sadjimin, Mochamad Sja’bani dan
Zulaela di Slmena, menunjukkan bahwa setelah mengkonsumsi daun katuk, volume ASI bisa
meningkat hingga 50%. Tips mengkonsumsi nya Lebih enak jika disayur seperti sayur bening
(IBU Fondotion, 2017).
Daun Katuk secara tradisional sudah dikonsumsi oleh masyarakat khususnya ibu yang
sedang menyusui karena dapat meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan jurnal penelitian yang
dipublikasikan oleh Media Litbang Kesehatan pada tahun 2004, pemberian ekstrak daun katuk
pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dapat meningkatkan produksi sebanyak
66,7ml atau 50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan menyusui
yang tidak diberi ekstrak daun katuk. Pemberian ekstrak daun katuk dimulai pada hari ke – 2
atau hari ke – 3 setelah melahirkan selama 15 hari terus menerus dengan dosis 3 x 300mg/hari.
Pemberian ekstrak daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan lemak ASI (IBU Fondotion,
2017). Selain kaya akan protein, lemak dan mineral, daun katuk juga diperkaya dengan
kandungan vitamin A, B dan C, kemudian tanin, saponin dan alkaloid papaverin. Kandungan
alkaloid dan sterol dari daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI menjadi lebih banyak
karena dapat meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesis laktosa sehingga produksi ASI
meningkat. Dalam Australian Dietary Guidelines, menyarankan untuk konsumsi sayuran hijau
salah satunya katuk sebagai makanan yang menyehatkan untuk ibu menyusui (IBU Fondotion,
2017)
Berdasarkan penelitian Ningrum (2015) daun katuk mengandung adanya pelifenol dan
steroid yang berperan dalam prolaktin reflek untuk menghasilkan ASI dan juga merangsang
hormone oksitosin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu- ibu yang mengonsumsi jus daun
katuk mengalami kenaikan signifikan 5% dan ada pengaruh jus daun katuk terhadap volume ASI
pada Ibu menyusui. (Ningrum 2015)
Adapun penelitian yang dilakukan Suwanti (2016) bahwa ibu-ibu yang mengkonsumsi
ekstrak daun mengalami kenaikan produksi ASI sampai melebihi kebutuhan bayinya (70%).
Sedangkan yang tidak mengkonsumsi mengalami kenaikan produksi ASI sampai melebihi
kebutuhan bayinya hanya sebagian kecil saja.( Suwanti 2016)

Anda mungkin juga menyukai