NO.BP: 1710711008
Sejarah Filsafat
NEO HISTORIS
Dalam konsep ini Greenblatt tampak juga dipengaruhi oleh padangan sistem self-
regulating (pengaturan-diri) Foucauldian, terutama pada representasi yang
berhubungan dengan dominasi dan kondisi diskursif yang mempengaruhi dan
menentukan pembentukan-diri. Dalam Renaissance Self-Fashioning, Greenblatt
menunjukkan bahwa “pada abad ke-16 tampak meningkatnya kesadaran-diri
mengenai pembentukan (fashioning) identitas manusia sebagai sesuatu yang dapat
dimanipulasi” (1980: 2). Jadi, bukan individu-individu tetapi bagaimana budaya
Renaissans menciptakan representasi untuk membentuk gagasan kesadaran-diri-
manusia pada masa Renaissans. Menurut Greenblatt, gagasan tersebut merupakan
suatu proses pembentukan-diri (self-fashioning), dimana subjektivitas setiap
individu dikonstruksi secara ideologis dan linguistik di dalam kesadaran puncak
dari posisi diri (self) di dalam struktur-struktur kekuasaan.
Konsep anekdot digunakan Greenblatt dalam tulisan “The Touch of the Real”
(2005) yang mempersoalkan representasi atau penggambaran diri (konstruksi
imaji) pada masa lampau yang dilakukan pada masa kini. Konsep ini diadopsi
Greenblatt (2005: 31-34) atas penafsirannya mengenai narasi pencurian domba
dan tekstualitas antropolog (atau sejarawan) dalam menceritakan suatu budaya
tertentu, yang ditulis oleh Geertz di dalam Interpretation of Culture (1973). Dalam
analisis yang dikembangkannya, bahwa tekstualitas atas narasi kultural tersebut
merupakan suatu ‘acted document’, dengan mengasumsikan adanya suatu perilaku
simbolik (symbolic behavior) dalam narasi tersebut. Sehingga Greenblatt
menyimpulkan bahwa diskursus antropologis dan tekstualitas narasi seperti halnya
dengan fiksi, yang berakar pada penciptaan, penceritaan, penggambaran,
penyusunan, dan penulisan (2005: 35).
Greenblatt kemudian mengarahkan analisisnya pada teks sastra dan sejarah—
seperti misalnya analisisnya terhadap buku Mimesis-nya Auerbach, karya-karya
Balzac, untuk menunjukkan anekdot tersebut, untuk menjelaskan signifikansi
perbedaan antara representasi suatu narasi pada masa lampau yang ditulis atau
dibaca pada masa kini, sebagai sesuatu yang fragmented dan paradoks, antara
realitas dan representasi, antara suatu karya (teks) yang dituliskan dan dunia yang
sebenarnya. Tulisan Greenblatt ini kemudian dipublikasikan kembali dalam
Practicing New Historicism (2000) pada bagian pertama, sedangkan pada bagian
kedua Gallagher melalui tulisan “Counterhistory and the Anecdote”
menambahkan pandangannya mengenai konsep anekdot. Gallagher mencoba
menjelaskan komitmen pada partikularitas dan anekdot dalam konteks
historiografi. Menurut Gallagher (2000: 49-50), anekdot merupakan efek atau
respon dari bentuk totalisasi dan generalisasi sejarah atau narasi historis. Baik
Greenblatt maupun Callagher dalam hal ini lebih memperhatikan new historisisme
pada lima aspek, yakni pada: 1) penggunaan anekdot, 2) penggunaan representasi,
3) tertarik dengan sejarah dari rangkaian atau gugusan, 4) memperhatikan pada
hal-hal kecil yang diabaikan, dan 5) analisis ideologis secara skeptis.
Konsep-konsep Greenblatt tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam suatu
bingkai new historisisme, yang sering disebut dengan puitika kultural. Secara
garis besar Veeser (1989: xi) merumuskan asumsi-asumsi new historisisme: 1)
bahwa setiap tindakan ekspresif lekat di dalam suatu jaringan praktik-praktik
(budaya yang bersifat) material; 2) bahwa setiap tindakan pengungkapan, kritik,
dan perlawanan mesti akan menggunakan perangkat-perangkat dari yang
ditentangnya, dan oleh sebab itu akan terjebak pada praktik sama; 3) bahwa relasi
teks sastra dan non-sastra tidak dapat dipisahkan (dalam pembacaan kritis); 4)
bahwa tidak ada diskursus baik fiksi atau faktual yang memberikan akses pada
kebenaran mutlak yang tidak berubah-ubah ataupun mengekspresikan hakikat
kemanusiaan di dunia; dan 5) akhirnya, bahwa suatu metode kritis dan bahasa
cukup memadai untuk mendeskripsikan kebudayaan ekonomi kapitalisme.